BAB II LANDASAN TEORI A. Culture Shock Pada umumnya individu tidak menyadari secara nyata budaya yang mengatur dan membentuk kepribadian dan perilakunya. Ketika individu dipisahkan dari budayanya, baik secara fisik maupun psikis, dan menghadapi kondisi yang berbeda atau bertolak belakang dengan gambaran dan asumsi yang dipercaya sebelumnya maka pada saat itulah individu menjadi sepenuhnya sadar akan sistem kontrol dari budayanya yang selama ini tersembunyi (Gudykunst dan Kim, 2003). Memasuki budaya yang berbeda membuat individu menjadi orang asing di budaya tersebut, dimana individu dihadapkan dengan situasi dimana kebiasaankebiasaannya diragukan. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan dan stress. Keterkejutan dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural individu dan mengakibatkan kecemasan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar individu mengalami gangguan mental dan fisik, setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Reaksi terhadap situasi tersebut oleh Oberg disebut dengan istilah culture shock (Gudykunst dan Kim, 2003). 1. Definisi Culture shock Istilah culture shock pertama kali dikenalkan oleh Oberg. Pada awalnya definisi Culture shock menekankan pada komunikasi. Oberg mendefiniskan culture shock sebagai kecemasan yang timbul akibat hilangnya sign dan simbol hubungan sosial yang familiar. Oberg (Pyvis & Anne, 2005) menyatakan ada 6 karakteristik dari culture shock yaitu : a. Ketegangan dalam penyesuaian psikologis
Universitas Sumatera Utara
b. merasa kehilangan teman, status, peranan sosial, dan posisi personal c. merasa takut ditolak oleh kebudayaan baru d. bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai, perasaan dan identitas diri e. terkejut, cemas, bahkan jijik setelah menyadari perbedaan kebudayaan f. merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Definisi culture shock terus berkembang dan menekankan kepada penjelasan psikologis (psychological explanation). Adler(dalam) mendefiniskan culture shock sebagai suatu set reaksi emosional terhadap hilangnya penguat dari lingkungan individu tersebut, dan digantikan dengan stimulus kebudayaan baru yang memiliki sedikit arti, dan menyebabkan kesalahpahaman dengan kebudayaan baru, dan dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya, mudah marah , dan ketakutakan akan di tipu, dilukai ataupun diacuhkan. Culture shock bukanlah istilah klinis ataupun kondisi medis. Culture shock merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan perasaan bingung dan ragu-ragu yang mungkin dialami seseorang setelah ia meninggalkan budaya yang dikenalnya untuk tinggal di budaya yang baru dan berbeda (Kingsley dan Dakhari, 2006). Menurut Gudykunst dan Kim (2003), culture shock adalah reaksi-reaksi yang muncul terhadap situasi dimana individu mengalami keterkejutan dan tekanan karena berada dalam lingkungan yang berbeda, yang menyebabkan terguncangnya konsep diri, identitas kultural dan menimbulkan kecemasan temporer yang tidak beralasan. Dari berbagai definisi culture shock yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa culture shock merupakan reaksi individu yang bersifat temporer, baik
Universitas Sumatera Utara
fisik maupun psikis, yang muncul karena perbedaan budaya ketika individu berpindah dari negara/ tempat asalnya ke negara/ tempat lain. 3. Faktor yang Mempengaruhi Culture Shock Parrillo (2008) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi culture shock yaitu : a) Faktor intrapersonal termasuk keterampilan (keterampilan komunikasi), pengalaman sebelumnya (dalam setting lintas budaya), trait personal (mandiri atau toleransi), dan akses ke sumber daya. Karakteristik fisik seperti penampilan, umur, kesehatan, kemampuan sosialisasi juga mempengaruhi. Penelitian menunujukkan umur dan jenis kelamin berhubungan dengan culture shock. Individu yang lebih muda cenderung mengalami culture shock yang lebih tinggi dari pada individu yang lebih tua dan wanita lebih mengalami culture shock daripada pria (Kazantzis dalam Pederson, 1995) b) Variasi budaya mempengaruhi transisi dari satu budaya ke budaya lain. Culture shock lebih cepat jika budaya tersebut semakin berbeda, hal ini meliputi sosial, perilaku, adat istiadat, agama, pendidikan, norma dalam masyarakat, dan bahasa. Bochner (2003) menyatakan bahwa semakin berbeda kebudayaan antar dua individu yang berinteraksi, semakin sulit kedua induvidu tersebut membangun dan memelihara hubungan yang harmonis. Pederson (1995) menyatakan bahwa semakin beda antar dua budaya, maka interaksi sosial dengan mahasiswa lokal akan semakin rendah. c) Manifestasi sosial politik juga mempengaruhi culture shock.
Universitas Sumatera Utara
Sikap dari masyarakat setempat dapat menimbulkan prasangka, stereotip, dan intimidasi. 4. Dampak dari Culture shock Masing-masing individu berbeda dalam hal menghadapi culture shock namun terdapat beberapa gejala yang umum dialami. Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang gejala-gejala umum yang muncul ketika individu mengalami culture shock. Oberg (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2005) menyatakan gejala-gejala culture shock seperti buang air kecil, minum, makan yang berlebih-lebihan; kesulitan tidur; takut kontak fisik dengan penduduk lokal; merasa sendiri; perasaan tidak berguna; keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya; tidak nyaman dan menolak budaya baru; tidak dapat menyesuaikan perilaku dengan norma budaya yang baru; tidak ingin belajar bahasa dari negara yang dikunjungi; ketakutan ditipu, dirampok dan dilukai; merasa diperlakukan berbeda; kekhawatiran yang berlebihan; merindukan kebiasaan hidup di negara asal; dan akhirnya keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman. Taft (dalam Gudykunst dan Kim, 2003) mengidentifikasi sejumlah gejala umum, yaitu: a) Cultural fatigue, dimanifestasikan melalui insomnia, mudah marah dan gangguan psikosomatis lainnya. b) Perasaan kehilangan karena berpisah dari lingkungan yang familiar. c) Penolakan individu terhadap anggota dari lingkungan baru. d) Perasaan tidak mampu karena tidak mampu menghadapi keasingan lingkungan secara kompeten.
Universitas Sumatera Utara
B. Mahasiswa Asing 1. Definisi Mahasiswa Asing Pelajar yang menempuh pendidikan di luar negeri menghadapi berbagai masalah, beberapa diantaranya adalah prestasi akademik, bahasa, tempat tinggal, masalah ekonomi, dan ketidakamampuan mereka untuk diterima secara sosial, kesehatan dan rekreasi, dan prasangka ras (Hammer, 1992). Mahasiswa didefinisikan sebagai individu yang telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dan memasuki perguruan tinggi. Mahasiswa asing dedefinisikan warga negara asing yang mengikuti pendidikan pada perguruan tinggi di Indonesia (Peraturan Menteri Nomor 25 tahun 2005). 2. Motif Mahasiswa Asing Bochner (1986) menyatakan ada 4 motif mahasiwa asing yakni : a. Mendapatkan gelar b.
Mendapatkan kemampuan akademik ataupun profesional
c.
Mempelajari budaya lain
d.Menambah pengalaman personal.
C. Budaya 1. Definisi Budaya Trenholm & Jensen (Mulyana, 2005) mendefinisikan budaya sebagai seperangkat nilai, kepercayaan, norma, dan adat istiadat, aturan dan kode, yang secara sosial mendefinikan kelompok-kelompok orang, mengikat mereka satu sama lain dan memberikan kesadaran kolektif. Budaya sangat berperan penting dalam kehidupan
Universitas Sumatera Utara
individu. Apa yang dibicarakan, bagaimana membicarakannya, apa yang individu lihat dan perhatikan, apa yang dipikirkan individu sangat dipengaruhi oleh budaya. Mulyana (2005) menyatakan aspek budaya ada 2 yakni aspek budaya terlihat dan tersembunyi. Aspek budaya terlihat adalah pakaian, makanan, musik, kesenian, dan arsitektur. Sedangkan aspek budaya tersembunyi adalah etika, nilai, konsep keadilah, perilaku, hubungan pria-wanita, konsep kebersihan, gaya belajar, gaya hidup, motivasi bekerja, dan sebagainya. Ciri-Ciri Budaya Mulyana (2005) menyatakan budaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a) Budaya bukan bawaan tapi dipelajari b) Budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, kelompok ke kelompok, dan dari generasi ke generasi. c) Budaya berdasarkan simbol d) Budaya bersifat dinamis e) Budaya bersifat selektif f) Unsur budaya saling berkaitan g) Etnosentrik yakni menganggap budaya sendiri sebagai yang terbaik atau standar untuk menilai budaya lain.
Universitas Sumatera Utara
Budaya Malaysia Definisi kebudayaan Malaysia telah diatur dalam undang-undang Malaysia didalam the "1971 National Culture Policy". Dalam peraturan ini, ada 3 komponen pokok kebudayaan nasional : a) Kebudayaan nasional hasrus berdasarkan pada kebudayaan melayu b) Elemen kebudayaan dari budaya lain yang sesuai dapat diterima sebagai kebudayaan nasional. c) Islam merupakan elemen penting dalam kebudayaan. Malaysia merupakan suatu negara yang multietnik dan multilingual dengan jumlah penduduk kira-kira 22 juta jiwa dengan paling sedikit ada 100 bahasa yang digunakan. Wilayah Malaysia terbagi menjadi dua yakni, Malaysia Barat (West Malaysia) yang dikenal dengan sebutan Malaya, dan Malaysia Timur (East Malaysia). Malaysia terdiri dari tiga etnis utama yakni melayu dan bumiputera (kira-kira 14.3 juta, 65,1 %), Cina (5,7 juta, 26%), india (1,7 juta, 7,7 %) (Tsui, 2005). Mayoritas penduduk asli Malaysia adalah orang Melayu. Suku melayu merupakan suku asli Malaysia dan berbahasa melayu dan memeluk agama Islam. Suku melayu biasanya diharapkan untuk memakai sarung dan kebaya, baju kurung, baju melayu, dan kerudung yang berhubungan dengan muslim. Wanita biasanya diharapkan memaki kerudung dan pria memakai songkok atau kopiah (Tsui, 2005). Masyarakat melayu sangat menekankan pada perilaku yang baik, toleransi, dan keluarga. Suku Cina merupakan pendatang ke Malaysia. Suku Cina di Malaysia minimal mampu paling sedikit satu dialek bahasa Cina. Suku Cina biasanya berbahasa hokkien,
Universitas Sumatera Utara
hakka, dan kanton baik dalam setting formal atau informal sedangkan bahasa Mandarin sebagai bahasa standar Cina digunakan dalam setting publik dan sebagai medium bahasa pengantar dalam sekolah khusus Cina serta cenderung menggunakan bahasa Cina daripada bahasa melayu. Suku Cina memeluk agama Buddhist dan taoists. Suku Cina merupakan suku yang lebih tertutup dibandingkan dengan kategori suku lainnya di Malaysia (Daniels, 2003). Norma sosial dalam masyarakat suku Cina adalah hubungan keluarga, komunitas dan kewirausahaan (Verma, 2000). Orang-orang India berpindah ke Malaysia sejak 2,000 tahun yang lalu. Mayoritas individu ini terdiri dari suku tamil, berbahasa tamil, dan berasal dari negeri Tamil Nadu. Orang tamil Malaysia yang mampu berbahasa tamil kira-kira 85% dari populasi. Bahasa pengantar di sekolah, tempat ibadah, bahkan setting informal orang tamil memakai bahasa tamil. Penggunaan bahasa tamil baik secara lisan ataupun tulisan di sekolah tamil sangat ditekankan untuk melestarikan kebudayaan (Tsui, 2005). Mayoritas orang tamil ini memeluk agama Hindu. Pakaian tradisional masyarakat suku tamil adalah sari, serban, kurta, dhoti, sarung. Namun, pada saat ini generasi muda suku tamil jarang memakai pakaian tradisional ini kecuali pada saat hari perayaan. Masyarakat tamil sangat menghargai hubungan keluarga, mempertahankan nilai-nilai dan tradisi kebudayaan mereka, terbuka dan sangat peduli dengan lingkungan (Verma, 2000). Secara kultural, kebudayaan Malaysia dipengaruhi oleh kebudayaan Cina dan india. Namun, masyarakat Malaysia masih memegang adat istiadat mereka sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan penduduk malaysia yang masih menggunakan bahasanya sendiri,dan norma-norma hidup mereka (Tsui, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Individu dengan kebudayaan berbeda bersama-sama, saling menghargai, dan tinggal dengan damai sehingga menghasilkan perpaduan individu, tradisi, makanan, dan kebudayaan. Penduduk Malaysia merupakan masyarakat yang ramah, tetapi masyarakat Malaysia tidak mentoleransi kebiasaan buruk dan kekasaran. Perilaku sangat diperhatikan dalam kebudayaan Malaysia. 2. Budaya Medan Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli. Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Karena perkembangannya ini, banyak pendatang yang datang ke Medan Putri. Sekarang, Medan merupakan kota yang multietnik dimana banyak suku yang mendiami kota ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat komposisi masyarakat Medan terdiri dari suku Melayu saat ini sebanyak 125.557 (6,5%), Karo 78.129 (4,1%), Simalungun 13.078 (0,68%), Tapanuli/Toba 365.758 (19,2%), Mandailing 178.308 (9,4%), Pakpak 6.509 (0,34%), Nias 12.159 (0,64%), Jawa 628.898 (33%), Minang 163.774 (8,6%), Cina (Tionghoa) 202.839 (10,6%), Aceh 53.911 (2,8%). Kemudian suku di luar itu mencapai 75.253 (3,9%). Jadi secara kumulatif jumlah penduduknya dari berbagai suku tersebut 1.904.273 (Waspada, 20/06/2008). Ciri penting kebudayaan dari penduduk Kota Medan adalah kemajemukan agama, adat istiadat, seni budaya dan suku yang sangat heterogen. Oleh karena itu, salah satu ciri utama masyarakat Kota Medan adalah “terbuka”. Pluralisme kependudukan ini juga
Universitas Sumatera Utara
yang menjadikan sebahagian mereka yang berkunjung ke Kota Medan mendapat kesan Miniatur Indonesia di Kota Medan, ditambah dengan “Melting Potnya Kebudayaan Bangsa” (Pemko, 2007). D. Culture Shock pada Mahasiswa Malaysia yang melanjutkan studi di Medan Individu dapat berpindah dari satu lingkungan yang familiar ke lingkungan yang tidak familiar. Salah satu tujuannya adalah menempuh pendidikan (Bochner, 2003). Pendidikan ini dapat ditempuh diluar dan dalam negri. Menurut Peraturan Menteri No. 25 tahun 2005, Individu yang menempuh pendidikan tinggi di luar negeri disebut dengan mahasiswa asing, sehingga mahasiswa asal malaysia ini dapat di kategorikan sebagai mahasiswa asing. Medan merupakan salah satu tujuan dari mahasiswa asal Malaysia. Mayoritas mahasiswa asal Malaysia mealnjutkan studi di Universitas Sumatera Utara (USU), dan hingga kini ada 1250 orang mahasiswa yang telah diterima di USU. Mahasiswa ini terbagi dalam dua fakultas yakni Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang masing-masing memiliki persentase 70 % dan 30%. Mahasiswa asing akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri (Bochner, 2003). Dalam hal ini, mahasiswa asing asal Malaysia akan membawa serangkaian gagasan, budaya dan pola pikir yang asing yang tidak mungkin akan ditanggapi dengan penolakan. Ryan dan Helmount (dalam Pyvis & Anne, 2005) menyatakan pengalaman dan tradisi dari kebudayaan baru dapat mempengaruhi mahasiswa asing dalam proses pembelajaran. Efek dari culture shock ini juga dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan jasmani mahasiswa asing
Universitas Sumatera Utara
Medan sendiri merupakan kota yang secara kultural dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan. Mahasiswa asing asal Malaysia ini harus berhadapan dengan prasangka yang kadang tertuju pada mahasiswa asing karena mereka memiliki keyakinan yang berbeda dengan mayoritas dengan lingkungan sekitar. Perbedaan budaya dan lingkungan dapat mnyebabkan culture shock pada mahasiswa asing. Memasuki budaya yang berbeda membuat individu menjadi orang asing di budaya tersebut, dimana individu dihadapkan dengan situasi dimana kebiasaankebiasaannya diragukan. Hal ini dapat menimbulkan keterkejutan (ketidakpastian) dan stress, yang dapat menyebabkan terguncangnya konsep diri dan identitas kultural individu dan mengakibatkan kecemasan. kita. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar individu mengalami gangguan mental dan fisik, setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Reaksi terhadap situasi tersebut oleh Kalvaro Oberg disebut dengan istilah culture shock (Gudykunst dan Kim, 2003). Masing-masing individu menunjukkan gejala yang berbeda dalam menghadapi culture shock namun terdapat beberapa gejala yang umum seperti: makan, minum dan tidur yang berlebih-lebihan, takut kontak fisik dengan orang-orang yang lain, perasaan tidak berdaya dan keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya; marah karena hal-hal sepele, dan lain-lain. Waktu yang dibutuhkan dan cara yang dilakukan masing-masing individu untuk dapat mengatasi kondisi tersebut juga berbeda-beda. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa besar kemungkinan mahasiswa asing mengalami culture sh
BAB III METODE PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara
Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggung-jawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat deskriptif yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana gambaran culture shock mahasiswa asing Malaysia yang terdiri dari di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Sebagaimana dikemukakan oleh Azwar (1999) “penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu”. Penelitian deskriptif kebanyakan menggunakan tekhnik pengumpulan data berupa survei atau penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan sematamata bersifat deskriptif, sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan menguji hipotesa, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi. A. Variabel Penelitian Penelitian ini hanya memiliki 1 variabel yang diukur yaitu culture shock mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara. B. Definisi Operasional Culture shock merupakan gejala individu berupa stress dalam penyesuaian psikologis; merasa kehilangan teman, status, peranan sosial, dan posisi personal; merasa takut ditolak oleh kebudayaan baru; bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai, perasaan dan identitas diri; terkejut, cemas, bahkan jijik setelah menyadari perbedaan
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan; merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Mahasiswa asing adalah warga negara asing yang mengikuti pendidikan tinggi di Indonesia (Peraturan Menteri, 2005) C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara. Hadi (2000) menyatakan bahwa syarat utama agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus representatif. Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Sampel dalam penelitian ini mengacu pada kriteria populasi sebagai berikut : Mahasiswa asing Malaysia yang melanjutkan studi di Universitas Sumatera Utara.
2. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari populasi sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik sampling adalah teknik
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Hasan, 2003). Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel acak (random sampling). Menurut Hadi (2004), teknik sampel acak (random sampling) adalah suatu teknik pengambilan sampel dimana keseluruhan populasi memeiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel penelitian. Teknik random sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random. Populasi dalam penelitian ini merupakan mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara. Jadi sampel yang akan digunakan adalah beberapa mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara. 3. Jumlah Sampel Hadi (2000) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah sampel akan semakin baik dan mengenai jumlah sampel ini tidak ada batasan berapa jumlah sampel ini. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 626 orang dan penelitian ini akan menggunakan 242 orang sampel, hal ini didasarkan pada tabel Krejcie (Sugiyono, 2004).
D. Alat Ukur Yang Digunakan Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk
mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Hadi,
2000). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
Universitas Sumatera Utara
metode self-reports dan bahasa yang dipakai dalam pembuatan skala self-report ini adalah bahasa Inggris. Sesuai dengan metode self-reports, maka penelitian ini menggunakan skala culture shock untuk memperoleh gambaran culture shock mahasiswa asing Malaysia di Universitas Sumatera Utara. Skala culture shock ini terdiri dari aitem-aitem yang berupa pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik culture shock yaitu stress dalam penyesuaian psikologis; merasa kehilangan teman, status, peranan sosial, dan posisi personal; merasa takut ditolak oleh kebudayaan baru; bingung dalam peran, peran yang diharapkan, nilai, perasaan dan identitas diri; terkejut, cemas, bahkan jijik setelah menyadari perbedaan kebudayaan; merasa impotens akibat ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Skala ini menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilainya. Metode seperti ini disebut dengan metode rating yang dijumlahkan atau Likert. Dalam pendekatan ini tidak diperlukan adanya kelompok panel penilai dikarenakan nilai skala setiap pernyataan tidak akan ditentukan oleh derajat favorabelnya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respon setuju atau tidak setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (Azwar, 2003). Aitemnya berbentuk pernyataan dengan pilihan. Variasi bentuk pilihan menunjukkan tingkat kesesuaian dengan responden. Dalam skala ini ada 4 pilihan respon yaitu SA (Strongly Agree), A (Agree), D (Disagree), SD (Strongly Disagree). Setiap pilihan tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem, apakah favorabel atau unfavorabel. Jumlah item yang digunakan adalah sebanyak 80 (delapan puluh) item. Dengan perincian penilaian sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1: Gambaran Penilaian Skala culture shock Pada Penelitian
SKOR BENTUK PERNYATAAN 1
2
3
4
Favourable
SD
D
A
SA
Unfavourable
SA
A
D
SD
Blue Print Distribusi aitem-aitem dalam skala culture shock No.
1
Karakteristik
Aitem
stress dalam penyesuaian psikologis
2
Jumlah Persentase
Fav
Unfav
1,37,33,61,7,55,
25,68,13,49
12
16,67
8,56,31,69
12
16,67
9,57,26,51,22,67
15,45,3,63,30,39
12
16,67
32,64,16,40,10,58
27,52,21,46,4,70
12
16,67
36,12,47,28,65,5
41,34,53,17,71,59
12
16,67
20,43
merasa kehilangan teman,
19,50,14,44,2,38,
status, peranan sosial, dan
24,62,
posisi personal 3
merasa takut ditolak oleh kebudayaan baru
4
bingung peran nilai,
dalam
yang
peran,
diharapkan,
perasaan
dan
identitas diri 5
terkejut, cemas, bahkan
Universitas Sumatera Utara
jijik
setelah
menyadari
perbedaan kebudayaan 6
merasa impotens akibat ketidakmampuan beradaptasi
23,60,6,54,29,66
11,48,35,72,18,42
12
16,67
72
100
untuk dengan
lingkungan baru Total
D. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 132297395 1. Validitas Alat Ukur Dalam penelitian yang berkaitan dengan gejala-gejala sosial, validitas alat ukur sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena pengkuran gejala-gejala sosial membutuhkan alat pengukur yang adekuat agar dapat mengidentifikasi gejala-gejala yang diteliti (Hadi, 2000). Validitas artinya adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau data yang dihasilkan relevan dengan tujuan pengukurannya (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) jenis validitas yaitu validitas tampang dan validitas isi. Validitas tampang adalah bagaimana kesan pertama yang muncul ketika melihat sebuah alat ukur. Sedangkan validitas isi adalah sejauhmana aitem-aitem yang ada dalam alat ukur sesuai dengan variabel yang akan diukur (Hadi, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Validitas isi diusahakan dengan cara berkonsultasi dengan pihak lain yang lebih mengerti tentang pembuatan alat ukur dan variabel yang akan diukur. Untuk itu peneliti berkonsultasi dengan pembimbing praktikum laboratoriun psikologi sosial. Bimbingan itu meliputi apakah alat ukur sudah bisa diuji cobakan dan kemudian digunakan dalam penelitian dan apakah aitem-aitem yang ada dalam alat ukur itu relevan dengan tujuan pengukuran.
2. Reliabilitas Alat Ukur Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2003). Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2003). Teknik yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach (Azwar, 2003). 3. Daya Beda Aitem Daya beda suatu alat ukur dalam penelitian sangat diperlukan karena melalui daya beda aitem dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan fungsinya. Daya
Universitas Sumatera Utara
beda aitem dilakukan untuk mengukur konsistensi internal tiap-tiap aitem pada skala dengan mengkorelasikan skor aitem dengan skor total. Azwar (2003) mengatakan bahwa daya beda aitem adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya. Pernyataan-pernyataan pada skala diuji daya bedanya dengan menggunakan Pearson Product Moment (Azwar, 2003).
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap. Ketiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data. 1. Tahap Persiapan Pada tahapan ini, maka peneliti mempersiapkan alat ukur sebanyak 72 item yang berupa skala likert. Pada tahap ini, alat ukur yang berupa skala culture shock yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan. Dari teori ini, peneliti akan menuliskan indikator perilaku dan membuat item yang masih berbahasa Indonesia. Kemudian skala ini didiskusikan dengan orang berkompeten dibidangnya dan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh alih bahasa, serta diujicobakan. Skala yang dibuat dalam bentuk buku yang terdiri dari 4 alternatif jawaban, dimana disamping pernyataan telah disediakan tempat untuk menjawab sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban. 2. Tahap Pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
Setelah diujicobakan, maka selanjutnya peneliti akan melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur berupa skala culture shock. 3. Tahap Pengolahan Data Setelah diperoleh hasil skor orientasi nilai pada masing-masing subjek, maka untuk pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS for windows 14.0 version.
Universitas Sumatera Utara