25
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pembiayaan Musyarakah 1. Pengertian Musyarakah Secara etimologi, asy-syirkah berarti percampuran, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Asy-syirkah termasuk salah satu bentuk kerja sama dagang dengan rukun dan syarat tertentu, yang dalam hukum positif disebut dengan perserikatan dagang. Sedangkan menurut terminologi atau istilah, syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk
bersama-sama menjalankan
suatu usaha dan
pembagian keuntungan atau kerugian ke dalam bagian yang ditentukan. Atau bisa dikatakan suatu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.1 2. Landasan Syari’ah Musyarakah Musyarakah merupakan suatu kesepakatan antara lembaga keuangan dengan nasabah untuk membiayai suatu usaha dimana
1
Isriani Hardini, Kamus Perbankan Syariah, (Bandung, kiblat, 2007), Hlm. 45
25 25
26
masing-masing
pihak
berhak
atas
segala
keuntungan
dan
bertanggungjawab atas kerugian. Hal ini sesuai dengan ketentuan dasar hukum syari’ah, yaitu sebagaiberikut : a. Al-Qur’an
Artinya: “...dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalamal shaleh; dan amat sedikit mereka ini...” (Q.S Shad: 24).
Dalam ayat di atas, kata khulathaa yang dimaksudkan adalah
orang-orang
menunjukkan
yang
kebolehan
melakukan
perkongsian,
kerjasama.Ayat dan
larangan
ini
untuk
menzalimi mitra kongsi.Selain itu, pada ayat di atas juga menjelaskan bahwa perserikatan yang terjadi antara masing-masing pihak adalah atas dasar akad (ikhtiyari).2
2
91
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah.., (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm.
27
b. Hadist Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: ُ ِعَهْ أَبِي ُه َر ْي َرةَ َرفَ َعهُ قَا َل إِنَّ هللاَ يَقُو ُل أَوَا ثَال َّ ث ال ُصا ِحبَهُ فَإ ِ َذ َخاوَه َ ش ِري َك ْي ِه َما لَ ْم يَ ُخهْ أَ َح ُد ُه َما )ضعيف: َخ َر ْجتُ ِمهْ بَ ْيىِ ِه َما * (تحقيق األلباوي Dari Abu Hurairah,Rasulullah Bersabda,”Sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman,’Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya” (HR.Abu Dawud)
3. Rukun dan Syarat Musyarakah a. Rukun Musyarakah Dari
segi
hukumnya
melakukan
kerjasama
dengan
menggunakan sistem musyarakah adalah suatu hal yang dibenarkan dalam Islam.Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Adapun rukun musyarakah yang disepakati oleh jumhur ulama adalah: 1) Shigat (lafal) ijab dan qabul 2) Pelaku akad, yaitu para mitra usaha 3) Obyek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh).
b. Syarat Musyarakah
28
1) Ucapan Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah, dapat berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan.Akad dianggap sah jika diucapkan secara verbal atau di tulis.Kontrak Musyarakah dicatat dan disaksikan oleh kedua belah pihak. 2) Pihak yang berkontrak Disyaratkan
bahwa
mitra
harus
kompeten
dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. 3) Objek Kontrak Dana atau modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas, perak atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.Beberapa ulama memberi kemungkinan pula bila modal berwujud aset perdagangan seperti barang-barang properti, perlengkapan dan sebagainya bahkan dalam bentuk hak yang tidak terlihat seperti lisensi, hak paten dan sebagainya.Bila itu dilakukan, menurut kalangan ulama, seluruh modal tersebut harus dinilai terlebih dahulu secara tunai dan disepakati oleh mitranya.3 Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:4
4. Skema Musyarakah 3
Sofiniyah Gufron, dkk, Ibid, hlm. 48 Ibid, hlm. 93-94
4
29
Nasabah
Bank
1 Proyek Usaha
2 Keuntungan
3 Bagi hasil keuntungan sesuai kesepakatan (nisbah yang disepakati)
Penjelasan Skema : 1) Bank dan Nasabah memberikan kontribusi untuk menjalankan proyek usaha 2) Dan dari proyek usaha tersebut dihasilkan keuntungan 3) Keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai kontribusi (nisbah) yang telah disepakati.
B. Pembiayaan Bermasalah 1.
Pengertian Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah memiliki pengertian luas, mulai dari masalah yang kecil seperti menunggak satu hari karena terlambat menyetor, sampai hal-hal besar yaitu pembiayaan macet.Lebih jelasnya pembiayaan bermasalah merupakan keadaan di mana
30
nasabah tidak mampu memenuhi kewajiban terhadap koperasi sesuai dengan akad perjanjian.5 2. Jenis-Jenis Pembiayaan Bermasalah Pembagian kualitas pembiayaan menurut surat keputusan direktur Koperasi Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR adalah sebagai berikut :6 a. Tingkat Lancar Kriteria pembiayaan dikatakan lancar adalah : 1) Pembayaran angsuran pokok dan bagi hasil tepat waktu 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif 3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai Tingkat kelancaran tidak dikatakan sebagai pembiayaan bermasalah, namun koperasi juga perlu mewaspadai terutama gejala-gejala permasalahan yang timbul dari pembiayaan yang diberikan. Oleh karena itu koperasi harus memantau keadaan pembiayaannya b. Tingkat Perhatian Khusus Kriteria tingkat perhatian khusus : 1) Tedapat tunggakan angsuran pokok dan bagi hasil yang belum mencapai 90 hari 2) Mutasi rekening relatif rendah
5
Untung Budi, Kredit perkoperasian di Indonesia, (Yogyakarta : Andi, 2006), hlm. 51. Hermansyah, Hukum Perkoperasian Nasional Indonesia, Cet. Ke-1, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm. 62. 6
31
3) Jarang
terjadi
pelanggaran
terhadap
kontrak
yang
diperjanjikan 4) Didukung oleh pinjaman baru.7 Pada tingkat ini dapat dilakukan dengan pengiriman surat pemberitahuan pengawasan intensif terhadap uasaha, stok dan proyek serta rekening koran nasabah. c. Tingkat Diragukan Kriteria tingkat diragukan : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bagi hasil yang telah mencapai 180 hari 2) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari 3) Terjadi kapitalisasi bagi hasil untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan. d. Tingkat Macet Tingkat ini merupakan tingkat puncak, dengan kata lain pembiayaan sudah dipastikan tidak bisa memenuhi seluruh kewajibannya kepada koperasi, kriterianya adalah : 1) Tunggakan angsuran pokok dan bunga atau bagi hasil yang telah melampaui 270 hari 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru 3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak bisa dicairkan pada nilai wajar.8
7
Ibid.,hlm. 63
32
3. Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah tidak muncul begitu saja, selalu ada tanda-tanda atau indikasi awal, seperti debitur tiba-tiba tidak mau membayar adalah karena ia tidak memiliki itikad baik, ini salah satu alasan koperasi itu berhati-hati dalam memberikan pembiayaan, karena waktu untuk mengenal calon debitur sangat terbatas. Salah satu hal yang sering terjadi dalam suatu koperasi adalah tidak menyadari berbagai indikasi awal pembiayaan bermasalah
yang
terjadi
di
koperasinya
tersebut.Hal
itu
menyebabkan terlambatnya penanganan awal atas pembiayaan bermasalah tidak dapat dilakukan. Penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah adalah karena kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapi nasabah, penyebab kesulitan keuangan nasabah dapat dibagi menjadi dua faktor : a. Faktor Internal Adalah faktor yang berasal dari perusahaan itu sendiri dan faktor utama yang paling dominan ada faktor managerial antara lain kelemahan dalam kebijakan piutang yang kurang tepat, permodalan yang tidak cukup.
8
Ibid.,hlm. 65.
33
b. Faktor Eksternal Adalah faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan-perubahan teknologi dll. Penyebabterjadinya pembiayaan bermasalah adalah: 1) Karakteristik nasabah tidak bagus 2) Kondisi ekonomi tidak menguntungkan 3) Analisis ofer financing (karena dikejar target) 4) Under financing (terlalu kecilnya jumlah dana yang dibutuhkan) 5) Sestriming (penggunaan dana tidak tepat). Selain itu juga yang menjadi penyebab terjadinya resiko
pembiayaan
adalah
terlalu
mudahnya
baik
memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena dituntut
untuk
memanfaatkan
liquiditas.Akibatnya
penilaian pembiayaan kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko usaha yang dibiayainya.
C. Hak Tanggungan 1. Pengertian Hak Tanggungan Dalam kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya
34
tanggungan atas jaminan yang diterima.9 Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Zakerheidatau cautie. Zakerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin terpenuhinya tagihannya, disamping itu pertanggung jawaban debitur secara umum terhadap barang-barang debitur tersebut.10 Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang dimaksud hak tanggungan adalah “hak jaminan yang ada di perkoprasian pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar pokokpokok agraria benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertetu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan.11 Hak tanggungan sebagai jaminan pembiayaan pada koperasi, sebagai salah satu jenis kebendaan yang bersifat terbatas yang hanya memberi kewenangan kepada pemegang haknya untuk pelunasan piutangnya.Hak tanggungan dalam suatu perjanjian pembiayaan 9
M. Kasmir Ibrahim, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Pustaka Tinta Mas, 1994), hlm. 143. 10 Salim, Pengembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Grafindo Persada, 2004), hlm. 21. 11 Mujadi Kartini & Gunawan, Hak Tanggungan, (Jakarta : Prenada Media Group, cet. Ke-2, 2005), hlm. 13.
35
bertujuan untuk memberikan kapasitas dan perlindungan hukum bagi semua pihak dalam memanfaatkan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan pembiayaan.12 2. Sifat-Sifat Hak Tanggungan Apabila mengacu beberapa pasal dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, maka terdapat beberapa sifat-sifat dari hak tanggungan. Adapun sifat dari hak tanggungan adalah sebagai berikut : a) Hak tanggungan mempunyai sifat hak di dahulukan tertentu terhadap kreditur-kreditur lain dinyatakan dalam pengertian hak tanggungan sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, “Hak jaminan yang ada di perkoperasian pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan tertentu yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap krediur-kreditur lainnya, dan juga dinyatakan didalam penjelasan umum UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 pada angka 4 yaitu : “Bahwa apabila debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang
12
Ibid.,hlm. 20.
36
dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang bersangkutan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan yang diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi prefensi piutang-piutang negara menurut ketentuan hukum yang berlaku”. b) Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan : “Hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika diperjanjiakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksuddalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan : “Hak tanggungan di perkoperasian pada hak atas tanah dapat diperjanjiakan dalam akta pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan hutang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek hak tanggungan, yang akan dibebaskan dari hak tanggungan tersebut, sehingga kemudian hak tanggungan itu hanya membebani sisa objek hak tanggungan untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi”.
37
c) Hak tanggungan mempunyai sifat membebani berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah Hak tanggungan dapat saja dibebankan pada koperasi bukan saja pada hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan, tetapi juga berikut bangunan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. 3. Objek Hak Tanggungan Objek hak tanggungan sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, menentukan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani dengan hak tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan pada pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan yang dapat menjadi objek hak tanggungan adalah hak pakai atas tanah negara.13 Penjelasan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 terdapat dua unsur mutlak dan hak atas tanah yang dapat dijadikan objek hak tanggungan adalah : a. Hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum kantor pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferen) yang dibrikan kepada kreditur pemegang tanggungan terhadap kreditur lainnya. Untuk itu, harus ada catatan mengenai hak tanggungan tersebut pada buku tanah 13
Mujadi kartini & Gunawan Wijaya, Hak Tanggungan, hlm. 35.
38
dan sertifikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas). b. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindah tangankan sehingga apabila diperlukan harus dapat segera direalisasi untuk membayar hutang yang dijamin pelunasannya. Hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan hutang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :14 a. Dapat dinilai dengan uang, karena hutang yang dijamin berupa uang b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas c. Mempunyai sifat dapat dipindah tangankan karena apabila debitur cidera janji benda yang dijadikan jaminan hutang dijual dimuka umum d. Memerlukan penunjukan dengan Undang-Undang. Mengenai pengertian terkuat dan terpenuh adalah untuk menunjukan bahwa diatara hak-hak atas tanah milik hak milik yang “ter” (dalam arti “paling”) kuat dan “terpenuh”, yaitu mengenai tidak adanya batas waktu penguasaan tanahnya dan luas lingkup
14
Salim, Perkembangan Hukum jaminan di Indonesia, hlm. 49.
39
penggunaanya, yang meliputi baik untuk diusahakan ataupun digunakan sebagai tempat membangun sesuatu.15 Hak pakai atas tanah negara sebagai objek hak tanggungan menurut pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan : “Hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan dan dapat juga dibebani hak tanggungan. Sebagi hak tanggungan bahwa hak pakai adalah hak untuk menggunakan tanah dan memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi kewenangan atau kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya, sebagaimana diatur dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 1960. Hak pakai menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 berkedudukan sebagai objek hak tanggungan adalah mengingat bahwa hak pakai diatas tanah negara merupakan hak atas tanah yang wajib didaftarkan dan dapat dipindah tangankan seperti hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan, dengan demikian memenuhi asas publisitas sehingga tanah yang berstatus hak pakai itupun menjadi objek hak tanggungan.16
15
Harsono Budi, Hukum Agraria di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hlm. 290 Muljadi Kartini & Gunawan Wijaya, Hak Tanggungan, hlm. 29.
16
40
4. Eksekusi Hak Tanggungan Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tatacara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalampelaksanaan eksekusi.17 Dalam kamus hukum, eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan, pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaaan hukuman badan pengadilan, penyitaan dan penjualan barang seseorang atau lainnya karena hutang.18 Adapun mengenai pilihan eksekusi obyek hak tanggungan diatur dalam pasal 20 UUHT yang pada dasarnya memuat 3 (tiga) jenis eksekusi yaitu : a) Eksekusi melalui penjualan dibawah tangan Eksekusi obyek hak tanggungan secara di bawah tangan merupakan cara yang paling mudah dan dapat diperjanjikan bersama oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan. Tujuan utama penjualan obyek hak tanggungan ini adalah untuk mecari harga tertinggi, sehingga tidak merugikan debitor pemilik barang
17
Ibid.,hlm. 30. Subekti, kamus Hukum, (Jakarta : Pradya Paramita, 1980), hlm 42
18
41
jaminan.Seringkali terjadi jika dilakukan melalui pelelangan umum maka harga jualnya jauh di bawah harga pasar. Agar debitor selaku pemilik benda tidak bergerak tidak dirugikan oleh praktek penjualan obyek jaminan dengan harga murah, maka Undang-Undang memberikan peluang kepada debitur untuk menawarkan dan mencari pembeli sendiri sebelum benda jaminan dijual melalui lelang. b) Eksekusi atas kekuasaan sendiri Dalam penjelasan umum angka 9 UUHT disebutkan bahwa cirri khas hak tanggungan adalah mudah dan pasti eksekusinya jikia debitur cidera janji. Penjelasan pasal14 ayat (2) dan ayat (3) juga menyatakan bahwa irah-irah yang terdapat pada sertifikat hak tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan, sehingga jika debitur cidera janji maka sertifikat hak tanggungan seperti halnya putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan hukum acara perdata yang berlaku. Dengan demikian jika debitur benar-benar wanprestasi maka pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan janji tersebut dengan menjual lelang obyek hak tanggungan atas kekuasaan
42
sendiri (parate eksekusi). Jadi, parate eksekusi itu dilaksanakan tnpa fiat eksekusi atau penetapan dari ketua Pengadilan Negeri. c) Eksekusi berdasarkan title eksekutorial Eksekusi obyek hak tanggungan melalui Pengadilan Negeri sebenarnya merupakan alternative terakhir setelah upaya penjualan di bawah tangan atau penjualan atas kekuasaan sendiri mengalami kegagalan. Kendati sebagai alternative terakhir dan paksa bagi penyelesaian piutang kreditur, namun dalam praktek dijadikan upaya utama oleh lembag perbankan. Artinya pihak bankselaku kreditur jarang menempuh langkah penjualan di bawah tangan atau penjualan lelang atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi). Jika debitur wanprestasi bank umumnya langsung meminta kepada Pengadilan Negeri agar dilaksanakan eksekusi berdasarkan sertifikat hak tanggungan yang mempunyai title eksekutorial. Permohonan eksekusi diajukan oleh kreditur dengan menyerahkan sertifikat hak tanggungan kepada ketua Pengadilan Negeri agar diterbitkan fiat atau surat perintah sehingga eksekusi dapat dijalankan paksa, bahkan dengan bantuan aparat hukum.19
19
www.hukumeksekusi.com/2010/06/15/eksekusihaktanggungan 31 Agustus 2015.