BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jabatan Notaris a. Dasar Hukum Jabatan Notaris Tentang Notaris di Indonesia, semula diatur di dalam Reglement op het Notarisambt in Nederlands Indie atau yang biasa disebut Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia, yang berlaku mulai tahun 1860 (Stbl. 1860 No.3).1 Kemudian Jabatan Notaris diatur dalam : 1.a)
Ordonantie
tanggal
16
September
1931,
Tentang
Honorarium Notaris, 2.a)
Undang‐Undang Nomor 33 Tahun 1954, Tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara.
Dalam perkembangannya, banyak ketentuan‐ketentuan didalam Peraturan Jabatan Notaris yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan masyarakat di Indonesia. Sehingga pada tanggal 6 Oktober 2004, di undangkan Undang‐Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor : 117 yang terdiri dariXIII bab dan 92 pasal. Kemudian di tahun 2014 pada tanggal 17 Januari 2014 mulailah berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang baru di Indonesia. Lembaga notariat mempunyai peranan yang penting, karena menyangkut akan kebutuhan dalam pergaulan antara manusia yang menghendaki adanya alat bukti tertulis dalam bidang hukum Perdata, sehingga mempunyai kekuatan otentik. Mengingat pentingnya lembaga ini, maka harus mengacu pada peraturan
1
R. Soegondo Notodisoerjo, op.cit, hlm. 29
8
perundang-undangan di bidang notariat, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. b. Pengertian Jabatan Notaris Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), termasuk dalam lingkup Undang-Undang dan peraturan-peraturan organik, karena mengatur Jabatan Notaris. Materi yang diatur dalamnya termasuk dalam hukum publik, sehingga ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa (dwingend recht). Seorang notaries, berwenang untuk membuat akta-akta otentlik dan merupakan satu-satunya pejabat umum yang diangkat serta diperintahkan oleh suatu peraturan yang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan. Notaris pada Pasal 1 angka 1 UUJN adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
c. Kewenangan dan Kewajiban Jabatan Notaris Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu, artinya tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum dapat membuat akta-akta tertentu, yakni ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Notaris dalam Pasal 15 UUJN yang lebih komprehensif mengatur sebagai berikut : 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undangundang. 2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula: a) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b) membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
9
c) membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f) membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g) membuat Akta risalah lelang. 3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan disini antara lain kewenangan mensertifikasikan transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary) termasuk ikrar wakaf dan hipotek pesawat terbang. Terhadap definisi yang diberikan oleh Pasal 1 UUJN pada hakikatnya masih ditambahkan “yang dilengkapi dengan kekuasaan umum”, oleh karena Grosse dari akta Notaris yang memuat kewajiban untuk melunasi suatu jumlah uang, yang pada bagian kepala akta memuat perkataan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama seperti yang diberikan kepada putusan hakim. Dari bunyi Pasal 15 ayat (1) UUJN tersebut, dapat dilihat bahwa di satu sisi wewenang notaris diberikan secara luas, namun di sisi yang lain diberikan pembatasan terhadap wewenang tersebut. Pertama-tama dinyatakan bahwa notaris berwenang untuk membuat akta otentik, hanya apabila hal itu dikehendaki atau diminta oleh yang berkepentingan, serta tidak membuat akta yang bukan menjadi tugas Notaris, ini berarti bahwa notaris tidak berwenang membuat akta otentik diluar jabatan yang seharusnya wewenangnya terbatas pada pembuatan akta-akta di bidang hukum perdata. Perbuatan hukum yang tertuang dalam akta notaries bukanlah merupakan perbuatan hukum dari notaris itu sendiri, melainkan merupakan perbuatan hukum dari pihak-pihak yang minta atau menghendaki perbuatan hukum itu dituangkan dalam suatu akta notaries Sedangkan mengenai kewajiban Notaris, disebutkan dalam Pasal 16 UUJN dan 16A UUJN, bahwa Notaris dalam menjalankan jabatannya berkewajiban untuk : (1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
10
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan n. menerima magang calon Notaris. (2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali. (3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:.hukumonline.com a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; b. Akta penawaran pembayaran tunai; c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. Akta kuasa; e. Akta keterangan kepemilikan; dan f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA". 11
(5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap. (6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. (8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas, serta penutup Akta. (9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. (10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat. (11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat. (12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. (13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.” Pasal 16A (1) Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a. (2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Notaris juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta.”
2. Tinjauan tentang Akta Notaris a. Pengertian Akta Notaris Sudikno Merokusumo mendefiniskan tentang akta sebagai berikut :
12
“Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.”2 Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut “acte” atau “akta” dan dalam bahasa Inggris disebut “act” atau “deed” menurut pendapat umum mempunyai dua arti, yaitu: 1.a
Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling).
2.a
Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai perbuatan hukum tertentu yaitu berupa tulisan yang ditunjukkan kepada pembuktian tertentu.
Secara etimologi menurut S. J. Fachema Andreae, kata “akta” berasal dari bahasa latin “acta” yang berarti “geschrift” atau surat.3 Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dsb) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Dengan demikian, maka unsur penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Akta sendiri adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.4 Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UndangUndang ini. Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani, memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu perjanjian, dapat dikatakan bahwa akta itu adalah suatu tulisan dengan mana dinyatakan sesuatu perbuatan hukum. Berdasarkan bentuknya akta terbagi menjadi atas akta otentik dan akta di bawah tangan, yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867 KUHPerdata. Yang termasuk akta otentik adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Selain dari 2
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdara Indonesia, edisi ke-8, cetakan pertama, Liberty, Yogyakarta, 2009 hlm 51 3 Suharjono, “Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123”, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, 1995, hal.128 4 Abdul Ghofhur Anshori, op.cit, hlm 18
13
yang ditentukan dalam pasal tersebut maka termasuk dalam akta di bawah tangan. Dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang dimaksud dengan akta otentik adalah Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Pegawai umum yang dimaksud di sini ialah pegawai-pegawai yang dinyatakan dengan UndangUndang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya Notaris, panitera juru sita, pegawai pencatat sipil, Hakim dan sebagainya. Akta yang dibuat dengan tidak memenuhi Pasal 1868 KUHPerdata bukanlah akta otentik atau disebut juga akta di bawah tangan. Perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan ialah:5 1. Akta otentik Merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUH Perdata. Ia memberikan di antara para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat /dinyatakan dalam akta ini. Ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi Hakim itu merupakan “Bukti Wajib/Keharusan” (Verplicht Bewijs). Dengan demikian barang siapa yang menyatakan bahwa Akta otentik itu palsu, maka ia harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu. Oleh karena itulah maka Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian, baik lahiriah, formil maupun materil (Uitwendige, formiele, en materiele bewijskrach). Menurut C.A.Kraan, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :6 a.1
Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat
yang
5
berwenang.
Tulisan
tersebut
turut
N.G Yudara, Pokok-pokok Pemikiran Diseputar Kedudukan dan Fungsi Notaris serta Akta Notaris Menurut Sistim Hukum Indonesia“, Renvoi, Nomor 10.34.III, tanggal 3 Maret 2006, hal 74. 6 Herlien Soerojo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2003, hlm 148
14
ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja; b.1
Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang;
c.1
Ketentuan
peraturan
dipenuhi;
ketentuan
pembuatannya
perundang-undangan tersebut
mengatur
(sekurang-kurangnya
memuat
yang
harus
tata
cara
ketentuan-
ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya); d.1
Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya;
e.1
Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.
2. Akta Bawah Tangan Akta di bawah tangan bagi Hakim merupakan “Bukti Bebas” (VRU Bewijs) karena akta di bawah tangan ini baru mempunyai kekuatan bukti materil setelah dibuktikan kekuatan formilnya. Sedang kekuatan pembuktian formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta itu. Tulisan di bawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak dihadapan Pejabat Umum yang berwenang, seperti terdapat di Pasal 1874 KUHPerdata. Dengan demikian akta di bawah tangan berlainan dengan akta otentik, sebab bilamana satu akta di bawah tangan dinyatakan palsu, maka yang menggunakan akta di bawah tangan itu sebagai bukti haruslah membuktikan bahwa akta itu tidak palsu. Adapun yang termasuk akta di bawah tangan adalah: a.2
Legalisasi, yaitu akta di bawah tangan yang belum ditandatangani, diberikan pada Notaris dan di hadapan Notaris ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, setelah isi akta dijelaskan oleh Notaris kepada mereka. Pada 15
legalisasi, tanda tangannya dilakukan di hadapan yang melegalisasi. b.2
Waarmerken, yaitu akta di bawah tangan yang didaftarkan untuk memberikan tanggal yang pasti. Akta yang sudah ditandatangani diberikan kepada Notaris untuk didaftarkan dan beri tanggal yang pasti. Pada waarmerken tidak menjelaskan mengenai siapa yang menandatangani dan apakah
penandatangan
memahami
isi
akta.
Hanya
mempunyai kepastian tanggal saja dan tidak ada kepastian tanda tangan.
b. Bentuk Akta Notaris sebagai Kekuatan Pembuktian Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.7 Suatu akta Notaris dapat menjadi kekuatan pembuktian di mata hukum dalam mencari kebenaran dari isi akta. Suatu Akta Notaris tercipta dan lahir karena : 1.b
Berdasarkan keinginan atau kehendak pihak yang bersangkutan, Notaris menuangkan perbuatan hukum tersebut kedalam akta
2.b
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang perbuatan hukum harus dituangkan dalam akta otentik agar tidak kehilangan kebatalan atas perbuatan hukum
Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Keduanya juga harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan secara materiil mengikat para pihak yang membuatnya Pasal 1338 KUHPerdata, sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sun servanda). Pertimbangan perlunya dituangkan dalam bentuk akta otentik, adalah untuk menjamin kepastian hukum guna melindungi pihakpihak, baik secara langsung, yaitu para pihak yang berkepentingan langsung dengan akta itu maupun secara tidak langsung, yaitu masyarakat. Sehingga hal itu merupakan jaminan bagi para pihak bahwa perbuatan-perbuatan atau
7
Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, PT.Refika Aditama, Bandung, 2013, hlm 7
16
keterangan-keterangan yang dikemukakan memberikan suatu bukti yang tidak dapat dihilangkan. Akta Notaris disini merupakan alat bukti tertulis yang dibuat oleh Notaris, seperti dalam Pasal 1866 KUHPerdata menerangkan bahwa Alat-alat bukti terdiri atas bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah, segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan dalam bab-bab yang berikut. Letak kekuatan pembuktian yang istimewa dari suatu akta otentik menurut Pasal 1870 KUHPerdata, adalah suatu akta otentik memberikan di antara para pihak, beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Akta otentik juga harus merupakan suatu alat bukti yang dianggap benar selama kebenarannya tidak dibuktikan kebalik. Berkaitan dengan kekuatan pembuktian akta Notaris sebagai alat bukti, menurut pendapat yang umum dianut dapat dikatakan bahwa pada setiap akta otentik demikian juga akta Notaris, dibedakan menjadi tiga (3) macam kekuatan pembuktian yaitu sebagai berikut : 1)
Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige Bewijskracht), yaitu : Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan akta itu sendiri untuk membuktikan kebasahannya sebagai akta otentik. Kemampuan ini berdasarkan Pasal 1875 KUH Perdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuatdi bawah tangan. Akta yang dibuatdi bawah tangan berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari pihak, apabila pihak yang menandatanganinya mengakui kebenarannya dan apabila dengan cara yang menurut hukum telah diakui oleh yang bersangkutan. Apabila akta otentik yang sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.
2)
Kekuatan pembuktian formal (Formale Bewijskracht), yaitu: Kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan al sepanjankta 17
menurut peraturan perundangan. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yang dilihat, didengar juga dilakukan sendiri oleh notaries sebagai pejabat umum di dalam menjalankan jabatannya. Untuk menyangkal aspek formal dari akta notaries harus bisa membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan di hadapan Notaris, jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran akan akan yang , maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun. Akta di bawah tangan kekuatan pembuktian ini hanya meliputi kenyataan bahwa keterangan ini diberikan, apabila tanda tangan yang tercantum dalam akta di bawah tangan itu diakui oleh orang yang menandatangani atau dianggap sebagai telah diakui sedemikian menurut hukum.8 Akta Otentik berlaku kekuatan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang yakni apa yang ada dan terdapat diatas tandantangan mereka.9 3)
Kekuatan pembuktian material (Materiele Bewijskracht)10, yaitu: Kepastain bahwa apa yang ada dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum. Akta Otentik sebagai kepastian yang sebenarnya menjadi bukti yang sah hakim tidak diperkenankan meminta tanda pembuktian lainnya disamping akta otentik. Akta yang dibuat notaris sebagai kekuatan pembutian mengandung makna materiil yang sebaiknya diperjelaskan dalam akta alasan-alasan yang menyebabkan nantinya akta itu menjadi celah hukum untuk dipersalahkan dimuka pengadilan, missal seperti pihak yang tidak bisa tandatangan saat itu dikarekan sakit dan lain sebagainya. Lain halnya jika ternyata pernyataan atau keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut menjadi tanggungjawab para pihak sendiri.
8
Abdul Ghofur Anshori, op.cit, hlm 20 Ibid 10 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga. Jakarta, 1999, hlm 55-59 9
18
Adapun untuk lebih jelas dalam memahami kekuatan pembuktian akta otentik, menurut pendapat Th. Kussunaryatun dalam penulisan hukum (tesis) Bambang Rianggono, ada tiga macam kekuatan pembuktian akta otentik, yaitu :11 a.3) Kekuatan bukti lahir yaitu syarat-syarat dari terbentuknya akta otentik sudah terpenuhi. b.3) Kekuatan bukti formil yaitu kebenaran dari peristiwa yang dinyatakan di dalam akta, dengan kata lain apakah pada tanggal tertentu benar-benar telah menerangkan sesuatu. c.3) Kekuatan bukti materiil yaitu kebenaran dari isi akta dipandang dari segi Yuridis, dengan kata lain apakah sesuatu yang diterangkan benar-benar terjadi. c. Otentisitas Akta Notaris Menurut definisi Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akta otentik harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dalam hal ini yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Otentisitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN, di mana notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaries dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa kewenangan Notaris adalah salah satunya membuat akta secara umum. Pembuatan akta harus didasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian. Setelah semua terpenuhi, dituangkanlah segala yang menyangkut perjanjian kedalam akta Notaris. Akta Notaris pun harus mendasar pada Pasal 38 UUJN, yang terdiri dari: (1) Setiap akta Notaris terdiri atas : a. awal Akta atau Kepala Akta b. badan Akta; dan c. akhir atau penutup Akta. (2) Awal Akta atau Kepala Akta memuat : a. Judul Akta; b. Nomor Akta; c. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ; dan 11
Bambang Rianggono, “Kekuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) Yang Dibuat Berdasarkan Risalah Rapat Di Bawah Tangan Ditinjau Dari Tanggung Jawab Notaris”, Tesis, Universotas Diponegoro, Semarang, 2007, hlm 2
19
d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. (3) Badan Akta memuat : a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atai orang yang mereka wakili; b. Keterangan mengenai kedudukan bertindk penghadap; c. Isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tenpat tinggal dan tiap-tiap saksi pengenal. (4) Akhir atau pentutup Akta memuat : a. Uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7) ; b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemah Akta jika ada; c. Nama lengkap, tempat tanggal lahir, dan pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempattinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan d. Uraian tentang tidak adanya perubahanyang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggntian serta jumlah perubahan. (5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), dan (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat uang mengangkatnya. Dari Pasal 38 UUJN ini merupakan syarat Akta Notaris sebagai Akta Otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tatacara yang ditetapkan UUJN, dan secara tersiratnya dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa Notaris wajib membuat Daftar Akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris. Akta yang menjadi kewenangan Notaris, yaitu : (1) Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktik Notaris disebut Akta Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat, didengar, disaksikan, dan diputuskan Notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar perbuatan para pihak tersebut dituangkan dalam bentuk akta Notaris. (2) Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) Notaris, dalam praktik Notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan
20
Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangan dituangkan dalam bentuk akta Notaris.12 Dari Pasal 38 UUJN tersebut telah menentukan bahwa suatu bentuk akta dapat berakibat hukum tertentu jika tidak terpenuhi syaratnya. Adapun syarat subjektif artinya syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan perbuatan hukum, dan syarat objektif artinya syarat yang berkaitan dengan isi perjanjiannya atau berkaitan dengan objek perjanjian yang dijadikan perbuatan hukum, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan klausa yang halal. Dari kedua syarat tersebut akta Notaris berakibat hukum dapat dibatalkan apabila syarat subjektif tidak terpenuhi dan batal demi hukum apabila syarat objektif tidak terpenuhi. Berikut uraian mengenai Akta Notaris yang dapat dibatalkan dan batal demi hukum :13 Tabel 1: Akta Notaris yang Dapat Dibatalkan dan Batal Demi Hukum Keterangan
Alasan
Akta Notaris yang Dapat
Akta Notaris Batal
Dibatalkan
Demi Hukum
Melanggar unsur subjektif, yaitu : 1. Sepakat
mereka
mengikatkan dirinya 2. Kecakapan
untuk
Melanggar
unsur
yang objektif, yaitu : 1. Suatu hal tertentu membuat 2. Seuatu sebab yang
suatu perikatan
terlarang
Mulai berlaku/ - Akta tetap mengikat selama Sejak saat akta tersebut terjadinya
belum ada putusan pengadilan ditandatangani
pembatalan
yang
telah
dan
mempunyai tindakan hukum yang
kekuatan hukum tetap.
tersebut
dalam
akta
- Akta menjadi tidak mengikat dianggap tidak pernah sejak ada putusan pengadilan terjadi, yang
telah
mempunyai perluada
kekuatan hukum tetap.
12 13
Habib Adjie op.cit, hlm 44 Ibid, hlm 42
21
dan
pengadilan.
tanpa putusan
Akta yang dibuat dihadapan Notaris ini juga merupakan akta yang mempunyai pembuktian sempurna di muka pengadilan. Asalkan baik syarat, tata cara, dan prosedurnya sesuai dengan aturan hukum yang sudang diundangkan. Agar nantinya akibat hukum dari akta yang dibuat dihadapan Notaris ini tidak dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum.
3. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) a. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas yang sebelumnya hanya diatur dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Selama ini Perseroan Terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam UndangUndang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan dasar hukum bagi pengaturan Perseroan Terbatas di Indonesia. Dalam Undang-Undang ini telah diakomodasikan berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat, di dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang serta peraturan pelaksanaannya. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, Undang-Undang ini mengatur tata cara : 22
1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum; 2. Pengajuan permohonan
dan pemberian persetujuan perubahan
anggaran dasar; 3. Penyampaian
pemberitahuan
dan
penerimaan
pemberitahuan
perubahan anggaran dasar dan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu. Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan, ditegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan wewenang pendiri bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri atau dikuasakan kepada Notaris. Untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalam Undang-Undang ini dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Undang-Undang Perseroan Terbatas memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris, Undang-Undang ini mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan. Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, UndangUndang ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam Undang-Undang ini ketentuan mengenai struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Mengenai pembelian kembali saham 23
yang telah dikeluarkan oleh Perseroan pada prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroanmenguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 (tiga) tahun. Khusus tentang penggunaan laba, UndangUndang ini menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan wajib apabila Perseroan mempunyai saldo laba positif.
b. Pengertian Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas dalam bahasa Belanda disebut Naamloze Vennotschap (NV) artinya Perseroan tanpa nama, yang dimaksud tanpa nama ialah tanpa nama perseorangan yang memasukkan modalnya. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.14 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Pengertian perseroan, adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.15 Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum, diamana badan hukum ini disebut “perseroan”. Istilah perseroan pada Perseroan Terbatas menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab para pesero atau pemegang saham, yaitu hanya
14
Mulyoto. Kriminalisasi Notaris Dalam Pembuatan Akta Perseroan Terbatas (PT), Cakrawala Media, Yogyakarta, 2012, hlm 1 15 Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Perseroan Terbatas, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006, hlm 7.
24
terbatas pada jumlah nilainominal dari semua saham-saham yang dimiliki.16 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak diberikan definisi mengenai Perseroan Terbatas, namun dapat ditemukan dalam Pasal 36, 40, 42, dan 4 KUHD. Dalam Pasal tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat membentuk badan usaha menjadi perseroan terbatas. Unsur-unsur tersebut disimpulkan menjadi : a. Merupakan badan hukum b. Merupakan asosiasi modal c. Didirikan berdasarkan perjanjian d. Berwenang melakukan kegiatan usaha e. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan Undang-Undang f. Ada kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masingmasing pesero g. Adanya pesero yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya h. Adanya pengurus (Direksi dan Komisaris) Perseroan memerlukan organ-organnya untuk menjalankan usahanya, mengurus kekayaannya dan mewakili perseroan di depan pengadilan maupun di luar pengadilan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan, bahwa organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan UU No. 40 Tahun 2007 dan atau Anggaran Dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. Eksistensi RUPS sangat signifikan dalam penyelenggaraan perseroan terbatas, mengingat keputusan-keputusan yang penting dalam suatu Perseroan Terbatas akan diambil melalui mekanisme RUPS. Oleh karena itu, pelaksanaan RUPS harus memenuhi segala sesuatu ketentuan yang termaktub dalam anggaran dasar
16
CST Kansil dan Christine S.T Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, PT. Rineka Cipta:Jakarta 2009, hlm 2
25
perseroan dan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. c. Kedudukan Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Pengertian dan definisi badan hukum lahir dari doktrin ilmu hukum yang oleh para ahli, berdasarkan pada kebutuhan praktik hukum dan dunia usaha, hal ini pada akhirnya melahirkan banyak teori tentang badan hukum yang terus berkembang dikembangkan dari waktu ke waktu. Dalam kepustakaan hukum belanda istilah badan hukum dikenal dengan sebutan “recthsperson” dalam kepustakaan Common Law sering disebut dengan istilah Legal Entity, Juristic Person, Artificial Person.17 Dari pengertian yang diberikan di atas dapat dilihat bahwa, badan hukum merupakan penyandang hak dan kewajibannya sendiri yang memiliki suatu status yang dipersamakan dengan orang-perorangan sebagai subjek hukum dalam pengertian sebagai penyandang hak dan kewajiban, badan hukum dapat digugat ataupun menggugat di pengadilan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa keberadaannya sebagai badan hukum tidak digantungkan pada kehendak pendiri atau anggotanya melainkan pada sesuatu yang ditentukan oleh hukum.18 Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang-perorangan) dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum.19 Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi (natuurlijke persoon) dan mungkin pula kumpulan dari badan hukum yang pengaturannya sesuai dengan hukum yang berlaku20. Badan hukum (rechts persoon) dibedakan dalam dua bentuk yaitu21:
17
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: PT.RajaGrafindo, 2003, hlm 17 18 Ibid, hlm 18 19 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, hlm 8 20 C.S.T Kansil dan Cristine S.T K ansil, Pokok-Pokok Badan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002, hlm 9 21 Ibid, hlm 10
26
1. Badan hukum publik atau publick rechts persoon, adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau Negara pada umumnya Badan hukum privat (sipil) atau privaat rechts persoon, adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil/perdata yang menyangkut kepentingan pribadi pribadi orang di dalam badan hukum itu. 2. Badan hukum privat (sipil) atau privaat rechts persoon, adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil/perdata yang menyangkut kepentingan pribadi pribadi orang di dalam badan hukum itu.
d. Macam-Macam Perseroan Terbatas Suatu Perseroan Terbatas dapat diklasifikasi kepada beberapa bentuk apabila dilihat dan berbagai kriteria, yaitu sebagai berikut: 1. Dilihat dari banyaknya Pemegang Saham, jika dilihat dari segi banyaknya pemegang saham suatu Perseroan Terbatas dapat dibagi ke dalam: a)
Perusahaan Tertutup
b)
Perusahaan Terbuka
c)
Perusahaan Publik
2. Dilihat dari Jenis Penanaman Modal Jika dilihat dan segi jenis penanaman modalnya, suatu Perseroan Terbatas dapat dibagi ke dalam: a) Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) b) Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) c) Perusahaan Non-Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 3. Dilihat Keikutsertaan Pemerintah a) Perusahaan Swasta b) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) c) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
27
4. Dilihat dari Sedikitnya Pemegang Saham Jika dilihat dari segi sedikitnya jumlah pemegang saham, maka suatu Perseroan Terbatas dapat dibagi ke dalam : a) Perusahaan Pemegang Saham Tunggal (Corporation Sole) Yang dimaksud dengan perusahaan pemegang saham tunggal (Corporation Sole), adalah suatu Perseroan Terbatas di mana pemegang sahamnya hanya terdiri dari 1 (satu) orang saja. UndangUndang
Perseroan
Terbatas
tidak
memungkinkan
eksistensi
perusahaan pemegang saham tunggal ini Lihat Pasal 7 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Undang-Undang hanya memungkinkan adanya pemegang saham tunggal dalam suatu Perseroan Terbatas hanya dalam 2 (dua) hal sebagai berikut: -
Apabila perusahaan tersebut adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
-
Dalam waktu maksimal 6 (enam) bulan setelah terjadinya perusahaan pemegang saham tunggal.
b) Perusahaan Pemegang Saham Banyak (Corporation Agregate) Perusahaan Pemegang Saham Banyak (Corporation Agregate), adalah Perseroan Terbatas yang jumlah pemegang sahamnya 2 (dua) orang atau lebih. Pada prinsipnya Perseroan Terbatas seperti inilah yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas.
e. Organ-Organ Perseroan Terbatas 1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut organ perseroan, gunanya untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.22 Organ perseroan adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. Menurut Misahardi Wilamarta dalam struktur Perseroan Terbatas RUPS mempunyai
22
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, Djambatan, Jakarta, 2007 1996, hlm 3
28
kekuasaan yang tertinggi, tetapi hal tersebut bukan berarti bahwa RUPS memiliki jenjang tertinggi diantara organ perseroan, tetapi sekedar mempunyai kekuasaan tertinggi bila wewenang tersebut tidak dilimpahkan kepada organ perseroan lain.23 Jadi masing-masing organ perseroan mempunyai tugas dan wewenang yang berdiri sendiri. 1. Hak dan Wewenang RUPS a) Rapat Umum Pemegang Saham mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 75 ayat 1 dan atau Anggaran Dasar. b) Rapat Umum Pemegang Saham berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan Komisaris. c) Pengangkatan direksi dan komisaris adalah menjadi wewenang RUPS demikian juga dengan pemberhentian direksi dan komisaris d) Pemegang Saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. e) RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat, serta keputusan atas acara rapat harus disetujui suara bulat. Setiap organ diberi kebebabasan asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi, meskipun direksi diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi, 23
David, Legalitas Akta Notaris Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Media Telekonferensi, Universitas Atma Jaya, Yogjakarta, 2013
29
namun bersumber dari Undang-Undang dan Anggaran Dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS.24 Hal demikian sudah jelas diatur dalam BAB VI Pasal 75 ayat 1 UUPT bahwasanya RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Selama pengurus menjalankan wewenangnya dalam batas-batas ketentuan Undang-Undang dan anggaran dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak mematuhi perintah-perintah atau instruksiinstruksi dari organ lainnya, baik dari komisaris maupun RUPS. Dengan kata lain, menurut paham tersebut wewenang yang ada pada organ-organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari RUPS, melainkan bersumber dari ketentuan Undang-Undang dan Anggaran Dasar.25 2. Tempat Kedudukan dan Tempat RUPS Diadakan a) Tempat kedudukan perseroan adalah tempat kantor pusatnya berada atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya. b) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa RUPS dapat dilakukan di luar tempat kedudukan perseroan atau kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar tetapi harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia. 3. Macam-macam RUPS a) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya; b) RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan dalam RUPS tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen perseroan; c) RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan. 24
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hlm 58 25 Ibid
30
4. Penyelenggaraan dan Pemanggilan RUPS Penyelenggaraan menyelenggarakan
RUPS RUPS
adalah
tahunan
dan
Direksi. untuk
Direksi
kepentingan
perseroan, ia juga berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya, atau dapat juga dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat disertai alasannya. Surat tercatat tersebut yang disampaikan oleh pemegang saham tembusannya disampaikan kepada dewan komisaris (Pasal 79 ayat (1), (2), (3), (4) UUPT), RUPS seperti itu hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang diajukan tersebut. Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS dierima. Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS yang dimaksud, permintaan penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada dewan komisaris atau dewan komisaris sendiri yang melakukan pemanggilan. Dewan komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima Pasal 79 ayat (5), (6), dan (7) UUPT) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan tahapan : a) Dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal RUPS diadakan. Jangka waktu ini adalah jangka waktu minimal, anggaran dasar tidak dapat menentukan jangka waktu lebih singkat dari 14 hari, kecuali untuk rapat kedua atau ketiga sesuai UUPT (Pasal 82 ayat (1) UUPT); b) Dilakukan dengan surat tercatat dan/atau dengan iklan dalam surat kabar. Dalam panggilan ini dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai 31
pemberitahuan bahan yang dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai tanggal RUPS diadakan. Perseroan wajib memeberikan kepada pemegang saham salinan bahan yang akan dibicarakan secara cuma-Cuma (Pasal 82 ayat (2), (3). dan (4) UUPT); c) Undangan dibawa saat menghadiri RUPS, untuk menunujukkan jumlah kehadiran pemegang saham sesuai dengan agenda rapat untuk menentukan kuorum dan pengambilan suara dalam RUPS. 5. Kuorum RUPS Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, telah diklarifikasi syarat kuantitas kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan bagi setiap agenda atau mata acara RUPS seperti berikut :26 Tabel 1.2 Ketentuan Kuorum suatu Perseroan Terbatas No
1
2
TENTANG
Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri(kuas anya) untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan
Perbuatan hukum yang
PENYELENGGARA AN
KUORUM KEHADIRA KEPUTUSA N N
RUPS pertama perseroan diselenggarakan paling lambat 60 hari sejak perseroan memperoleh status badan hukum dengan tegas menyatakan mengambil alih hak dan kewajiban yang dilakukan oleh calon pendiri (kuasanya) dimaksud
Semua pemegang saham yang Mewakili seluruh saham perseroan atau 100% dari seluruh jumlah saham yang memiliki hak suara
Disetujui oleh semua atau (100 %) pemegang saham yang hadir yang mewakili seluruh saham perseroan atau dari seJuruh jumlah saham
Dasar : Pasal 13 ayat (1) dan (2)
Dasar : Pasal 13 ayat (3)
Dasar : Pasal 13 ayat (3)
RUPS pertama perseroan
Semua pemegang
Disetujui oleh semua
26
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
32
dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum
3
diselenggarakan paling lambat 60 hari sejak perseroan memperoleh status badan hukum
saham yang mewakili seluruh saham perseroan atau 100% dari seluruh jumlah saham
Dasar : Pasal 14 ayat (5)
Dasar : Pasal 14 ayat (4)
Perubahan 1. Penambahan modal 1. Anggaran dasar perseroan. Dasar Dasar : Pasal 41ayat Perseroan. (1) dan Pasal 42 ayat (1) Dasar : Pasal 19 2. Pengurangan modal perseroan. Dasar : Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (5)
Paling 1. sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.
Dasar : Pasal 88 ayat (1) 2. 2. Apabila tidak tercapai 2/3 bagian, dapat diadakan RUPS kedua, dengan dihadiri minimal 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Dasar : Pasal 88 ayat (3)
33
(100 %) pemegang saham yang hadir yang mewakili seluruh saham perseroan atau dari seluruh jumlah saham Dasar : Pasal 14 ayat (4) Disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. Dasar : Pasal 88 ayat (1)
Dalam RUPS kedua disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang di keluarkan. Dasar : Pasal 88 ayat (3)
4
4. Perpanjangan jangka 1. Paling 1. waktu berdirinya sedikit ¾ perseroan. (tiga per empat) bagian dari Dasar : Pasal 89 ayat ju mlah seluruh (1) saham dengan hak suara. Dasar: Pasal 89 ayat (1)
Disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
2. Apabila 2. lidak tercapai 3/4 (tiga perempat) bagian, dapat diadakan RUPS kedua dengan dihadiri minimal 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Dasar : Pasal 89 ayat (3)
Disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Penggabung an, Peleburan,P engambilali han atau pemisahan,P engajuan permohonan pailit dan pembubaran perseroan.
Dasar : Pasal 88 ayat (1)
Dasar : Pasal 89 ayat (3)
1. Paling 1. Disetujui sedikit ¾ paling (tiga sedikit ¾ perempat) (tiga per bagian dari empat) jumlah bagian dari seluruh jumlah suara saham yang dengan hak dikeluarkan. suara. Dasar : Pasal Dasar : Pasal 89 ayat (1) 88 ayat (1) 2. Apabila tidak2. Disetujui tercapai ¾ paling 34
5
6
7
Penambaha n modal di tempatkan dan disetor dalam batas modal dasar perseroan.
Pengambila n keputusan dalam mata acara lainlain, selama RUPS
Penggunaan Hak Tagih sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham oleh 35
(tiga perempat) bagian, dapat diadakan RUPS kedua dengan dihadiri minimal 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. . Dasar : Pasal 89 ayat (3)
sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan
Lebih dari (satu per dua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara.
Disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan.
Dasar : Pasal 42 ayat 121
Dasar Pasal 42 ayat (21)
Semua pemegang saham hadir/diwakil i
Disetujui secara bulat oleh semua pemegang saham yang hadir.
Dasar : Pasal 75 ayat (3)
Dasar : Pasal 75 ayat (4)
Sesuai ketentuan RUPS
Sesuai ketentuan RUPS
Dasar : Pasal 89 ayat (3)
pemegang saham atau kreditor perseroan. Dasar : Pasal 35
8
Pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan perseroan Dasar : Pasal 38
9
RUPS dengan agenda tertentu
10
Sesuai ketentuan RUPS
Sesuai ketentuan RUPS
Tempat RUPS dapat diadakan dimanapun dalam wllayah Negara Republik Indonesia.
Semua pemegang saham.
Disetujui secara bulat oleh semua pemegang saham yang hadir.
Dasar : Pasal 76 ayat (3)
Dasar : Pasal 76 ayat (4)
Dasar : Pasal 76 ayat (4)
Lebih dari (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Diselenggarakan atas Dasar : Pasal permintaan : 86 ayat (1) satu orang atau lebih 2. yang mewakili Apabila jumlah saham tidak tertentu. tercapai Dewan komisaris. lebih dari ½ (satu per dua) bagian, Dasar : Pasal 79 ayat dilakukan (2) pemanggilan RUPS kedua yang wajib
Disetujui lebih dari (satu per dua) bagian dari jumlahsuara yang dikeluarkan. Dasar : Pasal 87
RUPS 1. Diselenggarakan 1. Tahunan. direksi paling lambat 6 bulan setelah tahun Dasar : buku berakhir. Pasal 78 ayat (1) Dasar : Pasal 78 ayat (2) 2. a.
b.
3.
36
Pemanggilan RUPS dilakukan paling lambat 14 hari sebelum didakan RUPS. Dasar : Pasal 82 ayat (1) 4. Persetujuan laporan 3. tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan . Dasar : Pasal 69 ayat (1)
dihadiri paling sedi kit 1/3 (sepertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Dasar : Pasal 86 ayat (4) Apabila tidak tercapai 1/3 (sepertiga) bagian, permohonan ke PN untuk menetapkan kuorum RUPS ketiga. Dasar : Pasal 86 ayat (5)
2) Direksi Direksi atau disebut juga sebagai pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan dan mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian, ruang lingkup tugas direksi ialah mengurus perseroan, untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Direksi sendiri berwenang menjalankan pengurusan perseroan dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan oleh ketentuan UUPT dan anggaran dasar Perseroan Terbatas tersebut sesuai dengan Pasal 92 ayat 2 UUPT. Dikatakan bahwa tugas direksi dalam mengurus perseroan antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan. Mengenai pengurusan seharihari lebih lanjut tidak ada penjelasan resmi, oleh karena itu harus dilihat dalam Anggaran Dasar tentang apa yang termasuk pengurusan sehari-hari, walaupun tidak mungkin disebut secara detail dalam anggaran dasar tersebut. Mengurus perseroan semata-mata adalah 37
tugas direksi yang tidak dapat dicampuri langsung oleh organ lain dengan itikad baik dan dengan penuh tanggung jawab. Hingga tanggung jawab direksi dilakukan secara penuh sampai harta pribadi dan tanggung renteng atas kerugian apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya seperti pada Pasal 97 ayat 2 dan 3 UUPT. Seorang direksi tidak perlu mempertanggungkan jawaban atas kerugian apabila dapat dibuktikan seperti pada Pasal 97 ayat 5 UUPT. Tanggung jawab Direksi dilandasi prinsip fiduciary duty yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan diercayakan kepadanya oleh perseroan dan Prinsip duty of skill and care yaitu prinsip yang mengacu pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi.27 Dari prinsip ini maka Direksi dituntutuntuk beritikad baik dan berprinsip kehati-hatian penuh terhadap perseroan. Karena tanggung jawabnya yang dapat diminta hingga harta pribadinya. Pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi dan penghasilannya ditentukan RUPS. Kewenangan RUPS ini dapat dilakukan Komisaris jika ditetapkan dalam Anggaran Dasar (Pasal 81 ayat (2) UUPT). Tugas-tugas Direksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas: a. Melakukan pendaftaran dan pengumuman setelah akta pendirian perseroan disahkan oleh Menteri Kehakiman; b. Melakukan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan; c. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan; d. Membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, notulen RUPS, dan notulen rapat Direksi; e. Menyelenggarakan pembukuan perseroan; f. Member izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, notulen
27
CST Kansil dan Christine S.T Kansil, opcit hlm 13
38
dan pembukuan dengan permohonan tertulis pemegang saham; g. Melaporkan
kepada
perseroan
tentang
kepemilikan
sahamnyadan atau keluarganya pada perseroan tersebut atau perseroan lain. 3) Komisaris Perseroan memiliki komisaris yang wewenang dankewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Sebagai organ Perseroan Terbatas, komisaris lazim disebut juga “Dewan Komisaris”, sedangkan sebagai orang perseorangan disebut “anggota komisaris”, sebagai organ Perseroan Terbatas pengertian Komisaris termasuk juga badan-badan lain yang menjalankan tugas pengawasan khusus.28 Menurut Pasal 1 ayat 6 UUPT menjelaskan Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Pasal 96 menyatakan “Yang dapat diangkat menjadi komisaris adalah rang perorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu persoeroan dinyatakan pailit atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negaradalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan, dihitung sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalah menyebabkan perseroa pailitatau apabila dihukum terhitung sejak menjalani hukuman”. Dewan komisaris dapat terdiri 1 (satu) orang anggota atau lebih, perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat seperti perseroan yang bergerak di bidang perbankan, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang atau obligasi atau perseroan yang terbuka (PT. Tbk) yaitu perseroan yang go public, wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang komisaris. Karena pengawasanyang diberikan kepada Perseroan Terbatas akan lebih besar dibanding dengan Perseroan Terbatas lain. Sehingga apabila Dewan Komisaris
28
Agus Budiarto, op.cit, hlm 71
39
yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Dewan komisaris memberikan pengawasan dan nasihat kepada direksi sebatas untuk tujuan Perseroan Terbatas. Begitu pula yang menjalankan perseroannya dengan prinsip syariah, selain Dewan Komisaris harus ada juga Dewan Pengawas Syariah. Tugas Komisaris adalah mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi (Pasal 97 UUPT). Komisaris dapat melaksanakan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu berdasarkan Anggaran Dasar atau Keputusan RUPS (Pasal 100 ayat (2) UUPT). Wewenang kepada Komisaris untuk melakukan pengurusan peseroan yang sebenarnya hanya dapat dilakukan dalam hal Direksi tidak ada. Apabila Direksi ada, Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang secara tegas ditetukan dalam anggaran dasar Perseroan. Tanggung jawab Komisaris dalam hal terjadi kesalahan atau lalai dalam melakukan tindakan pengurusan maka berlaku pula tanggung jawab Direksi untuknya, yaitu dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam UUPT. Selain itu Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai keemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.29 f. Peran Notaris Sehubungan dengan Perseroan Terbatas Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya mempunyai hubungan yang sangat penting denganta segala bentuk Badan Hukum salah satunya Perseroan Terbatas. Notaris disini sebagai pejabat umum mempunyai kewajiban seperti dalam ketentuan yang ada dalam Pasal 16 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris wajib membuat minuta akta yang nantinya akan disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris, memyimpan akta, dan merahasiakan isi akta. Dari
29
CST Kansil dan Christine S.T Kansil, op.cit hlm 15
40
kewajiban Notaris membuat akta tersebut, Perseroan Terbatas perlu tendensi Notaris dalam akta yang dibuat oleh dan/atau dibuat dihadapan Notaris antara lain : 1) Akta Pendirian PT Dibuat pada saat PT didiritar adalah ikan dan yang harus menghadap Notaris adalah para pendiri dan kuasanya. Dalam Pasal 9 ayat (3) UUPT dapat dijelaskan bahwa Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya selaku pejabat umum khususnya dalam mengajukan pengesahan badan hukum yang tidak dilakukan oleh para pendiri, tidak perlu memberikan kuasa kepada Notaris, tetapi wajib dilaksanakan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya selaku pejabat umum yang melaksanakan sebagian tugas Negara, khususnya di bidang hukum keperdataan.30 Pendirian Perseroan Terbatas telah menjadi kewajiban Notaris untuk menyelesaikan pengesahan badan hukum tersebut sehingga tidak perlu lagi diperlukan kuasa apa pun dari para pendiri. Permohonan untuk memperoleh keputusan Menteri dilakukan oleh Notaris, sesuai Pasal 10 ayat (1) UUPT bahwa permohonan tersebut untuk memperoleh keputusan Menteri harus diajukan paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani,
dilengkapi
keterangan
mengenai
dokumen
pendukung. 2) Akta Perubahan yang dibedakan menjadi : a. Ketika belum berstatus badan hukum; dan b. Ketika sudah berstatus badan hukum, yang dibedakan lagi antara lain: i. Perubahan anggaran dasar perseroan dan ii. Prubahan data perseroan c. Macam-macam Perubahan Anggran Dasar: i. Perubahan atas kehendak pendiri sebelum akta pendirian disahkan
30
Habib Adjie, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan (Kumpulan Tulisan), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm 102
41
ii. Perubahan yang dibuat atas permintaan instansi yang berwajib sebelum akta disetujui iii. Perubahan yang dibuat sesudah akta pendirian PT disahkan oleh Menteri iv. Perubahan
yang
dibuat
dalam
rangka
melakukan
penggabungan, peleburan dan go public v. Perubahan
Anggaran
Dasar
yang
harus
mendapat
persetujuan Menteri vi. Perubahan yang cukup diberitahukan kepada Menteri Perubahan Anggaran Dasar tersubstansi pada Pasal 21 ayat (5) UUPT yaitu perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat Notaris harus dinyatakan dalam akta Notaris paling lambat 30 hari terhitung sejak keputusan RUPS dan di Pasal 21 ayat (6) perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta Notaris lewat dari 30 hari.
3) Akta Pengalihan Saham Yang menghadap Notaris adalah penjual/yang mengalihkan dan pembeli / yang menerima pengalihan saham31 4) Akta Pernyataan Keputusan Rapat atas RUPS PT Merupakan bentuk akta yang dibuat dihadapan Notaris, berdasarkan atas notulensi RUPS PT bawah tangan yang mana notulensi
rapat
tersebut
dibawa
ke
Notaris
oleh
salah
seorang/beberapa kuasa notulen RUPS PT yang dibuat oleh para pemegang saham. Sehingga yang menghadap Notaris ialah kuasa notulen RUPS PT tersebut. Akta ini juga disebut sebagai “Akta Partij” atau Akta Para Pihak, karena disini Notaris hanya menuangkan kesepakatan para pihak ke dalam akta. Termasuk
31
Mulyoto, op.cit, hlm 7
42
dalam akta ini adalah akta hibah, wasiat, kuasa, dan lainnya. Akta partij ini sangat diharuskan dan diperlukan tandatangan dari para pihak
yang
bersangkutan,
karena
nantinya
Notaris
harus
mencantumkan keterangan atau alasan, surat dokumen yang terkait dan sidik jari pihak sesuai Psal 16 ayat (1) huruf c UUJN, mengenai pihak yang tidak ikut menandatangani akta tersebut, apakah karena buta huruf, atau sedang cidera tangan, atau sebagainya maka diharuskan ada keterangan atau alasan karena hal tersebut
yang
mengakibatkan
akta
tersebut
tidak
dapat
ditandatangai oleh pihak tersebut dan ditulis pada akhir akta, karena akta partij yang tidak ada tanda tangan para pihak terkait akan kehilangan otentisitasnya atau dikenakan denda. Jadi pada dasarnya bentuk suatu akta Notaris yang berisikan keterangan-keterangan dan hal-hal lain yang dikonstantir oleh Notaris, umumnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu antara lain KUHPerdata dan UUJN. Dalam hubungannya dengan apa yang diuraikan di atas, maka yang pasti secara otentik pada akta partij terhadap pihak lain, ialah : a. tanggal dari akta itu; b. tanda tangan-tanda tangan yang ada dalam akta itu; c. identitas dari orang-orang yang hadir (comparanten) ; d. bahwa apa yang tercantum dalam akta itu adalah sasuai dengan apa yang diterangkan oleh para penghadap kepada Notaris untuk dicantumkan dalam akta itu, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti antara pihak-pihak yang bersangkutan sendiri. 5) Akta Berita Acara RUPS PT Akta ini dibuat oleh Notaris, yang mana atas permintaan dari direksi atau pemegang saham PT agar Notaris menjadi notulis didalam RUPS suatu Perseroan Terbatas. yang menghadap atau berada dihadapan Notaris adalah para pemegang saham yang mengadakan RUPS PT tersebut. Dalam Berita Acara RUPS PT, Notaris
menulis/mencatat 43
semua
yang
didengar,
dilihat,
dibicarakan, dan diputuskan dalam RUPS PT tersebut, oleh karena itu maka disebut juga “Akta Relaas” atau “Ambtelijke Akte”.
4. Teori Hukum a. Teori Hukum Kontrak Dalam teori ini diterangkan bahwa Perseroan sebagai badan hukum, dianggap merupakan kontrak antara anggota-anggotanya pada satu segi, dan antara anggota-anggota Perseroan, yakni pemegang saham dengan Pemerintah pada segi lain.32 Selain itu pemegang saham juga dengan organ-organ yang lain, yang mana terangkum dalam aturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Teori ini sejalan dengan pandangan Pasal 1 angka 1 jo Pasal ayat 1 dan 3 UUPT, yang mana menurut Pasal ini sebagai badan hukum merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian oleh pendiri dan pemegang saham yang terdiri sekurang-kurangnya dua orang atau lebih.33 Keterkaitannya teori kontrak ini adalah penuangan dalam bentuk Akta yang dibuat dihadapan Notaris berdasarkan dari kontrak para anggota-anggota atau organ-organ Perseroan tersebut yang tentunya sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas dan ketentuannya tidak melanggar UUPT. Kontrak para anggota atau organ Perseroan Terbatas itu sendiri disebut Notulen Rapat. b. Teori Hukum Pembuktian Dalam penulisan hukum ini menggunakan Teori Pembuktian untuk dapat menjawab pertanyaan. Menurut M. Yahya Harahap suatu pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alatalat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan
kesalahan
yang
didakwakan.34
Pengertian Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara
32
Harry G. Henna, John R. Alexander, Law of Corporation, Handbook Series, St. Paul Minn, West Publisha Co. 1983, hlm 115 33 Yahya harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 56 34 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemerikasaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm 273
44
pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.35 Di dalam sistem atau teori ini undang-undang telah menentukan alat bukti yang hanya dapat dipakai oleh hakim, dan asal alat bukti itu telah dipakai secara yang telah ditentukan oleh undang-undang maka hakim harus dan berwenang menetapkan terbukti atau tidaknya suatu perkara yang diperiksanya itu, meskipun barangkali hakim sendiri belum begitu yakin atas kebenaran dalam putusannya itu, sebaliknya apabila tidak terpenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang, maka hakim akan mengambil putusan yang sejajar, dalam arti bahwa putusan itu harus berbunyi tentang sesuatu yang tidak dapat dibuktikan adanya. Sekalipun untuk peristiwa yang disengketakan itu telah diajukan pembuktian, namun pembuktian itu masih harus dinilai. Berhubung dengan menilai pembuktian, hakim dapat bertindak bebas seperti yang terdapat pada Pasal 1908 KUHPerdata bahwa hakim tidak wajib mempercayai satu orang saksi saja, yang berarti hakim bebas menilai kesaksiannya atau diikat oleh undang-undang, serta Pasal 1906 KUHPerdatahakim bebas memberikan kekuatan pada kesaksian-kesaksian dari setiap peristiwa yang berdiri sendiri. Pada teori Pembuktian ini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) mengaturnya dalam Buku Ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa Bab Kedua. Menurut Pitlo dalam bukunya yang dialihbahasakan oleh M. Isa Arief dengan judul Pembuktian dan Daluwarsa, tiga teori yang diterapkan dalam acara perdata untuk memberikan pembebanan terhadap pembuktian adalah:36 a) Teori Hak (Teori Hukum Subjektif) Dalam teori ini, pihak yang mengemukakan hak (pihak yang menuntut) harus membuktikan segala apa yang diperlukan untuk membuktikan
haknya.
Sedangkan
pihak
lawan
juga
harus
membuktikan adanya kekeliruan yang dituntutkan oleh pihak penuntut, 35
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana. Bandung: Mandar Maju, 2003, hlm 10 36 Pitlo. Pembuktian dan Daluwarsa Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda (Bewijs en Verjaring naar heet Nederlands Burgerlijk Weetboek) Diterjemahkan M. Isa Arief, cet ke 2, PT.Intermasa, Jakarta, 1986. Hlm 3
45
seperti adanya fakta khusus yang menghapuskan hak yang dimiliki oleh penuntut dengan sudah dibayarnya hak tersebut oleh pihak tertuntut misalnya. b) Teori Hukum (Teori Hukum Objektif) Teori ini lebih mengedepankan pada apa yang diatur dalam Undang-undang. Sehingga tugas hakim adalah mengoreksi apakah yang disampaikan oleh penuntut telah memenuhi Undang-undang atau belum yang pada akhirnya memberikan putusan untuk menerima atau menolaknya. c) Teori Hukum Acara dan Teori Kepatutan Teori ini mengatur tentang bagaimana seharusnya hakim bertindak adil dalam memberikan hak berperkara dalam sidang kepada kedua belah pihak dan tidak diperbolehkan baginya untuk memihak kepada salah satu pihak. Seperti halnya tidak boleh bagi hakim memberikan beban pembuktian kepada salah satu pihak yang tidak berpadanan beratnya dengan pihak lawan. Pembuktian dalam hal ini adalah adanya alat-alat bukti seperti tulisan yang berupa akta otentik yaitu Akta Pernyataan Keputusan Rapat, alat bukti berbentuk tulisan dengan maksud agar kelak dapat digunakan atau dijadikan bukti kalau sewaktu-waktu dibutuhkan. Dibuat oleh pejabat yang berwenang dan dilakukan oleh orang yang cakap serta bentuknya tidak cacat. c. Teori Kepastian Hukum Menurut aliran normatif-dogmatik yang dianut oleh John Austin dan van Kan, menganggap bahwa pada asasnya hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum. Bahwa hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya, karena hukum itu otonom sehingga tujuan hukum semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajian seseorang.37 Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum (peraturan/ketentuan umum) mempunyai sifat sebagai berikut:38 37
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 74. Fernando M. Manullang.Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antitomi Nilai, Kompas Media Nusantara, Jakarta,2007,hlm 94-95 38
46
a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan peran alat-alatnya b. Sifat undang-undang yang berlaku bagi siapa saja Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah bagaimana perbuatan lahiriahnya. Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang diberi sanksi adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya perbuatan yang nyata atau konkrit. Namun demikian dalam praktiknya apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini dikarenakan suatu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Kepastian hukum sebagaimana keadilan dan kemanfaatan hukum, seperti bentuk doktrin yang mengajarkan kepada setiap pelaksana dan penegak hukum untuk mendayagunakan hukum yang sama pada kasus yang sama, demi terkendalikannya kepatuhan warga agar ikut menjadi ketertiban dalam setiap aspek kehidupan. Kepastian hukum menurut Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata mengharapkan terwujudnya kepastian hukum dalam hubungan kontraktual dengan melarang kontrak ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak atau harus ada alasan yang cukup menurut undang-undang,39 begitu pula halnya dengan suatu Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuat di hadapan Notaris karena merupakan suatu kontrak yang perlu menjadi perhatian banyak pihak terkait dengan Perseroan, dengan adanya perjanjian-perjanjian lain yang masih terikat dengan Perseroan, diharapkan dengan teori kepastian hukum tidak adanya hukum yang kontradiktif, agar tidak multitafsir serta dapat dilaksanakan sesuai dengan hak dan kewajibannya.Kepastian hukum menurut Lon Fuller dalam buku The Morality of Lawharus ada kepastian antara peraturan dan 39
Fakriansa , Perlindungan Hukum Terhadap Event Organizer dalam Kontrak Penyelenggaraan Konser Musik, Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 1 No. 2 Januari 2012, hlm 218
47
pelaksanaannya, dengan demikian sudah memasuki bentuk dari perilaku, aksi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif djalankan, dengan 8 (delapan) asasnya yaitu :40 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu; Peraturan tersebut diumumkan kepada public Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem; Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum; Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan; Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan; Tidak boleh sering diubah-ubah; Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian-penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian penulis yaitu : 1) Penulisan Hukum yang ditulis oleh ROITA ASMA, SH Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas
TANGGUNG PERNYATAAN
JAWAB
Diponegoro
tahun
NOTARIS
DALAM
KEPUTUSAN
RAPAT
2008
dengan
judul
PEMBUATAN
PERSEROAN
Tesis AKTA
TERBATAS
DI
JAKARTA TIMUR.Dalam penulisan hukum ini mengkaji tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat Perseroan Terbatas di jakarta timur, bagaimana kewenangan dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat, apakah akibat dari pembuatan akta pernyataan keputusan rapat itu bagi Notaris, dan bagaimana perlindungan hukumnya untuk Notaris. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengenai akibat pembuatan akta pernyataan keputusan rapat Perseroan Terbatas yang mana akta tersebut dibuat dihadapan Notaris dari hasil Notulen Rapat Perseroan Terbatas yang diabawa kuasa Perseroan Terbatas. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak dalam tanggung jawab Notaris yang membuat akta pernyataan keputusan rapat, karena Notaris memiliki wewenang untuk membuatnya, selain akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Kewenangan Notaris disini sebatas kewenangan formalitas dalam membuatkan akta. 40
Lon Fuller, The Morality of Law, New Haven, Conn.: Yale University Press, 1971, 54-58
48
Penulisan hukum tersebut memberikan referensi mengenai akibat hukum nantinya dari pengerjaan Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuat Dihadapan Notaris, selain daripada aktanya yang sah mengikat dan diakui para pihak dalam perjanjian tersebut. Tidak ada perbedaan pembuktian mengenai akta di bawah tangan maupun otentik. Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuatdi bawah tangan akan menjadi suatu akta otentik apabila dituangkan ke dalam suatu akta notariil dengan judul Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Akibat hukum yang berdampak juga terhadap pihak ketiga, pihak yang menerima akibat dari akta pernyataan keputusan rapat, dan Notaris. 2) Penulisan Hukum yang ditulis oleh BAMBANG RIANGGONO, SH Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro tahun 2007 dengan judul Tesis KEKUATAN AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT (PKR) YANG DIBUAT BERDASARKAN RISALAH RAPAT DI BAWAH TANGAN DITINJAU DARI TANGGUNG JAWAB NOTARIS.Dalam penulisan hukum ini mengkaji kekuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuat berdasarkan rapat di bawah tangan yang ditinjau dari tanggung jawab notaris, bagaimana kekuatan pembuktian dari akta tersebut, bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap kebenaran isi akta tersebut. Persamaan dengan penelitian ini adalah kekuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuat berdasarkan rapat di bawah tangan. Akta tersebut berdasarkan atas risalah rapat yang dibuat di bawah tangan, merupakan akta otentik tetapi isi dari akta tersebut merupakan akta di bawah tangan. Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah akta pernyataan keputusan rapat yang diambil adalah khusus mengenai perubahan anggaran dasar, dan hanya ditinjau dari tanggung jawab Notaris, sedangkan penulis ingin meneliti pula dari aspek pihak ketiga dan pihak yang terkait dengan organ Persero. Penulisan hukum ini memberikan referensi mengenai kekuatan dari akta pernyataan keputusan rapat yang tidak dihadiri langsung oleh Notaris, Notaris hanya menerima hasil rapat bawah tangan dan kekuatan pembuktian dari akta pernyataan keputusan rapat Persroan Terbatas.
49
C. Kerangka Berpikir
UUPT 40 TH 2007
UUJN 2 TH 2014
RUPS
AKTA OTENTIK
(RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM)
AKTA NOTARIS
NOTULEN
BERITA ACARA
AKTA BERITA ACARA RUPS / AKTA RELAAS
AKTA PERNYATAAN KEPUTUSAN RAPAT (APKR) / AKTA PARTIJ
Dibuat Oleh Notaris
Dibuat dihadapan notaris Tanpa kehadiran Notaris
1.
2.
Kekuatan hukum akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham perseroan terbatas yang dibuat dihadapan notaris Akibat hukum akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham perseroan terbatas yang dibuat dihadapan notaris
Teori Pembuktian Teori Kontrak Teori Kepastian Hukum
Harapan dengan adanya penulisan hukum ini: 1. Tersosialisasi pemahaman terkait AKPR 2. Supaya tidak terjadi perbuatan yang nantinya terbukti melawan hukum terkait AKPR
50
Keterangan Dalam kerangka pemikiran tersebut di atas penulis ingin menguraikan mengenai bentuk Rapat Umum Pemegang Saham seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 20017 Tentang Perseroan Terbatas dan Akta otentik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Dengan diadakannya RUPS diperlukan suatu bentuk dari hasil rapat tersebut yaitu dengan Akta Notaris, akta ini dapat berupa notulen dan berita acara. Notulen tersebut dibuat oleh para pemegang saham hasil suatu rapat tersebut dilakukan secara bawah tangan antara para pemegang saham, setelah itu hasil notulen rapat tersebut dibawa oleh Kuasa daripada perseroan tersebut ke Notaris, yang kemudian baru dibuatkan akta otentik oleh Notaris. Akta otentik yang dibuat oleh Notaris tersebut berdasarkan isi keputusan rapat yang dilakukan sendiri oleh para pemegang saham secara bawah tangan. Akta ini kemudian dikenal dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (AKPR) atau Akta Partij/Akta Para Pihak. Sedangkan cara Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham adalah rapat para pemegang saham suatu Perseroan Terbatas yang mana Notaris menulis atau mencatat lalu membuatkan akta otentiknya berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dibicarkan dan diputuskan dalam rapat RUPS PT tersebut atau biasa disebut Akta Relaas atau Relaas Akta. Akta Pernyataan Keputusan Rapat/Akta Partij ini dibuat dihadapan Notaris, yang hanya menyalin hasil Notulen RUPS tanpa dihadiri oleh Notaris, sehingga Notaris hanya mengetahui penjelasan isi Notulen RUPS dari kuasa Perseroan dan lalu menyalinnya ke sebuah akta, Akta ini dibuat oleh para pihak kemudian dimintakan kepada Notaris untuk dibuatkan akta otentiknya, jelas terkadang hal ini sedikit meresahkan Notaris, terlebih jika Notaris tidak teliti dalam menjalankan tugasnya dalam pembuatan akta. Karena dari ketidakpahaman Notaris ini bias menjadikan Akta tersebut dipertanyakan kekuatan hukumnya serta akibat hukumya terhadap Akta yang tidak dihadiri Notaris serta belum lengkapnya ketentuan yang seharusnya diperhatikan Notaris. Notaris dalam melakukan tugasnya tetap berpedoman pada peraturan yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014, serta beberapa peraturan yang mengatur mengenai tugas dan kewenangan seorang Notaris dalam pembutan akta. Kemudian dari sini bentuk kekuatan hukum akta 51
pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham Perseroan Terbatas yang dibuat dihadapan Notaris tersebut dipertanyakan dan juga akibat hukumnya terhadap akta pernyataan keputusan rapat tersebut, sudahkah sesuai dengan unsur keabsahan bentuk suatu akta otentik. Penulis dalam hal ini mengambil teori hukum Pembuktian, teori hukum kontrak, dan Teori kepastian hukum sebagai dasar jawaban dari analisis yang diangkat. Disini Notaris dalam menuliskan kembali notulen rapat ke dalam akta, harus teliti mengenai jumlah kuorum para pemegang saham yang hadir, nama-nama pemegang saham yang hadir, tanggal bulan tahun serta jam berlangsungnya rapat, dan hukum mengenai APKR RUPS tersebut telah tersosialisasi, dan dengan harapan supaya tidak terjadi perbuatan melawan hukum terhadap pembuatan akta PKR tersebut.
52