BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini peneliti akan menjabarkan mengenai teori-teori apa saja yang mendukung riset yang dikerjakan. Teori-teori tersebut diawali dengan pengertian pengukuran kinerja dan manfaatnya, dilanjutkan dengan strategi IT (Information Technology) dan dukungannya terhadap bisnis, kemudian membahas analisis value chain, mengenai peran IT dalam perusahaan, yang diteruskan kemudian dengan teori IT Balanced Scorecard. Setelah itu dibahas mengenai pengukuran dan desain instrumen dalam survei, dan yang terakhir adalah analisis faktor dan penggunaannya.
2.1. Pengukuran Kinerja Pada sub bab ini akan dijabarkan mengenai apa yang dimaksud dengan pengukuran kinerja dan manfaat yang akan diberikan.
2.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2002, p23), pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai (value chain) yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik (feedback) yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan
penyesuaian-penyesuaian
pengendalian. 7
atas
aktivitas
perencanaan
dan
8
Sementara itu, Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997, p54) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “the activity of measuring the performance of an activity or the entire value chain”. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran yang ada dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang pencapaian prestasi pelaksanaan operasional IT pada perusahaan, sehingga dapat memberikan pengendalian yang sebaiknya dilakukan.
2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja Pada tahun 1891, ahli ilmu fisika Inggris Lord Kevin menulis : “Bila anda dapat mengukur apa yang anda sedang bicarakan, dan menyatakannya dalam bentuk angka-angka, maka anda mengetahui sesuatu tentang itu, tetapi apabila anda tidak dapat mengukurnya, dan anda tidak dapat menyatakannya dalam bentuk angka-angka, maka pengetahuan anda adalah tidak lengkap dan tidak memuaskan”. (Gasperz, 2003, p67) Menurut Lynch dan Cross (1991), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut: •
Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat
9
seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. •
Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan dan penyedia internal.
•
Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upayaupaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
2.2. Strategi IT (Information Technology) Dalam satu dekade terakhir, peran dari IT telah berubah secara dramatis, sampai pada suatu titik dimana bisnis tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan IT. Satu hal yang pasti bahwa IT tidak dapat dipisahkan dari perusahaan, dan menjadi bagian yang penting. Tetapi banyak yang mempertimbangkan bahwa IT adalah satu area resiko yang kurang mendapatkan perhatian pada tingkatan Direksi. IT harus mendukung tujuan-tujuan bisnis. Dan strategi IT harus mendukung implementasi dan strategi bisnis. Hubungan antara tujuan dan strategi bisnis dengan IT diilustrasikan pada gambar 2.1.
10
Tujuan Bisnis
Strategi Bisnis
Tujuan IT
Strategi IT
Gambar 2.1 Hubungan Antara Tujuan, Strategi Bisnis Dan Tujuan, Strategi IT (www.itgi.org) “Dahulu IT merupakan sumber biaya, sekarang IT berada pada inti dari banyak bisnis. IT dapat menjadi sebuah sumber dari competitive advantage jika diatur dengan baik, sebuah beban bila diatur dengan buruk. Pendekatan yang terfokus pada biaya terhadap keputusan investasi akan melewatkan peluang bisnis yang besar. Jika salah diterapkan maka investasi tersebut dapat membawa pada eskalasi dalam biaya sejalan dengan waktu. Keputusan IT harus dibuat berdasarkan basis nilai, dengan menggunakan metodologi yang terkait dengan biaya/keuntungan, proses manajemen yang solid, dan keputusan bisnis serta IT yang matang. Hal ini berarti bahwa manajer bisnis harus mengambil kepemilikan dari investasi IT dan terlibat secara penuh dalam proses pengambilan keputusan.” (Grambergen, 2001). Hal yang membuat IT menjadi sangat khusus dan membutuhkan perhatian lebih, adalah: - Pemahaman teknis IT yang lebih dalam dibutuhkan untuk memahami bagaimana IT dapat menciptakan peluang bisnis baru dan meningkatkan efektifitas perusahaan.
11
- Pengetahuan mengenai IT yang sesungguhnya dan hasil yang dapat diberikan (deliver), terbatas pada tingkat manajemen.
2.3. Analisis Value Chain Dari sisi bisnis, pembahasan akan dilakukan menggunakan analisis porter. Analisis porter yang terkait dengan IT adalah value chain. Value chain yaitu suatu konsep dari pengelolaan usaha yang pertama kali dideskripsikan dan dipopulerkan oleh Michael E. Porter dalam buku terlaris 1985, Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. Value chain merupakan sebuah sistem yang merupakan rangkaian aktifitas maupun subsystem yang berinteraksi satu dengan yang lain, dimana masing-masing memberikan nilai terhadap perubahan (Porter, 1985). Dalam persaingan, nilai (value) dapat didefinisikan sebagai jumlah pembeli yang mau membayar untuk apa yang diberikan oleh suatu perusahaan.
Gambar 2.2 Value Chain (Michael E. Porter, 1985)
12
Terdapat dua aktifitas dari value chain, yaitu aktifitas utama (primary activities) dan aktifitas pendukung (support activities). Primary activities meliputi inbound logistic, operations, outbound logistic, marketing dan sales serta service. Sedangkan untuk support activities meliputi firm infrastructure, human resources management, technology development dan procurement. Berdasarkan gambar 2.2 diatas, dapat diketahui bahwa unit IT terletak dalam kategori aktifitas pendukung yaitu technology department. Dimana IT digunakan untuk mendukung aktifitas bisnis perusahaan.
2.4. IT Balanced Scorecard (IT BSC) Pada tahun 1997, Van Grembergen dan Van Bruggen mengadopsi Balanced Scorecard untuk digunakan pada Departemen IT dalam organisasi. Dalam pandangan mereka karena Departemen IT merupakan penyedia layanan internal maka perspektif yang digunakan harus diubah dan disesuaikan. Dengan melihat bahwa pengguna mereka adalah pegawai internal dan kontribusi mereka dinilai berdasarkan pandangan pihak manajemen maka mereka mengajukan perubahan seperti pada gambar dibawah ini.
13
BSC Tradisional
BSC Terhadap IT
BSC Tradisional ¾ ¾ ¾ ¾
IT BSC ¾ ¾ ¾ ¾
Keuangan Pelanggan Proses Bisnis Internal Pembelajaran dan Pertumbuhan
Kontribusi Perusahaan Orientasi Pengguna Keunggulan Operasional Orientasi Masa Depan
Gambar 2.3 Penyesuaian Balanced Scorecard Tradisional dengan IT Balanced Scorecard (Hill, 2003)
Penggunaan IT Balanced Scorecard merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk membantu penyelarasan IT dan bisnis. Tujuannya adalah membuat sebuah fasilitas bagi pelaporan manajemen, menumbuhkan konsensus diantara stakeholder kunci mengenai tujuan strategis IT, menunjukkan efektifitas dan nilai tambah dari IT dan mengkomunikasikan kinerja, resiko dan kemampuan IT (Grambergen, 2000).
14
2.4.1. Perspektif dalam IT Balanced Scorecard
Gambar 2.4: Perspektif IT Balanced Scorecard (Hill, 2003)
Berdasarkan gambar 2.4 diatas, terdapat beberapa perspektif dalam mengevaluasi kinerja IT yang terdiri dari:
2.4.1.1. Perspektif Kontribusi Perusahaan (Corporate Contribution) Perspektif kontribusi organisasi (corporate contribution) adalah perspektif yang mengevaluasi kinerja IT berdasarkan pandangan dari manajemen eksekutif, para direktur dan shareholder.
15
Evaluasi IT dapat dipisahkan menjadi dua macam: • Jangka pendek berupa evaluasi secara finansial. • Jangka panjang yang berorientasi pada proyek dan fungsi IT itu sendiri. Proyek-proyek IT seharusnya dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi. Nilai tambah disini bukan hanya melibatkan resiko dalam pencapaiannya. Penggunaan tolak ukur keuangan sebagai satu-satunya pengukur kinerja organisasi memiliki beberapa kelemahan (Rahmadi Wijaya, 2007), antara lain: a) Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja organisasi bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang. Misalkan, untuk menaikkan profit seorang manajer bisa saja mengorbankan komitmennya terhadap pengembangan dan pelatihan bagi karyawan, termasuk investasi-investasi dalam sistem dan teknologi untuk kepentingan organisasi di masa mendatang. Hal ini akan membantu meningkatkan kinerja keuangan untuk jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang justru akan merugikan. b) Diabaikannya aspek pengukuran non-finansial termasuk intangible asset dan intagible benefit, pada umumnya akan memberikan
16
pandangan yang keliru bagi manajer mengenai situasi dan kondisi organisasi di masa sekarang apalagi di masa mendatang. c) Kinerja keuangan pada dasarnya hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan sepenuhnya kurang mampu untuk menuntun ke arah tujuan organisasi di masa mendatang. Perspektif ini melakukan pengukuran terhadap nilai yang diberikan (deliver) untuk bisnis perusahaan dari investasi yang dilakukan pada IT. Untuk mengukur ini harus ada basis data pengukuran kinerja masa lalu, sehingga diperoleh peningkatan terhadap kinerja saat ini yang disebabkan oleh implementasi strategi. Menurut Martinson, M., R. Davison, et al (1999), misi dan tujuan untuk perspektif ini terdiri dari: • Misi : Berkontribusi terhadap nilai (value) dari bisnis. • Tujuan : Membangun dan menjaga citra, menjaga reputasi yang baik dengan manajemen, layanan yang diberikan IT untuk memenuhi kebutuhan bisnis, dukungan manajemen terhadap layanan IT, peningkatan kinerja bisnis.
17
2.4.1.2. Perspektif Orientasi Pengguna (User Orientation) Perspektif orientasi pengguna (user orientation) adalah perspektif yang mengevaluasi kinerja IT berdasarkan cara pandang pengguna bisnis dan lebih jauh lagi adalah pelanggan dari unit bisnis yang ada. Dalam perspektif ini organisasi melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Dan dengan perspektif orientasi pengguna ini maka organisasi dapat menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting yaitu: loyalitas, retensi, akuisisi, profitabilitas, kepuasan pelanggan sendiri dan sasaran segmen pasar. Selain itu perspektif ini juga memungkinkan organisasi melakukan identifikasi dan pengukuran dimana secara eksplisit menetapkan proposisi nilai (faktor pendorong) yang akan organisasi berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Jadi jika pengguna tidak merasa puas maka akan banyak keluhan atau bahkan akan menurunkan kinerja pengguna di masa yang akan datang, walaupun kinerja mereka saat ini terlihat baik. Secara umum, perspektif ini memiliki dua kelompok pengukuran (Rahmadi Wijaya, 2007), yaitu:
18
a) Kelompok pengukuran pelanggan utama Merupakan ukuran generik yang digunakan hampir semua organisasi, yang terdiri dari ukuran: pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan. • Pangsa pasar Mencerminkan bagian yang dikuasai oleh organisasi atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan. • Retensi pelanggan Mengukur tingkat dimana organisasi dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan penggunanya. • Akuisisi pelanggan Mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. • Kepuasan pelanggan Menaksir tingkat kepuasaan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition.
19
• Profitabilitas pelanggan Berhasil dalam empat ukuran pelanggan utama sebelumnya bukanlah jaminan bahwa sebuah organisasi memiliki pelanggan yang menguntungkan. Karena kepuasan pelanggan dan pangsa pasar yang besar hanyalah sebuah alat untuk mencapai pengembalian finansial yang tinggi, organisasi berharap untuk dapat mengukur tidak hanya besaran bisnis yang dilakukan dengan pelanggan tetapi juga profitabilitas dari bisnis ini, terutama dalam segmen pelanggan sasaran. Organisasi tidak hanya menginginkan pelanggan yang lebih dari sekedar terpuaskan dan senang tetapi juga pelanggan yang memberikan
keuntungan.
Sebuah
ukuran
finansial
seperti
profitabilitas pelanggan dapat membantu organisasi untuk tetap berfokus pada pelanggan, dan di lain pihak dapat mengungkapkan pelanggan sasaran tertentu yang tidak memberian keuntungan. b) Kelompok pendorong kinerja Kelompok pengukuran yang merupakan faktor pendorong kinerja hasil pelanggan. Kelompok pengukuran ini menawarkan proposisi nilai pelanggan yang diberikan organisasi. Proposisi nilai ini menyatakan atribut yang diberikan organisasi kepada produk dan
20
jasanya untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan dalam pasar sasaran. • Product/service attributes Atribut produk atau jasa mencakup fungsionalitas produk atau jasa tersebut, harga dan mutu. Pengguna memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. • Customer relationship Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan organisasi. Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen organisasi terhadap pelanggan berkaitan dengan masalah waktu penyampaian. Waktu merupakan komponen yang penting dalam persaingan organisasi. Pelanggan biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka. • Image and reputation Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan organisasi. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
21
Menurut Martinson, M., R. Davison, et al (1999), misi dan tujuan untuk perspektif ini terdiri dari: • Misi: Sebagai penyedia sistem informasi yang lebih diinginkan • Tujuan: Membangun dan menjaga citra dan reputasi yang baik dengan pengguna (end-user), menjadi penyedia aplikasi yang lebih diinginkan, penyedia layanan operasional yang lebih diinginkan, dapat bekerja sama dengan pengguna, dan dapat memuaskan kebutuhan pengguna. Selain itu perspektif ini juga memungkinkan organisasi melakukan identifikasi dan pengukuran dimana secara eksplisit menetapkan proposisi nilai (faktor pendorong) yang akan organisasi berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Jadi jika pengguna tidak merasa puas maka akan banyak keluhan atau bahkan akan menurunkan kinerja pengguna di masa yang akan datang, walaupun kinerja mereka saat ini terlihat baik. Beberapa hal yang dari perspektif ini adalah: • Kepuasan pengguna. • Performa aplikasi yang digunakan. • Performa layanan perbaikan yang diberikan. • Tingkat keluhan (complain) • Jenis keluhan • Waktu yang diperlukan untuk melayani keluhan • Tingkat kesulitan kerja
22
2.4.1.3. Perspektif Keunggulan Operasional (Operational Excellence) Perspektif ini adalah perspektif yang menilai kinerja IT berdasarkan cara pandang manajemen IT itu sendiri dan lebih jauh lagi adalah pihak yang berkaitan dengan audit dan pihak yang menetapkan aturan-aturan yang digunakan. Keunggulan operational suatu organisasi dapat dilihat pada operasi bisnis internal yang terjadi (Rahmadi Wijaya, 2007), yang dapat dibagi ke dalam: a) Inovasi Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dilakukan dan setelah melalui serangkaian tes dan telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersilkan maka produk atau jasa tersebut diperkenalkan kepada pelanggan. Akitvitas ini merupakan akitvitas penting yang berlangsung untuk jangka panjang sehingga menentukan kesuksesan organisasi dimasa sekarang dan dimasa mendatang.
23
b) Operasional Proses ini merupakan proses dalam pembuatan dan penyampaian produk atau jasa. Dalam proses ini pengukuran yang terkait dapat dikelompokkan pada waktu, kualitas dan biaya. c) Pelayanan purna jual Proses ini dimulai pada saat produk atau jasa sudah terjual atau digunakan. Organisasi dapat mengukur apakah upayanya dalam proses ini telah sesuai dengan harapan pelanggan. Pengukuran pada proses ini dapat menggunakan tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya dan waktu. Menurut Martinson, M., R. Davison, et al (1999), misi dan tujuan untuk perspektif ini terdiri dari: • Misi: Untuk menyediakan layanan dan sistem IT yang efektif dan efisien. • Tujuan: Memberikan keunggulan operasional (produktifitas, kualitas dan efisiensi), waktu penyelesaian masalah yang cepat, peningkatan layanan
secara
berkesinambungan,
efisiensi
dan
efektivitas
operasional IT. Keunggulan operasional suatu organisasi dapat dilihat pada operasi bisnis internal yang terjadi, yaitu:
24
• Keunggulan operasional (produktifitas, kualitas dan efisiensi) • Tingkat respon • Tingkat keamanan dan kenyamanan • Biaya internal operasional
2.4.1.4. Perspektif Orientasi Masa Depan (Future Orientation) Perspektif ini adalah perspektif yang menilai kinerja IT berdasarkan cara pandang dari departemen itu sendiri, yaitu: pelaksanaan, para praktisi dan profesional yang ada. Pada perspektif terakhir ini akan menyiapkan infrastruktur organisasi yang memungkinkan tujuan-tujuan dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. Kemampuan organisasi untuk dapat menghasilkan produk atau jasa di masa mendatang dengan kemampuan layanan yang memuaskan harus dipersiapkan mulai dari saat ini. Pihak manajemen harus dapat memperkirakan tren di masa mendatang dan membuat langkah-langkah persiapan dalam mengantisipasinya. Dalam perspektif ini terdapat tiga kategori yang dapat diperhatikan secara khusus dalam penanganan di masa depan (Rahmadi Wijaya, 2007) yaitu:
25
a) Kapabilitas pekerja Salah satu perubahan yang dramatis dalam pemikiran manajer selama tahun-tahun terakhir ini adalah peran pegawai dalam organisasi. Perencanaan dan pelaksanaan pelatihan kembali (reskilling) pegawai yang
dapat
menjamin
kecerdasan
dan
kreativitasnya
dapat
dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Tiga pengukuran utama yang berlaku umum adalah : •
Kepuasan pekerja: menyatakan bahwa moral pekerja dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting oleh sebagian besar organisasi. Pekerja yang puas merupakan pra-kondisi bagi meningkatnya produkitvitas, daya tanggap dan layanan pelanggan di masa kini maupun masa mendatang.
•
Resensi pekerja: menyatakan lama tidaknya para pekerja yang diminati organisasi dapat bertahan bekerja. Hal ini berdasarkan teori bahwa pada dasarnya suatu organisasi membuat investasi jangka panjang dalam diri para pekerja sehingga seitap kali ada pekerja yang berhenti dan bukan atas keinginan organisasi maka itu merupakan suatu kerugian modal intelektual bagi organisasi tersebut.
26
•
Produktivitas pekerja: merupakan suatu ukuran hasil atau dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut.
Selain tiga pengukuran inti tersebut di atas, maka terdapat pula faktor pendorong yang penting, yaitu: • Kompetensi staf Dengan adanya transformasi organisasi maka para pekerja harus mengambil tanggung jawab baru agar tujuan pelanggan dan keunggulan operasional dapat tercapai. Oleh karena itu maka dibutuhkannya pelatihan ulang dapat dipandang dalam dua dimensi yaitu : tingkat pelatihan yang dibutuhkan dan persentase tenaga kerja yang membutuhkan pelatihan ulang. Bila tingkat pelatihan ulang pekerja rendah, latihan dan pendidikan normal sudah
mencukupi
bagi
organisasi
untuk
mempertahankan
kapabilitas kerja. Dalam hal ini pelatihan ulang bukan merupakan prioritas untuk mendapat tempat dalam IT Balanced Scorecard. Hal yang berbeda berlaku untuk situasi sebaliknya, dimana pekerja membutuhkan latihan khusus.
27
• Infrastruktur Teknologi Mencerminkan kekuatan tepat guna dan sasaran dari teknologi yang digunakan organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuannya. Faktor-faktor yang dapat dimasukkan dalam kategori ini antara lain: penggunaan teknologi strategis, penggunaan database strategis,
pengalaman
yang
dimiliki
(experience
capture),
proprietary aplikasi dan paten atau hak cipta. • Ilmu Untuk Bertindak Faktor pendorong ini biasanya diakibatkan oleh situasi dan kondisi tertentu yang tercipta dalam pelaksanaan proses-proses bisnis maupun dalam pencapaian tujuan strategis organisasi. Faktorfaktor yang termasuk dalam kategori ini
antara lain : siklus
keputusan penting, fokus strategi, pemberdayaan staf, personal aligment, moral pekerja dan kerjasama tim. b) Kapabilitas Sistem Informasi Selain motivasi dan keahlian pekerja, jika ingin para pekerja dapat bekerja secara lebih efektif dalam lingkungan yang kompetitif saat ini dan di masa mendatang, maka diperlukan data dan informasi yang lebih banyak, yang menyangkut pelanggan, keadaan pasar, proses internal dan konsekuensi finansial keputusan organisasi.
28
Menurut Martinson, M., R. Davison, et al (1999), misi dan tujuan untuk perspektif ini terdiri dari: • Misi: Menyediakan peningkatan yang berkelanjutan dan menyiapkan diri untuk tantangan masa depan. • Tujuan: Mengantisipasi dan bersiap diri terhadap permasalahan IT yang mungkin muncul, mengetahui kemampuan teknis staff IT, pelatihan dan pendidikan staf IT, regenerasi staff IT.
2.5. Penggunaan IT Balanced Scorecard Untuk mendukung penelitian ini, dilakukan beberapa perbandingan dalam penggunaan IT Balanced Scorecard pada industri perbankan di Indonesia Dimana perbandingan tersebut dilakukan terhadap penelitian sebelumnya, yaitu:
2.5.1. Evaluasi strategi
strategi bisnis
teknologi Bank
informasi
terhadap
Indonesia
dengan
menggunakan IT Balanced Scorecard Penelitian ini dilakukan pada tahun 2007 oleh DJAROT SUMANTRI, DJOKO SISWANTO, RATNAWAN BIMANTORO. Dimana penelitian ini berisikan:
29
Bank Indonesia adalah bank sentral di Republik Indonesia yang sebagai mana industri perbankan lainnya, sudah menggunakan teknologi informasi secara intensif di seluruh operasional Bank Indonesia. IT ini sudah digunakan tidak hanya di kantor pusat saja tetapi sampai seluruh kantor Bank Indonesia (cabang) dan kantor perwakilan Bank Indonesia yang saling terhubung dengan jaringan komunikasi BI-NET (Bank Indonesia Network). Tingginya penggunaan teknologi informasi ini sudah diperkirakan oleh Direktorat Teknologi Informasi sebagai satuan kerja yang mengelola teknologi informasi di Bank Indonesia. Oleh karena itu untuk merencakanan pengembangan teknologi informasi di Bank Indonesia, sejak tahun 2000 telah disusun Strategi Teknologi Informasi yang kemudian disempurnakan menjadi Strategi dan Kebijakan Teknologi Informasi pada tahun 2006. Dalam mengelola Strategi IT ini, IT Governance sangat diperlukan untuk menjawab tuntutan stakeholders (pemerintah, BPK, masyarakat, perbankan dan pihak-pihak yang terafiliasi) dalam hal pengelolaan dan penyediaan teknologi informasi di Bank Indonesia. Salah satu cara yang efektif untuk mencapai kesesuaian dan keselarasan IT dengan bisnis adalah dengan menggunakan IT Balanced Scorecard. Tujuan
dari
pengguanaan
IT
Balanced
Scorecard
mengevaluasi strategi IT Bank Indonesia antara lain adalah:
dalam
30
• Mengukur kesesuaian Strategi IT Bank Indonesia dengan strategi bisnis Bank Indonesia. • Menyediakan mekanisme dan tools bagi top level management untuk melakukan evaluasi terhadap strategi IT seiring dengan perubahan– perubahan yang terjadi pada Strategi Bisnis Bank Indonesia. Hasil dari penelitian ini terdiri dari: • Dalam implementasi strategi sektor sistem pembayaran, penggunaan IT sudah sangat tinggi untuk menciptakan system transaksi pembayaran yang handal dan efisien. • Dalam implementasi strategi sektor moneter, penggunaan IT sudah sangat tinggi untuk mengumpulkan dan menyajikan berbagai indikator ekonomi sehingga dapat mempercepat pengambilan keputusan. • Dalam implementasi strategi sektor perbankan, penggunaan IT sudah sangat tinggi untuk mengumpulkan dan menyajikan kondisi system perbankan di Indonesia. • Dalam implementasi strategi sektor manajemen intern, penggunaan IT sudah sangat tinggi untuk memperlancar dan mengefisienkan prosesproses dalam mendukung manajemen internal.
31
2.6. Pengukuran dan Desain Instrumen Dalam Survei Teknik pengukuran yaitu aturan dan prosedur yang digunakan untuk menjembatani antara apa yang ada dalam dunia konsep dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Proses pengukuran amat berkaitan dengan desain instrumen. Desain instrumen dapat didefinisikan sebagai penyusunan instrumen pengumpulan data (biasanya berupa kuesioner) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan guna memecahkan masalah penelitian. Proses pengukuran dan desain instrumen (Mudrajad Kuncoro, 2003) tersebut terdiri dari:
2.6.1. Komponen Pengukuran Tujuan pengukuran adalah menerjemahkan karakteristik data empiris ke dalam bentuk yang dapat dianalisis oleh peneliti. Titik fokus pengukuran adalah pemberian “angka” terhadap data empiris berdasarkan jumlah aturan/prosedur tertentu. Prosedur ini dinamakan proses pengukuran, yaitu investigasi mengenai ciri-ciri yang mendasari kejadian empiris dan memberi angka atas ciri-ciri tersebut. Kendati komponen pengukuran amat beragam, setidaknya ada tiga komponen yang dibutuhkan dalam setiap pengukuran, yaitu: a) Kejadian empiris (empirical events) yang dapat diamati.
32
Merupakan sejumlah ciri-ciri dari objek, individu atau kelompok yang dapat diamati. Dapat diamati mengandung arti bahwa setiap orang dapat menangkap, atau setidaknya menyimpulkan, bahwa suatu objek, individu, atau kelompok mempunyai ciri-ciri tertentu. b) Penggunaan angka (the use of numbers). Penggunaan angka untuk menggambarkan kejadian empiris. “Angka” adalah numerik atau simbol-simbol lain yang digunakan untuk mengidentifikasi. Penggunaan angka adalah untuk memberi arti bagi ciriciri yang mejadi pusat perhatian peneliti. c) Sejumlah aturan pemetaan (set of mapping rules). Pernyataan yang menjelaskan arti angka terhadap kejadian empiris. Aturan-aturan pemetaan disusun oleh peneliti untuk tujuan studi.
2.6.2. Proses Pengukuran Proses pengukuran dapat digambarkan sebagai sederet tahap yang saling berkaitan yang dimulai dari: a) Mengisolasi kejadian empiris Kejadian empiris dirangkum dalam bentuk konsep/konstruksi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Konsep adalah abstraksi ide yang digeneralisasi dari fakta tertentu.
33
b) Mendefinisikan konsep secara konstitutif dan operasional Definisi konstitutif mendefinisikan konsep dengan konsep lain sehingga melandasi konsep kepentingan. Begitu definisi konstitutif telah ditetapkan, maka definisi operasional harus dinyatakan karena definisi operasional akan merefleksikan dengan tepat esensi definisi konsitutif. Definisi operasional memperinci aturan pemetaan dan alat di mana variabel akan diukur dalam kenyataan. Definisi ini menyatakan prosedur yang harus diikuti oleh peneliti dalam memberikan angka terhadap konsep yang diukur. c) Mengembangkan skala pengukuran Setelah definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan. Tujuan utamanya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring dengan sifat-sifat kejadian yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh peneliti dengan memahami betul hakekat kejadian empris yang diukur dan menterjemahkan pengetahuan ini dalam pemilihan dan penyusunan skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat yang sama. Skala pengukuran (measurement scale) dapat didefinisikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk memberikan angka terhadap objek/kejadian empiris.
34
2.6.3. Skala Pengukuran Skala pengukuran amat bervariasi. Kendati kompleksitas variasi alat pengukuran amat beragam, semua skala mempunyai ciri-ciri setidaknya satu dari empat tingkat pengukuran, yaitu a) Skala Nominal adalah skala mengelompokkan obyek atau peristiwa dalam berbentuk kategori. Skala nominal diperoleh dari pengukuran nominal yaitu suatu proses mengklasifikasian obyek-obyek yang berbeda kedalam kategori-kategori berdasarkan beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik data nominal adalah: •
Kategori data bersifat mutually eksklusif (setiap obyek hanya memiliki satu kategori.
•
Kategori data tidak disusun secara logis.
b) Skala Ordinal adalah jenis skala yang menunjukkan tingkat. Skala ini biasanya
dipergunakan
dalam
menentukan
ranking
seseorang
dibandingkan dengan yang lain. misalnya ranking siswa dikelas dibuat dari nilai tertinggi sampai nilai terendah. Ranking pertama dan kedua tidak memiliki jarak rentangan yang sama dengan ranking kedua dan ketiga. Contoh lain skala ordinal adalah nilai mahasiswa dalam bentuk huruf, A, B, C, D dan E. skala ordinal memiliki karakteristik:
35
• Kategori data bersifat mutually eksklusif (setiap obyek hanya memiliki satu kategori). • Kategori data tidak disusun secara logis. • Kategori data disusun berdasarkan urutan logis dan sesuai dengan besarnya karakteristik yang dimiliki. c) Skala Interval adalah skala yang yang memiliki jarak yang sama antar datanya akan tetapi tidak memiliki nol mutlak. Nol mutlak artinya tidak dianggap ada. Salah satu cirri matematis yang dimiliki skala interval adalah penjumlahan. Dengan demikian, kita dapat membuat operasi penambahan atau pengurangan. Misalnya, jarak pada temperatur tertentu. Jarak antara 250F dengan 500F sama dengan jarak 750F dengan 1000F. akan tetapi, skala suhu ini tidak memiliki titik nol mutlak sehingga kita tidak bisa melakukan operasi perkalian dan pembagian. Untuk itu maka ada satu lagi skala yaitu skala rasio. d) Skala Rasio adalah skala pengukuran yang memiliki nol mutlak sehingga dapat dilakukan operasi perkalian dan pembagian. Misalnya berat badan, tinggi badan, pendapatan dan lain sebagainya. untuk melakukan pengujian hipotesis, maka data yang kita miliki minimal berskala interval. jika data berskala nominal atau ordinal, data tersebut harus ditransfer dulu ke skala interval baru bisa di lakukan pengujian hipotesis.
36
Setelah variabel yang menjadi perhatian diidentifikasi dan didefinisikan secara konseptual, suatu jenis skala harus dipilih. Pemilihan skala amat tergantung dari ciri-ciri yang mendasari konsep dan antisipasi peneliti terhadap penggunaan variabel yang digunakan dalam tahap analisis data. Proses ini disebut evaluasi mengenai skala pengukuran. Dalam mengevaluasi skala pengukuran, harus diperhatikan dua hal yaitu:
2.6.3.1. Validitas Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid maka tidak akan bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur atau melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Secara konseptual, dibedakan 3 jenis validitas (Sekaran, 2000: 207-8), yaitu: a) Validitas Isi (Content Validity) Validitas isi memastikan bahwa ukuran telah cukup memasukkan sejumlah item yang representative dalam menyusun sebuah konsep. Semakin besar skala item dalam mewakili semesta konsep yang diukur, maka semakin besar validitas isi. Dengan kata lain, validitas isi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan seberapa baik dimensi dan elemen sebuah konsep digambarkan.
37
b) Validitas Yang Berkaitan Dengan Kriteria (Criterion-related validity) Validitas yang berkaitan dengan criteria terjadi ketika sebuah ukuran membedakan individual pada kritera yang akan diperkurakan. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan: • Concurrent Validity Terjadi ketika skala yang ditetapkan dapat membedakan individual yang telah diketahui berbeda, sehingga skor untuk masing-masing instrument harus berbeda. • Predictive Validity Menunjukkan kemampuan sebuah instrumen pengukuran dalam membedakan individu dalam kritera masa depan. c) Validitas Konstruk (Construct validity) Menurut Sugiyono (2008), salah satu jenis pengujian validitas instrumen adalah Construct Validity, dimana instrumen disusun berdasarkan masukan dari orang yang ahli dibidangnya. Pengujian ini bisa dilakukan dengan analisis faktor atau korelasi. Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk
38
mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu: a) Korelasi Pearson Product Moment Dilakukan apabila sampel datanya lebih dari tiga puluh (30) data (sampel besar) dan kondisi datanya normal. Termasuk statistik parametric. b) Korelasi Rank Spearman Dilakukan apabila sampel datanya kurang dari tiga puluh (30) data (sampel kecil) dan kondisi datanya tidak normal. Termasuk statistik non-parametrik. c) Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi lain, seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, GoodmanKruskal, Somer, dan Wilson. Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen. Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skalaskala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala interval atau
39
rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal; Chi Square menggunakan data nominal. Kuat lemah hubungan diukur diantara jarak (range) 0 sampai dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif, korelasi disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefesien korelasi ialah suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien korelasi diketemukan +1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika koefesien korelasi diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif.
2.6.3.2. Reliabilitas Realibilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Ujian Reliabilitas alat ukur dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal, pengujian dapat dilakukan test-retest, equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal, reliabilitas alat
40
ukur dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrument dengan teknik tertentu. Menurut Kaplan dan Saccuzo (1993), metode perhitungan realibilitas dikelompokkan berdasarkan sumber pengukuran sebagai berikut: a) Test Retest Reliability Alat ukur penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test retest dilakukan dengan cara mencobakan alat ukur beberapa kali kepada responden. Jadi, dalam hal ini alat ukurnya sama, respondennya sama, dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan, maka instrument tersebut sudah dinyatakan reliable. Metode ini merupakan perhitungan yang paling baik untuk mengetahui penyebab timbulnya kesalahan yang berkaitan dengan waktu. b) Equivalen Pengujian reliabilitas alat ukur dengan cara ini cukup dilakukan sekali, tetapi alat ukurnya ada dua, pada responden yang sama, waktu yang sama. Alat ukur yang ekivalen adalah pernyataan secara bahasa berbeda, tetapi maksudnya sama. Reliabilitas alat ukur dihitung dengan cara mengkorelasikan antara data alat ukur yang satu dengan
41
data alat ukur yang dijadikan ekivalen. Bila korelasinya positif dan signifikan, maka alat ukur dapat dinyatakan reliabel. c) Gabungan Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencoba dua alat ukur yang ekivalen itu beberapa kali ke responden yang sama. Ini merupakan gabungan cara pertama dengan cara kedua. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen yang ekivalen pada pengujian pertama, setelah itu dikorelasikan secara silang. Jadi, dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda, akan dapat dianalisa enam koefisien reliabilitas. Bila keenam koefisien korelasi itu kesemuanya positif dan signifikan, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur tersebut reliabel. d) Internal Consistency Pengujian reliabilitas alat ukur Internal Consistency, dilakukan dengan cara mencoba alat ukur cukup hanya sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas alat ukur. Pada penelitian pengujian dapat digunakan untuk mengevaluasi sumber variasi alat tes yang tunggal, diantaranya:
42
• Alpha Cronbach Metode yang digunakan untuk menghitung reabilitas suatu tes yang tidak mempunyai pilihan ‘benar’ atau ‘salah’ maupun ‘ya’ atau ‘tidak’. Alpha Cronbach sangat umum digunakan, sehingga merupakan koefisien yang umum untuk mengevaluasi interval consistency. • Split half method Metode
perhitungan
reabilitas yang
dilakukan
dengan
cara
memberikan suatu test pada sejumlah subyek yang kemudian tes tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama beasar. Kedua hasil akan dibandingkan, dan apabila mendapat korelasi positif dan hasil korelasinya cukup tinggi, maka dapat dikatakan bahwa test tersebut adalah reliabel.
2.6.4. Menyusun Kuesioner Langkah awal dalam menyusun desain instrumen adalah membuat kuesioner,
yaitu
daftar
pertanyaan-pertanyaan
atau
pernyataan-
pernyataan yang disusun secara tertulis. Kuesioner ini bertujuan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban para responden. Dalam menyusun kuesioner, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
43
a) Apakah pertanyaan atau pernyataan itu perlu? Pertanyaan atau pernyataan harus diajukan hanya apabila diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Pertanyaan atau pernyataan yang tidak perlu hanya akan membingungkan responden. b) Bagaimana pertanyaan atau pernyataan itu sebaiknya diajukan? Ada setidaknya dua alasan pentingnya hal ini. Pertama, bisa saja terjadi responden yang berbeda mempunyai persepsi berbeda saat mengartikan kata yang sama dan setiap responden mempunyai kerangka
pengalaman
yang
berbeda
saat
membaca
dan
menginterpretasikan pertanyaan. Oleh karena itu, pertanyaan atau pernyataan harus disusun secara cermat dan diujicobakan agar sesuai dengan yang dimaksud oleh peneliti. Alasan kedua berkaitan dengan pertanyaan atau pernyataan yang sensitif atau besar kemungkinan menyinggung responden. Oleh karena itu, disarankan agar responden diberitahu bagaimana data ini akan digunakan disertai janji bahwa anomalitas responden akan tetap dijaga kerahasiaannya. c) Apakah bentuk pertanyaan atau pernyataan terbuka atau tertutup? Pertanyaan atau pernyataan terbuka adalah yang memberikan kebebasan kepada responden utnuk menjawab sesuai dengan jalan
44
pikirannya. Keuntungan utama menggunakan bentuk ini adalah bahwa responden dapat mengatakan apa yang mereka inginkan tanpa dibatasi oleh pendapat yang telah disusun oleh peneliti. Hanya saja, akan lebih sulit dianalisis, sulit dalam pemberian kode (dalam analisis data), dan kurang efisien. Di lain pihak, pertanyaan atau pernyataan tertutup adalah dimana jawaban-jawabannya telah dibatasi oleh peneliti sehingga menutup kemungkinan bagi responden utnuk menjawab panjang lebar sesuai dengan jalan pikirannya. Keuntungannya adalah mudah dalam
pengkodean,
tidak
memerlukan
banyak
waktu
saat
menganalisis, dan lebih efisien dalam menanganinya dibanding yang terbuka. d) Bagaimana seharusnya pertanyaan atau pernyataan itu dirumuskan? Pertanyaan atau pernyataan yang spesifik lebih dianjurkan dibandingkan yang bersifat umum. Dan hindari pertanyaan atau pernyataan yang bermakna ganda, karena akan membingungkan responden. e) Bagaimana format jawaban disusun? Berkaitan dengan beberapa pertanyaan penting berikut:
45
• Apa alternatif jawaban yang akan digunakan: dikotomi atau pilihan berganda? • Bagaimana urutan alternatif jawaban disusun? • Bagaimana cara mengatasi/mengantisipasi jawaban “tidak tahu”, “tidak ada jawaban”, dan “jawaban netral”? f) Apa teknik skala yang sebaiknya digunakan? Ada dua teknik skala utama yang sering digunakan, yaitu: i. Skala Penilaian (rating scale) Dimana dievaluasi suatu dimensi orang, objek, atau fenomena pada suatu titik dalam suatu rentang/kategori. Jenis skala ini dibagi menjadi: • Graphic
rating
scales,
dimana
responden
menunjukkan
perasaannya dalam skala grafik, misalnya: Dalam skala 0 hingga 100 (0=sangat jelek, 50=netral, 100=yang paling baik), tolong tunjukkan penilaian anda mengenai film yang baru saja anda tonton. Nilai anda __________. • Itemized rating scales, dimana dipilih suatu kategori dalam bentuk berurutan. □ Sangat tertarik, □ Tertarik, □ Tidak tertarik.
46
• Comparative rating scales, dimana orang, objek, atau fenomena lain dinilai dalam suatu standar orang, objek, atau fenomena lain. Salah satu bentuk skala ini adalah dikenal dengan nama skala rank-order. ii. Altitude scale Yaitu suatu kumpulan alat pengukuran yang mengukur tanggapan individu terhadap suatu objek atau fenomena. Jenis skala ini dibagi menjadi: • Skala Likert (Likert scale), dimana responden menyatakan tingkat setuju, atau tidak setuju mengenai berbagai pernyataan mengenai perilaku, objek, oran, atau kejadian. Biasanya skala yang diajukan terdiri atas 5 atau 7 titik. Skala-skala ini nantinya dijumlahkan untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku, misalnya: Sangat tidak setuju Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat setuju 1
2
3
4
5
• Semantic differential, dimana responden menilai perilaku objek dengan skala 5 atau 7 titik dari dua kutub kata sifat atau frase. Pemilihan kata sifat atau frase berdasarkan perilaku objek, orang, atau kejadian.
47
2.6.5. Desain Instrumen Proses penyusunan desain instrumen pada dasarnya adalah suatu seni. Kendati demikian dua hal utama yang harus diperhatikan dalam desain instrumen adalah sebagai berikut: a) Urutan Skala dan Layout Penyajian dan organisasi
instrumen
pengumpulan data amat
menentukan dalam sukses atau tidaknya penelitian. Isu sentral pada tahap ini adalah urutan skala dan penyajian alat pengukuran dalam bentuk yang menarik dan mudah dimengerti. b) Pratest dan Perbaikan Setelah instrument disusn dalam bentuk draft, maka pretest (uji coba sebelum penelitian yang sebenarnya dilakukan) sebaiknya dilakukan pada sejumlah responden. Pratest seringkali dapat mengidentifikasi masalahmasalah dalam penyusunan kata-kata, format kuesioner, dan lain-lain yang amat berpengaruh terhadap validitas penemuan dari penelitian tersebut. Bila masalah-masalah tersebut ditemui, peneliti dapat membuat perubahan-perubahan seperlunya agar dapat memperoleh data dengan kualitas yang tinggi.
48
2.7. Analisis Faktor Kerlinger (1993) menyebutkan bahwa analisis faktor merupakan ratu atau primadona
metode
analisis
sehubungan
dengan
kekuatan,
keluwesan
dan
kedekatannya dengan hakekat maksud dan tujuan penelitian. Lebih lanjut dikatakan bahwa analisis faktor berfungsi melayani tujuan efisiensi kegiatan ilmiah karena dapat mengurangi kelipatgandaan tes dan pengukuran hingga menjadi jauh lebih sederhana. Suatu faktor merupakan konstrak yang dianggap melandasi tes, skala, butir dan bahkan hampir semua jenis ukuran.
2.7.1.Pengertian Analisis Faktor Dalam suatu pengamatan atau penelitian seringkali dicari faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab suatu masalah. Misalnya jika ingin mengetahui apa yang menyebabkan konsumen memilih mobil van dibandingkan mobil sedan, apa yang menyebabkan penumpang kereta api memilih kelas bisnis daripada kelas ekonomi, atau faktor apa saja yang menjadi penyebab konsumen menyukai model rumah mediteranian. Pengamatan semacam ini tidak jarang meliputi jumlah variabel atau factor penyebab yang banyak dan beragam. Hal ini tentu saja akan menyulitkan dalam menganalisis dan menarik kesimpulan tentang data tersebut Metode analisis faktor pertama kali digunakan oleh Charles Spearmen untuk memecahkan persoalan psikologi dalam tulisannya pada American
49
Journal of Psychology pada tahun 1904 mengenai penetapan dan pengukuran intelektual. Analisis faktor menganalisis sejumlah variabel dari suatu pengukuran atau pengamatan yang dititikberatkan pada teori dan kenyataan yang sebenarnya dan menganalisis interkorelasi (hubungan) antarvariabel tersebut untuk menetapkan apakah variasi-variasi yang tampak dalam variabel tersebut berasal atau berdasarkan sejumlah faktor dasar yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah variasi yang ada pada variabel. Analisis faktor menyederhanakan hubungan yang beragam dan kompleks pada set data/variabel amatan dengan menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan/mempunyai koelasi pada suatu struktur data yang baru yang mempunyai set faktor yang lebih kecil. Fungsi dan analisis faktor adalah sebagai berikut: a. Menentukan himpunan dari dimensi yang tidak mudah diamati dalam himpunan variable (R faktor analysis). b. Mengelompokkan orang-orang (misalnya responden kuis) kedalam kelompok-kelompok berbeda didalam populasi (Q faktor analysis). c. Mengidentfikasi variable-variabel yang akan digunakan kedalam analisis lanjutan (regresi, korelasi atau diskriminan). d. Membentuk himpunan dari variable (dengan jumlah lebih sedikit) untuk menggantikan (sebagian/seluruh) himpunan variable awal. e. Menganalisis suatu fenomena dengan data yang sangat besar.
50
f. Menjabarkan/menguraikan suatu kaitan kompleks diantara fenomena ke dalam fungsi kesatuan-kesatuan atau ke dalam bagian-bagiannya dan dapat mengidentifikasikan pengaruh luar. Penggunaan metode analisis faktor dapat diklasifikasikan menjadi: a. Penyelidikan untuk penemuan (exploratory) Analisis faktor digunakan untuk menyelidiki dan mendeteksi suatu pola dari variabel-variabel yang ada, dengan tujuan untuk menemukan suatu konsep baru dan kemungkinan pengurangan data dari data dasar. b.
Penegasan suatu hipotesa (confirmatory uses) Analisis faktor digunakan untuk mengadakan pengujian suatu hipotesis mengenai struktur dan variabel-variabel baru yang berkaitan dengan sejumlah faktor yang signifikan dan faktor loading yang diharapkan.
c.
Alat pengukur (measuring device) Analisis faktor digunakan untuk membentuk variabel-variabel untuk digunakan sebagai variabel baru pad analisis berikutnya.
2.7.2.Metode Analisis Faktor Terdapat beberapa tehnik analisis interpendensi varibel yang dapat dikelompokkan ke dalam analisis faktor, yaitu: a. Analisis Komponen Utama Merupakan teknik reduksi data yang bertujuan untuk membentuk suatu kombinasi linier dari variabel awal dengan memperhitungkan sebanyak mungkin jumlah variasi variabel awal yang mungkin.
51
b. Analisis Faktor Umum (Common Factor Analysis) Merupakan model faktor yang digunakan untuk mengidentifikasikan sejumlah dimensi dalam data (faktor) yang tidak mudah untuk dikenali. Tujuan utamanya adalah mengidentifikasikan dimensi laten yang direpresentasikan dalam himpunan variabel asal. Terdapat beberapa model yang terdiri dari: • Principal-axis factoring • Unweighted least-squares • Generelized least-squares • Maximum likehood • Alpha factoring • Image factoring Perbedaan berbagai macam teknik tersebut terutama terletak pada jumlah variansi yang dianalisis, apakah total variansi atau hanya variansi umum. Variansi itu sendiri dapat dibagi menjadi : - Variansi umum (common variance), yaitu variansi variabel yang merupakan variansi bersama dengan variabel lain - Variansi unik (unique variance), yaitu variansi variabel yang digunakan oleh variabel itu sendiri. Prinsip kerja analisis faktor dapat dilihat pada gambar berikut:
52
Gambar 2.5 Esensi dari Analisis Faktor (Dermawan Wibisono, Riset Bisnis, p240, 2002)
Pada gambar Esensi dari Analisis Faktor terdapat 9 variabel yang saling berkorelasi satu dengan lainnya. Analisis faktor mengintegrasikan variabel manifest tadi kedalam tiga faktor berdasarkan keterkaitan antarvariabel. Demikian sehingga faktor 1 dibentuk oleh oleh variabel manifes X1, X2, X3, X4, dan X6. Faktor 2 oleh X2, X7, dan faktor 3 oleh X5, X8, X9. Variabel laten yang satu dengan yang lainnya memiliki hubungan bebas linear ortogonal, artinya tidak memiliki korelasi antar variabel-variabel laten tersebut. Variabel laten yang terbentuk tidak dapat menjelaskan semua variansi yang ada dalam variabel-variabel manifest pembentuknya.Ada bagian unik yang merupakan karakteristik masing-masing variabel manifest.
53
2.7.3.Mekanisme Analisis Faktor Prinsip kerja analisis faktor adalah dari n variabel yang diamati dimana beberapa variabel mempunyai korelasi maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut memiliki p faktor umum (common faktor) yang mendasari korelasi antarvariabel dan juga mfaktor unik (unique faktor) yang membedakan tiap variabel. Faktor umum dilambangkan dengan F1,F2,F3,F4,….,Fm dan faktor unik U1,U2,U3,U4,….,Um. Model matematis dasar analisis faktor yang digunakan untuk setiap variabel independen X1.
i = 1,2,3,4,…p Di mana: Xi = variabel independen ke-I
Bi = koefisien faktor unik
Fi = faktor kesamaan ke-j Ui = faktor unik ke-i Aij = koefisien faktor kesamaan Koefisien Aij (loading Aij) dapat menyatakan besarnya kontirbusi variabel Xi pada faktor kesamaan Fj dan memegang peranan dalam mengambil suatu kesimpulan sampai seberapa jauh pengaruh variabel Xi terhadap faktro kesamaan Fj. Koefisien faktor unik bi berfungsi untuk membantu satuan faktor unik agar dapat dipilih sesederhana mungkin. Faktor kesamaan dapat pula menyatakan
54
korelasi diantara variabel, sedangkan faktor unik menerangkan sisa variansi dari faktor kesamaan atau dapat menunjukkan kegagalan faktor kesamaan dalam menjelaskan variansi satuan total dari variabel. Rumusan Masalah
Matriks Korelasi Jumlah Faktor Rotasi Faktor Interpretasi Faktor Gambar 2.6 Langkah-Langkah Dalam Analisis Faktor (De Vaus, 1991) Sebagai sebuah metode, analisis faktor mempunyai serangkaian langkah atau tahap. Terdapat lima langkah penting dalam proses tersebut, yaitu merumuskan masalah, membuat matriks korelasi, menentukan jumlah faktor, rotasi faktor dan interpretasi faktor (De Vaus, 1991).
2.7.3.1. Rumusan Masalah Rumusan masalah terdiri dari: a) Identifikasi sasaran atau tujuan, dari analisis faktor variabel-variabel yang akan dilakukan analisa faktor seharusnya didasarkan pada penelitian sebelumnya, teori atau pertimbangan peneliti.
55
b) Variabel-variabel tersebut diukur atas dasar skala ordinal.
2.7.3.2. Matriks Korelasi Korelasi antar variabel biasanya dibangun berdasarkan beberapa tahap pengujian: a) Barlett’s test of Sphericity Dipakai untuk menguji bahwa variabel-variabel dalam sampel berkorelasi. b) Uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Untuk mengetahui kecukupan sampel atau pengukuran kelayakan sampel. Merupakan indeks pembanding besarnya koefisien relasi observasi dengan besarnya koefisien parsial. c) Uji Measure of Sampling Adequency (MSA) Digunakan untuk mengukur derajat korelasi antar variabel.
2.7.3.3. Menentukan Jumlah Faktor Tahap ekstraksi faktor dilakukan untuk menentukan jenis-jenis faktor yang akan dipakai. Estimasi faktor dapat menggunakan metode Principal Component Analysis (selain itu terdapat metode common faktor analysis). Dengan metode ini, akan terbentuk kombinasi linier dari variabel-variabel observasi. a) Communalities
56
Communalities pada dasarnya adalah jumlah varians (bisa dalam prosentase) dari suatu variabel mula-mula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada. Dalam analisis faktor, total variansi (communality) terbentuk dari (Fruchter, 1954): • Common (variansi umum), menunjukkan variansi variabel bersama antara tiap variabel penelitian. • Spesific (variansi unik), menunjukkan variansi variabel spesifik tertentu. • Error, akibat ketidakandalan dalam proses pengambilan data. b) Eigenvalues Setelah ekstraksi faktor dilakukan, kemudian dilakukan perhitungan eigenvalues, yang menyatakan nilai variansi dari variabel manifest. Banyaknya faktor ditentukan berdasarkan nilai persentase dari variansi total yang ditetapkan oleh variabel tersebut. Variansi nilai tersebut merupakan jumlah variansi masing-masing variabel yang disebut nilai eigen (eigenvalues). c) Scree Plot Sebuah scree plot Adalah plot eigenvalue terhadap jumlah faktor dalam urutan ektrasi. Bentuk dari plot digunakan untuk menentukan jumlah faktor. Pada umumnya jumlah factor yang ditentukan atas dasar scree
57
plot lebih banyak dari pada jumlah faktor yang ditentukan atas dasar eigenvalue.
2.7.3.4. Rotasi Faktor Tahap selanjutnya yaitu rotasi faktor, bertujuan untuk mempermudah interpretasi dalam menentukan variabel-variabel mana saja yang tercantum dalam suatu faktor. Beberapa metode yang digunakan untuk merotasikan faktor antara lain: a. Metode Quartimax: bertujuan untuk merotasi faktor awal hasil ekstraksi sehingga pada akhirnya diperoleh hasil rotasi diamana setiap variabel member bobot yang tinggi di satu faktor dan sekecil mungkin pada faktor lain. b. Metode Varimax: bertujuan merotasi faktor awal hasil ekstraksi sehingga pada akhirnya diperoleh hasil rotasi dimana dalam satu kolom nilai yang ada sebanyak mungkin mendekati nol. Hasil ini berarti di dalam setiap faktor tercakup sesedikit mungkin variabel. c. Metode
Equimax:
bertujuan
untuk
mengkombinasikan
metode
quartimax dan varimax. Langkah-langkah setelah dilakukan rotasi faktor, yaitu: i. Dilihat factor loading, yang merupakan korelasi sederhana antara variabel dengan faktor.
58
ii. Dimulai dari variabel pada urutan pertama, dimulai dengan bergerak dari faktor paling kiri ke faktor paling kanan pada setiap baris untuk mencari bilangan yang nilai mutlaknya paling besar dalam baris tersebut. iii. Bilangan yang paling besar menunjukkan dalam faktor mana setiap variabel termasuk. Hal tersebut menggambarkan factor loading sebuah variabel dengan faktor bersangkutan. Semakin tinggi factor loading berarti semakin erat hubungan antara variabel dengan faktor tersebut. iv. Bila ada variabel yang belum termasuk dalam salah satu faktor (karena bobotnya kurang dari batas keberartian) maka terdapat dua pilihan yang dapat dilakukan, yaitu: • Mengintepretasikan solusi apa adanya tanpa mengikutkan variabel yang bobotnya tidak signifikan. • Mengevaluasi variabel yang tidak memiliki bobot signifikan tersebut. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui relevansi variabel dalam penelitian yang dilakukan.
2.7.3.5. Interpretasi Faktor Setelah dilakukan rotasi matrik, selanjutnya adalah tahap interpretasi faktor berdasarkan bobot masing-masing variabel dalam setiap faktor. Interpretasi faktor-faktor yang diperoleh dari hasil reduksi akan diberikan nama, dimana penamaan faktor tergantung pada variabel-variabel yang menjadi satu kelompok faktor. Pemberian nama ini sebenarnya bersifat
59
subyektif serta tidak ada ketentuan yang pasti mengenai pemberian nama tersebut (Santoso dan Tjiptono, 2001: 269).