BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian dan Konsep Siklus Pendapatan Menurut Hall, James A (2007 : 222), siklus pendapatan secara sederhana adalah pertukaran langsung dari produk akhir dan jasa menjadi kas dalam satu kali transaksi antara penjualan dan pembeli. Dari pengertian diatas maka siklus pendapatan merupakan suatu aktivitas yang terkait dengan pertukaran barang dan jasa dengan pelanggan dan pengumpulan kas dari pendapatan, atau dengan kata lain siklus pendapatan merupakan rangkaian aktivitas bisnis dan kegiatan pemrosesan informasi terkait yang terus berulang dengan menyediakan barang dan jasa ke para pelanggan dan menagih kas sebagai pembayaran dari penjualan-penjualan tersebut. Siklus pendapatan dapat diklasifikan ke dalam 2 (dua) subsistem utama, yaitu pemrosesan pesanan penjualan dan penerimaan kas. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada transaksi kredit, dalam transaksi kredit terdapat perbedaan jeda waktu sehingga siklus pendapatan membagi kedalam dua tahap, yaitu tahap fisik dan tahap keuangan. Tahap fisik merupakan tahap perpindahan aktiva atau jasa dari penjualan ke pembeli yang diklasifikasikan dalam subsistem pemrosesan pesanan penjualan. Dalam subsistem tersebut transaksi dimulai dari penerimaan pesanan penjualan sampai dengan produk atau jasa tersebut diterima oleh pelanggan, hal ini identik
8
9
dengan sistem penjualan kredit. Oleh karena itu dalam pembahasan ini subsistem pemrosesan pesanan penjualan disebut dengan subsistem penjualan kredit. Tahap kedua dari siklus pendapatan merupakan tahap keuangan. Tahap tersebut dimulai dari transaksi penerimaan kas oleh penjual atas pembayaran piutang dagang dan pengendalian atas penerimaan kas yang diklasifikasikan ke dalam subsistem penerimaan kas. Secara ringkas siklus pendapatan dapat digambarkan seperti dibawah ini :
Gambar 2.1 Siklus Pendapatan Dari gambar diatas, maka fungsi siklus pendapatan meliputi : 1. Mendapatkan pesanan dari pembeli dan memeriksa status kredit pembeli. 2. Mencatat dan memproses data penjualan. 3. Mengirim barang. 4. Menagih konsumen, menerima pembayaran dan menyimpan ke Bank. 5. Menyelenggarakan catatan piutang dagang. 6. Memindah bukukan transaksi ke buku besar. 7. Menyusun laporan keuangan dan laporan lain yang diperlukan, dll.
10
1. Pengertian dan Konsep Sistem Penjualan Kredit a. Pengertian Penjualan Secara umum penjualan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu penjualan tunai dan penjualan kredit. Penjualan tunai terjadi apabila pengiriman barang diikuti dengan adanya penyerahan uang tunai sepenuhnya atau pembayaran kontan oleh pembeli. Sedangkan penjualan kredit terjadi apabila pelanggan meminta tenggang waktu atau perusahaan memberikan tenggang
waktu
antara
penyerahan
barang
dengan
penerimaan
pembayaran. Dari pernyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa penjualan adalah suatu kegiatan utama perusahaan yang dapat menyebabkan timbulnya pendapatan ataupun piutang dagang. Penjualan juga merupakan suatu transaksi usaha yang meliputi penyerahan barang ataupun jasa kepada pelanggan yang ditukarkan dengan alat pembayaran yang sah. Menurut Joel G. Siegel dan Joe K. Shim yang diterjemahkan oleh Moh. Kurdi (2004:404), adalah sebagai berikut : “Penjualan adalah penerimaan yang diperoleh dari pengiriman barang dagangan atau dari penyerahan pelayanan dalam bursa sebagai barang pertimbangan. Pertimbangan ini dapat dalam bentuk tunai peralatan kas atau harta lainnya. Pendapatan dapat diperoleh pada saat penjualan, karena terjadi pertukaran, harga jual dapat ditetapkan dan bebannya diketahui”. b. Pengertian Sistem Penjualan Kredit Pengertian sistem menurut Hall, James A (2006: 6) adalah “kelompok dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan yang berfungsi dengan tujuan yang sama”. Sebuah sistem harus berisi
11
lebih dari satu bagian, memiliki tujuan untuk menghubungkan berbagai bagian dari sistem tersebut, dapat dibagi kedalam subsistem yang lebih kecil, dan untuk mencapai tujuannya bergantung pada efektivitas fungsinya dan interaksi yang harmonis antara subsistemnya. Sedangkan pengertian sistem menurut Mulyadi (2008:5) merupakan “suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan”. Dan yang dimaksud dengan prosedur adalah “suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi secara berulang-ulang”. Dari pengertian diatas maka sistem penjualan kredit merupakan suatu jaringan dari komponen, prosedur, atau subsistem atas penjualan kredit yang saling berhubungan yang berfungsi dengan tujuan yang sama Menurut Mulyadi (2008:221), fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah : 1). Fungsi Penjualan, bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan, meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal dan tempat pengiriman, mengisi order pengiriman, dan membuat “back order” jika tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan. 2). Fungsi Kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. 3). Fungsi Gudang, bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.
12
4). Fungsi Pengiriman, bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman, dan menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang berwenang. 5). Fungsi Penagihan, bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan. 6). Fungsi Akuntansi, bertanggung jawab mencatat piutang yang timbul dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Jaringan Prosedur yang membentuk sistem menurut Mulyadi (2008 : 221) adalah sebagai berikut : 1) Prosedur order penjualan Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. 2) Prosedur persetujuan kredit Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan kredit kepada pembeli dari fungsi kredit. 3) Prosedur pengiriman Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi dalam surat order pengiriman. 4) Prosedur penagihan Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli. 5) Prosedur pencatatan piutang Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan ke dalam kartu piutang. 6) Prosedur distribusi penjualan Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen. 7) Prosedur pencatatan harga pokok penjualan Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total harga pokok produk yang dijual dalam periode tertentu.
13
Menurut Mulyadi (2008:221) unsur pengendalian intern yang harus diperhatikan pada sistem penjualan kredit dapat ditinjau dari : 1). Organisasi a) Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit. b) Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit. c) Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas. d) Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan dan fungsi akuntansi. 2). Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan a) Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan. b) Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit. c) Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman. d) Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut. e) Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan. f) Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk dan memo kredit) g) Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. 3). Praktik yang sehat a) Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaianya di pertanggung jawabkan oleh fungsi penjualan. b) Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaianya di pertanggung jawabkan oleh fungsi penagihan. c) Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang kepada setiap debitur. d) Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar. Aktifitas-aktifitas umum yang membentuk sistem penjualan kredit (sistem pemrosesan pesanan penjualan) menurut Hall, James A (2007:223)
14
yang digambarkan pada DFD (Data Flow Diagram – Gambar 2) dapat dideskripsikan sebagai berikut : 1). Proses penjualan dimulai dari pelanggan menghubungi departemen penjualan. Pelanggan bisa menghubungi perusahaan melalui telepon, surat, atau datang langsung. Departemen penjualan mencatat perincian penting dari peristiwa ini pada pesanan penjualan. Informasi ini memicu beberapa tugas. 2). Langkah pertama dari proses penjualan adalah mengesahkan transaksi dengan meminta persetujuan kredit untuk pelanggan. 3). Saat kredit disetujui, informasi penjualan akan dilanjutkan ke proses penagihan, gudang, dan pengiriman. 4). Langkah selanjutnya adalah mengirim barang, yang harus dilakukan segera setelah persetujuan kredit diperoleh. Proses pengiriman merekonsiliasi barang yang diterima dari gudang dengan informasi penjualan yang sudah diterima. Jika semua kondisi sudah sesuai dengan pesanan, barang akan dikemas dan dikirim ke pelanggan. Kemudian informasi pengiriman akan diteruskan ke proses penagihan. 5). Proses penagihan akan mengumpulkan dokumen-dokumen yang relevan mengenai transaksi tersebut (produk, harga, biaya pengurusan, angkutan, pajak, dan ketentuan potongan harga) dan menagih pelanggan. Proses penagihan kemudian mengirim informasi ini ke proses piutang dagang dan proses pengendalian persediaan. 6). Bagian piutang dagang menerima mencatatnya ke dalam akun pelanggan.
informasi
penagihan
dan
7). Sama halnya, bagian pengendalian persediaan menggunakan informasi dari bagian penagihan untuk menyesuaikan record persediaan untuk mencerminkan penurunan persediaan. 8). Secara berkala proses penagihan, piutang dagang, dan pengendalian persediaan mengirim rangkuman informasi ke proses buku besar umum. Hal ini termasuk total penjualan dari penagihan, total kenaikan piutang dagang, dan total penurunan persediaan. Berdasarkan informasi tersebut, buku besar umum memproses ke akun pengendalian yang dipengaruhi oleh transaksi penjualan selama periode berjalan. Sebagai tambahan, proses buku besar umum rekonsiliasi rangkuman yang dikompilasi secara independen ini untuk mengidentifikasi kesalahan pencatatan record.
15
Gambar 2.2 DFD Sistem Penjualan Kredit
2. Pengertian dan Konsep Sistem Penerimaan Kas Sistem penerimaan kas adalah suatu jaringan prosedur yang melibatkan bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lainnya yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan khususnya dalam transaksi penerimaan kas. Penerimaan kas perusahaan berasal dari dua sumber utama yaitu penerimaan kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari penjualan kredit. Dalam
pokok
pembahasan
penelitian
ini,
penulis
memfokuskan
pembahasan pada penjualan kredit. Menurut Mulyadi (2008:482) sistem penerimaan kas dari penjualan kredit mengharuskan :
16
a. Debitur melakukan pembayaran dengan cek atau dengan cara pemindahbukuan melalui rekening bank (giro bilyet). Jika perusahaan hanya menerima kas dalam bentuk cek dari debitur, yang ceknya atas nama perusahaan (bukan atas unjuk) akan menjamin kas yang diterima oleh perusahaan masuk ke rekening giro bank perusahaan. Pemindahbukuan juga akan memberikan jaminan penerimaan kas masuk ke rekening giro bank perusahaan. b. Kas yang diterima dalam bentuk cek dari debitur harus segera disetor ke bank dalam jumlah penuh. Menurut Mulyadi (2008:487) fungsi yang terkait dalam sistem penerimaan kas adalah : a. Fungsi Sekretariat, bertanggung jawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan (remittance ad-vice) melalui pos dari para debitur perusahaan. b. Fungsi Penagihan, bertanggung jawab untuk melakukan penagihan kepada para debitur perusahaan berdasarkan daftar piutang yang ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi. c. Fungsi Kas, bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi sekretariat atau dari fungsi penagihan dan bertanggung jawab menyetorkan kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut segera ke bank dalam jumlah penuh. d. Fungsi Akuntansi, bertanggung jawab dalam pencatatan penerimaan kas dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke dalam kartu piutang. e. Fungsi Pemeriksa Intern, bertanggung jawab dalam melaksanakan perhitungan kas yang ada ditangan fungsi kas secara periodik, dan bertanggung jawab dalam melakukan rekonsiliasi bank, untuk mengecek ketelitian catatan kas yang diselenggarakan. Menurut Mulyadi (2008:491) unsur pengendalian intern yang harus diperhatikan pada sistem penjualan kredit dapat ditinjau dari: a. Organisasi 1) Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan dan fungsi penerimaan kas. 2) Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.
17
b. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan 1) Debitur diminta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas nama atau dengan cara pemindah bukuan (giro bilyet). 2) Fungsi penagihan melakukan penagihan hanya atas daftar piutang yang harus ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi. 3) Pengkreditan rekening pembantu piutang oleh fungsi akuntansi (Bagian Piutang) harus didasarkan atas surat pemberitahuan yang berasal dari debitur. c. Praktik yang sehat 1) Hasil perhitungan kas harus direkam dalam berita acara perhitungan kas dan disetor penuh ke bank dengan segera. 2) Para penagih dan kasir harus diasuransikan (fidelity bond insusrance). 3) Kas dalam perjalanan (baik yang ada ditangan bagian kasa maupun ditangan penagih perusahaan harus diasuransikan (cash-in-safe dan cash-in-transit insurance). Aktifitas-aktifitas umum yang membentuk sistem penerimaan kas menurut Hall, James A (2007:238) yang digambarkan pada DFD (Data Flow Diagram – Gambar 3) dapat dideskripsikan sebagai berikut : a. Cek dan informasi akuntansi pendukung lainnya (nomor akun pelanggan, nama pelanggan, nilai cek dan lain sebagainya) yang tertera pada permintaan pembayaran dikirim ke bagian penerimaan dokumen, dimana dokumen-dokumen tersebut dipilah-pilah. Cek dikirim ke kasir pada departemen penerimaan kas, dan permintaan pembayaran dikirim ke departemen piutang dagang. b. Cek yang diterima oleh kasir dicatat pada jurnal penerimaan kas dan langsung disetorkan ke bank. c. Permintaan pembayaran yang diterima oleh departemen piutang dagang digunakan untuk mengurangi saldo akun pelanggan sebesar nilai pembayaran. d. Departemen penerimaan kas dan departemen putang dagang mengirimkan rangkuman informasi tersebut ke dapartemen buku besar umum. Informasi dikonsiliasikan dan digunakan untuk memperbaharui akun pengendali piutang dagang dan akun kas.
18
Gambar 2.3 DFD Sistem Penerimaan Kas
B. Pengertian dan Konsep Pengelolaan dan Pengendalian Piutang Piutang usaha (account receivable) timbul akibat adanya penjualan kredit. Sebagian besar perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual lebih banyak produk atau jasa. Istilah piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya. 1. Pengertian dan Penggolongan Piutang Usaha Menurut Skousen (2004:479) “secara umum, istilah piutang dapat diterapkan ke semua klaim atas uang, barang, dan jasa, akan tetapi untuk tujuan akuntansi istilah tersebut secara umum digunakan dalam lingkup yang lebih
19
sempit untuk menggambarkan klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang tunai (kas)”. Menurut Soemarso (2008:338) piutang usaha adalah “Perusahaan mempunyai hak klaim terhadap seseorang atau perusahaan lain dengan adanya hak klaim ini perusahaan dapat menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pihak dengan siapa ia berpiutang”. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa piutang usaha adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yaitu badan usaha atau seseorang yang timbul akibat adanya penjualan barang atau jasa yang dilakukan secara kredit dan pembayaran dilakukan setelah jangka waktu yang ditentukan oleh kedua belah pihak. Piutang dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis yaitu piutang usaha dan piutang non usaha. Piutang usaha umumnya adalah kategori yang paling signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal perusahaan atau entitas, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan. Piutang usaha dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Piutang usaha umumnya merupakan jumlah yang material dineraca bila dibandingkan dengan piutang non usaha. Piutang non usaha timbul dari transaksi selain penjualan barang dan jasa kepada pihak luar, seperti misalnya piutang kepada karyawan, piutang penjualan saham, piutang klaim asuransi, piutang pengembalian pajak, piutang dividen dan bunga. Piutang non usaha biasanya disajikan dineraca secara terpisah. Jika piutang
20
non usaha tersebut diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan dilaporkan di bawah judul investasi. 2. Pengelolaan Piutang dalam Penjualan Kredit Dalam pengelolaan piutang agar berjalan efektif dan efisien diperlukan manajemen piutang. Kegiatan manajemen piutang meliputi : a. Perencanaan jumlah dan pengumpulan piutang Rencana jumlah piutang pada waktu yang akan datang disusun berdasarkan budget penjualan dengan memperhatikan persyaratan pembayaran yang ditawarkan perusahaan dan kebiasaan para pelanggan membayar utangnya. Besarnya rencana piutang akan terpengaruh dari sejumlah risiko piutang berupa piutang yang tidak tertagih (piutang raguragu) yang diestimasikan oleh pihak perusahaan. Disamping besarnya piutang maka dengan memperhatikan kebiasaan para pelanggan membayar utangnya dapat direncanakan pengumpulan piutang saat tertentu pada waktu yang akan datang. b. Pengendalian Piutang Untuk melaksanakan pengendalian piutang salah satunya yaitu dengan melakukan penyaringan pelanggan. Menurut Lukman Syamsuddin (2002:265) ”penyaringan pelanggan dilakukan dengan meneliti lima faktor dari pelanggan tersebut yang sering disebut dengan Five C’s of credit”, yang terdiri atas :
21
1). Character. Aspek ini menggambarkan keinginan atau kemauan para pembeli untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan oleh penjual. Pola pembayaran utang pada masa lalu dapat dijadikan pedoman yang sangat berguna dalam menilai karakter seorang calon langganan. 2). Capacity. Menggambarkan kemampuan seorang langganan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya. Suatu estimasi yang dianggap cukup baik diperoleh dengan menilai posisi likuiditas dan proyeksi cash flow dari calon langganan. 3). Capital. Menunjuk pada kekuatan finansial calon langganan terutama dengan melihat jumlah modal sendiri yang dimilikinya. 4). Collateral. Menggambarkan jumlah aktiva yang dijadikan sebagai barang jaminan oleh calon langganan. 5). Conditions. Menunjuk pada keadaan ekonomi secara umum dan pengaruhnya atas kemampuan perusahaan langganan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya. c. Evaluasi dengan Penggunaan Rasio Di samping perbandingan antara untung dan rugi akibat adanya piutang tersebut, untuk membantu memutuskan apakah manajer akan memperketat atau memperlunak persyaratan penjualan kreditnya, maka dapat digunakan pula beberapa rasio finansial. Perusahan dapat membandingkan tingkat perputaran piutang rata-rata waktu pengumpulan piutang dari perusahaan tertentu dengan perusahaan lain yang sejenis atau dalam kelompok
22
industrinya. Apabila terdapat perbedaan mencolok terhadap kedua rasio itu maka perlu diteliti lebih mendalam terhadap kebijakan itu. d. Evaluasi Tingkat Perputaran Piutang Untuk menilai berhasil tidaknya kebijaksanaan penjualan kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan dapat dilakukan dengan cara melakukan penilaian atas : 1) Tingkat Perputaran Piutang Menurut Indriyo Gitosudarmo (2002:92), periode perputaran piutang tergantung dari panjang pendeknya ketentuan waktu yang diisyaratkan dalam syarat pembayaran kredit, sehingga semakin lama syarat pembayaran kredit berarti semakin lama terikatnya modal kerja tersebut dalam piutang dan berarti makin kecil tingkat perputaran piutang dalam satu periode dan sebaliknya semakin pendek syarat pembayaran kredit berarti semakin pendek tingkat terikatnya modal kerja dalam piutang, sehingga tingkat perputaran piutang dalam satu periode semakin besar. Tingkat perputaran piutang dapat diketahui dengan membagi total penjualan kredit bersih selama periode tertentu yang berasal dari operasi normal perusahaan dengan jumlah rata-rata piutang. Tingkat Perputaran Piutang
= Penjualan Neto Kredit Rata – rata Piutang
Perputaran piutang ini menunjukan berapa kali sejumlah modal yang tertanam dalam piutang berputar selama satu periode untuk menghasilkan sejumlah penjualan kredit pada periode bersangkutan.
23
Penjualan neto kredit artinya semua penjualan kredit sesudah dikurangi dengan potongan-potongan. Rata-rata piutang dapat dihitung dari piutang awal ditambah piutang akhir dibagi dua. 2) Hari Rata-Rata Pengumpulan Piutang Menurut Indriyo Gitosudarmo (2002:92) ”hari rata-rata pengumpulan piutang atau periode terikatnya modal dalam piutang dapat dihitung dengan membagi periode dalam hari dengan tingkat perputarannya”.
Hari rata-rata pengumpulan piutang
= Periode dalam hari Tingkat perputaran piutang
Hari rata-rata pengumpulan piutang menunjukan jangka waktu terikatnya dana atau modal dalam piutang atau jangka waktu antara penjualan kredit sampai menjadi uang kas kembali. Membandingkan hari rata-rata pengumpulan piutang dengan syarat pembayaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan sangat penting. Apabila hari rata-rata pengumpulan piutang selalu lebih besar daripada batas waktu pembayaran yang telah ditetapkan tersebut berarti bahwa cara pengumpulan piutangnya kurang efisien. 3) Daftar Umur Piutang atau Aging Schedul Menurut Indriyo Gitosudarmo (2002:92) ”metode analisis yang lain untuk mengendalikan kebijakan piutang adalah penentuan umur piutang atau aging piutang”. Metode ini berusaha mengadakan klasifikasi piutang atas dasar unsur atau lamanya piutang tersebut telah ada. Dengan diketahuinya umur piutang tersebut maka akan dapat
24
diketahui piutang-piutang mana yang sudah dekat jatuh tempo dan harus ditagih, serta piutang-piutang mana yang sudah lewat jatuh tempo dan perlu dihapuskan karena sudah tidak dapat ditagih kembali.
3. Pengertian dan Konsep Piutang Tak Tertagih Penjualan secara kredit akan menguntungkan perusahaan, karena lebih menarik calon pembeli, sehingga volume penjualan meningkat yang berarti, menaikkan pendapatan perusahaan. Di lain pihak penjualan secara kredit seringkali mendatangkan kerugian, yaitu apabila si debitur tidak mau atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Bila suatu barang atau jasa dijual secara kredit, biasanya sebagian dari piutang langganan tidak dapat ditagih. Hal ini sudah merupakan gejala umum dan resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan penjualan kredit. Betapapun teliti didalam mengevaluasi kondisi pelanggan dalam pemberian kredit dan sangat efisiennya prosedur penagihan piutang, namun kenyataannya masih terdapat sejumlah pelanggan yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Biaya operasi yang timbul dari tak tertagihnya piutang tersebut disebut kerugian dari piutang tak tertagih. a. Pengertian dan Konsep Penyisihan Piutang Tak Tertagih Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010 definisi penyisihan piutang tak tertagih adalah “cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang”, sedangkan yang dimaksud dengan kualitas piutang adalah
25
“hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitur”. Dalam metode penyisihan setiap akhir periode dilakukan penaksiran jumlah kerugian piutang yang akan dibebankan ke periode yang bersangkutan. Ada dua dasar yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah kerugian piutang, yaitu: 1). Dihitung atas dasar jumlah penjualan 2). Dihitung atas dasar saldo piutang Perhitungan kerugian piutang atas dasar saldo piutang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1). Jumlah cadangan dinaikkan sampai persentase tertentu dari saldo piutang. 2). Cadangan ditambah dengan persentase tertentu dari saldo piutang. b. Pengertian dan Konsep Penghapusan Piutang Terjadinya penghapusan piutang dikarenakan piutang tersebut sudah dipastikan tidak dapat tertagih. Terdapat 2 (dua) metode dalam penghapusan piutang yaitu : 1). Metode Penghapusan Langsung Piutang Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan-perusahaan kecil atau perusahaan yang tidak dapat menaksir kerugian piutang dengan tepat. Pada akhir periode tidak ada taksiran kerugian piutang yang dibebankan, tetapi kerugian piutang baru diakui pada waktu diketahui ada piutang yang tidak dapat ditagih. Bila jelas-jelas diketahui adanya piutang yang tidak
26
dapat ditagih, maka piutang tersebut dihapuskan dan dibebankan pada rekening kerugian piutang. Penerimaan dari piutang yang sudah dihapus akan dikreditkan ke rekening kerugian piutang bila buku-buku belum ditutup. Tetapi bila penerimaan piutang yang sudah dihapus itu terjadi sesudah buku-buku ditutup maka akan dikreditkan ke rekening penerimaan piutang yang sudah dihapus. 2). Metode Penghapusan Bersyarat Piutang Penghapusan piutang secara bersyarat adalah kegiatan untuk menghapuskan piutang perusahaan dan pembukuan perusahan dengan tidak menghapuskan hak tagih Negara atau hak tagih perusahaan.
C. Pengertian dan Konsep Efektifitas Siklus Pendapatan sebagai Tolak Ukur Kinerja Unit Usaha Siklus pendapatan merupakan salah satu siklus terpenting dalam suatu perusahaan, siklus pendapatan merupakan siklus yang berhubungan langsung dengan pendapatan usaha. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran efektifitas siklus pendapatan yang berjalan apakah telah efektif sehingga pendapatan yang diterima atas penjualan dapat diperoleh secara maksimal. 1. Pengertian dan Konsep Kinerja Unit Usaha a. Pengertian Pengukuran Kinerja Usaha Pengukuran kinerja memainkan peran yang sangat penting bagi organisasi dalam rangka perubahan ke arah yang lebih baik. Hasil pengukuran akan
27
menghasilkan data, dan jika data tersebut dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat dan berguna bagi para manajer untuk mengambil keputusan atau tindakan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997:54) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai “... the activity of measuring the performance of an activity or the entire value chain.” Menurut Morse, Davis, dan Hartgraves pengukuran kinerja adalah “... also referred to as outcomes assessment, is determination of the extent to which actual outcomes correspond to planned outcomes.” Sedangkan Anderson dan Clancy (1991:1008) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai “... feedback from the accountant to management that provides information about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections or adjustments in future planning and controlling activities.” Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja meliputi tindakan pengukuran terhadap aktivitas atau keseluruhan rantai nilai dalam organisasi, Pengukuran tersebut untuk menentukan tingkat capaian antara outcomes yang terealisasi dengan yang direncanakan, Hasil pengukuran digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana
organisasi
memerlukan
penyesuaian-penyesuaian
atas
aktivitas
perencanaan dan pengendalian. b. Manfaat Pengukuran Kinerja Menurut Lynch dan Gross (1993:328), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik sebagai berikut : 1).
2). 3).
Menulusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan terhadap pelanggan. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal. Mengindentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upayaupaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut; Membuat suatu
28
tujuan strategis yang biasanya masih samar menjadi lebih konkret sehingga lebih mempercepat proses pembelajaran organisasi. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi imbalan atas perilaku yang diharapkan tersebut.
4).
c. Prasyarat Keberhasilan Pengukuran Kinerja Agar pengukuran kinerja berjalan dengan baik, maka setiap organisasi harus : 1).
Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan segera; Perlakukan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan; Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi.
2). 3).
Wahjudi Prakarsa (1997:65), menjelaskan bahwa suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif, paling tidak harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut: 1).
Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai dengan perspektif pelanggan; Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer validated; Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif; Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.
2). 3). 4).
Sementara
itu
Vincent
Gasperz
(2004:62)
menyebutkan
bahwa
pengukuran kinerja yang baik setidaknya mengandung kriteria-kriteria sebagai berikut: 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9). 10). 11). 12).
Bermakna (meaningful) Sahih (valid) Terkait dengan tanggung jawab (responsibility linked) Berfokus pada pelanggan (customer focused) Menyeluruh (comprehensive) Seimbang (balanced) Dapat dipercaya (credible) Hemat biaya (cost effectiveness) Kompatibel (compatible) Dapat dibandingkan (comparable) Mudah (simple) Berguna (useful).
29
2. Pengertian dan Konsep Efektifitas Efektivitas dapat diartikan sebagai hubungan antara output suatu perusahaan dengan sasaran yang harus dicapai. Sehingga konsep efektivitas merupakan pernyataan secara menyeluruh tentang sampai sejauh mana sebuah organisasi atau divisi telah mencapai tujuannya. Efektivitas adalah salah satu aspek penilaian terhadap prestasi manajemen dalam mengelola perusahaan. Efektivitas selalu berkaitan dengan tujuan perusahaan. Suatu unit organisasi dapat dikatakan efektif jika sejalan dengan kontribusi yang diberikan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Artinya semakin besar kontribusi keluaran suatu unit organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi, semakin efektif pula kegiatan unit tersebut. Karena sasaran maupun keluaran dari suatu unit kerja sering kali sulit dikuantifikasikan, maka pengukuran efektivitas sulit pula untuk ditetapkan secara terinci. Oleh karena itu seringkali tingkat efektivitas digambarkan dalam besaran yang kualitatif saja. Anthony, Dearden dan Bedford mengatakan, “Efektivitas adalah hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang harus dicapainya.” (2003:202) Efektivitas selalu berkaitan dengan efisiensi, karena sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk mencapai tujuan terbatas jumlahnya. Efisiensi menggambarkan berapa banyak masukan yang diperlukan untuk menghasilkan keluaran
tertentu.
Tujuan
perusahaan
harus
dapat
dicapai
dengan
30
menggunakan sumber daya yang minimal artinya terhindar dari pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha. 3. Pengertian dan konsep Efektifitas Siklus Pendapatan sebagai Tolak Ukur Kinerja Unit Usaha Salah satu cara untuk menilai efektifitas siklus pendapatan dalam menilai tolak ukur kinerja unit usaha adalah dengan pengukuran atas indikatorindikator kunci yang dapat digunakan sebagai tolak ukur efektifitas dengan cara pendekatan atas KPI (Key Performance Indicator). Keunggulan KPI dibandingkan dengan indikator-indikator kinerja lainnya, adalah bahwa KPI merupakan indikator kunci yang benar-benar mampu mempresentasikan kinerja organisasi secara keseluruhan. Jumlah indikator kinerja yang dipilih sebagai KPI ini biasanya banyak, namun demikian hasil pengukuran melalui indikator tersebut dapat digunakan untuk menilai tingkat efisiensi dan tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Merujuk pada definisi KPI yang dirumuskan dalam “Performance Indicator Resource Catalogue“ yang diterbitkan oleh Australian Goverment, Departemen of Finance and Administration (2000), adalah ukuran spesifik tentang kinerja organisasi dalam wilayah bisnisnya. Ukuran tersebut dapat berupa financial dan non-financial yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja strategis organisasi. Sebagai alat ukur kinerja strategis organisasi, KPI dapat mengindikasikan kesehatan dan perkembangan organisasi, dan atau
31
keberhasilan
kegiatan,
program
atau
penyampaian
pelayanan
untuk
mewujudkan target-target atau sasaran organisasi. KPI dapat berbentuk ukuran kuantitatif maupun kualitatif. Namun demikian, dalam praktek penyususnan KPI oleh berbagai organisasi public dan private, sebagian besar KPI berupa ukuran kuantitatif. Hal ini dikarenakan, ukuran kuantitatif relatif lebih mudah digunakan dalam proses penggalian data maupun pada saat pengukuran efektifitas dan evaluasi. Sedangkan untuk ukuran kualitatif, biasanya memerlukan survey atau kegiatan penelitian sebagai upaya untuk memperoleh data kinerja yang diperlukan. Proses penggalian data untuk ukuran kualitatif ini seringkali memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Pemilihan terhadap bentuk KPI, apakah kuantitatif atau kualitatif, tergantung pada kebutuhan dan karekter organisasi. Tidak dapat dipaksakan bahwa semua KPI harus kuantitatif atau harus kualitatif. Adapun pertimbangan utama yang harus menjadi dasar dalam pemiliah KPI adalah bahwa indikator tersebut dapat diukur (measurable). Hal ini berarti bahwa untuk setiap KPI baik ukuran kuantitatif maupuan kualitatif sudah tersedia informasi tentang jenis data-data yang akan digali, sumber data, dan cara mendapatkan data tersebut. Selain kriteria ”dapat diukur” tersebut, KPI juga harus memiliki sejumlah kriteria lain. Pada beberapa literatur disebutkan kriteria-kriteria KPI yang antara lain meliputi: Specific, Achievable, Realistic, dan Timely, yang jika digabungkan dengan kriteria Measurable dapat diringkas dalam akronim
32
SMART. Dengan bahasa yang berbeda, Schiavo-Campo (1999) juga menguraikan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh KPI, yang kemudian dirumuskannya dalam akronim “CREAM”. Kriteria tersebut meliputi : a. Clear; KPI terdefinisikan secara jelas dan tidak memiliki makna ganda. b. Relevant: mencukupi untuk pencapaian tujuan, atau menangani aspekaspek obyektif yang relevan. c.
Economic: data/informasi yang diperlukan akan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.
d.
Adequate: oleh dirinya sendiri atau melalui kombinasi dengan yang lain, pengukuran harus menyediakan dasar yang mencukupi untuk menaksir kinerja, dan
e. Monitorable: dalam rangka kejelasan dan ketersediaan informasi, indikator harus dapat diterima bagi penilai atau evaluator kinerja yang independent. Kriteria-kriteria tersebut diatas adalah alat bantu yang efektif untuk memilih KPI. Indikator kinerja yang memenuhi kriteria tersebut, sudah barang tentu akan menjadi alat ukur yang memadai untuk mengukur perkembangan pencapaian tujuan dan efektifitas organisasi. Adapun indikator kinerja yang tidak memenuhi keseluruhan kriteria tersebut, lebih baik tidak dijadikan KPI bahkan tidak perlu digunakan sebagai indikator kinerja. Adalah sangat penting untuk mendefinisikan secara jelas masing-masing KPI, dan menjadikan definisi tetap selama beberapa tahun. Tiap definisi KPI harus memuat judul, definisi, dan cara mengukur. Selanjutnya, setelah KPI didefinisikan dan siap digunakan untuk mengukur, target yang jelas harus dirumuskan dan dapat
33
dipahami oleh seluruh orang. Target tersebut juga harus spesifik sehingga setiap individu dalam organisasi dapat mengambil tindakan dalam rangka pemenuhan target tersebut. Jika dipandang perlu, target tersebut juga dilengkapi dengan time frame, yang memberikan informasi waktu kapan target tersebut harus sudah diwujudkan.