9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Signalling Theory ( Teori Sinyal ) Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pesaraan efeknya. Informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Apabila pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, dimana pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik ( good news ) atau sinyal buruk ( bad news ). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam harga saham saham, dimana harga saham menjadi naik. Pengumuman
informasi
akuntansi
memberikan
sinyal
bahwa
perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang ( good news ) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan
9
10
demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalu perubahan dalam harga saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun social politi terhadap fluktuasi harga saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar. Efisiensi pasar merupakan konsep dasar yang bisa membantu kita memahami bagaimana sebenarnya mekanisme harga yang terjadi di pasar modal. Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena asimetri antara perusahaan dan pihak luar, karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar ( investor, kreditor ). Asimetri informasi dapat terjadi di antara dua kondisi ekstrem yaitu perbedaan informasi yang kecil sehingga tidak mempengaruhi manajemen, atau perbedaan yang sangat signifikan sehingga dapat berpengaruh terhadap manajemen dan harga saham ( Sartono, 2006 ). Teori sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik atau pihak yang berkepentingan lainnya ( contoh : investor ). Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik., atau bahkan dapat
11
berupa promosi serta informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari perusahaan lain. B. Laporan Keuangan Laporan keuangan pada hakekatnya merupakan hasil dari proses akuntansi yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan data keuangan kepada pihak yang berkepentingan. 1. Pengertian Laporan Keuangan Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan beberapa pengertian mengenai laporan keuangan antara lain : a. Laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:01) adalah sebagai berikut : Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. b. Laporan keuangan menurut Menurut PSAK (2009:01) adalah sebagai berikut: Laporan keuangan adalah suatu pengajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan investasi.
12
c. Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan (Fahmi, 2011:02). d. Laporan keuangan merupakan informasi yang diharapkan mampu memberikan bantuan kepada pengguna untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial (Farid dan Siswanto, 2011:02). e. Laporan keuangan menurut Menurut Kasmir (2008:06) adalah sebagai berikut : Laporan keuangan adalah laporan keuangan oleh perusahaan tidak dibuat secara serampangan, tetapi harus dibuat dan disusun sesuai dengan standar dan ukuran yang berlaku, yang menunjukan kondisi keuangan persusahaan pada saat ini atau dalam satu periode tertentu. f. Laporan keuangan menurut Menurut Ahmad Rodoni dab Herni Ali (2010:13) adalah sebagai berikut: Sebuah laporan yang diterbitkan oleh perusahaan untuk para pemegang sahamnya. Laporan ini memuat laporan keuangan dasar dan juga analisis manajemen atau operasi tahun lalu dan pendapat mengenai prospek-prospek perusahaan dimasa mendatang. Dari definisi-definisi di atas, dapat diketahui bahwa laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi yang akan digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan mengenai posisi keuangan dan kinerja perusahaan yang merupakan hasil dari proses akuntansi selama periode akuntansi dari suatu entitas. 2. Karakteristik Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:5) Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu : dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:5), Keempat karakteristik kualitatif
13
pokok laporan keuangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Dapat dipahami Kualitas informasi yang penting ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna. b. Relevan Bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan apabila dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu. c. Keandalan Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. d. Dapat diperbandingkan Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (tren) posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antarperusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif. 3. Tujuan Laporan Keuangan
14
Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan tentang kondisi suatu perusahaan dari sudut angkaangka dalam satuan moneter (Fahmi, 2011:05). SFAC No.1 menyatakan tujuan dari pelaporan keuangan perusahaan yaitu menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pembuatan keputusan bisnis dan ekonomis oleh investor yang ada dan yang potensial, kreditor dan manajemen, pemerintah dan pengguna lainnya (FASB, 1978). Hasil akhir dari suatu proses akuntasi adalah laporan keuangan yang merupakan cerminan dari prestasi manajemen perusahaan pada suatu periode tertentu. Selain digunakan sebagai alat pertanggungjawaban, laporan keuangan diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan suatu keputusan ekonomi. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:3) Laporan keuangan bertujuan untuk : a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakan dalam pengambilan keputusan. b. Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan. c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
15
Menurut Kasmir (2008:10) Laporan keuangan bertujuan untuk : a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan saat ini. b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini. c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu. d. Memberikan informasi tentangjumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu. e. Memberikan informasi tentang perubahan – perubahan yang terjadi terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan. f. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode. g. Memberikan informasi tentang catatan-catatan atas laporan keuangan. h. Informasi keuangan lainnya.
C. Analisis Laporan Keuangan Informasi dalam laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan suatu keputusan ekonomi. Namun di lain sisi ditemukan bahwa ternyata laporan keuangan masih memiliki keterbatasan dalam informasi yang disajikan di dalamnya. Dengan melakukan analisis lebih lanjut terhadap laporan keuangan melalui proses perbandingan, evaluasi dan analisis trend akan diperoleh prediksi tentang apa yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Disinilah salah satu arti penting dari analisis laporan keuangan.
16
1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi yang penting disamping informasi seperti kondisi perekonomian, pangsa pasar, kualitas manajemen. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai analisis laporan keuangan, berikut beberapa definisi mengenai analisis laporan keuangan, yakni:
a. Analisis laporan keuangan menurut Menurut Pangaribuan dan Yahya (2009) adalah sebagai berikut: Analisis laporan keuangan merupakan bagian dari analisis bisnis. Analisis bisnis merupakan analisis atas prospek dan resiko perusahaan untuk kepentingan pengambilan keputusan bisnis. Analisis bisnis membantu pengambilan keputusan dengan melakukan evaluasi atas lingkungan bisnis perusahaan, strateginya, serta kinerja keuangannya. b. Analisis laporan keuangan menurut Hamonangan dan Siregar (2009) adalah sebagai berikut: Analisis laporan keuangan adalah aplikasi dari alat dan teknik analitis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis. c. Analisis laporan keuangan menurut Bernstein dalam Prastowo dan Juliaty (2008:56) adalah sebagai berikut: financial statement analysisis the judgmental proces that aims to evaluate the current and the past financial positions and results of operation of an enterprise, with primary objective of determining the best possible estimates and predictions about future conditions and performance. d. Analisis laporan keuangan menurut Harahap (2008:190) adalah sebagai berikut: Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau
17
yang mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Dari definisi yang telah diberikan di atas maka dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa analisis laporan keuangan adalah suatu kegiatan untuk membedah dan menguraikan pos-pos laporan keuangan untuk mencari suatu hubungan antara unsur-unsur atau komponen-komponen dalam laporan keuangan agar dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan hingga informasi tersebut dapat digunakan dalam pembuatan suatu keputusan bisnis dan investasi. 2. Teknik – Teknik Analisa Laporan Keuangan Untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai informasi dalam laporan keuangan, maka dalam suatu analisis laporan keuangan harus menggunakan suatu metode dan teknik agar dicapai tujuan yang diharapkan. Menurut Prastowo dan Juliati (2008:59) metode analisis dalam laporan keuangan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni : a. Metode analisis horizontal (dinamis), adalah metode analisis yang dilakukan dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan untuk beberapa tahun (periode), sehingga dapat diketahui perkembangan dan kecenderungannya. Disebut metode analisis horizontal karena karena analisis ini membandingkan pos yang sama untuk periode yang berbeda. Disebut metode analisis yang dinamis karena metode ini bergerak dari tahun ke tahun (periode). Teknikteknik analisis yang termasuk pada klasifikasi metode ini antara lain teknis analisis perbandingan, analisis trend (index), analisis sumber dan penggunaan dana, analisis perubahan laba kotor.
18
b. Metode analisis vertikal (statis), adalah metode analisis yang dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan pada tahun (periode) tertentu, yaitu dengan membandingkan antara pos yang satu dan pos lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun (periode) yang sama. Oleh karena membandingkan antara pos yang satu dengan pos lainnya pada laporan keuangan yang sama, maka disebut metode vertikal. Disebut metode statis karena metode ini hanya membandingkan pos-pos laporan keuangan pada tahun (periode) yang sama. Teknik-teknik analisis yang termasuk pada klasifikasi metode ini antara lain teknik analisis persentase per komponen, (common-size), analisis ratio, dan analisis impas. Menurut Munawir (2010:36) Teknik analisa terhadap laporan keuangan yang biasa digunakan dalam analisa laporan keuangan adalah sebagai berikut: a. Analisa Perbandingan Laporan Keuangan, adalah metode dan teknik analisa dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukan : 1) Data absolut atau jumlah dalam rupiah 2) Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah 3) Kenaikan atau penurunan dalam prosentase 4) Perbandingan yang dinyatakan dengan ratio.
5) Prosentase dari total Analisa dengan menggunakan metode ini akan dapat diketahui perubahanperubahan yang terjadi, dan perubahan mana yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
19
b. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase (trend percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik analisa untuk mengetahui tendensi dari pada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun.
c. Laporan dengan prosentase per komponen atau common size statement, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui prosentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur
permodalannya
dan
komposisi
perongkosan
yang
terjadi
dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
d. Analisa Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, adalah suatu analisa untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
e. Analisa Sumber dan Penggunaan Kas (cash flow statement analysis), adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu.
f. Analisa rasio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
g. Analisa Perubahan Laba Kotor (gross profit analysis), adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.
20
h. Analisa Break-Even, adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break-even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.
D. Tingkat Kesehatan Bank Peraturan terdahulu yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi BI No. 30/11/KEP/DIR tahun 1997 dan Surat Keputusan direksi BI No.30/277/KEP/DIR tahun 1998 analisis CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity) ditetapkan sebagai panduan untuk menilai tingkat kesehatan bank. Seiring dengan perkembangan dalam dunia perbankan maka diikuti pula dengan meningkatnya risiko yang harus ditanggung oleh bank, maka Bank Indonesia menambahkan faktor penilaian tingkat kesehatan perbankan dengan mengantisipasi risiko yang akan ditanggung oleh bank. Atas dasar tersebut Bank Indonesia sebagai lembaga yang bertugas mengawasi dan menilai perbankan di Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia N0. 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 yang berisi tentang panduan dalam menilai tingkat kesehatan bank. Peraturan perbankan yang baru dalam menilai tingkat kesehatan bank digunakan analisis CAMELS (Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk). Dalam peraturan yang baru tersebut ditambahkan faktor sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk) karena dianggap sangat penting untuk diperhitungkan dalam kehidupan perbankan saat ini.
21
Faktor penilaian tingkat kesehatan bank yang diatur di dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, antara lain mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS (Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to Market Risk). Rasio CAMELS tersebut meliputi: a. Capital (Permodalan) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku; 2) Komposisi permodalan; 3) Tren ke depan/ proyeksi KPMM 4) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan modal bank; 5) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan); 6) Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha; 7) Akses kepada sumber permodalan; dan 8) Kinerja
keuangan
pemegang
saham
untuk
meningkatkan
permodalan. Rasio yang akan digunakan untuk menilai aspek permodalan, pada penelitian ini digunakan Capital Adequacy Ratio (CAR). CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
22
besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank (Dendawijaya, 2003). Rasio permodalan ini merupakan komponen kecukupan pemenuhan KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) terhadap ketentuan yang berlaku (SE BI Nomor 12/ 11 /DPNP tanggal 31 Maret 2010). Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas
moneter
menetapkan
ketentuan
mengenai
kewajiban
penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan setiap bank. Ketentuan pemenuhan permodalan minimum bank disebut juga Capital Adequacy Ratio (CAR), ketentuan CAR adalah 8%. Rasio CAR diperoleh dari modal yang dibagi dengan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko). Perhitungan modal dan ATMR berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang KPMM yang berlaku. b. Assets Quality (Kualitas Asset) Kinerja keuangan dari segi aset diukur melalui kualitas aktiva produktifnya. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan total aktiva produktif;
23
2) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; 3) Perkembangan aktiva produktif bermasalah (nonperforming asset) dibandingkan aktiva produktif; 4) Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP); 5) Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif; 6) Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif; 7) Dokumentasi aktiva produktif; dan 8) Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. Komponen faktor kualitas aset yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPL (Non Performing Loan). NPL (Non Performing Loan) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Berdasarkan Lampiran 14, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/ 11 /DPNP tanggal 31 Maret 2010, Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset bank umum. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Kredit bermasalah dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN/Cadangan Kerugian
24
Penurunan Nilai). Total kredit dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross (sebelum dikurangi CKPN). c. Management (Manajemen) Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen manajemen umum, penerapan sistem manajemen risiko, kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku, komitmen kepada Bank Indonesia dan pihak lainnya. Aspek manajemen pada penelitian analisis kesehatan perbankan tidak dapat menggunakan pola yang ditetapkan Bank Indonesia, tetapi diproksikan dengan profit margin (Merkusiwati, 2007). Alasannya, seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. NPM (Net Profit Margin) diperoleh dengan perbandingan laba operasi dibandingkan dengan pendapatan operasional. Rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak ditinjau dari sudut pendapatan operasinya (Dendawijaya, 2003). Semakin besar rasio NPM mengindikasikan tingkat kesehatan bank semakin bagus.
25
d. Earning (Rentabilitas) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) Pengembalian atas aktiva (return on assets - ROA) 2) Pengembalian atas ekuitas (return on equity – ROE) 3) Margin bunga bersih (net interest margin – NIM) 4) Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO); 5) Pertumbuhan laba operasional; 6) Komposisi
portofolio
aktiva
produktif
dan
diversifikasi
pendapatan; 7) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan 8) Prospek laba operasional. Komponen faktor earnings yang digunakan dalam penelitian ini adalah BOPO (Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional). BOPO digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan
biaya
operasional
terhadap
pendapatan
operasional. Rasio BOPO menunjukkan rasio efisiensi perusahaan, karena semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank. Semakin kecil angka rasio BOPO, maka kondisi bermasalah di bank semakin kecil. Jika kondisi bermasalah di bank semakin kecil maka kemungkinan kondisi bank semakin baik. Kondisi bank yang semakin
26
baik akan menyebabkan
kinerja
perusahaan juga
mengalami
peningkatan. e. Liquidity (Likuiditas) Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas risiko likuiditas yang akan muncul. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan pasiva likuid kurang dari 1 bulan; 2) 1-month maturity mismatch ratio; 3) Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio – LDR); 4) Proyeksi arus kas 3 bulan mendatang; 5) Ketergantungan pada dana antarbank dan deposan inti; 6) Kebijakan dan pengelolaan likuiditas; 7) Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan 8) Stabilitas dana pihak ketiga (DPK). Rasio likuiditas (liquidity) dapat diukur dengan menggunakan rasio-rasio yang salah satunya adalah Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara
27
membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Kredit yang diberikan merupakan total kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito (tidak termasuk antar bank). LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2003). Rasio ini untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi bahwa semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2003). Hal ini disebabkan karena jumlah dana diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. f. Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap Risiko Pasar) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut (SE BI Nomor 12/ 11 /DPNP tanggal 31 Maret 2010): 1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga.
28
2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar. 3) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Dalam penelitian ini faktor sensitivitas terhadap resiko pasar diproksikan dengan resiko suku bunga yang merupakan variabel yang paling dominan dalam menilai resiko pasar. Resiko bunga merupakan potensi timbulnya kerugian akibat bergeraknya suku bunga pasar kearah yang berlawanan dengan portofolio pasar. Resiko suku bunga dalam penelitian ini dilihat melalui rasio IRR (Interest Risk Ratio), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemungkinan bunga yang diterima oleh bank lebih kecil dibandingkan dengan bunga yang dibayarkan oleh bank. Pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap pendapat bunga bersih pada bank secara umum tergantung pada pendapatan bunga dan beban bunga. Semakin besar rasio ini maka menunjukan arah yang positif dalam menghadapi resiko pasar sehingga kemungkinan bank mengalami kondisi tidak sehat semakin kecil. E. Saham 1. Definisi Saham Saham merupakan surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan (Anoraga, 2006:58). Hal ini berarti bahwa saham atau stock merupakan suatu tanda bukti penyertaan atau kepemilikan atas modal seseorang atau badan dalam suatu perusahaan.
29
Masyarakat pemodal itu dikategorikan sebagai investor dan speculator. Investor disini adalah masyarakat yang membeli saham untuk memiliki perusahaan dengan harapan mendapatkan deviden dan capital gain dalam jangka panjang, sedangkan spekulator adalah masyarakat yang membeli saham untuk segera dijual kembali bila situasi kurs dianggap paling menguntungkan seperti yang telah diketahui bahwa saham memberikan dua macam penghasilan yaitu deviden dan capital gain. Harga saham merupakan cerminan dari nilai suatu perusahaan bagi para investor. Semakin baik perusahaannya mengelola usahanya dalam memperoleh keuntungan, semakin tinggi juga nilai perusahaan tersebut dari di mata para investor. Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan return bagi para investor. Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan return bagi para investor berupa capital gain yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap citra perusahaan. Secara umum, semakin banyak kinerja suatu perusahaan semakin tinggi laba usahanya dan semakin banyak keuntungan yang dapat dinikmati oleh pemegang saham, juga semakin besar kemungkinan harga saham akan naik. Meskipun demikian saham yang memiliki kinerja baik sekalipun, harganya bisa saja turun karena keadaan pasar. Harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran, harga saham akan naik jika permintaan terhadap saham perusahaan tersebut mengalami peningkatan dan sebaliknya. Harga dasar suatu saham merupakan harga perdana dan perubahan harga saham terjadi pada pasar skunder, dimana semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu saham, maka semakin tinggi pula harganya begitu juga
30
sebaliknya. Harga saham adalah factor
yang membuat
para investor
menginvestasikan dananya di pasar modal dikarenakan dapat mencerminkan tingkat pengembalian modal. Pada prinsipnya, investor membeli saham adalah untuk mendapatkan dividen serta menjual saham tersebut pada harga yang lebih tinggi (capital gain). Para emiten yang dapat menghasilkan laba yang semakin tinggi akan meningkatkan tingkat kembalian yang diperoleh investor yang tercemin dari harga saham perusahaan tersebut. Para pemegang saham selain mendapatkan keuntungan dari penanaman modalnya, juga dapat mengalami kerugian dalam waktu singkat akibat fluktuasi harga saham. Menurut Anoraga (2011:67) kerugian tersebut antara lain : a. Tidak Mendapat Dividen. Potensi keuntungan pemodal ditentukan oleh kinerja perusahaan,jika operasi perusahaan tidak menghasilkan keuntungan,dengan kata lain perusahaan mengalami kerugian,maka perusahaan tersebut tidak dapat membagikan dividen. b. Capital Loss Fluktuasi harga saham yang tidak terjadi hanya mengakibatkan pemegang saham memperoleh keuntungan (Capital Gain) namun dapat menyebabkan kerugian (Capital Loss)hal ini terjadi apabila harga pada saat penjualan saham lebih rendah dibandingkan harga pada saat pembelian saham tersebut.
c. Perusahaan Bangkrut atau Dilikuidasi. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di bursa efek,maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi maka secara otomatis,saham perusahaan
31
tersebut akan dikeluarkan dari bursa (di-delist). Dalam kondisi tersebut,maka pemegang saham akan menempati posisi lebih terendah dibanding kreditor atau pemegang obligasi dan jika masih terdapat sisa,baru dibagikan kepada para pemegang saham.
d. Saham Di-delist dari bursa (Delisting) Suatu saham perusahaan di-delist dari bursa umumnya karena kinerja yang buruk misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan efek di bursa. Saham yang telah di-delist tentu saja tidak dapat lagi diperdagangkan di bursa dengan konsekuensi tidak terdapat patokan harga yang jelas dan tidak terjual biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya. e. Saham di-Suspend Saham di-suspend berarti saham tersebut dihentikan perdagangannya sementara oleh otoritas bursa, dan pemodal tidak dapat menjual sahamnya sampai suspend dicabut. Suspend biasanya berlangsung dalam waktu singkat, misalnya satu sesi perdagangan namun dapat pula berlangsung dalam kurun waktu beberapa hari perdagangan. Hal tersebut dilakukan otoritas bursa jika misalnya suatu saham mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dipailitkan oleh kreditornya dan berbagai kondisi lainnya yang mengharuskan otoritas bursa mensuspend saham perusahaan tersebut, sedemikian hingga informasi yang belum jelas tersebut tidak menjadi ajang spekulasi. Jika telah didapatkan suatu informasi yang jelas, maka suspend atas
32
saham tersebut dapat dicabut oleh bursa dan saham dapat diperdagangkan kembali seperti semula. Menurut Hidayat (2010:103) Harga saham dapat dibedakan menjadi : a. Harga Nominal Setiap saham yang dikeluarkan oleh perusahaan memiliki harga. Harga nominal saham adalah harga yang tercantum pada lembar saham yang diterbitkan, harga ini akan digunakan untuk tujuan akuntansi yaitu mencatat modal disetor penuh. Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal. b. Harga Perdana Harga perdana adalah harga yang berlaku untuk investor yang memiliki saham pada saat penawaran umum. Meski harga nominal saham sudah ditetapkan, harga penawaran umum perdana kepada investor dipasar perdana belum tentu sama dengan harga nominal saham tersebut. Jika harga perdana lebih tinggi dari harga nominal saham tersebut, akan ada selisih yang disebut agio. Sebaliknya jika harga perdana lebih rendah daripada harga nominal maka akan terjadi disagio. Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana. c. Harga Pembukaan (Opening Price)
33
Harga Pembukaan adalah harga saham yang berlaku saat pasar saham dibuka pada hari itu. d. Harga pasar (Market Price) Harga pasar adalah harga saham di bursa pada saat itu, harga pasar tersebut ditentukan oleh permintaan dan penawaran saat diperdagangkan di lantai bursa. Untuk saham yang diminati investor, pergerakan harga pasar saham tersebut biasanya sangat berubah-ubah sebaliknya untuk saham yang kurang diminati investor biasanya hanya ada sedikit pergerakan dilantai bursa. Kalau harga perdana merapakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benarbenar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar. e. Harga penutupan (Closing Price) Harga penutupan adalah harga akhir dari transaksi jual – beli saham di bursa efek. Setelah dibuka pada pagi hari, pasar atau bursa saham yang kurang diminati investor bisanya hanya ada sedikit pergerakan di lantai bursa.
Menurut Harmono (2011:106) Analisis yang bisa digunakan dalam menilai suatu saham yaitu:
34
a. Analisis Fundamental Analisis fundamental merupakan suatu analisis yang digunakan untuk menaksir harga saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi faktor– faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang dengan menggunakan data masa lalu perusahaan. b. Analisis Teknikal Analisis teknikal merupakan suatu teknik yang menggunakan data atau catatan pasar untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran suatu saham, volume perdagangan, indeks harga saham individu maupun gabungan serta faktor – faktor lain yang bersifat teknis. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa harga saham terbentuk di pasar jual beli saham karena akibat dari transaksi jual beli yang terjadi antara investor tersebut dan apabila harga pasar Bursa Efek ditutup maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price) dan apabila harga pasar ini dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan (outstanding share), maka akan didapatkan nilai pasar (market value). Namun investor juga perlu mengetahui dan memahami harga nominal, harga perdana, dan harga pasar dalam pengambilan keputusan investasi saham karena akan membantu investor untuk mengetahui saham mana yang bertumbuh dan murah. 2. Definisi Return Saham Motif pemodal atau investor menanamkan dananya pada sekuritas adalah mendapatkan return (tingkat pengembalian) yang maksimal dengan resiko tertentu atau memperoleh return tertentu pada resiko yang minimal. Dalam
35
melakukan investasi sekuritas saham, investor akan memilih saham perusahaan mana yang akan memberikan return tinggi. Menurut Samsul (2006:292), mendefinisikan return saham sebagai berikut: Pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham ini meliputi keuntungan jual beli saham, dimana jika untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss.
Menurut Gitman (2009:228), mendefinisikan return saham sebagai berikut: Return is the total gain or loss experience on an investment over a give period of time. It commonly measured as the change in value plus any cash distributing duing period of time, expressed as a percentage of the beginning period investment value.
Secara umum, return saham adalah keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan saham investor atas investasi yang dilakukannya yang terdiri atas dividend and capital gain/loss. Berdasarkan definisi diatas maka return saham dapat disimpulkan suatu tingkat pengembalian baik berupa keuntungan ataupun kerugian dari kegiatan iinvestasi yang dapat menggambarkan perubahan harga suatu saham. Return dibedakan menjadi dua, yaitu return yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis dan return yang diharapkan (expected return) yang akan diperoleh investor di masa mendatang. Umumnya perusahaan dan pemodal (investor) akan berusaha untuk meningkatkan pengembalian (return) dari asset yang dimiliki. Investor yang menginvestasikan dananya pada suatu sekuritas, sangat berkepentingan terhadap keuntungan saat ini (actual return) dan keuntungan yang diharapkan di masa yang akan datang (expected return), dan masih bersifat tidak pasti.
36
Return memiliki dua komponen, yaitu current income dan capital gain. Bentuk dari current income (keuntungan lancar) berupa keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik, misalnya keuntungan berupa deviden yang merupakan bentuk dari hasil kinerja fundamental perusahaan. Bentuk dari capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih antara harga jual dan harga beli suatu instrumen investasi. Besarnya capital gain akan positif bilamana harga jual dari saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya. Capital gain terbentuk dari berbagai macam faktor diantaranya sentiment pasar atau kondisi bursa, kondisi makro ekonomi, dan secara tidak langsung juga dari fundamental perusahaan. 3. Elemen-elemen Return Saham Menurut Anoraga (2011:60) Pada dasarnya ada 2 (dua) keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham, yaitu dividend dan capital gain : a. Dividend Dividend yaitu pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividend yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai dan dividen saham. Dividend saham diberikan kepada setiap pemegang saham sehingga jumlah saham yang dimiliki pemodal akan bertambah. b. Capital gain Capital gain merupakan selisih lebiih antara harga beli dengan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Umumnya permodal dengan orientasi jangka pendek mengejar
37
keuntungan melalui capital gain. Pemegang saham selain mendapat dua keuntungan tersebut,juga dimungkinkan mendapatkan saham bonus (jika ada). Saham yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham yang diambil dari Agio saham,yaitu selisih antera harga jual terhadap harga nominal saham tersebut pada saat perusahaan melakukan penawaran umum dipasar perdana. 4. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Return Saham Faktor utama yang menyebabkan harga saham berubah adalah adanya persepsi yang berbeda dari masing-masing investor, sesuai dengan informasi yang telah dimiliki. Persepsi tersebut tercermin melalui tingkat pengembalian (return). Apabila sebagian besar investor suatu saham mempunyai persepsi bahwa tingkat pengembalian (return) saham tersebut tidak memadai lagi, maka mereka akan mengambil keputusan untuk menjualnya. Kalau ini terjadi maka harga saham akan menurun. Hal itu terjadi dikarenakan akan terjadinya penawaran yang lebih (oversuply). Terdapat empat faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian (return) yaitu meliputi: a. Tingkat pengembalian tanpa risiko Tingkat pengembalian tanpa risiko adalah apabila kita menginvestasikan modal kita kealat investasi yang tidak mengandung risiko. Di Indonesia sarana investasi yang biasanya dianggap tidak memiliki risiko adalah deposito dan tabungan, karena sampai saat ini deposito dan tabungan tetap menjadi alat investasi yang dianggap paling aman. b. Premi Risiko
38
Premi risiko ini menunjukkan seberapa besar kerugian investor apabila dia menanamkan modalnya untuk pembelian saham biasa. Premi risiko ini perlu ditambahkan kepada tingkat pengembalian tanpa risiko, sebab investor saham biasanya akan menanggung risiko berupa kemungkinan masuknya pesaing baru, permasalahan perburuan, resesi ekonomi atau yang lain. Dengan menambahkan premi risiko yang harus ditanggungnya dalam investasi saham biasa, yaitu dengan menuntut tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari tingkat pengembalian tanpa risiko. c. Indeks Beta Indeks beta menunjukkan sensitivitas suatu saham terhadap keseluruhan pergerakan harga saham. Oleh karena itu tingkat pengembalian juga dipengaruhi
oleh
indeks
beta.
Apabila
kita
menginginkan
tingkat
pengembalian yang tinggi tentu saja kita bisa memiliki saham yang memiliki indeks beta tinggi. d. Tingkat Pertumbuhan Deviden Tingkat pengembalian saham biasa bisa datang dari dua jurusan, yaitu dari deviden dan capital gain. Karena itu tingkat pertumbuhan deviden harus dimasukkan sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian (return).
F. Capital Adequacy Ratio (CAR) Permodalan (Capital Adequacy) menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank (Sufa, 2008).
39
Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Menurut Achmad dan Kusuno (2003) CAR merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio tersebut akan semakin baik posisi modal. Perbankan diwajibkan memenuhi Kewajiban Penyertaan Modal Minimum atau dikenal dengan CAR (Capital Adequacy Ratio) yang diukur dari persentase tertentu terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR (Kuncoro dan Suhardjono, 2002). Menurut SK BI No. 30/11/KEP/DIR/Tgl. 30 April 1997, nilai CAR juga tidak boleh kurang dari 8 %. Semakin besar CAR yang dimiliki oleh suatu bank maka kinerja bank tersebut akan semakin baik, tentu hal ini akan berhubungan dengan sumber modal secara satu kesatuan, baik dari saham maupun dari pemilik. Permasalahan modal umumnya adalah berapa modal yang harus disediakan oleh pemilik sehingga keamanan pihak ketiga dapat terjaga, dengan CAR tinggi berarti bank tersebut semakin solvable, bank memiliki modal yang cukup guna menjalankan usahanya sehingga akan meningkatkan keuntungan
40
yang diperoleh sehingga akan terjadi kenaikan pada harga saham (Siamat, 1993). Secara matematis CAR dapat dirumuskan sebagai berikut:
CAR
Modal Sendiri x 100% Total Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
G. Non Performing Loan (NPL) Salah satu risiko usaha bank menurut Peraturan Bank Indonesia adalah risiko kredit, yang didefinisikan : risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajiban. Sementara menurut Susilo, et al. (1999), risiko kredit merupakan risiko yang dihadapi bank karena menyalurkan dananya dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat. Karena berbagai hal, debitur mungkin saja menjadi tidak memenuhi kewajibannya kepada bank seperti pembayaran pokok pinjaman, pembayaran bunga dan lain-lain. Tidak terpenuhinya kewajiban nasabah kepada bank menyebabkan bank menderita kerugian dengan tidak diterimanya penerimaan yang sebelumnya sudah diperkirakan. Manajemen piutang merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan yang operasinya memberikan kredit, karena makin besar piutang akan semakin besar resikonya (Riyanto, 1997). Rasio keuangan yang digunakan sebagai proksi terhadap nilai suatu resiko kredit adalah rasio Non Performing Loan (NPL). Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Non Performing Loan (NPL) mencerminkan risiko kredit, semakin kecil Non Performing Loan (NPL), maka semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit
41
harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban. Bank melakukan peninjauan, penialian, dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil resiko kredit (Ali, 2004). Dengan demikian apabila suatu bank mempunyai Non Performing Loan (NPL) yang tinggi, maka akan memperbesar biaya baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpengaruh terhadap kinerja bank. Dengan kinerja tersebut akan mempengaruhi return saham yang akan dikeluarkan. Secara matematis NPL dapat dirumuskan sebagai berikut: NPL
Total Kredit Bermasalah x 100% Total Kredit
H. Non Profit Margin (NPM) Aspek manajemen pada penelitian analisis kesehatan perbankan tidak dapat menggunakan pola yang ditetapkan Bank Indonesia, tetapi diproksikan dengan profit margin (Merkusiwati, 2007). Alasannya, seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. NPM (Net Profit Margin) diperoleh dengan perbandingan laba operasi dibandingkan dengan pendapatan operasional. Rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak ditinjau dari
42
sudut pendapatan operasinya (Dendawijaya, 2003). Semakin besar rasio NPM mengindikasikan tingkat kesehatan dan kinerja bank semakin bagus. Dan Return Saham akan berpengaruh positif kepada para pemegang saham. Rumus NPM dapat dituliskan sebagai berikut: NPM
Laba Bersih x 100% PendapatanOperasional
I. Biaya Operasional Pada Pendapatan Operasional (BOPO) Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sering disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
bank
dalam
mengendalikan
biaya
operasional
terhadap
pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Kuncoro dan Suhardjono, 2002). Menurut Dendawijaya (2003) rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Menurut Bank Indonesia (SE BI Nomor 12/ 11 /DPNP tanggal 31 Maret 2010), efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang semakin meningkat mencerminkan
kurangnya
kemampuan
bank
dalam
menekan
biaya
43
operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE BI Nomor 12/ 11 /DPNP tanggal 31 Maret 2010). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Dan pengaruh yang diberikan terhadap Return Saham akan beriringan terhadap rasio BOPO. Secara matematis rumus BOPO dapat ditulis sebagai berikut: BOPO
Beban Operasional x 100% PendapatanOperasional
J. Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan perbandingan antara volume kredit dibandingkan volume deposit yang dimiliki oleh bank (Muljono, 1999). Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit dengan jumlah dana. Loan to Deposit Ratio (LDR) juga merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang dapat dikumpulkan dari masyarakat (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Menurut Ali (2006), pengaturan likuiditas terutama dimaksudkan agar bank setiap saat dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya yang harus segera
44
dibayar. Likuiditas dinilai dengan mengingat bahwa aktiva bank kebanyakan bersifat tidak liquid dengan sumber dana dengan jangka waktu lebih pendek. Indikator likuiditas antara lain dari besarnya cadangan sekunder (secondary reserve) untuk kebutuhan likuiditas harian, rasio konsentrasi ketergantungan dari dana besar yang relatif kurang stabil, dan penyebaran sumber dana pihak ketiga yang sehat, baik dari segi biaya maupun dari sisi kestabilan. Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas mencerminkan kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas
yang memadai guna memenuhi
kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Disamping itu bank juga harus dapat menjamin kegiatan dikelola secara efisien dalam arti bahwa bank dapat menekan biaya pengelolaan likuiditas yang tinggi serta setiap saat bank dapat melikuidasi asetnya secara cepat dengan kerugian yang minimal (SE BI Nomor 12/ 11 /DPNP tanggal 31 Maret 2010). Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Semakin tinggi LDR maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke dana pihak ketiga. Dengan penyaluran dana pihak ketiga yang besar maka bank akan pendapatan bank (ROA) akan semakin meningkat. maka LDR berpengaruh positif terhadap ROA (Gelos, 2006). Dan tentu akan mempengaruhi Return Saham secara positif. Ketentuan Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Bank Indonesia maksimum sebesar 110 % (Kasmir, 2003).
45
Secara matematis LDR dapat dirumuskan sebagai berikut: LDR
Total Kredit x 100% Total Aset
K. Interest Risk Ratio (IRR) Dalam penelitian ini faktor sensitivitas terhadap resiko pasar diproksikan dengan resiko suku bunga yang merupakan variabel yang paling dominan dalam menilai resiko pasar. Resiko bunga merupakan potensi timbulnya kerugian akibat bergeraknya suku bunga pasar ke arah yang berlawanan dengan portofolio pasar. Resiko suku bunga dalam penelitian ini dilihat melalui rasio Interst Risk Ratio (IRR), dimana IRR itu sendiri merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemungkinan bunga yang diterima oleh bank lebih kecil dibandingkan dengan bunga yang dibayarkan oleh bank. Pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap pendapat bunga bersih pada bank secara umum tergantung pada pendapatan bunga dan beban bunga. Semakin besar rasio ini maka menunjukan arah yang positif dalam menghadapi resiko pasar sehingga kemungkinan bank dalam kondisi yang sehat. Sebaliknya semakin kecil angka rasio ini menunjukkan risiko semakin besar. Dan akan berpengaruh juga terhadap Return Saham bagi para pemegang saham. Besarnya rasio ini dapat diukur dengan rumus sebagai berikut:
IRR
Pendapatan Bunga x 100% Beban Bunga
46
Tabel 2.1 Standar Kriteria Ratio
Standar Kriteria
CAR ( Capital Adequacy Ratio )
8 % dari ATMR
NPL( Non Performing Loan )
Semakin Kecil Rasio Lebih Baik / ( < 5 % Total Kredit )
NPM ( Non Profit Margin )
Sesuai Target Laba
BOPO ( Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional )
< 90 % ( pendapatan operasional )
LDR ( Loan to Deposit Ratio )
Maks. 110 % dari Total Aset
IRR ( Interest Risk Ratio )
Rasio lebih tinggi lebih baik
L. Penelitian Terdahulu Sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini, sangat penting untuk mengetahui hasil yang dilakukan oleh penelitian terdahulu yang kaitannya dengan variabel-variabel yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham dalam melakukan sebuah penelitian. Beberapa hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu No. 1
Tahun 2006
Peneliti Roy Bramantyo
Judul Pengaruh Debt To Equity Ratio (DER), Price To Book Value (PBV) Dan Devidend Payout Ratio (DPR) Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ.
Hasil Secara simultan tidak berpengaruh terhadap return saham. Secara parsial DER, PBV, dan DPR tidak berpengaruh terhadap return saham.
47
2
2006
Ulupui
Analisis Pengaruh Likuiditas, Leverage, Aktivitas Dan Profitabilitas Terhadap Return Saham Studi Empiris Pada Perusahaan Makanan Dan Minuman
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan CR, ROA, TATO dan DER berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Secara parsial hanya CR dan ROA yang berpengaruh signifikan terhadap return saham.
3
2007
Wahid Wachyu
Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan Terhadap Return Saham.
Secara simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham. Secara parsial hanya PER yang tidak berpengaruh terhadap return saham.
4
2007
Trisnaeni
Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta
Kinerja keuangan yang terdiri dari EPS, PER, dan ROE tidak berpengaruh secara serentak terhadap return saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Namun rasio keuangan yang berpengaruh secara parsial terhadap return saham perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah rasio PER sehingga secara langsung rasio ini dominan mempengaruhi perubahan return saham perusahaan perubahan yang terdafta di Bursa Efek Indonesia sedangkan rasio EPS, DER, ROI, dan ROE tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap return saham.
48
5
2008
Nicky Nathaniel
Saham Real Estate and Property Yang Listed di Bursa Efek Indonesia Periode 2004 Sampai 2006 Dengan Menggunakan Beberapa Variabel, Yaitu DER, EPS, NPM Dan PBV.
Menunjukkan bahwa hanya variabel PBV yang berpengaruh signifikan terhadap return saham, sedangkan DER, EPS, NPM berpengaruh tidak signifikan terhadap return saham. Hasil yang signifikan ini menunjukkan bahwa DER, EPS, dan NPM tidak dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan strategi investasi para investor dalam menanamkan sahamnya di pasar modal.
6
2009
Sri Wahyuning sih
Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Return On Investment Sebagai Alat Untuk Memprediksi Return Saham.
Hasil penelitian secara simultan seluruh variabel independen (CR, DER, ROI) dapat digunakan untuk memprediksi return ssaham. Dan secara parsial bahwa hanya variabel CR dan ROI yang dapat digunakan untuk memprediksi return saham.
7
2009
M. Yunanto dan Henny Medyawati
Penelitian Pada Bursa Efek Jakarta Periode 2001 Hingga 2006 Pada Perusahaan Manufaktur.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ROA dan DER secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap return saham dan hubungannya tidak signifikan kecuali DER. Secara parsial juga ROA dan DER tidak berpengaruh terhadap return saham, hubungan yang signifikan secara parsial adalah DER terhadap return saham.
49
8
2009
Mei Hotma Mariati Munte
Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI
Secara simultan CR, ROE, PBV, Size dan Cash Flow From Operation to Debt berpengaruh signifikan terhadap return saham. Secara parsial hanya variabel ROE yang berpengaruh secara signifikan terhadap return saham
9
2009
Rizki Tampubolo n
Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Return Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Penelitian ini menggunakan rasio keuangan Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Investment (ROI), dan Return on Equity (ROE) sebagai variabel independent dan Return saham sebagai variabel dependent. Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan statistik (pengolahan data SPSS). Hasilnya mengatakan bahwa secara simultan, semua variabel berpengaruh signifikan terhadap return saham dan secara parsial EPS,PER, dan ROI memiliki pengaruh yang signifikan sedangkan DER dan ROE memiliki pengaruh positif tapi tidak signifikan
10
2010
Fachrul Reza
Pengaruh PER, DER, ROA, PBV Terhadap Return Saham.
ROA, DER, dan PBV secara bersama sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham.
50
11
2011
Leon F
. Pengaruh CR, ROA, EPS, DER, NPM, PBV, PER Terhadap Return Saham.
. ROA, NPM, secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Sedangkan variabel EPS, DER, dan PBV berpengaruh signifikan terhadap return saham.
M. Kerangka Pemikiran dan Model Konseptual 1. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Return Saham Capital Adequacy Ratio (CAR) juga biasa disebut dengan rasio kecukupan modal, yang berarti jumlah modal sendiri yang diperlukan untuk menutup risiko kerugian yang timbul dari penanaman aktiva-aktiva yang mengandung risiko serta membiayai seluruh benda tetap dan investaris bank. Seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR. Semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka keuntungan bank juga semakin besar. Dengan kata lain, semakin kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang diperoleh bank (Kuncoro dan Suhardjono, 2002). Menurut Gary C. Zimmerman (2000); capital (modal) merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran kinerja bank, yang tercermin dalam komponen CAMELS rating (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity, Sensitivity to market risk). Oleh karena itu besarnya modal suatu bank akan mempengaruhi jumlah aktiva produktif, sehingga semakin tinggi asset utilization (Timothy, 2000) maka modal harus bertambah besar serta return saham yang diberikan perusahaan menjadi lebih besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
51
semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR), maka Return Saham juga akan semakin besar, dalam hal ini kinerja perbankan menjadi semakin meningkat atau membaik. Hasil penelitian Merkusiwati (2007), Sudiyatno dan Suroso (2010) menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu: H1 : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap Return Saham 2. Pengaruh Non Performing Loan (NPL) Terhadap Return Saham Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank, semakin kecil Non Performing Loan (NPL), maka semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib
melakukan
pemantauan terhadap
penggunaan
kredit
serta
kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban. Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil resiko kredit (Ali, 2004). Dengan demikian apabila suatu bank mempunyai Non Performing Loan (NPL) yang tinggi, maka akan memperbesar biaya baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpengaruh terhadap kinerja bank.
52
Risiko kredit yang diproksikan dengan non performing loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan bank yang diproksikan dengan Return Saham. Sehingga jika semakin besar Non Performing Loan (NPL), akan mengakibatkan menurunnya return on asset, yang juga berarti kinerja keuangan bank yang menurun. Begitu pula sebaliknya, jika Non Performing Loan (NPL) turun, maka return on asset (ROA) akan semakin meningkat, sehingga kinerja keuangan bank dapat dikatakan semakin baik. Hasil penelitian Mawardi (2005) menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan resiko kredit (NPL) terhadap kinerja keuangan (ROA). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis yaitu: H2 : Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap Return Saham 3. Pengaruh Net Profit Margin (NPM) Terhadap Return Saham Aspek manajemen pada penelitian analisis kesehatan perbankan tidak dapat menggunakan pola yang ditetapkan Bank Indonesia, tetapi diproksikan dengan profit margin (Merkusiwati, 2007). Alasannya, seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba.
53
NPM (Net Profit Margin) diperoleh dengan perbandingan laba operasi dibandingkan dengan pendapatan operasional. Rasio ini untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak ditinjau dari sudut pendapatan operasinya (Dendawijaya, 2003). Semakin besar rasio NPM mengindikasikan tingkat kesehatan dan kinerja bank semakin bagus. Hasil penelitian Dewi (2007) menunjukkan
bahwa
NPM
berpengaruh positif terhadap perubahan laba. Kemudian Merkusiwati (2007) menemukan bahwa manajemen yang diproksikan oleh NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis yaitu: H3 : Net Profit Margin (NPM) berpengaruh Positif terhadap Return Saham 4. Pengaruh Biaya Operasioanal pada Pendapatan Operasional (BOPO) Terhadap Return Saham Rasio BOPO yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (Bank Indonesia, 2004). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah di bawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya
54
operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan
sehingga
kemungkinan
suatu
bank
dalam
kondisi
bermasalah semakin kecil. Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut BOPO. Sehingga dapat disusun suatu logika bahwa variabel efisiensi operasi yang diproksikan dengan BOPO berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA). Sehingga semakin besar BOPO, maka akan semakin kecil/menurun kinerja keuangan perbankan, begitu juga sebaliknya, bila BOPO semakin kecil, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan suatu perusahaan (perbankan) semakin meningkat atau membaik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mawardi (2005), Sudiyatno dan Suroso (2010), Kurnia dan Mawardi (2012), maupun Arimi dan Mahfud (2012) semuanya menunjukkan hasil bahwa BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sehingga hal tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap Return Saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu: H4 : Biaya
Operasioanal
pada
Pendapatan
Operasional
(BOPO)
berpengaruh negatif terhadap Return Saham. 5. Pengaruh Biaya Loan To Deposit Ratio (LDR) Terhadap Return Saham
55
Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan (Payamta dan Machfoedz, 1999). Menurut Bank Indonesia kemampuan likuiditas bank dapat diproksikan dengan Loan to Deposit ratio (LDR) yaitu perbandingan antara kredit dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) suatu bank berada pada angka di bawah 80% (misalkan 70%), maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar 70% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Jika rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) bank mencapai lebih dari 110%, berarti total kredit yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan
kredit
sehingga
hilangnya
kesempatan bank untuk
memperoleh laba. Perubahan Loan to Deposit Ratio (LDR) bank yang berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (80% - 110%), maka perubahan laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat
56
(dengan asumsi bahwa bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif). Jika rasio LDR bank mencapai lebih dari 110%, berarti total kredit yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Jika rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif). Dengan meningkatnya laba, maka return saham juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan Setyorini (2010), Arimi dan Mahfud (2012) bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Return on Equity (ROE). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu: H5 : Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap Return Saham 6. Pengaruh Biaya Interest Risk Ratio (IRR) Terhadap Return Saham Faktor sensitivitas terhadap resiko pasar diproksikan dengan resiko suku bunga yang merupakan variabel yang paling dominan dalam menilai resiko pasar. Resiko bunga merupakan potensi timbulnya kerugian akibat bergeraknya suku bunga pasar ke arah yang berlawanan dengan portofolio pasar. Resiko suku bunga dalam penelitian ini dilihat melalui rasio Interst
57
Risk Ratio (IRR), dimana IRR itu sendiri merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemungkinan bunga yang diterima oleh bank lebih kecil dibandingkan dengan bunga yang dibayarkan oleh bank. Pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap pendapat bunga bersih pada bank secara umum tergantung pada pendapatan bunga dan beban bunga. Semakin besar rasio ini maka menunjukan arah yang positif dalam menghadapi resiko pasar sehingga kemungkinan bank dalam kondisi yang sehat. Sebaliknya semakin kecil angka rasio ini menunjukkan risiko semakin besar. Penelitian tentang pengaruh Interest Risk Ratio (IRR) terhadap kinerja keuangan perbankan belum banyak dilakukan. Penelitian tentang IRR pernah dilakukan oleh Wahyudi dan Sutapa (2010) dengan hasil Interest Risk Ratio (IRR) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dalam memprediksi tingkat kesehatan bank. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu: H6 : Interest Risk Ratio (IRR) berpengaruh positif terhadap Return Saham Dari uraian di atas dan hasil dari penelitian-penelitian terdahulu maka yang menjadi variabel-variabel didalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Net Profit Margin (NPM), Biaya Operasional pada pendapatan Operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Interest Risk Ratio (IRR) sebagai variabel independent (bebas) dan Return Saham sebagai variabel dependent (variabel terikat). Sehingga kerangka pikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
58
Gambar 2.1 Model Konseptual
CAR (X1) NPL (X2) NPM (X3) BOPO (X4) LDR (X5) IRR (X6)
Return Saham (Y)