8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori dasar/umum 2.1.1 Komunikasi Manusia dikategorikan sebagai makhluk yang berkomunikasi. Identitas ini membedakan manusia dengan makhluk yang lain di jagad ini. Dengan dan melalui komunikasi manusia berinteraksi satu dengan yang lain. Relasi antara manusia dengan sesamanya ditandai oleh komunikasi. Sebagai makhluk yang berakalbudi, manusia yang normal mutlak melakukan komunikasi interpersonal, antarpersonal dan intrapersonal. Dari berbagai perspektif komunikasi dapat ditelaah dan dipahami, sehingga memiliki esensi dasar bahwa hidup manusia itu sendiri merupakan sebuah komunikasi. Komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah komunikasi dengan sesama manusia, komunikasi dengan alam sekitar atau lingkungan hidup serta komunikasi dengan Yang Maha Kuasa sebagai Wujud Tertinggi. Berbicara mengenai komunikasi berarti berbicara mengenai adanya pengirim pesan, mengandaikan adanya pesan atau informasi yang disampaikan, adanya penerima sebagai komunikan dan umumnya mengandalkan media tertentu. Lengkapnya unsur pendukung komunikasi menentukan efektif atau tidaknya sebuah aktivitas komunikasi. Proses komunikasi yang efektif dan efisien menyertakan umpan balik sebagai rantai penghubung antara penerima dan pengirim iden, informasi maupun pesan. Bahkan, umpan balik balik berfungsi
9 untuk meningkatkan keakuratan komunikasi yang terjalin dan merupakan sarana untuk
mengidentifikasi
hal-hal
dasar
yang
menyebabkan
pesan
tidak
diinterpretasikan sebagaimana diinginkan oleh pengirim pesan. “ketika sebuah organisasi menggunakan teknologi sebagai sebuah media untuk berkomunikasi dengan khalayak besar, maka terjadilah komunikasi massa” (Stanley J. Baran, Dennis K. Davis, 2010) 2.1.2
Pengertian Komunikasi Komunikasi pada awalnya sebenarnya hanya merupakan sebuah kata sifat
yang merupakan fenomena sosial yang kemudian menjadi ilmu yang dapat berdiri sendiri dan menjadi sangat penting bagi pola perkembangan masyarakat pada saat ini. Komunikasi merupakan aspek terpenting dalam kehidupan manusia untuk bergaul antar satu individu dengan individu yang lain, saling berinteraksi serta saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga tercipta satu hubungan timbal balik di dalamnya. Komunikasi yang dalam kehidupan sehari-hari lebih dikenal sebgai pesan (message),
individu
yang
menyampaikan
pesan
disebut
komunikator
(communicator), sedangkan individu yang menerima pesan disebut komunikan ( communicate) bertindak sebagai penyalur untuk menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran dan perasaan ke orang lain. Definisi komunikasi yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat sangat beranekaragam tergantung dari perspektif mana sang ahli atau pakar mengkajinya. Ada ahli yang mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses
10 pertukaran maklumat di antara penyampai dan penerima maklumat. Satu proses dimana individu, kumpulan dan organisasi yang bertindak sebagai penyampai yang menghantar sesuatu maklumat/ pesan kepada individu, kumpulan dan organisasi lain yang bertindak sebagai penerima pesan adalah definisi komunikasi yang dijabarkan oleh Greenberg dan Baron (1996) Sekelompok ahli yang terdiri dari Hovland, Janis dan Kelley mengemukakan teori tentang komunikasi, yaitu: “Communication is the process by which an individual transmits stimuli (usually verbal) to modify the behaviour of other individuals (Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang bisanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain)” (Arni, 2005: 2) Ahli lain yakni William J. Selleer memberikan definisi komunikasi yang bersifat universal. Menurut Selleer komunikasi adalah proses dengan mana simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima, dan diberi arti”. (Arni, 2005:4). Sedangkan Everett M. Rogers, seorang pakar Sosiologi yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi mengenai komunikasi bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”. (Cangara, 2004:19) Setelah menelaah definisi komunikasi maka secara tegas dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang diawali oleh adanya ide, informasi atau pesan yang akan disampaikan oleh pengirim, ditransmisikan melalui media tertentu untuk kemudian diterima dan diinterpretasikan oleh penerima.
11 2.1.3
Model Komunikasi Model komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses
komunikasi yang memperlihatkan kaitan antar satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya (Muhammad, 2005: 5). Model komunikasi merupakan sebuah kerangka berpikir yang diciptakan untuk mempermudah pemahaman siapa pun yang hendak memahami seluk beluk komunikasi. Setiap model dihasilkan dengan latar belakang tertentu, mashab tertentu serta dimaksudkan untuk menjawabi kajian tertentu. Oleh karena itu tidak ada seseorangpun yang berhak memberikan klaim bahwa model tertentu lebih benar dan sempurna dibandingkan dengan model lainnya. Untuk memahami tentang model komunikasi, Rakhmat (1999), mengemukakan bahwa model secara sederhana adalah “gambaran” yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model juga didefinisikan sebagai “a replica of the phenomena it attemps to explain” oleh (Risnyon, 1977:57), dan didefinisikan sebagai “a verbal or mathematical expression describing set of relationship in precise manner” (Burch and Strater, 1074:117).
Jadi, model adalah tiruan dari gejala yang akan diteliti, model menggambarkan hubungan diantara variabel-variabel atau sifat-sifat atau komponen-komponen gejala tersebut. Dengan demikian model bukan teori, walaupun model dapat menerapkan atau menghasilkan teori. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi utama model adalah mempermudah pemikiran yang sistematis dan logis.
12 Menurut B. Aubrey Fisher tentang definisi model, mengatakan bahwa: “Model adalah analogi yng mengabstaksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model. Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori yang lebih disederhanakan”. (Mulyana, 2002:121).
Gambar di atas menunjukan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. 2.1.4
Fungsi komunikasi Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh para pakar komunikasi,
fungsi komunikasi dikemukakan secara berbeda-beda. Walaupun pada dasarnya para pakar tersebut memberikan pendapat yang saling berkaitan dan memiliki kesamaan satu dengan yang lainnya. Thomas M. Scheidel mengungkapkan bahwa manusia berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang disekitar, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku seperti yang diinginkan. (Mulyana, 2002: 4) Pakar komunikasi yang lain, William I. Gorden mengungkapkan empat fungsi komunikasi, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komuniksi
13 ritual dan komunikasi instrumental. (Mulyana, 2002:4). Dalam pemaparan yang lain (Effendy: 2001: 8) dikemukakan bahwa komunikasi sekurang-kurangnya memiliki empat fungsi utama yakni menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain) dan berfungsi mempengaruhi (to influence). 2.1.5
Strategi Komunikasi Bila dikaji dari definisinya strategi adalah perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan (Effendy, 2003: 300). Demikianlah pula strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi
(communication
planning)
dan
manajemen
komunikasi
(communication management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi. Harlod D. Lasswell, menyatakan bahwa cara terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who Says What Which Channel To Whom With What Effect?”. Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus Laswell tersebut. a.
Who? (Siapakah komunikatornya?)
b.
Says What (Pesan apa yang dinyatakannya?)
c.
In which channel? (Media apa yang digunakannya?)
14
2.1.6
d.
To whom? (Siapa komunikannya?)
e.
With what effect (Efek apa yang diharapkan?)
Komunikasi massa Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau
informasi kepada orang lain dengan menggunakan sarana tertentu guna mempengaruhi atau mengubah perilaku penerima pesan. Komunikasi Massa adalah komunikasi melalui media massa , atau komunikasi kepada banyak orang dengan menggunakan sarana media. 2.1.7
Media massa Terdapat banyak sekali media komunikasi di Indonesia, seperti misalnya
surat kabar, majalah, radio, televisi, internet dan seterusnya. Penulis akan membahas salah satunya, yakni televisi. Berkaitan dengan judul skripsi sikap reaktif yang disebabkan oleh tayangan televisi, “obsesi”. Jenis Media Massa:
Media Massa Cetak Media massa yang dicetak dalam lembaran kertas. Dari segi formatnya dan ukuran kertas, media massa cetak secara rinci meliputi (a) koran atau suratkabar (ukuran kertas broadsheet atau 1/2 plano) (b) tabloid (1/2 broadsheet) (c) majalah (1/2 tabloid atau kertas ukuran folio/kwarto)
15 (d) buku (1/2 majalah) (e) newsletter (folio/kwarto, jumlah halaman lazimnya 4-8) (f) buletin (1/2 majalah, jumlah halaman lazimnya 4-8). Isi media massa umumnya terbagi tiga bagian atau tiga jenis tulisan: berita, opini, dan feature.
Media Massa Elektronik Jenis media massa yang isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio, televisi, dan film.
Media Online yakni media massa yang dapat kita temukan di internet (situs web).
Peran Media Massa
Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran yang dimainkan media massa selama ini, yakni: a. Industri
pencipta
lapangan
kerja,
barang,
dan
jasa
serta
menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan/promosi. b. Sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat. c. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat. d. Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan norma.
16 e. Sumber
dominan
pencipta
citra
individu,
kelompok,
dan
masyarakat.
Karakteristik Media Massa
a. Publisitas, yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak. b. Universalitas, pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum). c. Periodisitas, tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari. d. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan periode mengudara atau jadwal terbit. e. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan
penyampaian
informasi
kepada
publik.
Fungsi Media Massa
Fungsi media massa sejalan dengan fungsi komunikasi massa sebagaimana dikemukakan oleh Harold D. Laswell:
17 1. Informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate) 3. Menghibur (to entertain)
2.1.8
Televisi a) Pengertian Televisi Televisi
menurut
Webster
Encyclopedic
adalah
“
The
broadcasting of a stil or moving image via radio wave to receivers with project it on a picture tube for viewing at a distance from the point of orgin”. Menurut sudut pandang yang berbeda dari para pakar lainnya, J.B Wahyudi mendefisiniskan bahwa istilah televisi adalah medium yang bersifat audio dan visual yang hidup, yang mengutamakan gerak atau moving/action, dan terdapat perpaduan antara unsur gerak, seni, dan teknik. Riyono Pratiko mengartikan satu per satu mengenai istilah dari televisi itu. Dalam istilah bahasa inggris televisi disebut “television”. Kata tersebut berasal dari Yunani; tele artinya far off (jauh) dan “Vision” dalam bahasa latin yang artinya melihat. Jadi secara harafiah artinya melihat jauh. b) Keunggulan Televisi Televisi memiliki kelebihan yaitu dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual). Jadi apabila khalayak radio siaran hanya
18 mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Karena sifatnya yang audiovisual itu, maka pemirsanya seolaholeh dibawa secara langsung menyaksikan acara yang sedang disiarkan. Khususnya siaran berita dimana selalu dilengkapi dengan gambar (still picture), rekaman peristiwa yang menjadi topic berita, terlebih lagi bila kualitas rekamannya baik serta moment pengambilan gambarnya tepat, seakan-akan pemirsa melihat langsung peristiwa tersebut. Kemampuan televisi yang sangat luar biasa sangat bermanfaat bagi banyak pihak, baik dari kalangan ekonomi, hingga politik. Bagi kalangan ekonomi, televisi sering dimanfaatkan sebagai media iklan yang sangat efektif untuk memperkenalkan produk kepada konsumen. Sementara, bagi kalangan politik, televisi sering dimanfaatkan sebagai media kampanye untuk menggalang massa, seperti contohnya kemenangan SBY di Indonesia dan JFK di Amerika sebagai presiden adalah karena kepiawaian mereka memanfaatkan media televisi. Kehadiran televisi banyak memberi pengaruh positif dalam masyarakat, terutama dalam kemampuannya untuk menyebar informasi yang tercepat dan dapat diterima dalam wilayah yang sangat luas pada waktu yang singkat.
19 Menurut Handley Read yang dikutip oleh Soewardi Idris yang mengemukakan tiga hal pentingnya kedudukan visual, yaitu: Gambar-gambar yang baik akan menarik dan mengikat perhatian penonton. Gambar-gambar membantu memuaskan kembali perhatian penonton pada pesan yang dikemukakan. Gambar membantu penonton untuk menafsirkan (interpret) makna pesan yang dikemukakan. Menurut beberapa studi yang dilakukan, gambar-gambar memungkinkan kita “mengajar” 35 persen lebih banyak daripada tanpa gambar untuk waktu yang sama. Gambar-gambar meningkatkan kemampuan penonton untuk menyimpan pesan-pesan yang dikemukakan (sesuatu yang kita terima dengan bantuan gambar-gambar akan lebih lama tersimpan dalam ingatan kita daripada tanpa gambar). (Soewardi, 1987:3) c) Kelemahan Televisi Kelemahan televisi adalah dalam pemamfaatan informasinya. Televisi kerap menjejalkan sebuah peristiwa dalam laporan yang singkat dan sekilas karena antara lain sibuk dengan penayangan iklan. Laporan berita televisi selama satu jam terdiri dari tiga puluh jenis berita atau melibatkan naskah sekitar 4.000 kata, jauh berbeda dengan surat kabar harian dengan 16 halaman memiliki 50 berita yang berisi sekitar 30.000
kata.
Kehidupan
budaya
instan
TV banyak
menonjolkan pengaruh pertama S1 berupa budaya kehidupan
20 Selebritas yang antara lain dipenuhi: gemilang uang seperti iklantawaran hidup dan hadiah mobil dan rumah mewah; demam panggung dengan tayangan “AFI”, “Indonesian Idol”,” Cantik Indonesia” dan sejenisnya yang menanamkan pola berfikir untuk menuju puncak kehidupan glamour dalam waktu singkat; kehidupan penuh kemewahan dimana kebanyakan sinetron menonjolkan kehidupan dengan setting mewah dengan rumah luas bertingkat. Belum lagi pengaruh iklan komersial merangsang tumbuhnya konsumerisme masyarakat pemirsa. Pengaruh kedua S2 yang disorot adalah Seks atau seksualitas. Baik pornografi maupun pornoaksi tidak terlepas dari kategori ini, dimulai dengan makin minimnya pakaian para bintang TV dan tayangan-tayangan sinetron yang menonjolkan sensualitas, goyangan Inul yang menimbulkan kontroversi, bahkan kehidupan kawin cerai yang ditonjolkan kisah-kisah selebriti dan gossip show, dan tema-tema sinetron termasuk telenovela yang menonjolkan kehidupan
kekeluargaan
yang
rapuh
dengan
bumbu
perselingkuhannya penuh menghiasi siaran televisi di Indonesia. Pengaruh ketiga S3 yaitu Sadisme atau kekerasan makin sering ditayangkan TV, mulai dari cerita-cerita perang, laga dan kejahatan (crime), maupun ulasan berita kriminal semacam bidik dan buser menurut para pengamat lebih menonjolkan adegan sadismenya daripada berita dibalik penyebab dan penanggulangan kejahatan itu
21 sendiri. Tidak kalah ramanya adalah tayangan adu-laga semacam smackdown dan ultimate fighting championship menonjolkan kesadisan adu domba yang banyak mempengaruhi perilaku anakanak, lebih lagi pada umumnya film-film kartun anak-anak justru mengulang-ulang kekerasan dalam setiap adegan. Coba simak adegan-adegan kartun `Celebrity Death Match.' Pengaruh keempat S4 yaitu Satanisme atau biasa disebut tayangan mistik dan misteri sudah makin mempengaruhi pemirsa sehingga tidak salah kalau sutradara Garin Nugroho menyebut "pemirsa lebih takut Hantu daripada Tuhan.' Nyaris semua siaran TV menghadirkan tayangan berbau satanisme yang menonjolkan kisahkisah misteri, roh-roh alam gaib, sampai kuasa setan. Banyak anak mengalami mimpi buruk karena sering menonton adegan satanisme, bahkan banyak pembantu rumah tangga makin takut ditinggal sendirian menjaga rumah di malam hari. Bisa dimaklumi mengapa para pendidik, para pemuka agama, para orang tua yang mulai mempermasalahkan tayangan TV demikian yang menghadirkan kehidupan konsumerisme dan utopia kemewahan yang boros. Bayangkan banyak orang tua mengeluh karena anaknya menghabiskan tagihan telepon genggam lebih dari sejuta rupiah karena anaknya mengirimkan puluhan SMS yang masing-masing dikenai biaya 2 ribu rupiah itu (premium call tilpon 3 ribu).
22 d) Perkembangan Televisi Pada tahun 1884 Paul Nipkow memantenkan “teropong elektrik” di Jerman yang menjadi dasar perkembangan televisi pada era 1920an. Kata televisi sendiri pertama kali muncul pada bulan Juni 1907 dalam majalah Scientific American , pada tahun 1939 siaran pertama NBC dalam world’s Fair di kota New york, menampilkan Presiden Franklin D. Roosevelt, presiden AS pertama yang muncul di televisi. Pada tahun 1947 NBC dan CBS mulai menyiarkan berita melalui televisi yakni Camel News Caravan (NBC) dan Television News with Douglas Edwards (CBS), dan tahun 1951 CBS menayangkan I Love Lucy, Komedi situasi yang terbukti merupakan tipe program hiburan yang paling lama bertahan. Tahun 1962 Telstar mengirim siaran translantik pertama melalui satelit. Pada tahun 1963 Siaran TV nasional secara terus menerus menyiarkan tentang pembunuhan dan pemakaman presiden John F. Kennedy, dan Public television pun berubah menjadi National Educational Television dan menyiarkan acara seperti Mr.Roger’s Neighboorhood. Mulai pada tahun 1973 berbagai stasiun TV menampilkan siaran langsung kejadian Watergate Hearings. Tahun 1979 Ted Turner merintis Cable News Network, CNN memberi akses bagi penonton Amerika untuk mengetahui berita-berita internasional. Pada tahun
23 1983 sekitar 120 juta orang menyaksikan episode terakhir seri TV M*A*S*H. Pada tahun 1987 televisi menyiarkan sidang Iran-Contra. Tahun 1993 terdapat lebih dari 80 juta orang menonton episode terakhir Cheers. Tahun 2001, pada saat terjadinya serangan World Trade Center , Pentagon dan pedesaan Pensylvania, televisi menyiarkannya secara terus menerus tanpa iklan. Tahun 2003 TV menjadi pusat perhatian dunia pada saat perang Irak ditayangkan secara langsung. Tahun 2006 Kongres menyetujui Undang-undang yang menharuskan penyiar TV untuk beralih sepenuhnya pada signal High-definition digital pada tanggal 17 Febuari 2009. Pada 4 November 2008 Barack Obama terpilih sebagai presiden Amerika, terdapat sekitar 70 juta orang menonton pada saat itu dan memecahkan rekor penonton terbanyak untuk malam pemilihan presiden. Dan Sekarang, Program TV yang disampaikan lebih dari 500 saluran yang berbeda baik melalui udara, kabel, dan satelit. TV High-definition Biagi,2010:200)
merupakan
standar
yang
baru.
(Shierly
24 e) Sejarah televisi di Indonesia
Gambar 2.1.7 Sejarah Televisi Indonesia
f) Fungsi Televisi Lima Fungsi dari televisi menurut Ruedi Hofmann (1999) adalah: 1.
Pengawasan situasi masyarakat dan dunia. Fungsi ini sering disebut sebagai informasi. Fungsi televisi
yang sebenarnya dalah untuk mengamati kejadian di dalam masyarakat
dan
kemudian
melaporkannya
sesuai
dengan
kenyataan. Seandainya fungsi ini diperhatikan dengan seksama, televisi dapat menjadi media komunikasi yang cukup demokratis, sejauh yang hidup di dalam masyarakat dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui siaran 2.
Menyalurkan Kebudayaan.
25 Televisi sendiri tidak hanya mencari, tetapi juga ikut mengembangkan
kebudayaan.
Fungsi
ini
dilihat
sebagai
pendidikan. Kebudayaan yang dikembangkan oleh sebuah televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus didalamnya. 3.
Hiburan. Dalam kebudayaan audiovisual segalanya paling sedikit
mempunyai unsur hiburan, kalau tidak menghibur umumnya sebuah tayangan tidak akan ditonton. Hiburan merupakan rekreasi, dalam artiannya hiburan membuat manusia menjadi segar untuk menjalankan aktivitasnya.
g) Program Televisi Jurnalistik
Hardnews: Bulletin, Breaking News, Infotainment
Soft news: Magazine, Documenter
Artistik
Drama: Sitkom, FTV, Film
Non Drama: Variety Show, Music, Reality, Tabloid.
26 2.2
Infotainment Information ialah informasi, dan entertainment ialah hiburan, jadi info-tainment
ialah informasi yang menghibur. Namun, di Indonesia istilah tersebut sudah berubah arti menjadi informasi mengenai dunia hiburan, yang kemudian lebih spesifik lagi menjadi ‘informasi mengenai kehidupan pribadi para artis dunia hiburan’ Infotainment di Indonesia identik dengan acara televisi yang menyajikan berita selebritis dan memiliki ciri khas penyampaian yang unik. 2.3 Obsesi Obsesi hadir dengan konsep yang notabene berkiblat pada tayangan ”insert” di Trans TV, dimana presenter mengomentari berita yang baru saja mereka beritakan, dan biasa komentar yang dikeluarkan merupakan komentar yang cukup pedas, berbeda dengan pendahulunya seperti tayangan ”Cek Ricek” di RCTI atau ”Hallo Selebriti” di SCTV yang hanya membawakan acara saja. 2.4 Liputan Konflik Depe dan Jupe Pada bulan Febuari 2011, masyarakat pencinta tayangan infotainment disuguhi kabar mengenai perseteruan Dewi Persik (DePe) dan Julia Perez (Jupe). Perseteruan terjadi di Lokasi Syuting film “Arwah Goyang Karawang” yang dibintangi oleh kedua bintang yang terkenal kontroversial tersebut. Adegan perseteruan di dalam film bahkan dikatakan disisipi dengan adegan asli. Awal mulanya, Jupe yang mengaku hanya menjalankan arahan sutradara, bingung mengapa DePe mulai berakting layaknya sungguhan. Sungguhan menendang, menonjok dan memukul Jupe. Jupe lalu membalas perlakuan DePe. Sampai perseteruan
27 tersebut akhirnya dapat dilerai oleh tim film “Arwah Goyang Karawang”. Shankar RS selaku Produser Indika Entertainment, mengaku mencoba memediasi pertikaian mereka agar tidak sampai ke pengadilan, namun DePe bersikeras melaporkan Jupe ke Polisi dengan tuduhan penganiayaan. Jupe juga tidak mau kalah dengan melakukan aksi pelaporan balik. Jupe berulang kali berusaha meminta maaf jika dirinya bersalah, dan bahkan sempat beberapa kali memanggil da’i untuk melakukan damai secara islam yaitu islah. Kedua belah pihak sempat berdamai dan berpelukan di media, namun ternyata DePe masih melanjutkan pelaporannya di Kepolisian. 2.5 Persepsi Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Rahmat, 2005). Sedangkan menurut Walgito (2001), mengemukakan persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu Persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses informasi tersebut “Human interpret their surroundings on a higher percive their word through information processing” (Wilson. D, 2000). Pendapat lain dikemukakan oleh Maramis (1998), persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan, dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancainderanya mendapat rangsang.
28 Melihat beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti atau tanggapan yang berbeda-beda
Proses terbentuknya persepsi Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses dimana ada informasi yang diperoleh lewat memory organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi individu yang mencetus suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir yang dalam proses perceptual merupakan proses yang paling tinggi (Hill. G, 2000). Menurut Mulyana (2005) persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Prinsip penting yang menjadi pembenaran mengenai persepsi sosial adalah :
Persepsi berdasarkan pengalaman Pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai realitas (social) yang telah dipelajari (pengalaman). Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu obyek jelas akan membuat seseorang menafsirkan obyek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip.
Persepsi bersifat selektif Alat indera kita bersifat lemah dan selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau
29 sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang kita lihat, kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Atensi kita pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.
Persepsi bersifat dugaan Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan. Seperti proses seleksi, langkah ini dianggap perlu karena kita tidak mungkin memperoleh seperangkat rincian yanng lengkap kelima indera kita. Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Dengan demikian, persepsi juga adalah suatu proses pengorganisasian informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang kita ketahui dalam suatu skema organisasional tertentu yang memungkinkan kita memperoleh suatu makna lebih umum.
Persepsi bersifat evaluatif Tidak ada persepsi yang bersifat obyektif, karena masing-masing melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingannya. Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan persepsi bersifat pribadi dan subjektif yang digunakan untuk memaknai persepsi.
Persepsi bersifat kontekstual Konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Konteks yang melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian sangat mempengaruhi struktur kogniif, pengharapan dan oleh karenanya juga persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah suatu
30 faktor penting dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi persepsi Wilson ( 2000 ) mengemukakan ada faktor dari luar dan dari dalam yang mempengaruhi persepsi diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor eksternal atau dari luar : 1. Concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan dengan yang obyektif. 2. Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk di persepsikan dibanding dengan hal-hal yang baru. 3. Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif di bandingkan dengan gerakan yang lambat. 4. Conditioned stimuli, stimuli yang di kondisikan seperti bel pintu, deringan telepon dan lain-lain.
b. Faktor internal atau dari dalam : 1. Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon untuk istirahat. 2. Interest, hal-hal yang menarik lebih di perhatikan dari pada yang tidak menarik 3. Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian. 4. Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain.
31 Menurut Rahmat (2005) faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi interpersonal adalah:
Pengalaman Seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki persepsi.
Motivasi Motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah kebutuhan untuk mempercayai “dunia yang adil” artinya kita mempercayai dunia ini telah diatur secara adil.
Kepribadian Dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk mengeksternalisasi
pengalaman
subyektif
secara
tidak
sadar,
orang
mengeluarkan perasaan berasalnya dari orang lain.
Krech dan Crutchfield (1977) menyebutkan persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya, atau sering disebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. Sedangkan faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang berkonsisten dengan rangkaian stimulus yang kita persepsikan.
32 2.6 Sikap Reaktif Sikap reaktif adalah sikap seseorang yang gagal membuat pilihan respon ketika mendapatkan rangsangan (stimulus). (Stephen Covey,1989) Sederhananya adalah, bila seseorang selalu menjadi marah kalau dihina, maka orang tersebut dikatakan “reaktif” karena selalu memberikan tanggapan (respon) yang sama terhadap suatu rangsangan (stimulus). Binatang secara umum adalah makhluk yang reaktif. Bila Anda pukul, reaksinya hanya dua, takut atau marah. Suatu tanggapan yang mudah diduga sebelumnya. Proaktif merupakan kebalikan reaktif. Bila reaktif tidak mampu memilih respon, maka proaktif adalah kemampuan seseorang untuk memilih respon. Sikap proaktif adalah sikap seseorang yang mampu membuat pilihan dikala mendapatkan rangsangan (stimulus). Menurut Covey, seseorang yang bersikap proaktif mampu memberi jeda antara datangnya stimulus dengan keputusan untuk memberi respon. Pada saat jeda tersebut seseorang yang proaktif dapat membuat pilihan dan mengambil respon yang dipandang terbaik bagi dirinya. Proaktif didefinisikan sebagai “kemampuan memilih respon”. Umumnya, manusia bersikap proaktif, karena manusia mempunyai akal budi untuk berfikir akan respon yang mereka berikan ketika mendapatkan rangsangan. Namun, bukan berarti menutup kemungkinan sikap reaktif juga dimiliki manusia. Sikap proaktif sangat berguna bagi manusia terutama dalam menghadapi rintangan maupun dalam berinteraksi dengan manusia lain. Sikap proaktif menunjukkan tingkat kecerdasan emosi (EQ) yang tinggi. Seseorang bisa bertahan saat menghadapi musibah, bisa menumbuhkan motivasi saat kondisi tidak menyenangkan, juga bisa
33 memberikan respon positif yang disesuaikan dengan situasi, semua itu merupakan sikap proaktif yang menunjukkan pengelolaan emosi secara baik. Dalam dunia psikologi dikenal dengan apa yang disebut karakterologi, yaitu cabang dari ilmu jiwa yang melakukan hipotesis-hipotesis ilmiah dengan tujuan menemukan jawaban mengenai struktur dan kualifikasi karakter. Ini berbeda dengan maksud pengertian temperamental seseorang, yang menurut kalangan psikolog, dinyatakan sebagai aspek bawaan orang per orang yang umumnya berkaitan dengan konstitusional tubuh. B. Simandjuntak dan I.L. Pasaribu, dalam bukunya berjudul Psikologi
Perkembangan,
menyatakan
kelenjar-kelenjar
tertentu
dalam
tubuh
berpengaruh terhadap temperamen seseorang, meski tidaklah tepat melokalisasi temperamen pada suatu kelenjar tertentu (B. Simandjuntak dan I.L. Pasaribu , 1979) Namun, terlepas dari masalah apakah sikap reaktivitas sebagai wujud karakteristik seseorang ataukah merupakan temperamental seseorang, yang pasti bahwa sikap semacam itu ada. Bisa saja terjadi dan dapat dikatakan bahwasanya sikap reaktivitas itu merupakan hasil pekerjaan lingkungan sosial yang menstimulasi aspek bawaan seseorang. Pretensi semacam ini bukanlah sekadar pernyataan yang tidak memiliki alasan ilmiah. Sebab menurut berbagai literatur bidang psikologi yang mengupas tentang perkembangan ilmu kejiwaan, seolah sudah ada kesepakatan pendapat bahwa sikap-sikap seseorang dalam merespon suatu keadaan di luar dirinya sangat bergantung kepada kedudukan manusia itu sendiri dalam eksistensinya sebagai individu. Eksistensi manusia sebagai individu, menurut pandangan Schumacher, berada pada tingkat kesempurnaannya bilamana memenuhi empat tingkat eksistensi, yang diterangkan dengan rumus:
34 Manusia = P + X + Y + Z = rangsangan + hidup + kesadaran + penyadaran diri.
Bila kita sepakat dengan pernyataan pendapat di atas, berarti ada persamaan pandang bahwa dalam dinamikanya sebagai makhluk yang disebut manusia, seseorang akan bertindak serta bersikap menurut ukuran dan kadar ilmu yang dimilikinya. Semakin rendah ilmu seseorang, maka tingkat kesadaran dan penyadaran dirinya tentu semakin rendah. Demikian pula pola sikapnya dalam mereaksi segala sesuatu yang menimpa dirinya. Dan sebaliknya, semakin tinggi ilmu seseorang, maka orang tersebut akan merespon apa pun yang terjadi pada dirinya dengan tingkat kesadaran dan penyadaran diri yang sesuai dengan tingkatan ilmu yang dipahaminya. Sedangkan kemampuan penyerapan ilmu setiap masing-masing orang berbeda sebab hal itu sesuai dengan maqom-nya, menurut pendapat penganut Hindu mungkin sesuai dengan kastanya, atau sesuai dengan welt-nya menurut istilah F. Buytendijk. Sebab itu pulalah menjadi wajar dan manusiawi bilamana seseorang meskipun sudah bergelar sebagai pejabat tinggi, direktur, profesor, rohaniwan, pendeta, romo pastur, kyai, ustadz, dan berbagai macam status sosial lainnya, tetap dapat terjebak dalam tindakan atau sikap-sikap diluar tatanan nilai atau norma yang berlaku. Adalah hal yang mungkin saja terjadi, dibalik penampilan sosialnya seseorang ternyata menyembunyikan perilaku yang tidak setara dengan ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya. Keadaan yang seperti itu membuktikan bahwa manusia tersebut baru sekadar mempelajari ilmu pengetahuan, sehingga belumlah memberikan jaminan bahwasanya ia memiliki kesadaran dan penyadaran diri yang sesuai dengan ilmunya itu sendiri. Karena itulah mengapa kita tidak wajib heran bila dalam kehidupan nyata sering
35 terjadi peristiwa-peristiwa, seperti guru mengaji menghamili santrinya, romo pastur bergaul bebas dengan suster-suster, pejabat tinggi melakukan KKN, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu adalah reaksi-reaksi yang jika dicermati secara utuh merupakan reaktivitas tindakan akibat kuatnya pengaruh-pengaruh sosial yang menyelimuti dinamika kehidupan sosial dari sosok manusia. Konklusi demikian ini ditarik dari kenyataan-kenyataan yang secara tegas menunjukkan, munculnya sikap-sikap reaksioner yang konstan itu terlahir tanpa melalui proses kesadaran dan penyadaran diri yang seharusnya dilakukan terlebih dulu, sesuai dengan tingkat keilmuannya. Ini berarti, tinggi atau rendahnya nilai seseorang tidak dapat diukur secara yang terlihat sajah, seperti kita melihat seseorang dari status sosialnya belaka tanpa mempertimbangan adanya kenyataan-kenyataan perilaku sosialnya sehari-hari. Perilaku tokenistik semacam ini dalam sistem kehidupan masyarakat modern tampaknya sudah menjadi gejala sosial, kalau tidak dinyatakan sebagai sebuah epidemik patologi sosial. Menurut Schumacher, nilai-nilai tertinggi seorang manusia tercapai apabila ia menyatakan, bahwa sesuatu merupakan kebajikan di dalam dirinya sendiri dan tidak memerlukan pembenaran di dalam ukuran kebajikan yang lebih tinggi. Mengamati dan mendengarkan dengan baik juga perlu. Soalnya ialah bahwa pengamatan dan pendengaran yang sempurna sekalipun tak akan sampai ke mana-mana kalau data yang diperoleh dengan cara demikian tak ditafsirkan dan dipahami dengan tepat, dan prasyarat kemampuan saya untuk memahami dengan tepat merupakan pengetahuan diri saya sendiri, penghayatan batin saya sendiri. Dengan kata lain, harus ada ada kecukupan , soal demi soal, sedikit demi sedikit.
36 2.7 Teori Expentancy-Value Teori Expentancy Value atau Teori Kepentingan adalah salah satu teori tentang komunikasi massa yang meneliti pengaruh penggunaan media oleh pemirsanya dilihat dari kepentingan penggunanya. Teori ini mengemukakan bahwa sikap seseorang terhadap segmen-segmen media ditentukan oleh nilai yang mereka anut dan evaluasi mereka tentang media tersebut. Sebagai contoh bila anda percaya bahwa segmen gosip akan menghadirkan hiburan bagi anda, dan anda senang dihibur, maka anda akan memenuhi kepentingan anda dengan menonton/mendengar/ membaca acara gosip. Di pihak lain bila anda percaya bahwa bergosip itu termasuk bergunjing dan melihatnya sebagai hal yang negatif, dan anda tidak menyukainya, anda akan menghindar diri dari menonton/ mendengar/ membacanya. Teori ini mengorientasi ke dunia, sesuai dengan harapan dan evaluasi Sejarah
dan Orientasi
teori
kepentingan
ini secara
langsung terkait
dengan menggunakan dan teori kepuasan (uses and gratification theory). Teori ini dikemukakan oleh Martin Fishbein pada 1970-an. Asumsi inti dan Laporan menurut teori kepentingan, perilaku adalah fungsi dari harapan seseorang yang bekerja. Pendekatan
yang
dan
nilai
memprediksi
dari tujuan ke bahwa, ketika
arah mana lebih dari
satu perilaku yang mungkin, perilaku yang dipilih akan menjadi satu dengan kombinasi terbesar kesuksesan yang diharapkan dan nilai. Harapan-nilai teori berpendapat
bahwa orang yang berorientasi
pada
tujuan makhluk. Perilaku yang mereka lakukan dalam menanggapi kepercayaan merekadan nilai nilai yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
37
gambar 2.2.1 Teori Kepentingan
nilai > kepuasan pribadi> konsumsi terhadap media> kepuasan tercapai> mendapatkan kepercayaan.