BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Hortikultura 2.1.1 Pengertian Hortikultura Hortikultura berasal dari kata hortus yang berarti garden atau kebun dan colere yang berarti budidaya. Secara harfiah istilah Hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972). Sehingga Hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari budidaya buah – buahan, sayuran dan tanaman hias. Ditinjau dari fungsinya tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan jasmani sebagai sumber vitamin, mineral dan protein (dari buah dan sayur), serta memenuhi kebutuhan rohani karena dapat memberikan rasa tenteram. Beberapa peranan hortikultura adalah (Notodimedjo, 1997) : 1. Memperbaiki gizi masyarakat, 2. Memperbesar devisa negara, 3. Memperluas kesempatan kerja, 4. Meningkatkan pendapatan petani, dan 5. Pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan. Namun dalam kita membahas masalah hortikultura perlu diperhatikan pula mengenai sifat khas dari hasil hortikultura, yaitu (Notodimedjo, 1997) : 1. Tidak dapat disimpan lama, 2. Perlu tempat lapang (voluminous), 3. Mudah rusak (perishable) dalam pengangkutan, 4. Melimpah pada suatu musim dan langka pada musim yang lain, dan 5. Fluktuasi harganya tajam.
1
Dengan
mengetahui
manfaat
serta
sifat-sifatnya
yang
khas,
dalam
pengembangan hortikultura agar dapat berhasil dengan baik maka diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap permasalahan hortikultura tersebut. Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa depan sangat cerah menilai dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya kita harus berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negaranegara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara lain Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan sebagainya. 2.1.2 Faktor – FaktorPenting dalam Penyimpanan Komoditi Holtikultura Menurut Santoso (2004), penyimpanan komoditi hortikultura pada dasarnya merupakan usaha mempertahankan komoditi (panenan) tersebut dari sejak dipanen hingga saatnya digunakan. Oleh karena itu, peyimpanan juga berarti upaya untuk mempertahankan komoditi panenan tetap dalam kondisi segar dan sekaligus masih memiliki kondisi baik. Agar upaya penyimpanan komoditi holtikultura dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan yaitu dapat memperpanjang masa kesegaran komoditi bersangkutan, maka dalam penyimpanan diperlukan adalah pengetahuan terhadap beberapa faktor yang mempengaruh penyimpanan sebagai berikut : 1. Suhu. 2. Kelembaban. 3. Komposisi atmosfir. 4. Kualitas bahan.
2
2.1.3 Buah Tomat Tomat (solanum lycopericum syn. Lycopersicum esculentum) adalah tumbuhan dari keluarga Solanaceae, tumbuhan asli Amerika Tengah dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh setinggi 1 meter sampai 3 meter. Tomat merupakan keluarga dari kentang (Jones, 1999) : Menurut Jones (1999), buah tomat diklarifikasikan sebagai berikut : 1. Kingdom : Plantae (tumbuhan) 2. Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) 3. Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) 4. Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) 5. Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) 6. SubKelas : Asterida 7. Eordo : Solanales 8. Family : Solanaceae (suku terung-terungan) 9. Genus : Solanum 10. Spesies : Solanum lycopersicum Tanaman tomat dibedakan menjadi 2 subjenis sebagai berikut (Jones, 1999) : 1. Eulycopersicum, memiliki buah bewarna merah atau kuning, sedikit berbulu dan enak dimakan. Umumnya dibudidayakan sebagai tanaman setahun. 2. Eriopersion, memiliki buah bewarna hijau keputih – putihan, buahnya memiliki bulu dengan warna ungu muda. Umumnya penampilan buah dan bau cenderung tidak menarik. 2.2 Desain Produk Desain Produk adalah sebagai alat manajemen untuk menterjemahkan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan sebelum menjadi rancangan yang nyata yang akan diproduksi dan dijual dengan menghasilkan laba. Produk Desain mempunyai maksud dan tujuan untuk membantu perusahaan dalam 3
menciptakan dan mengembangkan produk baru atau untuk menjamin hasil produksi yang sesuai dengan keinginan pelanggan disatu pihak serta dipihak lain untuk menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan (Sony, 2006) Maksud dari desain produk, antara lain (Sony, 2006) : 1. Untuk menghindari kegagalan – kegagalan yang mungkin terjadi dalam pembuatan suatu produk. 2. Untuk memilih metode yang paling baik dan ekonomis dalam pembuatan produk. 3. Untuk menentukan standarisasi atau spesifikasi produk yang dibuat. 4. Untuk menghitung biaya dan menentukan harga produk yang dibuat. 5. Untuk mengetahui kelayakan produk tersebut apakah sudah memenuhi persyaratan atau masih perlu perbaikan kembali. Sedangkan tujuan dari Desain Produk itu sendiri, adalah (Sony, 2006) : 1. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan mempunyai nilai jual yang tinggi. 2. Untuk menghasilkan produk yang trend pada masanya. 3. Untuk membuat produk seekonomis mungkin dalam penggunaan bahan baku dan biaya – biaya dengan tanpa mengurangi nilai jual produk tersebut. 2.2.1 Tahapan – Tahapan Kegiatan Desain produk Menurut Sony (2006) seorang Product designer harus melalaui tahapan – tahapan dalam merencanakan suatu produk, tahapn tersebut yaitu : 1. Memformulasikan hasil marketing research. Adapun yang menjadi titik tolak dalam tahapan kegiatan desain produk adalah riset pemasaran. Untuk mengetahui produk yang diinginkan pelanggan, desain produk dapat memperoleh data dari riset pemasaran yang langsung berhubungan dengan pelanggan. Riset ini dilakukan baik untuk produk yang benar – benar baru maupun untuk produk yang sudah ada. Pengembangan suatu riset dalam perusahaan akan menghasilkan sebuah gagasan atau ide untuk membuat suatu produk, dimana ide tersebut 4
diperoleh dari data yang didapatkan saat riset itu sendiri dilakukan. Dalam riset pembuatan produk baru atau pengembangan produk yang sudah ada, perusahaan harus mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut : a. Keinginan pelanggan dalam hal kegunaan, kualitas, modal, dan warna dari produknya dengan tidak mengabaikan penentuan harga. b. Biaya dari pembuatan produk baru atau pengembangan dari produk yang sudah ada apakah perusahaan mampu membayarnya. Untuk hal – hal tersebut diatas, maka riset ini perlu ditunjang dengan faktor – faktor yang berupa waktu untuk menjalankan penelitian, mencari informasi atau keterangan berdasarkan pengalaman. 2. Mempertimbangkan kemampuan fasilitas perusahaan. Untuk melaksanakan kegiatan pembuatan suatu produk, maka desainer harus mempertimbangkan kemampuan dari perusahaan itu sendiri, diantaranya tenaga kerja, mesin – mesin peralatan penunjang dan perkakas lainnya. Dalam membuat produk, desainer harus mempertimbangkan biaya yang seekonomis mungkin. 3. Membuat sketsa. Dalam membuat sketsa, bentuk dari produk yang akan dibuat akan terlihat jelas satu dengan lainnya. Sketsa tersebut dibuat untuk mempermudah dalam pembuatan gambar kerja (blue print), sketsa dari masing – masing produk walaupun sketsa ini tidak menunjukan ukuran – ukuran yang sebenarnya, tapi dapat terlihat dalam skala perbandingan. 4. Membuat gambar kerja. Pembuatan gambar kerja ini adalah merupakan tahap akhir dalam kegiatan desain produk, dimana dalam gambar kerja ini dapat digambarkan bentuk dan ukuran yang sebenarnya dengan skala yang diperkecil. Selain itu dalam gambar kerja juga diperlihatkan bahan – bahan yang akan dipergunakan dalam pembuatan produk tersebut. Setelah gambar kerja tersebut selesai dirancang, kemudian diserahkan kepada pelaksana kegiatan untuk segera dipelajari dan dikerjakan lebih lanjut cara proses produksinya.
5
2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Desain Produk Desain produk sebagai alat bantu dalam memproduksi bertitik tolak penelitian dan pengembangan yang dilakukan sebelumnya. Pentingnya desain produk terletak pada penetapan secara rinci didesain produk atau jasa yang akan dibuat, serta klarifikasi agar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Sedangkan faktor – faktor yang mempengaruhidesain produk sebagai berikut (Sony, 2006) : 1.Fungsi produk Setiap produk yang akan dihasilkan mempunyai fungsi atau kegunaan yang berbeda, hal ini tergantung untuk keperluan apa produk itu dibuat. Dengan demikian bahwa desain produk itu berhubungan bentuk dan fungsi dari suatu produk. Keduanya memegang peranan penting dalam menentukan suatu desain produk yang pada dasarnya untuk memberikan kepuasan yang maksimal bagi konsumen atau pelanggan baik segi kualitan maupun segi kuantitas. 2. Standar dan spesifikasi desain. Dalam hal spesifikasi dan standar desain suatu produk akan terlihat dari : a. Sambungan – sambungan, dalam hal ini perusahaan harus merencanakan bagaimana menyambung bagian – bagian supaya tidak terlihat ada bagian yang kosong. b. Bagian, bagian ini berfungsi untuk menyesuaikan ukuran keserasian desain disambung dengan bagian lainnya, sehingga apabila disatukan maenjadi satu kesatuan yang kuat. c. Bentuk, pada waktu
mendesain bentuk perlu diperhatikan
mengenai keindahan dengan penyesuaian menurut fungsi dan kegunaannya.
6
d. Ukuran, merencanakan ukuran yang seimbang dari bagian – bagian produk secara keseluruhan. e. Mutu, mutu suatu produk harus disesuaikan menurut fungsi produk tersebut, apabila akan digunakan dalam jangka waktu lama, maka mutu produk tersebut harus tinggi bila dibandingkan dengan produk yang akan digunakan dalam jangka waktu pendek. f. Bahan, apabila produk yang akan digunakan ingin mempunyai mutu yang baik, maka bahan yang dipergunakan pun harus dapat menunjang agar semua yang diharapkan dapat terwujud dan pelanggan merasakan kepuasan tersendiri. g. Warna, Warna mempunyai arti tersendiri bagi konsumen, karena tiap orang mempunyai ciri dan kesukaan yang khas terhadap warna tertentu. Dan hal inilah yang harus dicermati oleh perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis. 3. Tanggung jawab produk. Ini adalah merupakan salah satu tanggung jawab dari produsen sebagai pembuat produk kepada konsumen akan keselamatan dan kenyamanan pemakai produk tersebut. Oleh karena itu faktor ini menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan oleh perusahaan pada waktu mendesain produk tersebut. 4. Harga dan volume. Harga dihubungkan dengan jumlah produk yang akan dibuat, untuk produk yang akan dibuat berdasarkan pesanan biasanya harga jualnya akan berbeda dengan produk yang dibuat untuk dipasakan kepada konsumen luas yang harganya relatif lebih murah sehingga desain produknya akan berbeda pula.
7
5. Prototype. Prototype merupakan model produk yang pertama yang akan dibuat, prototype ini memperlihatkan bentuk serta fungsi yang sebenarnya, sehingga sebelum perusahaan memproduksi maka prototype diusahakan untuk dibuat terlebih dahulu. Dari pengujian prototype tersebut, apabila lulus uji coba mungkin memberikan gambaran mengenai perubahan – perubahan yang perlu dilakukan serta sebagai informasi dalam penyusunan terakhir desain produk. Kelima faktor tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut (Sony, 2006) :
Product Design
Function
Design Specification and Standard
Product Liability
Price and Volume
Prototype
Gambar 2.1 Gambar Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Desain Produk (Sumber : Hardjadinata, 1995)
8
2.2.3 Hubungan Desain Produk dengan Proses Desain Menurut Sony (2006), proses desain adalah salah satu sub fungsi dari manajemen produksi yang merupakan suatu kegiatan untuk mendisain semua kegiatan yang diperlukan dalam rangka membuat produk. Proses desain ini dapat diartikan sebagai suatu perencanaan tentang proses pembuatan produk yang telah ditetapkan pada desain produk dengan menggunakan mesin – mesin atau alat – alat yang ada atau dapat diadakan. Proses desain ini diperlukan terutama dalam rangka menjamin kelancaran proses pembuatan produk yang telah ditetapkan karena pembuatan produk ini memerlukan berbagai persiapan seperti peralatan – peralatan yang akan digunakan, biaya yang diperlukan serta menetapkan metode pengerjaan. Untuk menjamin penggunaannya secara efektif dan ekonomis dari kegiatan – kegiatan ini diperlukan pengontrolan yang ketat supaya kelancaran proses pembuatan produk dapat berjalan sesuai dengan rencana. Adapun langkah – langkah proses desain sebagai berikut (Sony, 2006) : 1. Mengadakan pertimbangan atau pemilihan desain dari spesifikasi – spesifikasinya untuk memastikan bahwa cara ekonomis pembuatan produk dapat dilaksanakan 2. Mengadakan pemilihan terhadap semua mesin – mesin dan peralatan dan perlengkapan lain yang akan digunakan 3. Menentukan atau menetapkan layout yang baik dari pabrik dan fasilitas – fasilitas lainnya 4. Mengadakan perencanaan dan penetapan kontrol terhadap keuangan, material, mesin, dan tenaga kerja untuk menjamin penggunaannya secara efektif dan ekonomis dari fasilitas – fasilitas pabrik yang dipakai untuk membuat produk. Dalam perencanaan produk ini, tidak langsung sesuai dengan desain produk yang diharapkan, biasanya terjadi kekurangan – kekurangan yang perlu diperbaharui.
9
2.3 Quality Function Deployment Quality Function Deployment (QFD) adalah metode perencanaan dan pengembangan produk/jasa secara terstruktur yang memungkinkan tim pengembang mendefinisikan secara jelas kebutuhan dan harapan tersebut dan mengevaluasi kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan dan harapan tersebut. (Wahyu, 2003). Beberapa definisi dari QFD : 1. QFD adalah suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak (Nasution, 2001 ). 2. QFD adalah metodologi terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Cohen, 1995). 3. QFD metode perencanaan dan pengembangan produk/jasa secara terstruktur yang memungkinkan tim pengembang mendefinisikan secara jelas kebutuhan dan harapan tersebut dan mengevaluasi kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan harapan tersebut. (Wahyu, 2003) Berdasarkan definisinya, QFD merupakan praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menterjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan perusahaan. QFD memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut dan memperbaiki proses hingga tercapai efektifitas maksimum. QFD juga merupakan praktek menuju perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk memenuhi harapan pelanggan (Muslimah, 2011).
10
Alat utama dari QFD adalah matrik, dimana hasil-hasilnya dicapai melalui penggunaan tim antar departemen atau fungsional dengan mengumpulkan, mengintepretasikan, mendokumentasikan dan memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan pelanggan. Titik awal (starting point) QFD adalah pelanggan serta keinginan dan kebutuhan dari pelanggan. Dalam QFD hal ini disebut “suara dari pelanggan” (voice of the customer). Pekerjaan dari tim QFD adalah mendengar suara dari pelanggan. Proses QFD dimulai dengan suara pelanggan dan kemudian berlanjut melalui 4 aktivitas utama yaitu (Gaspersz, 2001) 1. Perencanaan produk (Product Planning). 2. Menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan pelanggan kedalam kebutuhan kebutuhan teknik (technical requirements). 3. Desain produk (Product Design). 4. Menerjemahkan kebutuhan – kebutuhan teknik kedalam karakteristik komponen. 5. Perencanaan proses (Process Planning) 6. Mengedentifikasikan langkah-langkah proses dan parameter – parameter serta menerjemahkan kedalam karakteristik proses. 7. Perencanaan pengendalian proses (Process Planning Control) 8. Menetapkan atau menetukan metode – metode pengendalian untuk mengendalikan karakteristik proses. 2.3.1 Manfaat QFD Menurut Wahyu (2003), ada tiga manfaat utama yang diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD yaitu: 1. Mengurangi biaya. Hal ini dapat terjadi karena perbaikan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan, sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan pelanggan.
11
2. Meningkatkan pendapatan. Dengan pengurangan biaya, untuk hasil yang kita terima akan lebih meningkat. Dengan QFD produk atau jasa yang dihasilkan akan lebih dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. 3. Pengurangan waktu produksi. QFD adalah kunci penting dalam pengurangan biaya produksi. QFD akan membuat tim pengembangan produk atau jasa untuk membuat keputusan awal dalam proses pengembangan. Menurut Dale (1994) menyatakan bahwa manfaat dari QFD adalah : 1. Meningkatkan kualitas. 2. Meningkatkan perfomansi perusahaan. 3. Meningkatkan kualitas pelanggan. 4. Meningkatkan time to market 5. Biaya murah dalam hal desain dan manufaktur. 6. Meningkatkan realibitas produk. 7. Mengurangi waktu perencanaan. 8. Meningkatkan produktifitas teknik dan staffnya. 9. Mengurangi komplain. 10. Meningkatkan peluang pasar. 11. Meningkatkan profitabilitas. 12. Mengembangkan proses hasil keputusan. 14. Meningkatkan komunikasi. Metoda QFD bertujuan untuk pengembengan produk yang dapat memuaskan konsumen dengan menterjemahkan keinginan konsumen kedalam karakteristik teknis yang menjadi sasaran desain dan elemen pengendalian mutu untuk digunakan di seluruh proses produksi. Tujuan dari prinsip QFD adalah untuk memastikan bahwa kebutuhan dan keinginan pelanggan dapat terpenuhi dalam proses penurunan suatu produk. Karena itulah mengapa QFD bermula dari suara pelanggan (VOC = voice of costumer).
12
2.3.2 Aktivitas – aktifitas QFD QFD menterjemahkan kebutuhan akan pelanggan dalam kebutuhan teknik untuk setiap tahapnya. Aktivitas – aktivitas yang termasuk dalam QFD adalah (Oakland, 1993): 1. Penelitian pasar (market research) 2. Penelitian awal (basic research) 3. Penemuan (invention) 4. Penguji Prototipe (prototype testing) 5. Pengujian akhir produk atau jasa (final product of service testing) 6. Jaminan atau garansi setelah pembelian (after sales service and troubleshooting) Kesemuanya itu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang berbeda – beda dan dalam sebuah tim yang komposisinya tergantung kepada banyak faktor, termasuk jenis produk atau jasa yang sedang dikembangkan serta ukuran operasinya (Oakland,1993) 2.3.3 Prosedur Metoda QFD Dalam menentukan keberhasilan komersial suatu produk sangat bergantung pada kualitas produk, dengan demikian proses perancangan harus memberikan jaminan hubungan antara karakteristik engineering dan atribut produk. Metoda QFD adalah metoda yang memperhatikan kebutuhan konsumen dan menterjemahkan kedalam karakteristik engineering. Prosedur metoda ini adalah (Cross, 1989) : 1. Mengelompokan kebutuhan konsumen ke dalam istilah atribut produk. Mengumpulkan, mengelompokan pendapat (data dan informasi) tentang atribut – atribut produk yang dibutuhkan dengan berbagai teknik penelitian. 2. Menentukan kepentingan relatif atribut. Dalam kegiatan ini dilakukan penentuan bobot antar kebutuhan yang menunjukan tingkat kepentingan relatif kebutuhan – kebutuhan tersebut
13
3. Mengevaluasi atribut – atribut persaingan produk. Mengetahui penilaian konsumen, yaitu preferensi konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh kompetitor utamanya. Pengamatan atribut – atribut dalam persaingan produk, dapat dilakukan baik melalui konsumen individual maupun penelitian pasar dengan metode perbandingan produk. 4. Menggambarkan suatu matriks atribut produk berlawanan karakteristik engineering. Atribut produk membentuk baris matriks dan karakteristik engineering membentuk
kolom matriks. Setiap sel matriks menunjukan hubungan
potensial diantara karakteristik engineering dengan kebutuhan konsumen.
5. Mengidentifikasikan hubungan diantara karakteristik engineering dengan atribut produk. Perancang menjelaskan tingkat kekuatan hubungan antara kebutuhan konsumen dan karakteristik engineering dengan mencaatnya dalam sel – sel matriks. Penilaian hibungan dapat dilakukan dengan menggunakan angka dan simbol. 6. Mengidentifikasikan suatu interaksi diantara karakteristik engineering. Melakukan pengecekan sistematis untuk mengetahui hubungan pengaruh mempengaruhi
diantara
karakterstik
engineering,
apakah
pengaruh
mempengaruhi positif atau negatif. Melalui “foof matriks” dari rumah kualitas. 7. Penetapan target. Menentukan target untuk parameter yang dapat diukur dari karakteristik engineering yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen
14
2.3.4 House Of Quality (HOQ) House of quality adalah suatu kerangka kerja atas pendekatan dalam mendesain manajemen yang dikenal sebagai Quality Function Deployment (Cohen, 1995). House of quality memperlihatkan struktur mendasain dan membentuk suatu siklus, dan bentuknya menyerupai sebuah rumah. Kunci dalam membangun house of quality difokuskan
kepada
kebutuhan
pelanggan,
sehingga
proses
desain
dan
pengembangannya lebih sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan daripada teknologi inovasi. Hal ini dimasudkan mendapatkan informasi yang lebih penting dari pelanggan (wahyu, 2003).
Gambar 2.2 House of Quality (Sumber : Cohen, 1995)
HOQ merupakan suatu organisasi dalam arti inter-derpatemental atau interjunction and communication yang berawal dari atribut-atribut pelanggan (costumer atributes/cas) yang menggambarkan produk, proses, dan karakteristik (Wahyu, 2003). Dalam proses perancangan produk penerapan teknologi quality function deployment secara keseluruhan meliputi tahapan penyusunan 4 jenis matriks yaitu (wahyu, 2003) : 15
1. Matriks Perencanaan produk. 2. Matriks perencanaan komponen. 3. Matriksperencanaan proses. 4. Matriks perencanaan produksi.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam membangun HOQ sebagai berikut (wahyu, 2003) : 1. Melakukan identifikasi semua kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap produk atau jasa yang ada. Lebih lanjut, kebutuhan dan keinginan konsumen ini disebutkan sebagai karakteristik konsumen, mengelompokkan karakteristik yang diperoleh kedalam kelompok primer, sekunder dan bila perlu tersier. Seluruh data-data tersebut diuraikan dan dicatat pada bagian kiri rumah kualitas. 2. Mengidentifikasikan tingkat kepentingan konsumen untuk masing-masing karakteristik konsumen yang diperoleh. Masukkan nilai-nilai tersebut kedalam kolom tingkat kepentingan (importance) pada rumah kualitas. 3. Menterjemahkan seluruh kebutuhan dan keinginan konsumen (Wants) kedalam karakteristik desain (Hows), yang menunjukkan bagaimana perusahaan melakukan tahap desain guna memenuhi permintaan konsumen terhadap produk atau jasanya. Mengelompokkan karakteristik desain kedalam kelompok primer, sekunder dan bila perlu tersier. Seluruh data yang diperoleh diuraikan dan dicatat pada bagian atas dari rumah kualitas. 4. Menentukan hubungan yang terjadi antara masing-masing karakteristik desain. Adapun hubungan yang dimaksud dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu hubungan kuat, sedang dan lemah. Masing-masing dengan lambang penulisan yang berbeda. Hubungan ini digambarkan pada bagian tengah rumah kualitas. 5. Menentukan target perusahaan terhadap masing-masing karakteristik desain yang ada, yang akan diusahakan pencapaiannya guna memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Nilai – nilai tersebut dimasukkan kedalam kolom target yang terletak dibagian bawah rumah kualitas.
16
6. Target perusahaan yang telah ditentukan dapat ditingkatkan atau diturunkan sesuai dengan perkembangan yang diinginkan. 7. Dengan menempatkan nilai – nilai yang berupa angka pada matriks – matriks hubungan keinginan konsumen dan karakteristik desain maka seluruh penilaian dapat disusun berdasarkan kepentingan relatif dari setiap kebutuhan dan keinginan konsumen. Pengurutan penilaianpenilaian ini akan menunjukkan item – item mana yang harus diberikan perhatian penuh berdasarkan pertimbangan pada tahap ini. Pembobotan yang dilakukan pada HOQ ini bertujuan untuk melihat sejauh mana atribut-atribut teknik berkaitan dengan atribut yang diinginkan konsumen. Hal ini dapat dilihat dari pemberian skor untuk masing-masing atribut berdasarkan perkalian antara bobot yang diinginkan konsumen dengan tingkat hubungan atribut teknik dengan atribut konsumen yaitu kuat, sedang dan lemah. Hal ini dilakukan bersama-sama dengan pihak perusahaan (Wahyu, 2003). 2.4 Analytical Hierarchy Proses (AHP) Menurut Saaty (1993), AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut (Syaifulloh, 2010) : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
17
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. 2.4.1 Kelebihan dan Kelemahan AHP Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah (Syaifulloh, 2010) : 1. Kesatuan (Unity) AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami. 2. Kompleksitas (Complexity) AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif. 3. Saling ketergantungan (Inter Dependence) AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier. 4. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring) AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level – level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa. 5. Pengukuran (Measurement) AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas. 6. Konsistensi (Consistency) AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas. 7. Sintesis (Synthesis) AHP
mengarah
pada
perkiraan
keseluruhan
mengenai
seberapa
diinginkannyang masing-masing alternatif.
18
8. Trade off AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor – faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka. 9. Penilaian dan konsesus (judgement and consesus) AHP tidak mengaharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yangberbeda. 10. Peengulangan Proses (process repetition) AHP mampu membuat orang yang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan. Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut (Syaifulloh, 2010) : 1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyetifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang baru. 2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk. 2.4.2 Tahapan AHP Dalam metode AHP dilakukan langkah – langkah sebagai berikut (Suryadi dan Ramdani, 1998) : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita akan coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.
19
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun leve hirarki yang berada di bawahna yaitu kriteria – kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukna alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai itensitas yang berbeda – beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan). 3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambakan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang singkat diatasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka
konsistensi,
mendapatkan
informasi
lain
yang
mungkin
dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas
yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan
dikakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses berbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level dibawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya E1, E2, E3, E4, E5. 4. Melakukan mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing – masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima 20
dan bisa membedakan itensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty nisa dilihat dibawah. Itensitas kepentingan : a. 1 = kedua elemen sama pentingnya, dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar. b. 3 = elemen yang satu sedikit lebih pentingdaripada elemen yang lainnya, pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkanelemen yang lainnya. c. 5 = elemen yang satu lebih penting daripada lainnya, pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya. d. 7 = satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, satu elemen uang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek. e. 9 = satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. f. 2, 4, 6, 8 =
nilai – nilai diantara dua nilai pertimbangan –
pertimbangan yang berdekatan, nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan. g. Kebalikan = jika untuk aktifitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i. h. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. i. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. j. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 5. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen – elemen pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan.
21
Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai – dari setiap baris dan membaginyadengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata – rata. 6. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10% 2.4.3 Prinsip Dasar AHP dan Aksioma AHP AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu (syaifulloh, 2010): 1. Dekomposisi. Dekomposisi prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian – bagian secara hierarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus. Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan dengan tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif mungkin akan dibagi lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detai, mencakup lebih banyak kriteria yang lain.level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang terdiri atas satu elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, dimana elemen – elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level baru. 2. Perbandingan penilaian atau pertimbangan (comparative judgments). Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari dua elemen yang ada dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif dari 22
elemen. Penilaian menghasilkan skala penilaian yang berupa angka. Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan menghasilkan prioritas. 3. Sintesa prioritas. Sintesa prioaritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas dari kriteria bersangkutan di level atasnya dan menambahkan ke tiap elemen dalam level yang dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau dikenal dengan prioritas global yang kemudian digunakan untuk memboboti prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan kriterianya. AHP didasarkan atas 3 aksioma utama yaitu (Syaifulloh, 2010) : 1. Aksioma resprokal Aksioma ini menyatakan jika PC (AE, EB) adalah sebuah perbandingan berpasangan antara elemen A dan elemen B, dengan memperhitungkan C sebagai element parent, menunjukan beberapa kali lebih banyak properti yang dimiliki elemen A terhadap elemen B, maka PC (AE, EA) = 1 atau PC (EA, EB). Misalnya jika A 5 kali lebih besar daripada B, maka B = 1/5 A. 2. Aksioma homogenitas. Aksioma ini menyatakan bahwa elemen yang dibandingkan tidak berbeda terlalu jauh. Jika perbedaan terlalu besar, hasil yang didapatkan mengandung nilai kesalahan yang tinggi. Ketika hirarki dibangun, kita harus berusaha mengatur elemen – elemen agar elemen tersebut tidak menghasilkan hasil dengan akurasi rendah dan inkonsistensi tinggi.
23
3. Aksioma ketergantungan. Aksioma ini menyatakan bahwa prioritas elemen dalam hirarkitidak bergantung pada elemen level di bawahnya. Aksioma ini membuat kita bisa menerapkan prinsip komposisi hirarki. 2.4.4 Aplikasi AHP Beberapa contoh aplikasi AHP sebagai berikut (Syaifulloh, 2010) : 1. Membuat suatu set alternatif. 2. Perencanaan. 3. Menentukan prioritas. 4. Memilih kebijakan terbaik setelah menemukan satu set alternatif. 5. Alokasi sumber daya. 6. Menentukan kebutuhan. 7. Memprediksi outcome. 8. Merancang sistem. 9. Mengukur performa. 10. Memastikan stabilitas sistem. 11. Optimasi. 12. Penyelesaian konflik.
24