BAB II LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Konsep Jasa
Menurut Kotler (1994), jasa adalah tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud ( Intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan terhadap sesuatu. Produk jasa mungkin atau mungkin tidak berkaitan dengan produk fisik. Adapun karakteristik utama yang membedakan jasa dari barang menurut Tjiptono (1996) yaitu : 1. Intangible (tidak terwujud) Konsep intangible pada jasa memiliki dua pengertian yaitu : sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa dan sesuatu yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan, diformulasikan atau dipahami secara rohaniah. 2. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan) Maksudnya disini jasa diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan. Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyediaan jasa dan konsumen dan interaksi kedua pihak ini mempengaruhi hasil dari jasa tersebut. 3. Variability (bervariasi) Jasa bersifat sangat variabel artinya variabel bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa yaitu kerjasama atau partisipasi konsumen selama penyampaian jasa, moral atau motivasi karyawan dalam melayani konsumen dan beban kerja perusahaan. Dalam hal ini penyediaan jasa dapat melakukan tiga tahap dalam pengendalian kualitasnya, yaitu : melakukan investasi dalam seleksi dan personal dengan baik, melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa di seluruh bagian organisasi, serta melakukan pemantauan keputusan konsumen melalui sistem saran dan keluhan, survey konsumen dan comparison shooping. 4. Perishability (tidak tahan lama) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Lebih jauh, pasar jasa berubah-ubah. Kombinasi dari sifat tidak tahan lama dan pemerintahan yang berubah-ubah menawarkan tantangan perencanaan produk, pemberian harga dan promosi bagi penyedia jasa.
6
Zeithaml and Bitner (2003:3) mengemukakan definisi jasa sebagai berikut: Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan,memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya. Selanjutnya Stanton (2002:537) mengemukakan definisi jasa sebagai berikut: “Services are identifiable, intangible activities that are the main object of a transaction designed to provide want-satisfaction to customers. By this definition we exclude supplementary services that support the sale of goods or other services.” Berdasarkan beberapa definisi di atas maka jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen 2. Jasa hanya dapat dirasakan 3. Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan 4. Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. 2.2
Pengertian Kualitas
Definisi kualitas sangatlah luas dan seringkali para ahli memiliki pendapat yang berbeda satu dengan yang lain tergantung dari prespektif yang mereka gunakan dalam mendefinisikan kualitas. Berikut ini beberapa definisi kualitas menurut para ahli sebagai berikut: 1. Philip B. Crosby Crosby berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian terhadap persyaratan (Suardi, 2003:2). 2. W. Edwars Deming Deming berpendapat bahwa kualitas berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus (Suardi, 2003:3)
7
3. Joseph M. Juran Juran berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian dengan penggunaan (Suardi,2003:3) 4. K Ishikawa Ishikawa berpendapat bahwa kualitas berarti kepuasan pelanggan (Suardi,2003:3) Selain itu ada juga kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Menurut American Society For Quality Control (Kotler,1994) mendefinisikan kualitas sebagai berikut : “Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat”. 2.2.1
Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai : “tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi konsumen.” (Kotler,1994). Dari definisi diatas, maka kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memfokuskan pada usaha-usaha memenuhi kebutuhan dan keinginan para konsumen yang disertai dengan ketepatan dalam menyampaikannya sehingga tercipta kesesuaian yang seimbang dengan harapan konsumen. Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin dasar ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperoleh oleh jasa tersebut, sedangkan kualitas pelayanan menurut Parasuraman dapat didefinisikan sebagai : “seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para konsumen atas layanan yang mereka peroleh atau terima”. Dimensi kualitas jasa menurut Zeithaml dan M. J. Bitner dalam buku Husein Umar (2003:152), dapat dibagi kedalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu: 1. Kehandalan (Realibility), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. 8
2. Tanggapan (Responsive), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan, dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap. 3. Jaminan (Assurance), yaitu meliputi kemampuan karyawan atas penetahuan terhadap perusahaan secara tepat, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan serta memberikan jaminan atas informasi yang diberikan secara tepat. 4. Empati (Emphaty), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan. 5. Berwujud (Tangibles), yaitu meliputi penampilan fasilitas fisik perusahaan. Menurut Parasuraman berdasarkan kutipan Fandy Tjiptono [2001, hal. 70] mendefinisikan lima dimensi pokok yang berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan industri jasa antara lain: 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dn keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Bukti fisik tersebut meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), serta penampilan pegawainya. 2. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. 3. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan, dan dengan akurasi yang tinggi. 4. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap (responsive) dan tepat kepada pelanggan. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 5. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan dan perilaku pegawai perusahaan dan kemampuan dasar mereka untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. 9
2.3
Skala pengukuran
Ada empat tipe skala pengukuran dalam penelitian, yaitu nominal, ordinal, interval dan ratio. Berikut ini adalah penjelasan keempat skala pengukuran tersebut: 1. Nominal Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan obyek, individual atau kelompok; sebagai contoh: mengklasifikasi jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal di atas digunakan angka-angka sebagai simbol. Apabila menggunakan skala pengukuran nominal, maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa datanya. Hasil analisa dipresentasikan dalam bentuk persentase. Contoh: Jawaban pernyataan berupa dua pilihan “ya” dan “tidak” yang bersifat kategorikal dapat diberi simbol angka-angka sebagai berikut: jawaban “ya” diberi angka 1 dan tidak diberi angka 2. 2. Ordinal Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh obyek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tertentu yang memberikan informasi apakah suatu obyek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya. Contoh: Jawaban pernyataan berupa peringkat misalnya: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju dan sangat setuju dapat diberi simbol angka 1, 2, 3, 4, dan 5. Angka-angka ini hanya merupakan simbol peringkat, tidak mengekspresikan jumlah. 3. Interval Skala interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa adanya interval yang tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karaktersitik antara satu individu atau obyek dengan lainnya. Skala pengukuran interval benar-benar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dipergunakan dapat dilakukan operasi 10
aritmatika, misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk melakukan analisa, skala pengukuran ini menggunakan statistik parametrik. Contoh: Jawaban pernyataan menyangkut frekuensi dalam pernyataan, misalnya: Berapa kali Anda melakukan kunjungan ke Jakarta dalam satu bulan? Jawaban: 1 kali, 3 kali, dan 5 kali. Maka angka-angka 1, 3, dan 5 merupakan angka sebenarnya dengan menggunakan interval 2. 4. Ratio Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0 (nol) empiris absolut. Nilai absolut nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran ratio biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau obyek tertentu dengan lainnya. Contoh: Berat Ayu 50 Kg sedang berat Linda 70 Kg. Maka berat Ayu dibanding dengan berat Linda sama dengan 1 dibanding 2. 2.4
Kuesioner
Kuesioner merupakan pengumpulan data dengan cara menyebarkan kumpulan pertanyaan yang berisi hal-hal yang ingin diteliti, dalam hal ini adalah tentang penilaian kepentingan konsumen dan kinerja layanan yang diberikan perusahaan. Pada penelitian ini menggunakan skala likert, dengan 5 (lima) tingkat jawaban mengenai kepentingan responden terhadap suatu pernyataan yang dikemukakan mendahului opsi jawaban yang disediakan. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Nazir, 2003). Dalam skala likert tingkat kepentingan responden diklasifikasikan sebagai berikut : Sangat Penting (SP), Penting (P), Cukup Penting (CP), Kurang Penting (KP), dan Tidak Penting (TP). Sedangkan untuk tingkat kinerja diklasifikasikan sebagai berikut : Sangat Puas (SP), Puas (P), Cukup Puas (CP), Kurang Puas (KP), dan Tidak Puas (TP).
11
Tabel 2.1 Contoh skala Likert Tidak Kurang Cukup Pernyataan puas puas puas Tarif toko buku Kemudahan mencari informasi buku kerapihan dan kebersihan penampilan karyawan kelengkapan buku-buku 2.5
Puas
Sangat puas
Populasi dan Sampling
Populasi adalah wilayah generasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005:55). Data dapat dimbil secara keseluruhan pada suatu populasi dengan cara sensus. Jika ada keterbatasan kemampuan dengan cara sensus maka dapat diusahakan dengan mengambil sebagian saja data dari populasi yang ada dengan cara sampling (mengambil sampel secara acak). Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk mengambil kesimpulan sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi (Arikunto, 1997). Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). 2.5.1
Pengukuran Sampel Dengan Tabel Krejcie
Berlandaskan tulisan yang dibuat oleh Krejcie dan Morgan (1970), Sudjana (1989), Gaspersz (1991), Supranto (1998), dan Barlett et.al. (2001), ketika seorang peneliti telah memutuskan untuk menggunakan pendekatan statistika dalam menentukan ukuran sampel, paling tidak harus sangat memperhatikan empat aspek mendasar berikut ini: 1. Apa tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, apakah untuk menduga nilai rata-rata, total, atau proporsi (persentase) populasi, dan bagaimana analisis data akan dilakukan, cukup deskriptif atau inferensi. Mengapa kita perlu mengetahui dengan tegas bagaimana variabel-variabel penelitian akan diukur. Sebabnya adalah, kalau variabel penelitian 12
sifatnya katageorial, artinya akan menghasilkan pengukuran dalam skala nominal, dan deskripsi datanya menggunakan frekuensi yang sering ditampilkan dalam bentuk proporsi atau persentase. Sedangkan kalau ukuran variabel dalam skala interval atau rasio, sering dideskripsikan dengan nilai rata-rata (mean), atau total. Sementara itu, dalam penentuan ukuran sampel melalui model pendekatan statistika, terdapat rumus-rumus yang berlainan untuk pengukuran rata-rata, total, maupun proporsi. 2. Berapa besar tingkat keandalan pendugaan yang diinginkan, yaitu dengan menetapkan nilai Z yang diambil dari tabel distribusi normal standar, atau nilai t yang diambil dari tabel distribusi t, atau nilai c2 yang diambil dari tabel distribusi Chi Kuadrat, berdasarkan pada nilai a tertentu. Dalam sebuah penelitian, pendugaan terhadap parameter populasi yang didasarkan pada statistik sampel tidak harus tepat betul walaupun harus tetap memperhatikan tingkat keandalannya. Dalam menduga ukuran sampel, tingkat keandalan menjadi sebuah aspek yang perlu diperhitungkan, sehingga peneliti bisa menyatakan, “dengan ukuran sampel tertentu, kita bisa sekian persen percaya bahwa statistik yang diperoleh dari pengukuran sampel dapat menggambarkan parameter populasinya”. Secara teknis tingkat keandalan didekati dari nilai a untuk menentukan distribusi Z, t, maupun χ2 3. Berapa besar galat pendugaan yang akan ditolelir. Jika yang diukur proporsi atau persentase, maka galat pendugaan dinyatakan dalam satuan persen, sedangkan pengukuran lain disesuaikan dengan satuan yang dipakai, misalnya kalau pengukuran memakai satuan berat, maka galat pendugaan pun dinyatakan dalam satuan berat pula. Hal ini perlu juga diperhitungkan dalam membangun rumus untuk penentuan ukuran sampel. Sebab bagaimana pun sangat mungkin akan terjadi error kalau pengukuran tidak dilakukan terhadap seluruh anggota populasi. Dalam rumus, galat pendugaan sering diberi lambang dengan huruf d. 4. Bagaimana kondisi keragaman populasi yang akan diteliti. Dalam hal ini sangat bergantung skala pengukuran yang dipakai dalam penelitian. Jika dalam penelitian memakai skala pengukuran interval atau rasio, maka keragaman dinyatakan dalam standar deviasi atau varians populasi (σ2), sementara kalau pengukuran berskala nominal dengan dua kategori dinyatakan dalam proporsi P(1-P). Ukuran dispersi menjadi salah satu landasan penting yang diperhitungkan untuk menentukan ukuran sampel.
13
Untuk lebih mengetahui jumlah populasi dan sampel yang ada di Tabel krejcie dapat kita lihat pada Tabel 2.2 dibawah ini: Tabel 2.2 Tabel krejcie Populasi (N)
Sampel (n)
Populasi (N)
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210
10 14 19 24 28 32 36 40 44 48 52 56 59 63 66 70 73 76 80 86 92 97 103 108 113 118 123 127 132 136
220 230 240 250 260 270 280 290 300 320 340 360 380 400 420 440 460 480 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1100
14
Sampel (n) 140 144 148 152 155 159 162 165 169 175 181 186 191 196 201 205 210 214 217 226 234 242 248 254 260 265 269 274 278 285
Populasi (N) 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3500 4000 4500 5000 6000 7000 8000 9000 10000 15000 20000 30000 40000 50000 75000 1000000
Sampel (n) 291 297 302 306 310 313 317 320 322 327 331 335 338 341 346 351 354 357 361 364 367 368 370 375 377 379 380 381 382 384
2.5.2
Teknik-Teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling/probability
sampling,
dan
sampel
tidak
acak
atau
nonrandom
samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol). 1. Probability/Random Sampling Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
15
2. Nonprobability/Nonrandom sampling atau sample tidak acak Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti. a. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan. Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample
(man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika
dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif. b. Purposive Sampling Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling. 1. Judgment Sampling Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”. 16
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992). 2. Quota Sampling Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja. 3. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)
17
2.6
Teknik Pengujian Instrumen
Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah angket/kuesioner, yaitu keharusan sebuah angket untuk valid dan reliable. 2.6.1
Uji Validitas
Kesahihan (validitas) adalah tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut (Hadi, 1991). Suatu angket/kuesioner dikatakan sah (valid) jika pertanyaan pada suatu angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Analisis kesahihan atribut bertujuan untuk menguji apakah tiap-tiap atribut pertanyaan telah mengungkapkan faktor yang ingin diselidiki sesuai dengan kondisi populasinya. Suatu atribut dikatakan sahih apabila korelasi atribut dengan faktor positif dan r hitung > r tabel. Pengujian terhadap validitas item dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Korelasi Produk Momen Pearson (aplikasi uji validitas dengan menggunakan bantuan software SPSS 16). Korelasi yang digunakan adalah korelasi product moment dengan rumus: =
∑ ∑
− ∑
− ∑
∑
Keterangan: r
= koefisien validitas item yang dicari
X
= skor yang diperoleh dari subyek tiap item
Y
= skor yang diperoleh dari subyek seluruh item
∑
= jumlah skor dalam distribusi X
∑
= jumlah skor dalam distribusi Y
∑
= jumlah kuadrat pada masing-masing skor X
∑
= jumlah kuadrat pada masing-masing skor Y
N
= jumlah responden
18
∑ − ∑
2.6.2
Uji Reliabilitas
Uji ini digunakan untuk mengukur konsistensi jawaban atau tanggapan responden terhadap keseluruhan item pertanyaan yang diajukan. Hadi (1991), mengatakan bahwa uji reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat pengukur (instrumen) dapat memperlihatkan kemantapan atau stabilitas hasil pengamatan bila diukur dengan instrumen tersebut dalam waktu berikutnya dengan kondisi tetap yang apabila diukur tidak terjadi perubahan. Keandalan berarti bahwa berapa kali pun atribut-atribut kuesioner ditanyakan kepada responden yang berlainan, hasilnya tidak akan menyimpang terlalu jauh dari rata-rata jawaban responden untuk atribut tersebut. Sama halnya dengan pengujian validitas di atas, pengujian reliabilitas ini juga dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 16. 2.7
Importance Performance Analysis (IPA)
Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977) dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis (Brandt, 2000 dan Latu & Everett, 2000). IPA telah diterima secara umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja (Martinez, 2003). IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan. Pada konsep Iimportance Performance Analysis ini sebenarnya berasal dari konsep Service Quality (SERVQUAL), Konsep ini berisi bagaimana menerjemahkan apa yang diinginkan oleh konsumen diukur dalam kaitannya dengan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan agar menghasilkan produk berkualitas, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud (Supranto, 2001). Akan tetapi untuk mengukur keinginan dari konsumen adalah tidak mudah. Hal ini dikarenakan setiap perusahaan memiliki tujuan yang berbeda untuk setiap tindakan yang dilakukannya dalam rangka memenuhi keinginan konsumen. Sebagai contoh, penurunan harga. Menurut konsumen, mungkin hal tersebut adalah yang terbaik yang harus dilakukan 19
oleh pihak perusahaan. Akan tetapi pihak perusahaan tentunya mempunyai perhitungan yang jelas mengenai harga produknya. Akibatnya, hubungan antara keinginan konsumen dan keinginan perusahaan menjadi bias. Bila konsep SERVQUAL hanya menganalisis tentang kesenjangan atau gap yang terjadi antara keinginan atau harapan dari konsumen dengan kinerja yang telah diberikan oleh produsen, maka pada konsep importance performance analysis ini, dapat menganalisis tentang tingkat kepentingan dari suatu variabel dimana konsumen dengan kinerja dari perusahaan tersebut. Dengan demikian, perusahaan akan lebih terarah dalam melaksanakan strategi bisnisnya sesuai dengan prioritas kepentingan konsumen yang paling dominan. Analisis diawali dengan sebuah kuisioner yang disebarkan kepada pelanggan, setiap item pertanyaan memiliki dua jawaban dalam skali Likert, yaitu apakah menurut pelanggan hal tersebut penting dilakukan atau dilaksanakan dan bagaiman kinerjanya, baik atau tidak baik. Misalnya pertanyaan sebagai berikut : Service pelayanan transportasi yang telah anda gunakan : Apakah menurut anda : Tidak penting ( 1-5) Penting Bagaimana Kinerjanya : Tidak penting ( 1-5) Baik Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dalam diagram kartesius Importance Performance Analysis (Supranto, 2001).
Gambar 2.1 Diagram Kartesius 20
Empat kuadran yang menjadi empat strategi, tergantung pada kuadran manakah yang menjadi penilaian konsumen atas produk atau jasa yang dikeluarkan. Untuk penilaian terhadap empat kuadran dapat dilihat penjelasan dibawah ini : 1. Kuadran pertama (I), memerlukan penanganan yang perlu diprioritaskan oleh tingkat manajemen, karena tingkat kepentingan tinggi sedangkan tingkat kepuasan kinerja rendah. 2. Kuadran kedua (II), menunjukkan daerah yang harus dipertahankan, karena tingkat kepentingan tinggi sedangkan tingkat kepuasan kinerja juga tinggi. 3. Kuadran ketiga (III), sebagai daerah prioritas rendah, karena tingkat kepentingan rendah sedangkan tingkat kepuasan kinerja juga rendah. Pada kuadran ini terdapat beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi konsumen. Namun perusahaan harus selalu menampilkan sesuatu yang lebih baik diantara kompetitor yang lain. 4. Kuadran keempat (IV), dikategorikan sebagai daerah berlebihan, karena terdapat faktor yang bagi konsumen tidak penting, akan tetapi oleh perusahaan dilaksanakan dengan sangat baik. Selain itu dikarenakan tingkat kepentingan rendah sedangkan tingkat kepuasan kinerja tinggi, sehingga bukan menjadi prioritas yang dibenahi. Dalam menjawab sampai sejauh mana tingkat kepentingan dan kepuasan konsumen terhadap kinerja perusahaan, maka jasa dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat apabila didasarkan pada kepentingan pelanggan dan kinerjanya bagi perusahaan. Artinya, perusahaan seharusnya mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang memang dianggap penting oleh para pelanggan. Dalam hal ini digunakan 5 tingkat skala (Likert) untuk melakukan penilaian tingkat kepentingan pelanggan, yang terdiri dari: 1. Sangat penting, diberi bobot 5 2. Penting, diberi bobot 4 3. Cukup penting, diberi bobot 3 4. Kurang penting, diberi bobot 2 5. Tidak penting, diberi bobot 1
21
Untuk kinerja atau penampilan diberikan lima penilaian dengan bobot sebagai berikut: 1. Sangat puas, diberi bobot 5, yang berarti konsumen sangat puas 2. Puas, diberi bobot 4, yang berarti konsumen puas 3. Cukup puas, diberi bobot 3, yang berarti konsumen cukup puas 4. Kurang puas, diberi bobot 2, yang berarti konsumen kurang puas 5. Tidak puas, diberi bobot 1, yang berarti konsumen tidak puas Dari hasil penilaian terhadap tingkat kepentingan dan hasil penilaian dari kinerja/penampilan maka akan dapat dilihat suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja perusahaan. Untuk tingkat kesesuaian mempunyai arti yaitu hasil perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Pada penelitian ini terdiri dari 2 buah variable yang mewakili oleh huruf X dan Y, dimana X merupakan tingkat kinerja/realita perusahaan yang dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan, sedangkan Y merupakan tingkat kepentingan/ekspektasi pelanggan. Rumus yang digunakan ialah : Tki =
x 100%
Dengan : Tki = Tingkat kesesuaian responden = Skor penilaian kinerja/realita perusahaan = Skor penilaian kepentingan/ekspektasi pelanggan
Pada sumbu (Y) diisi dengan skor tingkat kepentingan/ekspektasi, dan pada sumbu mendatar (X) akan diisi dengan skor tingkat pelaksanaan/realita. Untuk menyederhanakan rumus, maka untuk setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dapat diketahui dengan rumus berikut.
22
Dengan : = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/realita = Skor rata-rata tingkat kepentingan /ekspektasi n = Jumlah responden
Diagram Kartesius merupakan suatu bangunan atas empat bagian yang batasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titk( X,Y ). Dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat pelaksanaan atau kepuasan konsumen dari sebuah faktor atribut dan Y adalah rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh faktor atau atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Seluruhnya ada K faktor. Rumus berikutnya yang digunakan adalah :
Dimana : K = Banyaknya faktor atau atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen.
2.8
Potetial Gain In Customer Values (PGCV)
Alat ini dipergunakan untuk melengkapi hasil analisis dari importance dan performance. Alat ini dipakai untuk menentukan prioritas perbaikan yang harus dilakukan oleh produsen. Analisi dari Importance dan Performance kurang dapat merekomendasikan perbaikan yang menjadi
23
prioritas utama. Karena itu dipergunakan alat analisis yang lain yaitu analisis melalui angka indeks PGCV. Analisis pelanggan melalui angka indeks PGCV pertama kali ditulis dalam sebuah jurnal yaitu Quality Progress edisi maret 1997 oleh William C Hom yang menyatakan bahwa indeks PGCV merupakan konsep dan peralatan yang mudah untuk menganalisa pelanggan. Kemudahan tersebut memberikan jalan bagi diagram Importance dan Performance untuk dapat dibandingkan dalam bentuk kuantitatif yang lebih teliti dan terperinci. Langkah– langkah indeks PGCV adalah : 1. Achive Customer Value atau (ACV) Hasil kali variable Importance dengan variable Performance. ACV menunjukan nilai yang tercapai dari pendapat konsumen. Dengan rumus sebagai berikut : x
ACV = Dimana :
= Skor rata-rata tingkat kepuasan (Realita) = Skor rata-rata tingkat kepentingan (Ekspektasi) 2. Ultimately Desire Customer Value atau (UDCV) Nilai konsumen akhir yang diinginakan. Untuk mencari nilai UDCV yaitu dengan mengalihkan nilai Importance yang dpilih oleh pelanggan dengan nilai Performance maksimal dengan skala Likert pada kuisioner yang disebarkan. Dengan rumus sebagai berikut : UDCV = =
x
max
x5 24
Dimana :
= Skor rata-rata tingkat kepentingan (Importance )
Xmax = Nilai Performance maksimal dengan skala Likert pada kuesioner 3. Indeks PGCV Nilai kualitas paling tinggi dari indeks PGCV dijadikan prioritas pertama untuk perbaikan. Kemudian nilai uyang kedua dan seterusnya secara berurutan menjadi urutan perbaikan selanjutnya. Sehingga kita dapat melihat konsumen fasilitas atau atribut apa yang secara prioritas harus diperbaiki untuk memenuhi kepuasan mereka. Indeks PGCV = UDCV – ACV
25