1
BAB II: LANDASAN TEORI
Di dalam dunia bisnis saat ini, persaingan makin ketat sehingga memaksa perusahaan – perusahaan untuk semakin efisien dalam operasi dan semakin responsif dalam mengenali kondisi dan permintaan dari pasar. Efisien dalam hal ini berarti meningkatkan keuntungan dan mengurangi ongkos suatu perusahaan. Responsif berarti suatu perusahaan harus cepat dalam beradaptasi dengan kondisi pasar yang berubah – ubah. Kondisi ini menyebabkan managemen supply chain sangat penting, terutama untuk perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur.
1 Pengertian Supply Chain Menurut Schroeder(2007) dalam bukunya “Operations Management: Contemporary Concepts and Cases”, Supply chain adalah suatu urutan proses bisnis dan informasi yang menyediakan produk atau jasa dari penyedia bahan, produksi dan distribusi ke pemakai akhir. Sedangkan Supply chain management menurut Schroeder(2007) adalah perencanaan, desain dan control dari aliran informasi dan bahan – bahan dalam supply chain untuk memenuhi permintaan pelanggan dengan efisien, sekarang dan di masa depan.
2
Gambar 2.1: contoh supply chain
Gambar 2.1 mencontohkan sebuah supply chain yang umum. Di dalam Gambar 2.1 kami menunjukkan beberapa penyedia bahan baku (supplier), pabrik manufaktur(manufacturing), dan pendistribusi. Fasilitas – fasilitas ini mungkin dalam control satu firma, tapi lebih mungkin mereka akan dikontrol oleh beberapa firma.
2 Permasalahan utama dalam Supply Chain Management Permasalahan dalam supply chain management meliputi berbagai tingkat dari aktifitas sebuah firma, dari level strategis, taktis dan operasi:
3
•
Level strategis berurusan dengan keputusan – keputusan yang mempunyai efek jangka panjang kepada firma tersebut. Contohnya adalah keputusan – keputusan mengenai jumlah, lokasi, dan kapasitas dari gudang dan pabrik, dan alur bahan – bahan melalui jaringan logistic.
•
Level taktis meliputi keputusan yang biasanya diperbaharui antara tiap ¼ tahun dan tiap 1 tahun. Ini meliputi keputusan pembelian dan produksi, aturan inventori, dan strategi transportasi, termasuk berapa sering pelanggan dikunjungi.
•
Level operasional meliputi keputusan sehari – hari seperti penjadwalan, penentuan lead time, penentuan rute, dan pemuatan truk.
Manajemen suplai rantai harus memasukan masalah - masalah: •
Konfigurasi Jaringan Distribusi: Jumlah dan lokasi supplier, fasilitas produksi, pusat distribusi ( distribution centre/D.C.), gudang dan pelanggan.
•
Strategi Distribusi: Sentralisasi atau desentralisasi, pengapalan langsung, Berlabuh silang, strategi menarik atau mendorong, logistik orang ke tiga.
•
Informasi: Sistem terintregasi dan proses melalui rantai suplai untuk membagi informasi berharga, termasuk permintaan sinyal, perkiraan, inventaris dan transportasi dsb.
4
•
Manajemen Inventaris: Kuantitas dan lokasi dari inventaris termasuk barang mentah, proses kerja, dan barang jadi.
•
Aliran dana: Mengatur syarat pembayaran dan metodologi untuk menukar dana melewati entitas didalam rantai suplai.
Eksekusi rantai suplai ialah mengatur dan koordinasi pergerakan material, informasi dan dana diantara rantai suplai tersebut. Alurnya sendiri dua arah.
3 Tiga Komponen Supply Chain Menurut Turban, Rainer, Porter (2004, h321), terdapat 3 macam komponen supply chain, yaitu: •
Rantai Suplai Hulu/Upstream supply chain Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
•
Manajemen Internal Suplai Rantai/Internal supply chain management
5
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan. •
Segmen Rantai Suplai Hilir/Downstream supply chain segment Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
4 Strategi Push dan pull dalam proses supply chain Dalam strategi push, pelanggan tidak meminta suatu produk untuk di kembangkan; produk di push ke pelanggan melalui promosi. Suatu contoh dari produk ini adalah parfum. Para pelanggan tidak mungkin meminta suatu parfum yang belum pernah mereka cium sebelumnya; parfum tersebut di push kepada mereka melalui iklan. Strategi push mempunyai ciri – ciri: •
Biasanya dipakai dalam supply chain yang mempunyai variasi perminataan yang kecil
6
•
Jumlah produksi dan distribusi berdasarkan perkiraan jangka panjang atau berdasarkan permintaan – permintaan yang lampau (dapat mengakibatkan efek bullwhip)
•
Sulit untuk memenuhi perubahan dalam permintaan
•
Biasa digunakan untuk produksi dalam jumlah besar
•
Cenderung mempunyai inventory yang besar karena memerlukan safety stock yang besar
Dalam strategi pull, para pelanggan meminta suatu produk dan menarik (pull) produk itu melalui jalur pengiriman. Contoh dari perusahaan yang menerapkan strategi ini adalah Ford Australia. Ford Australia hanya memproduksi mobil bila ada pesanan dari pelanggan. •
Biasanya dipakai dalam supply chain yang mempunyai variasi perminataan yang tinggi
•
Jumlah produksi dan distribusi berdasarkan permintaan pelanggan
•
Cenderung mempunyai inventory yang lebih kecil karena bereaksi terhadap permintaan dari pelanggan
•
Waktu untuk berubah sesuai keadaan pasar cenderung lebih singkat dibandingkan dengan strategi push
•
Lebih sulit untuk diterapkan
7
Sebuah supply chain biasanya merupakan gabungan dari strategi push dan pull. Perhubungan antara tahap push dan tahap pull disebut push-pull boundary. Contoh dari supply chain ini adalah supply chain dari Dell. Level inventori dari komponen komponen ditentukan dari perkiraan permintaan secara umum, tetapi perakitan final berdasarkan permintaan spesifik dari pelanggan. Dalam supply chain ini, push-pull boundary terdapat di permulaan proses perakitan.
5 Efek bull whip Efek bull whip adalah sebuah fenomena yang paling sering diamati di saluran distribusi yang mengandalkan ramalan (forecast). Karena permintaan pelanggan hampir selalu berfluktuasi, perusahaan- perusahaan harus memakai ramalan sebagai cara untuk menghitung posisi inventory dan jumlah persediaan asset - asset lain yang tepat untuk memenuhi permintaan. Ramalan didasarkan pada statistik, karena itu ramalan dengan jarang sesuai dengan kenyataan yang terjadi secara sempurna. Karena kesalahan dalam suatu
ramalan adalah sebuah kenyataan, perusahaan-
perusahaan sering menyediakan inventori berlebih yang disebut dengan "safety stock" sebagai persediaan jika permintaan tidak sesuai dengan ramalan. Jika kita bergerak ke atas dalam supply chain (dari arah konsumen akhir ke penyedia bahan mentah), masing-masing peserta supply chain akan mengamati variasi di permintaan yang lebih besar dari level di bawahnya sehingga mereka membutuhkan safety stock yang lebih besar pula. Fenomena variasi permintaan yang menjadi lebih besar
8
selama kita bergerak ke atas di dalam supply chain (lebih jauh dari pelanggan) ini disebut bullwhip effect. Faktor – factor yang menyebakan bullwhip effect antara lain: •
Demand forecasting / Ramalan Permintaan. Karakteristik yang penting dari demand forecasting adalah semakin banyak data yang diterima, kita semakin sering merubah perkiraan jumlah dan deviasi standard di perkiraan permintaan pelanggan. Karena safety stock dan jumlah pemesanan sangat bergantung pada permintaan ini, pemesan terpaksa merubah jumlah pemesanan sehingga meningkatkan variasi permintaan
•
Lead time. Lead time adalah total waktu yang diperlukan dari saat suatu perusahaan memesan suatu barang sampai saat perusahaan tersebut dapat memakai barang tersebut. Lead time digunakan untuk menentukan safety stock dan jumlah minimum pemesanan suatu barang. Karena itu Lead time sangat berpengaruh dalam meningkatkan variasi permintaan.
•
Batch Ordering. Jika sebuah pedagang eceran memakai system batch ordering, maka pedagang grosir akan mendapat pemesanan barang dalam jumlah besar, kemudian beberapa periode tanpa pemesanan, diikuti oleh pemesanan dalam jumlah besar lagi, dan seterusnya. Karena ini pedagang eceran akan melihat fluktuasi permintaan yang sangat besar.
•
Fluktuasi harga. Jika harga sering berubah, perusahaan – perusahaan akan berusaha untuk menaikkan jumlah persediaan mereka pada waktu harga menurun.
9
•
Pemesanan yang terlalu besar. Pada waktu periode dimana ada kekurangan suatu barang, perusahaan – perusahaan akan cenderung memesan lebih besar sebagai cadangan dlam memenuhi permintaan. Pda waktu periode kekurangan itu berakhir, perusahaan – perusahaan akan kembali ke pola pemesanan normal mereka. Ini menyebabkan variasi dalam ramalan permintaan.
Setelah kita mengetahui apa yang menyebabkan bullwhip effect, kita dapat mengurangi efeknya dengan: •
Mengurangi ketidak pastian. Ini dapat dilakukan dengan menyediakan tiap level dalam supply chain dengan informasi permintaan pelanggan yang sesungguhnya.
•
Mengurangi variabilitas. Kita dapat mengurangi variasi dalam permintaan pelanggan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah “everday low pricing”(EDLP). Perusahaan yang memakai EDLP menawarkan produk dengan satu harga yang konsisten dibandingkan dengan menawarkan harga normal dengan harga promosi secara periodic.
•
Mengurangi lead time. Lead time terdiri dari 2 komponen: lead time pemesanan ( waktu yang diperlukan untuk memproduksi dan mengirim suatu barang) dan lead time informasi ( waktu untuk memproses suatu pesanan) . Lead time pemesanan dapat dikurangi dengan cross-docking( suatu teknik untuk mengeluarkan barang – barang dari truk atau kereta yang datang ke
10
truk atau kereta yang keluar dengan sedikit atau tanpa penyimpanan di antaranya). Lead time informasi dapat dikurangi dengan menerapkan electronic data interchange (EDI). •
Kerjasama strategis. Contoh: sebuah perusahaan manufaktur bekerjasama dengan perusahaan penjual eceran untuk mengatur inventori dari penjual eceran tersebut. Dengan cara ini perusahaan manufaktur akan menghindari bullwhip effect.
6 Kategori pengukuran kinerja supply chain Menurut Hugos, Michael, ada empat kategori untuk mengukur kinerja supply chain, yaitu: •
Pelayanan terhadap pelanggan (customer service) Pengukuran ini melihat bagaimana suatu supply chain
dalam memenuhi
kebutuhan pasar. Ada dua jenis matriks untuk customer service, build to stock (BTS) dan build to order (BTO). Matriks untuk BTS adalah: o Tingkat pemenuhan pesanan secara lengkap (complete order fill rate) dan tingkat pemenuhan pesanan jensi produk (order line item fill rate) o Tingkat pengiriman yang tepat waktu (on-time delivery rate) o Nilai total pesanan yang terlambat dilayani (value of total backorders) atau jumlah pesanan yang terlambat dilayani (number of backorders) o Frekuensi dan durasi pesanan yang terlambat dilayani (frequency and duration of backorders)
11
o Tingkat pengembalian produk(Line item return rate) Matriks yang sering digunakan untuk BTO adalah: o Permintaan waktu respon pelanggan (quoted customer response time) dan tingkat pemenuhan secara tepat waktu (on – time completion rate) o Tingkat pengiriman yang tepat waktu (on – time delivery rate) o Nilai keterlambatan pesanan (value of late orders) dan jumlah keterlambatan pesanan (number of late orders) o Frekuensi dan durasi keterlambatan pesanan (frequency and duration of late orders) o Jumlah pengembalian dan perbaikan garansi (number of warranty returns and repairs) •
Efisiensi Internal Efisiensi internal adalah kemampuan suatu supply chain untuk menggunakan asset – asset yang ada untuk menghasilkan keuntungan yang semaksimal mungkin. Yang dimaksud dengan asset dalam hala ini adalah semua yang dapat dihitung nilainya secara nyata ( contoh: uang tunai, pabrik, perlatan, dll). Pengukuran efisiensi internal dapat dilakukan dengan: o Nilai Persediaan / Inventory Value Pengukuran ini dilakukan pada suatu waktu tertentu dan dinilai secara rata – rata dalam periode waktu tertentu. Perusahaan pada normalnya akan
elalu
berusaha
untuk
mengurangi
nilai
persediaannya.
Pengecualian dari hal ini adalah pada waktu pasar dalam tahap
12
perkembangan, karena nilai dari persediaan perusahaan tersebut akan meningkat. o Perputaran persediaan / inventury turns Dalam pengukuran ini, kita mengukur rasio perputaran persediaan atau inventory turn over ratio, yang mempunyai rumus: inventory turn over ratio = annual cost of goods sold / annual average inventory value o Nilai Laba Penjualan / return on sales Digunakan untuk menghitung bagaimana suatu perusahaan mengatur biaya tetap, biaya variabel serta penghasilan kotor. Nilai Laba Penjualan dapat dihitung dengan rumus: return on sales = earnings before interest & tax /sales o Waktu Perputaran dari tunai ke tunai / cash to cash cycle time Mengukur waktu yang diperlukan dari saat perusahaan membayar penyedia bahan baku hingga perusahaan itu menerima pembayaran dari pelanggannya. Semakin pendek waktu yang diperlukan, semakin bagus perputaran keuangan perusahaan tersebut. Nilai ini dapat dihitung dengan rumus: cash to cash cycle time = inventory days of supply + days sales outstanding – average payment period on purchases •
Fleksiblitas terhadap permintaan pasar (demand flexibility)
13
Pengukuran ini menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam bereaksi terhadap perubahan kebutuhan secra kuantitas dan jenis produk. Beberap ukuran fleksibilitas antara lain: o Waktu perputaran aktifitas / activity cycle time Mengukur waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu aktifitas dalam supply chain, seperti desain produk, perakitan produk, dan lain –lain. Waktu perputaran aktifitas dapat dihitung untuk satu perusahaan maupun untuk seluruh supply chain. Yang terpenting adalah waktu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen akhir dalam supply chain tersebut. o Fleksibilitas kapasitas/ upside flexibility Mengukur kemampuan suatu supply chain untuk menanggapi pertambahan volume pesanan untuk produk yang mereka tawarkan. Contoh: jumlah pesanan meningkat 50%, apakah pesanan dapat terpenuhi atau menjadi back order. Fleksibilitas kapasitas dapat diukur dari persentase peningkatan pesanan yang dapat di akomodasi untuk suatu produk. o Fleksibilitas tambahan / outside flexibility Adalah kemampuan suatu perusahaan untuk dapat menyediakan produk tambahan di luar produk normal yang ditawarkan kepada pelanggannya secara cepat. Di saat pasar telah jenuh, maka produk yang dulunya tidak termasuk dalam produk yang ditawarkan, bisa
14
asaja menjadi produk tambahan atau komplemen yang dapat menarik pelanggan baru serta mampu meningkatkan penjualan kepada pelanggan yang telah ada. •
Pengembangan produk (product development) Matriks pengembangan produk ini ditujukan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan supply chain untuk melakukan desain, mengembangkan, dan mengeluarkan produk baru kepada pasar yang dilayaninya. Adanya inovasi teknis, perubahan sosial budaya, dan ekonomi dapat menyebarkan suatu pasar berubah seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dapat diukur dari: o Persentase total penjualan produk yang dipasarkan tahun sebelumnya o Waktu yang diperlukan untuk mengembangkan dan meluncurkan suatu produk baru
7 Teknologi Informasi untuk Managemen Supply chain Teknologi Informasi telah dipakai untuk managemen Supply chain dalam hampir semua bidang usaha. Untuk menggunakan informasi, kita perlu mengumpulkan, mengakses dan menganalisanya. Tujuan sistem managemen Supply Chain di area ini adalah: •
Mengumpulkan informasi tentang tiap produk dari produksi hingga pengiriman atau titik pembelian, dan menyediakan transparansi utnuk semua pihak yang terlibat
15
•
Mengakses data apa pun di dalam sistem dari satu titik kontak
•
Menganalisa,
merencanakan
aktifitas
dan
membuat
pertukaran
berdasarkan informasi dari seluruh supply chain Untuk mencapai tujuan ini, ada beberapa cara: •
Standarisasi Standar – standar IT lah yang membuat sistem – sistem dapat bekerja sama. Mereka yang paling menentukan ongkos dan kelayakan suatu implementasi
•
Infrastruktur IT Infrastruktur IT, baik internal dan eksternal di perusahaan, adalah komponen dasar kapabilitas sistem. Tanpa kapabilitas komunikasi dan database, beberapa tujuan yang telah di jelaskan tidak dapat dicapai.
•
Bisnis Elektronik Bidang bisnis elektronik berkembang depat cepat. Apakah artinya untuk perusahaan dan level bisnis elektronik apa yang dapat dicapai dan cost effective
•
Komponen sistem Supply chain Sistem – sistem yang langsung terlibat dalam perencanaan supply chain. Sistem – sistem ini biasanya menggabungkan elemen – elemen DSS jangka pendek dan jangka panjang.
•
Masalah – masalah integrasi
16
Bagaimana prioritas ditentukan untuk mencapai tujuan yang disebutkan di atas? Investasi apa saja yang perlu untuk jangka pendek dan panjang?
Gambar 2.2: Tujuan dan cara Managemen Supply chain di bidang informasi
7.1. Tahapan Evolusi Teknologi Informasi di Dalam Suatu Perusahaan Secara umum, sebuah perusahaan akan melalui lima tahapan evolusi dalam pengembangan sistem informasinya , yakni: A). The Cross-Functional Business Unit yang merupakan pengembangan modul aplikasi untuk fungsi bisnis tertentu saja, seperti misalnya untuk keperluan
17
transaksi pembelian, penyusunan laporan keuangan, pencetakan slip gaji pegawai, dan lain sebagainya. B).The Strategic Business Unit yang merupakan hasil penyatuan beberapa fungsi manajemen di dalam sebuah divisi atau business unit tertentu untuk membantu manajemen dan staf dalam mencapai obyektif yang ditargetkan terhadap divisi atau business unit tersebut. C). The Integrated Enterprise yang merupakan sebuah sistem informasi terpadu yang mengintegrasikan berbagai modul-modul aplikasi yang dimiliki seluruh divisi atau business unit yang ada di dalam perusahaan, dimana merupakan embrio dari sistem informasi korporat terpadu. D). The Extended Enterprise yang merupakan penggabungan antara sistem informasi korporat terpadu yang telah dimiliki oleh internal perusahaan dengan satu atau lebih sub-sistem dari perusahaan atau entiti lain yang merupakan mitra kerja dari perusahaan terkait. E). The Inter-Enterprise Community yang merupakan hasil dari berbagai hubungan terintegrasi sistem informasi antar perusahaan yang ada dalam komunitas bisnis sehingga membentuk jejaring sistem informasi yang sangat besar dan luas cakupannya.
18
7.2. Peranan Teknologi Informasi di Dalam Manajemen Supply Chain Menurut Eko Indrajit, secara umum, peranan teknologi informasi di dalam manajemen supply chain dapat dilihat dari dua perspektif besar: •
Perspektif Teknis
•
Perspektif Manajerial
7.2. 1. Perspektif Teknis Dilihat dari sisi teknis, ada dua hal fungsi dari teknologi informasi yang harus dipenuhi, yaitu fungsi penciptaan dan fungsi penyebaran.
Fungsi Penciptaan Aspek-aspek yang harus dapat dilakukan oleh teknologi informasi adalah sebagai berikut: Teknologi informasi harus mampu menjadi medium atau sarana untuk mengubah fakta-fakta atau kejadian-kejadian sehari-hari yang dijumpai dalam bisnis perusahaan ke dalam format data kuantitatif. Ada dua cara umum yang biasa dipergunakan, yaitu secara manual dan otomatis. Yang dimaksud dengan manual adalah dilibatkannya seorang user untuk melakukan data entry terhadap fakta-fakta relevan di dalam aktivitas sehari-hari yang dipandang perlu untuk direkam. Misalnya catatan pengeluaran keuangan, keluhan pelanggan, pesanan konsumen, pengeluaran
19
barang dari gudang, dan lain sebagainya. Sementara yang dimaksud dengan cara otomatis di sini adalah jika berbagai teknologi dipergunakan sebagai alat untuk merekam fakta dan mengubahnya menjadi data tanpa harus melibatkan unsur manusia sebagai data entry. Contohnya adalah penggunaan barcode untuk kode barang, smart card untuk data pelanggan, kartu kredit untuk pembayaran, dan lain sebagainya. o Teknologi harus mampu merubah data mentah yang telah dikumpulkan tersebut menjadi informasi yang relevan bagi setiap penggunanya (stakeholders), yaitu manajemen, staf, konsumen, mitra bisnis, pemilik perusahaan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Bentuk pengolahan data menjadi informasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melakukan pengelompokkan data sejenis, mendeskripsikan kumpulan data dalam bentuk statistik, membuat ringkasan data berdasarkan kelompok tertentu, memperlihatkan karakteristik data dari berbagai perspektif, dan lain sebagainya. Bagi manajemen dan staf perusahaan, informasi hasil olahan data ini merupakan data mentah yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan-keputusan strategis maupun taktis. o Hasil dari pengambilan keputusan akan memberikan berbagai dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja bisnis perusahaan. Informasi yang dihasilkan dari pengolahan data sehari-hari dilengkapi dengan pengalaman (jam terbang) dan intelektualitas sang pengambil keputusan pada akhirnya akan menjadi sebuah pengetahuan atau knowledge
20
bagi yang bersangkutan. Feedback dari hasil pengambilan keputusan ini sangat baik untuk diketahui oleh berbagai pihak yang berkepentingan di dalam perusahaan. Hasil pengambilan keputusan yang baik harus menjadi contoh bagi orang lain di dalam perusahaan, sementara hasil yang buruk harus pula dipelajari agar tidak terjadi kembali di kemudian hari. Adalah tugas teknologi informasi selanjutnya, untuk mengolah informasi yang diperoleh dengan berbagai konteks organisasi yang ada, menjadi sebuah knowledge yang dapat diakses oleh semua pihak di dalam perusahaan. o Akhirnya, kumpulan dari knowledge yang diperoleh dan dipelajari selama perusahaan beroperasi akan menjadi suatu bekal “kebijaksanaan” (wisdom) yang tidak ternilai harganya. Wisdom yang diperoleh merupakan hasil dari pembelajaran sebuah organisasi (learning organisation) yang akan merupakan identitas perusahaan di masa mendatang. Wisdom yang tertanam di masing-masing individu pelaku aktivitas bisnis sehari-hari diharapkan akan membuat perusahaan terkait menjadi sebuah organisasi yang selalu meningkat kinerjanya. Merubah knowledge menjadi wisdom merupakan tugas teknologi informasi yang terakhir dalam proses penciptaan. Telah banyak aplikasi-aplikasi dalam kategori artificial intelligence dan expert system yang telah diimplementasikan di berbagai perusahaan multi nasional untuk menggantikan fungsi manusia dalam mengambil keputusan-keputusan kritikal di dalam bisnis. Fungsi Penyebaran
21
Terhadap entiti-entiti fakta, data, informasi, knowledge, dan wisdom tersebut, teknologi informasi memiliki fungsi-fungsi yang berhubungan dengan aspek penyebaran sebagai berikut: •
Gathering. Teknologi informasi harus memiliki fasilitas-fasilitas yang mampu untuk mengumpulkan entiti-entiti tersebut dan meletakkannya di dalam suatu media penyimpan digital. Media penyimpan tersebut harus mampu untuk menangkap berbagai karakteristik unik dari entiti-entiti terkait, yang biasa direpresentasikan dalam berbagai bentuk format media (multimedia), seperti: teks, suara (audio), citra (image), gambar bergerak (video), dan lain-lain.
•
Organising. Untuk memudahkan pencarian terhadap entiti-entiti tersebut di kemudian hari, teknologi informasi harus memiliki mekanisme baku dalam mengorganisasikan penyimpanan entiti-entiti tersebut di dalam media penyimpan. Konsep-konsep struktur data, database, dan sistem berkas merupakan dasar-dasar ilmu yang kerap dipergunakan sehubungan dengan kebutuhan ini.
•
Selecting. Di saat berbagai pihak di dalam perusahaan membutuhkan entitientiti tersebut, teknologi informasi harus menyediakan fasilitas untuk memudahkan pencarian dan pemilihan. Teknologi portal merupakan salah satu cara yang sedang digemari oleh perusahaan dalam memecahkan permasalahan ini.
22
•
Synthesizing. Tidak jarang para pengambil keputusan membutuhkan lebih dari satu entiti (gabungan beberapa entiti) untuk memudahkannya melihat situasi bisnis perusahaan. Contohnya adalah seorang manajer yang membutuhkan peta jalur distribusi rekanannya yang dilengkapi dengan data lengkap karakteristik masing-masing jalur. Di sini dibutuhkan gabungan antara media gambar (image) dengan teks. Teknologi informasi harus mampu memenuhi kebutuhan manajer ini dalam menggabungkan beberapa entiti menjadi satu paket kesatuan yang terintegrasi.
•
Distributing. Akhirnya, teknologi informasi harus memiliki infrastruktur yang dapat menyalurkan berbagai entiti dari tempat disimpannya entiti-entiti tersebut ke pihak-pihak yang membutuhkannya. Proses menyebarkan entiti ini harus pula memperhatikan tingkat kebutuhannya, seperti kecepatan akses, penting tidaknya entiti, dan lain sebagainya. Untuk dapat mendistribusikan entiti multi media misalnya, dibutuhkan suatu media transmisi berpita lebar (high bandwidth) agar performa penyebaran dapat efektif.
7.2. 2. Perspektif Manajerial Dilihat dari sisi bisnis dan manajerial, terutama dalam kaitannya dengan Manajemen Supply Chain, ada 4 (empat) peranan yang diharapkan perusahaan dari implementasi efektif sebuah teknologi informasi.
23
Minimize Risks Setiap bisnis memiliki resiko, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor keuangan. Pada umumnya resiko berasal dari adanya ketidakpastian dalam berbagai hal dan aspek-aspek eksternal lain yang berada di luar kontrol perusahaan. Contohnya adalah kurs mata uang yang berfluktuasi, perilaku konsumen yang dinamis, jadwal pemasokan barang yang tidak selalu ditepati, jumlah permintaan produk yang tak menentu, dan lain-lain. Saat ini berbagai jenis aplikasi telah tersedia untuk mengurangi resiko-resiko yang kerap dihadapi oleh bisnis, seperti: forecasting, financial advisory, market review, planning expert, dan lain-lain. Problem-problem klasik inventori seperti permasalahan lead time, stok barang, jalur distribusi pun telah tersedia aplikasinya yang biasanya menggunakan pendekatan simulasi. Kehadiran teknologi informasi selain harus mampu membantu perusahaan untuk mengurangi resiko bisnis yang ada, perlu pula menjadi sarana untuk membantu manajemen dalam mengelola resiko (managing risks) yang dihadapi sehari-hari.
Reduce Costs Tawaran lain yang ditawarkan oleh teknologi informasi adalah perbaikan efisiensi dan optimalisasi proses-proses bisnis di perusahaan. Peranan teknologi informasi sebagai katalisator dalam berbagai usaha mengurangi biaya-biaya operasional perusahaan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap profitabilitas
24
perusahaan. Sehubungan dengan hal ini, biasanya ada empat cara yang ditawarkan oleh teknologi informasi untuk mengurangi biaya-biaya yang kerap dikeluarkan untuk kegiatan operasional sehari-hari. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Eliminasi Proses. Implementasi berbagai komponen teknologi informasi mampu untuk menghilangkan atau mengeliminasi proses-proses yang dirasa tidak perlu (non value added processes). Contohnya adalah penyediaan ATM untuk mengurangi antrian nasabah di teller masing-masing bank, atau call center untuk menggantikan fungsi customer service dalam menghadapi keluhan pelanggan.
2.
Simplifikasi Proses. Berbagai proses yang panjang dan berbelit-belit (birokratik) biasanya dapat disederhanakan dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi informasi (database dan aplikasi misalnya). Sebut saja rangkaian proses permohonan kredit di bank hingga persetujuannya yang biasanya harus melalui beberapa meja, dapat dipersingkat dengan menggunakan aplikasi intranet. Atau proses transfer uang dari satu bank ke bank lainnya yang kerap harus melalui teller kini dapat dilakukan melalui situs bank terkait di internet.
3.
Integrasi Proses. Teknologi informasi juga mampu melakukan pengintegrasian beberapa proses menjadi satu sehingga terasa lebih cepat dan praktis (secara langsung meningkatkan kepuasan pelanggan). Contohnya adalah proses permohonan Surat Ijin Mengemudi. Di negara maju, rangkaian proses serial
25
semacam pengambilan foto, sidik jari, tanda tangan, berat badan, dan tinggi badan, telah dapat dilakukan secara simultan. Seorang pelamar tidak harus menghabiskan waktunya antre dari satu tempat ke tempat lainnya untuk melakukan rangkaian kegiatan di atas, tetapi cukup berdiri saja di suatu tempat dengan posisi tertentu, sehingga pemotretan, pengambilan sidik jari, penimbangan berat dan tinggi badan, serta penandatanganan dapat dilakukan secara bersamaan karena adanya perangkat digital. 4.
Otomatisasi Proses. Mengubah proses manual menjadi otomatis merupakan tawaran klasik dari teknologi informasi. Contohnya adalah aplikasi robotika di industri manufaktur untuk menggantikan manusia, atau fuzzy logic untuk menggantikan fungsi berbagai mesin dan peralatan, atau scanner untuk menggantikan fungsi mata manusia dalam meletakkan dan mencari barang di gudang, dan lain sebagainya.
Add Value Peranan selanjutnya dari teknologi informasi adalah untuk menciptakan value bagi pelanggan perusahaan. Tujuan akhir dari penciptaan value tidak sekedar untuk memuaskan pelanggan saja (customer satisfaction), tetapi lebih jauh untuk menciptakan loyalitas (customer loyalty) sehingga pelanggan tersebut bersedia untuk selalu menjadi konsumen perusahaan untuk jangka waktu yang panjang (customer bonding). Kemampuan menciptakan relasi secara one-to-one antara perusahaan
26
dengan pelanggan merupakan kunci dalam menjalin hubungan interaksi yang bermanfaat di mata pelanggan, selain usaha perusahaan untuk selalu menciptakan produk atau jasa yang lebih murah, lebih baik, dan lebih cepat (cheaper, better, faster) dibandingkan dengan kompetitor bisnisnya. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa yang menentukan value atau tidaknya sebuah pelayanan atau proses adalah pelanggan atau pasar, bukan internal perusahaan, sehingga teknologi informasi selain harus mampu menciptakan value tersebut, dapat pula menjadi sarana efektif untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat ditransformasikan menjadi value bagi pelanggan perusahaan.
Create New Realities Perkembangan teknologi informasi yang terakhir ditandai dengan pesatnya teknologi internet, telah mampu menciptakan suatu arena bersaing baru bagi perusahaan, yaitu di dunia maya. Berbagai konsep e-business semacam e-commerce, e-procurement, e-customers, e-loyalty, dan lain-lain pada dasarnya meruapakan suatu cara memandang baru di dalam menanggapi mekanisme bisnis di era globalisasi informasi. Price Waterhouse Coopers mengidentifikasi empat tahapan evolusi yang akan dihadapi oleh perusahaan modern karena berkembangnya teknologi informasi, yaitu: 1.
Channel Enhancement – bagaimana teknologi informasi menyediakan kanalkanal atau cara-cara baru dalam menjalin relasi antara para pelaku bisnis
27
yang kesemuanya terkoneksi dengan arena bisnis baru di dunia maya tanpa mengenal kendala waktu dan ruang (time and space); 2.
Value-Chain Integration – bagaimana berbagai perusahaan di dunia melalui dunia maya membentuk suatu jejaring bisnis (internetworking) yang saling bekerja sama untuk menciptakan produk atau jasa yang semakin lama semakin murah, cepat, dan berkualitas baik;
3.
Industry Transformation – bagaimana dampak dari berbagai kemungkinan bisnis dan kerja sama antar perusahaan membawa perusahaan untuk melakukan redefinisi terhadap bisnis inti (core business) berdasarkan kompetensinya masing-masing, karakteristik produk dan jasa, serta segmentasi industri yang berkembang; dan
4.
Convergence – bagaimana berbagai industri-industri yang terdahulu tersegmentasi menjadi saling bersinergi dan berkonvergensi akibat berbagai inovasi-inovasi produk dan jasa baru yang mungkin diciptakan dengan kehadiran teknologi informasi (across the industry boundaries).
8 Analisis Finansial dari Sebuah Projek Ada tiga cara utama untuk menentukan nilai finansial dari sebuah projek, yaitu dengan menggunakan: 1. Analisis Net present value (NPV), yaitu metode untuk menghitung pendapatan atau kerugian finansial netto yang diharapkan dari sebuah projek
28
dengan mendiskon semua aliran keluar dan masuk uang yang diprediksi ke titik waktu saat ini. Semakin tinggi NPV semakin baik. 2. Return on investment (ROI) dihitung dengan mengurangi ongkos projek dari keuntungan kemudian membaginya dengan ongkos projek. Semakin tinggi ROI, semakin baik 3. Analisis Payback Period, yaitu waktu yang diperlukan untuk menutup,
dalam bentuk aliran uang masuk netto, ongkos total projek. Payback terjadi ketikan keuntungan kumulative netto yang terdiskon sama dengan ongkos.