4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Jasa dan Keterikatannya dengan Layanan Dalam usaha memenuhi kepentingan seringkali tidak dapat dilakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan berupa perbuatan orang lain. Perbuatan orang tersebut yang dilakukan atas permintaan disebut pelayanan.1 Kata pelayanan itu sendiri merujuk pada proses pemenuhan kebutuhan melalui jasa yang diberikan orang lain. Dari penjelasan tersebut kita dapat melihat eratnya korelasi antara jasa dan pelayanan. Dalam pelaksanaannya setiap kegiatan jasa tidak dapat dipisahkan dari pelayanan. Tjiptono dalam bukunya yang berjudul Service Management; Mewujudkan Layanan Prima menjelaskan, jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual.2 Setiap perusahaan atau badan yang bergerak di bidang jasa akan mengandalkan pelayanan untuk dapat mencapai ketiga poin tersebut. Berikut ini empat karakteristik unik dari jasa/layanan yang dijelaskan oleh Tjiptono: 1.
Intangibility Jasa merupakan suatu hal yang tidak berwujud namun bisa dirasakan
manfaatnya. Jasa merupakan suatu hal yang abstrak. Oleh karena itu menentukan ukuran atau standart untuk suatu layanan jasa lebih sulit daripada menilai suatu produk yang nyata. Jasa sebagai produk intangible bisa menimbulkan persepsi dan penilaian berbeda dari satu individu dengan individu yang lainnya. 2.
1
Heterogeneity/Variability/Inconsistency
Moenir, H.A.S., 2006, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, PT Bumi Aksara, Jakarta, halaman 26 2 Tjiptono, Fandy, 2008, Service Management; Mewujudlkan Layanan Prima, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta, halaman 7
5
Jasa merupakan produk yang bentuk, kualitas, serta jenisnya bisa jadi berbeda-beda, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Sebagai contoh pada transaksi perbankan. Perlakuan satu front liner dengan front liner yang lain bisa saja berbeda karena menghadapi nasabah yang berbeda dengan kepentingan dan sifat yang berbeda pula. 3.
Inseparability Jika barang harus diproduksi terlebih dahulu sebelum bisa dimanfaatkan
oleh konsumen, maka jasa diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan. Satu hal yang unik dari penyediaan layanan jasa adalah, penyedia jasa dan pelanggan bersama-sama menciptakan jasa. Seorang Customer Service tidak akan bisa memberikan pelayanan yang baik jika nasabah tidak berkenan bekerja sama dengan merespon pertanyaan atau permintaan dari Customer Service. 4.
Perishability Jasa merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan untuk digunakan lagi
manfaatnya pada waktu yang akan datang. Dengan kata lain, jasa merupakan produk tidak tahan lama, termasuk untuk jasa yang tidak tersalurkan karena tidak adanya pelanggan yang membutuhkan. Misalnya ketika dalam satu hari tidak ada nasabah yang datang untuk meminta bantuan pada seorang Customer Service, bank tetap harus mengeluarkan biaya untuk membayar gaji Customer Service tersebut, meskipun ia tidak bisa memberikan pelayanan pada hari itu. Pihak bank tidak bisa menyimpan jasa yang tidak terpakai pada hari itu untuk digunakan lagi di kemudian hari. Ibarat sekuntum bunga, layanan bisa dianalogikan sebagai delapan daun bunga yang melekat pada setiap penawaran produk (Lovelock, 1994). Semakin lengkap dan indah daun bunganya, semakin cantik bunga itu.3 1.
Informasi, mengenai segala sesuatu yang diperlukan dan diinginkan pelanggan
3
Tjiptono, Fandy, 2008, Service Management; Mewujudlkan Layanan Prima, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta, halaman 84
6
2.
Konsultasi, seperti pemberian masukan, saran, atau konseling
3.
Order taking, tentang bagaimana penyedia layanan jasa menjemput permintaan, melalui aplikasi, jasa langganan, dan sebagainya.
4.
Hospitality, meliputi sambutan, nada suara dan mimik wajah dapat menjadi ukuran keramahan seorang penyedia layanan jasa
5.
Caretaking, keamanan atas barang-barang berharga milik pelanggan dan perhatian atas setiap masalah yang disampaikan pelanggan
6.
Exceptions, adalah permintaan khusus sebelum menyampaikan maksud utama. Seperti pujian/ komplain, dan sebagainya
7.
Billing, meliputi laporan akan data-data pendukung. Seperti laporan rekening, atau laporan verbal mengenai jumlah saldo rekening
8.
Pembayaran, Penyedia layanan juga dapat mendapatkan perhatian pelanggan melalui kecerdasan melayani pembayaran. Pelanggan menyukai sesuatu yang praktis, inovatif, dan menyenangkan.
2.2
Merancang Layanan Perusahaan Perusahaan yang bergerak di bidang jasa memerlukan perencanaan yang baik sebelum berhubungan langsung dengan pelanggannya. Berikut ini sebelas faktor utama yang perlu dipertimbangan sebelum membuat keputusan perancangan layanan (Mudie &Cottam, 1999)4: 1.
Kontak Pelanggan Poin ini ditekankan pada seberapa sering intensitas kontak antara perusahaan dengan pelanggan serta jenis karakteristik komunikasinya.
2.
4
Bauran Layanan (Service Mix)
Tjiptono, Fandy, 2008, Service Management; Mewujudlkan Layanan Prima, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta, halaman 54
7
Dilihat dari aspek width dan length, mengenai jenis layanan yang disediakan perusahaan. Widht mengacu pada jumlah lini layanan, sedangkan yang dimaksud length adalah jumlah item yang terdapat dalam setiap lini layanan. 3.
Lokasi Konsumsi Layanan Selanjutnya yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana jasa tersebut bisa sampai pada pelanggan. Apakah pelanggan harus datang ke tempat penyedia jasa, penyedia jasa yang datang ke tempat pelanggan, atau layanan dilakukan melalui teknologi komunikasi.
4.
Desain Fasilitas dan Aksesoris Layanan Mengenai aspek-aspek fasilitas layanan, seperti tata letak dan perabotan, juga tentang apa saja yang harus dilakukan oleh karyawan sampai komunikasi non-personal (surat, website, brosur).
5.
Teknologi Selanjutnya adalah mengenai bagaimana menyeimbangkan peran teknologi (high-tech) dan sumber daya manusia (high-touch).
6. Karyawan Jumlah karyawan yang dibutuhkan, komposisi karyawan tetap, karyawan paruh-waktu, dan karyawan kasual, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan karyawan lainnya juga perlu dipertimbangkan dengan matang. 7. Struktur Organisasi Bagaimana
mengorganisasikan
fungsi-fungsi
keuangan,
operasi,
sumberdaya manusia, pemasaran, serta berapa jenjang manajemen yang dibutuhkan. 8. Informasi
8
Informasi merupakan elemen penting bagi keberlangsungan suatu usaha.
Darimana
sumber
informasi
didapatkan,
bagaimana
caramendapatkannya, dan bagaimana perusahaan menyimpan informasi internal merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan. 9. Manajemen Permintaan dan Penawaran Sejauh mana perusahaan memahami pola dan tingkat permintaan, seperti apa strategi yang diterapkan, dan seberapa besar kapasitas perusahaan untuk memenuhi permintaan, harus dipertimbangkan dengan baik. 10. Prosedur Suatu layanan dapat dibakukan atau diatur sesuai keinginan pelanggan. Hal ini tergantung pada kebijakan perusahaan dan seberapa kompleks layanan yang dihasilkan nantinya. 11. Pengendalian Setelah system layanan dirancang sedemikian rupa, maka yang terakhir perlu dipikirkan pula bagaimana system tersebut diawasi dan dikendalikan
nantinya.
Sehingga
segala
sesuatu
yang
telah
direncanakan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
2.3
Ekspektasi dan Kepuasan Pelanggan Suatu pelayanan yang baik dimulai dengan kebutuhan dari pelanggan dan diakhiri dengan kepuasan dari pelanggan tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jasa sebagai produk heterogeinity akan berbeda-beda hasilnya tergantung pada kapan, dimana, dan oleh siapa serta untuk siapa jasa tersebut dilakukan. Dalam proses menghasilkan suatu jasa, pelanggan terlibat aktif di dalamnya. Dalam hal ini ekspektasi nasabah terhadap hasil layanan akan berpengaruh secara langsung. Sementara harapan satu orang dengan orang yang lainnya mengenai seperti apa layanan yang diharapkan dapat berbeda-beda,
9
dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor-faktor spesifik yang memengaruhi terbentuknya
ekspektasi
pelanggan
bisa
diklasifikasikan
dalam
sepuluh
determinan (Zeithaml, et al., 1993)5: 1. Enduring Service Intensifiers Faktor ini merujuk pada motivasi yang muncul dengan sendirinya dalam diri pelanggan. Seseorang akan berpikir, apabila seorang pelanggan dilayani dengan baik, maka pelanggan lainnya secara otomatis akan berharap dirinya juga mendapatkan pelayanan sebaik pelanggan sebelumnya. 2. Personal Needs Kebutuhan pribadi yang dirasa sangat penting dan mendasar juga dapat memengaruhi ekspektasi seorang pelanggan. 3. Transitory Service Intensifiers Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara. Seseorang bisa menjadi lebih sensitif terhadap suatu layanan ketika menghadapi beberapa situasi tertentu, seperti keadaan darurat, atau kesan terhadap pelayanan sebelumnya. 4. Perceived Service Alternatives Merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat layanan perusahaan lain sejenis. Semakin pelanggan memiliki banyak alternatif, semakin tinggi ekspektasi yang diharapkan pelanggan. 5. Self-perceived Services Roles Faktor ini merujuk pada persepsi pelanggan terhadap keterlibatannya dalam memengaruhi layanan yang diterimanya. Jika pelanggan terlibat dan hasil dari pelayanan tersebut tidak sesuai harapan, pelanggan tidak 5
Tjiptono, Fandy, 2008, Service Management; Mewujudlkan Layanan Prima, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta, halaman 88
10
bisa menyalahkan penyedia layanan secara keseluruhan. Persepsi ini akan memengaruhi capaian layanan yang berkenan diterima seorang pelanggan. 6. Situational factors Faktor ini terdiri atas segala sesuatu yang dapat memengaruhi suatu kinerja layanan yang berada diluar kendali penyedia layanan. Ketika situasi ini terjadi dan menghambat kinerja layanan, maka pelanggan yang memahami bahwa keadaan tersebut berada diluar kapasitas penyedia jasa, tentu ia akan menerima dan memberikan toleransi. 7. Explicit Service Promises Merupakan pernyataan atau janji yang disampaikan penyedia layanan jasa secara eksplisit. Misalnya melalui poster, iklan, perjanjian, dan sejenisnya. 8. Implicit Service Promises Merupakan petunjuk yang berkaitan dengan pelayanan yang akan diberikan. Petunjuk ini disampaikan secara tidak langsung. Misalnya melalui harga yang dipatok, alat-alat, atau sarana pendukung layanan. 9. Word of Mouth Word of Mouth merupakan pernyataan yang dibuat oleh pihak-pihak selain penyedia jasa dan kemudian disampaikan kepada pelanggan. Word of Mouth biasanya lebih dipercaya oleh pelanggan karena yang menyampaikan adalah pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan pelanggan. Seperti para ahli, keluarga, teman, rekan kerja, dan lain-lain. 10. Past Experiences Pengalaman seorang nasabah dapat memengaruhi tingkat ekspektasinya terhadap suatu layanan jasa yang akan diterima. Seorang nasabah bank yang
sudah
bertahun-tahun
melakukan
kegiatan
perbankan
11
ekspektasinya akan berbeda dengan seorang nasabah yang baru saja mengenal dunia perbankan. Dari sekian banyak faktor internal dan eksternal yang memengaruhi ekspektasi pelanggan, perusahaan jasa sebagai penyedia layanan jasa dapat membuat suatu ukuran untuk menilai tingkat keberhasilan layanan diukur dari kepuasan
pelanggan.
Teori
mengenai
pengukuran
kepuasan
pelanggan
sebagaimana yang disampaikan Fandy Tjiptono dalam bukunya Service Management; Mewujudkan Layanan Prima adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Pengukuran Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan dapat menjadi tolok ukur keberhasilan suatu perusahaan jasa. Ada banyak sekali manfaat dari mengukur kepuasan pelanggan. Diantaranya perusahaan dapat mengidentifikasi keperluan pelanggan, menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja organisasi, membandingkannya dengan perusahaan sejenis lainnya, mengidentifikasi PFI (Priorities for Improvement), serta mengukur indeks kepuasan pelanggan yang bisa menjadi indikator dalam memantau kemajuan perusahaan. 2. Menanyakan Pertanyaan yang Tepat Kuisioner yang akurat merupakan kunci keberhasilan survei. Oleh karena itu penting bagi pihak manajemen menyusun kuisioner se-efektif mungkin untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara maksimal. 3. Bertanya kepada Pelanggan yang Tepat Tidak semua pelanggan memiliki kapabilitas untuk memberikan informasi sesuai apa yang dibutuhkan perusahaan. Maka dari itu, menentukan responden tidak bisa dilakukan sembarangan. Misalnya survei mengenai kepuasan penonton terhadap program memasak di televisi, tentu responden yang diharapkan adalah kaum wanita, meski
12
sebagian kaum laki-laki juga mungkin menyaksikan dan menikmati program tayangan tersebut. 4. Memilih Tipe Survei Survei dapat dilakukan dengan beberapa cara. Seperti wawancara langsung, via telepon, dan self-administered surveys (via pos, surat elektronik, dll.). Menentukan tipe survei yang akan dilakukan dapat mempertimbangkan faktor sumber daya manusia, ketersediaan waktu, dan tujuan riset itu sendiri. Misalnya apabila kita hendak mewawancarai seorang tuna aksara, maka tidak mungkin kita melakukan survei secara tertulis. Atau ketika kita dihimpit deadline sedangkan narasumber berada di tempat yang tidak terjangkau, maka wawancara melalui telepon atau self-administered surveys dapat menjadi pilihan. 5. Merancang Kuisioner Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kuisioner. Yang pertama adalah pertanyaan, layout, dan rating scales. Pertanyaan merupakan hal mendasar yang harus ditentukan dalam pembuatan kuisioner. Pertanyaan merupakan pintu masuk informasi yang nantinya akan dihasilkan melalui kuisioner tersebut. Sedangkan layout akan membantu responden dalam memahami pertanyaan dengan baik, sehingga dapat memberikan informasi dengan mudah pula. Rating scales adalah hierarki pilihan jawaban yang disediakan untuk responden. Biasanya berupa pernyataan “Sangat Baik”, “Baik”, “Kurang Baik”, “Buruk”. Penetapan rating scales juga perlu diperhatikan agar tidak membingungkan responden. 6. Menganalisa Hasil Langkah terakhir adalah dengan menyajikan hasil survei dalam bentuk data dan menarik kesimpulan dari data tersebut. Analisa hasil survei biasanya
tidak
sulit
dilakukan
selama
langkah-langkah
perancangan hingga pelaksanaan survei dilakukan dengan baik.
dari
13
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, pada dasarnya segala bentuk penilaian atas kepuasan pelanggan bertujuan untuk mengukur capaian kinerja pelayanan itu sendiri. Kata kinerja sendiri diartikan oleh Prawirosentono (1999:2) sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mendapat tujuan organisasi bersangkutan secara illegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.6 Sementara itu dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai (1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah capaian dari serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Setiap pihak (organisasi maupun perorangan) pasti menghendaki capaian yang tinggi dalam setiap kegiatannya. Kinerja dari usaha yang dilakukan akan dikatakan maksimal ketika sudah bisa mendekati efektif. Artinya, segala sesuatu bekerja sesuai fungsinya dan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Tolok ukur efektivitas kinerja tiap perusahaan atau bahkan individu bisa jadi berbedabeda. Namun secara umum apabila efektivitas kinerja tersebut dikaitkan dengan kegiatan pelayanan jasa, suatu kinerja layanan akan dikatakan efektif jika pelanggan merasa puas dengan layanan yang didapat dengan melakukan pengorbanan yang minimal, dan penyedia layanan mendapatkan apa yang diharapkan dengan pengorbanan yang minimal pula, serta semua pihak dan sistem yang terlibat didalamnya berfungsi dan bermanfaat sebagaimana mestinya. 2.4
Keluhan Pelanggan Pada suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa, keluhan konsumen merupakan suatu hal yang harus diantisipasi kedatangannya sejak awal perusahaan tersebut beroperasi. Mowen7menyatakan sebagai berikut;
6
dwi2nurdianto.wordpress.com, Konsep Kinerja, Produktivitas, Efektivitas dan Efisiensi, diakses pada 5 Oktober 2015 7 Irawan, Handi, 2002, 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan, Elex Media Komputindo, Jakarta, halaman 93
14
“Consumer complaint behavior is term that covers all the different actions consumers take when they are dissatisfied with a purchase or service” Dengan kata lain, komplain/keluhan pelanggan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang diambil oleh pelanggan atas dasar ketidakpuasan yang mereka rasakan dari suatu transaksi atau layanan. Tindakan yang dilakukan oleh pelanggan tersebut dapat berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Maute dan Forrester mengklasifikasikan tindakan pelanggan yang tidak puas ke dalam 3 kelompok, yaitu: 1.
Exit; tindakan pelanggan untuk meninggalkan perusahaan
2.
Voice; tindakan pelanggan untuk melakukan keluhan secara lisan pada perusahaan
3.
Loyalti Response; pelanggan tetap setia pada produk atau perusahaan karena tidak ada pilihan lain, namun pelanggan menyimpan rasa kecewa akan pelayanan yang diberikan.
Pada umumnya perusahaan yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kualitas perusahaan dan pelanggannya akan berusaha menempatkan pelanggannya untuk menyuarakan keluhannya. Cara tersebut dinilai lebih menguntungkan perusahaan daripada pelanggan tersebut langsung meninggalkan perusahaan begitu saja. Seperti yang disampaikan oleh Sugiarto, keluhan yang disampaikan masyarakat dapat kita lihat sebagai sarana untuk menghadapi kompetisi di masa yng akan datang, sarana promosi yang terbaik, asset terpenting bagi perusahaan, serta jaminan pertumbuhan dan perkembangan perusahaan8. Selain itu, melalui keluhan yang disampaikan pelanggan, perusahaan dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya sedang dihadapi perusahaan berkaitan hubungannya dengan masyarakat, dilihat dari sebab-sebab terjadinya keluhan tersebut.
8
Sugiarto, Ir Endar, 2002, Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, halaman 199
15
Mowen mengatakan, ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya perilaku keluhan.9 1.
Meningkatnya tingkat ketidakpuasan
2.
Meningkatnya sikap pelanggan terhadap keluhan
3.
Banyaknya keuntungan yang didapat dari meningkatnya keluhan
4.
Masalah yang timbul sebagai akibat kesalahan instansi
5.
Produk atau jasa tersebut merupakan hal yang penting bagi masyarakat.
Sementara itu dalam Tjiptono disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi apakah seseorang yang tidak puas akan melakukan keluhan atau tidak, yaitu;10 1.
Tingkat kepentingan konsumsi yang dilakukan. Termasuk penting tidaknya jasa/layanan yang dikonsumsi, harga jasa, waktu yang dibutuhkan untuk mengonsumsi jasa serta sosial visibility. Semakin penting transaksi/konsumsi tersebut bagi pelanggan, semakin tinggi
kemungkinan
pelanggan
tersebut
akan
melakukan
komplain/keluhan. 2.
Tingkat ketidakpuasan pelanggan Semakin tinggi tingkat ketidakpuasan pelanggan, semakin mungkin baginya untuk melakukan komplain/keluhan.
3.
Manfaat yang diperoleh dari komplain Pelanggan
yang
menyadari
seberapa
besar
keuntungan
yang
didapatkannya jika melakukan komplain, maka semakin besar motivasinya untuk menyatakan keluhannya. 4.
Pengetahuan dan pengalaman Hal ini meliputi jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman akan jasa, persepsi terhadap kemampuan sebagai konsumen dan pengalaman komplain sebelumnya.
Mowen, John, and Michael M, 1998, Consumer Behaviour, 5th ed, New Jersey: Prentice Hall, halaman 431 10 Tjiptono, Fandi dan Anastasia D, 2000, Prinsip dan Dinamikan Pemasaran, J & J Learning, Yogyakarta, halaman 208 9
16
5.
Sikap pelanggan terhadap keluhan Pelanggan yang bersikap positif terhadap penyampaian keluhan biasanya akan lebih terbuka menyampaikan keluhannya karena yakin akan mendapatkan manfaat positif.
6.
Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi Mencakup waktu yang dibutuhkan, gangguan terhadap aktivitas rutin yang dijalankan, dan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan komplain.
7.
Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain Bila
pelanggan
merasa
peluang
keberhasilannya
kecil
dalam
menyampaikan keluhan, maka ia akan cenderung tidak melakukannya. Begitu juga sebaliknya. Semakin besar optimisme pelanggan terhadap keberhasilannya dalam menyampaikan keluhan, maka semakin besar kemungkinan ia melakukannya. 2.5
Menangani Keluhan Secara Efektif Beberapa penjelasan mengenai penyebab terjadinya keluhan serta bentukbentuk keluhan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyikapi dan menindaklanjuti setiap keluhan yang disampaikan pelanggan se-efektif mungkin. Pada dasarnya keluhan yang ditangani dengan efektif justru akan membawa keuntungan bagi perusahaan, seperti yang dijelaskan oleh Mudie dan Cottam (Tjiptono, 2000:157) sebagai berikut;11 1. Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungannya dengan pelanggan yang kecewa 2. Penyedia jasa terhindar dari publikasi negative 3. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanannya saat ini 4. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya
11
Tjiptono, Fandi dan Anastasia D, 2000, Prinsip dan Dinamika Pemasaran, J & J Learning, Yogyakarta, halaman 157
17
5. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas lebih baik Suatu penanganan keluhan dapat dikatakan efektif ketika memenuhi beberapa kriteria. Menurut Patterson, penilaian atas suatu manajemen penanganan keluhan yang efektif didasarkan pada karakteristik atau prinsip utama sebagai berikut;12 1. Komitmen Pihak manajemen dan semua anggota berkomitmen untuk bersamasama menyelesaikan masalah sebagai upaya meningkatkan kualitas jasa dan atau produk yang diberikan 2. Visible Manajemen menginformasikan secara jelas dan akurat kepada masyarakat dan karyawan mengenai prosedur pengaduan pelanggan 3. Acessible Instansi menjamin bahwa masyarakat secara bebas, mudah, dan murah dapat menyampaikan keluhannya. Misalnya melalui saluran telepon atau surat elektronik. 4. Kesederhanaan Menggunakan prosedur penanganan keluhan sederhana dan mudah dipahami masyarakat 5. Ketepatan Setiap keluhan ditangani secepat mungkin. Rentan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan keluhan tersebut diinformasikan secara realistis kepada yang bersangkutan 6. Fairness Setiap masyarakat mendapatkan perlakuan yang sama, adil, dan tidak membeda-bedakan masyarakat 7. Confidentally 12
Tjiptono, Fandi dan Anastasia D, 2000, Prinsip dan Dinamika Pemasaran, J & J Learning, Yogyakarta, halaman 173
18
Keinginan masyarakat akan privasi dan kerahasiaan dihargai dan dijaga 8. Records Data
mengenai
keluhan
disusun
sedemikian
rupa
sehingga
memudahkan setiap upaya berkesinambungan 9. Sumber daya Instansi mengalokasikan sumber daya dan infrastruktur yang memadai untuk pengembangan dan penyempurnaan sistem penanganan keluhan 10. Remedy Pemecahan dan penyelesaian yang tepat seperti permohonan maaf untuk setiap keluhan yang ditetapkan dan diimplementasikan secara konsekuen 2.6
Analisis SWOT Dalam perencanaan stratejik, analisis SWOT merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk melakukan analisis situasional organisasi.13 SWOT merupakan akronim dari Strenght, Weakness, Opportunities, Threath yang merupakan unsur penilaian dalam analisis SWOT itu sendiri. Strenght atau Kekuatan dan Weakness atau Kelemahan merupakan penilaian unsur internal organisasi. Sedangkan Opportunities dan Treath merupakan penilaian untuk unsur eksternal organisasi. Analisis SWOT telah banyak digunakan oleh berbagai organisasi di dunia untuk menilai performa organisasi tersebut secara deskriptif. Analisis SWOT dan variansnya (Houben dkk. 1999) dikembangkan sebagai basis perencanaan strategis (Bourgeouis 1996, Pearce dan Robinson 1997).14 Hasil analisisnya yang bisa disajikan dalam bentuk matriks maupun deskriptif yang mudah dipahami menjadi salah satu alasan mengapa banyak organisasi profit maupun nonprofit menggunakan teknik analisis tersebut.
13
Budiarto, Teguh, 2012, Manajemen dalam Berbagai Perspektif, Penerbit Erlangga, Jakarta, halaman 296 14 Budiarto, Teguh, 2012, Manajemen dalam Berbagai Perspektif, Penerbit Erlangga, Jakarta, halaman 297