BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tekanan Panas a.
Definisi Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi yang dipadankan dengan produksi panas oleh tubuh sendiri (Suma’mur, 2009). Suhu lingkungan tempat kerja dapat mempunyai suhu tinggi dan suhu rendah. Suhu di tempat kerja dapat dipengaruhi dari mesin dan faktor lingkungan di tempat kerja (Sulistioningsih, 2013). Selama aktivitas pada lingkungan panas, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh (Tarwaka dkk, 2004).
b.
Sumber Panas Lingkungan Kerja Menurut Suma’mur (2014) pada dasarnya ada 3 sumber panas, yaitu : 6
7
1) Iklim kerja adalah keadaan suhu panas udara di lingkungan tempat kerja yang ditentukan oleh faktor-faktor keadaan antara lain, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak udara, suhu radiasi yang berada di lingkungan sekitar. 2) Proses
produksi
dan
mesin
yang
digunakan
akan
mengeluarkan panas secara nyata sehingga lingkungan kerja menjadi lebih panas. 3) Kerja otot tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya memerlukan energi yang diperoleh dari bahan nutrisi yaitu karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen yang diperlukan dalam proses oksidasi untuk menghasilkan energi yang merupakan panas yang disebut metabolisme. c.
Dampak Akibat Pemaparan Suhu Lingkungan Panas Gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas menurut Tarwaka dkk (2004) antara lain: 1) Gangguan perilaku dan performasi kerja seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian dan lain-lain. 2) Dehidrasi yaitu suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada saat kehilangan cairan tubuh
<1,5 5 % gejalanya tidak nampak, kelelahan
muncul lebih awal dan mulut kering.
8
3) Heat Rash yaitu suatu keadaan seperti biang keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat. 4) Heat Cramp merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minim terlalu banyak dengan sedikit garam natrium. 5) Heat Syncope atau Fainting yaitu keadaan yang disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi. 6) Heat Exhaustion yaitu keadaan yang terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh tenaga kerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas. d.
Pengukuran Tekanan Panas Terdapat bebarapa cara untuk menetapkan tekanan panas menurut Suma’mur (2009) sebagai berikut: 1) Suhu Efektif (Corected Effectif Temperature). Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju kerja ringan dalam
9
berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara.
Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak
memperhitungkan panas metabolisme tubuh sendiri.
Untuk
penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effectife Temperature Scale). 2) Indeks Suhu Basah dan Bola. Menurut
Hendra
(2009)
menyatakan
bahwa
pengukuran tekanan panas menggunakan “Area Heat Stress Monitor” yaitu suatu alat digital untuk mengukur tekanan panas dengan parameter Indek Suhu Bola Basah (ISBB).Alat ini dapat mengukur suhu basah, suhu
kering
dan suhu radiasi.
Pengukuran tekanan panas di lingkungan kerja dilakukan dengan meletakkan alat pada ketinggian 1,2 m (3,3 kaki) bagi tenaga kerja yang berdiri dan 0,6 m (2 kaki) bila tenaga kerja duduk dalam melakukan pekerjaan. Pada saat pengukuran reservoir (tandon) termometer suhu basah diisi dengan aquadest dan waktu adaptasi alat 10 menit. Tabel 1. Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja Indeks Bola dan Basah (ISBB) Variasi Kerja terus menerus Kerja 75% istirahat 25% Kerja 50% istirahat 50%
Ringan Kerja 30,0 30,6 31,4
ISBB ºC Sedang 26,7 28,0 29,4
Berat Kerja Berat 25,0 25,9 27,9 Bersambung...
10 Sambungan Kerja 25% istirahat
32,2
31,1
30,0
75%
Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.13/MEN/X/2011 tahun 2011 Dari hasil pengukuran ISBB tersebut selanjutnya disesuaikan dengan beban kerja yang diterima oleh pekerja, kemudian dilanjutkan penganturan waktu kerja-waktu istirahat yang tetap dapat bekerja dengan aman dan sehat (Tarwaka dkk, 2004). 3)
Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicted-4 Hour Sweetrate). Bahwa keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi suhu kelembaban dan kecepatan udara serta panas radiasi. Nilai prediksi dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.
4)
Indeksi Belding-Heacth (Heat Stress Index). Kemampuan berkeringat dari orang standar
yaitu
seseorang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pon dalam keadaan
sehat
dan
memiliki
kesegaran
jasmani,
serta
beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas. Dalam menentukan indeks Belding-hacth diperlukan suhu kering dan suhu basah, suhu bola, kecepatan aliran udara, dan produksi panas sebagai kegiatan melakukan pekerjaan.
11
e.
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas 1)
Menurut Harrianto (2010) yang menyebabkan pertukaran panas dalam tubuh dengan lingkungan sekitar sebagai berikut : a)
Konduksi Konduksi adalah pertukaran panas antara tubuh dengan benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.
b) Konveksi Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalam pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh. c)
Evaporasi Manusia dapat berkeringat dengan penguapan di permukaan kulit untuk menghilangkan panas. Kehilangan
12
panas dengan proses evaporasi sekitar 25% dari total kehilangan panas tubuh. d) Respirasi Pertukaran panas melalui respirasi atau sistem pernapasan dapat menghangatkan udara yang diinhalasi. Sehingga, panas tubuh dikeluarkan bersama udara ekspirasi. Dalam keadaan normal, kehilangan panas dengan proses ini hanya sedikit mengurangi beban panas pada tubuh manusia. e)
Radiasi Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tubuh menerima atau kehilangan panas melalui radiasi tergantung dari subu benda-benda di sekitar.
2) Menurut Tarwaka, dkk (2004) faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh tenaga kerja yaitu : a)
Usia Pada usia yang lebih tua daya tahan badan terhadap panas akan menurun dan lambat dalam mengeluarkan keringat daripada usia yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas karena denyut nadi maksimal dari
13
kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur. b) Jenis kelamin Laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan kecil dalam kapasitas untuk berkeringat secara cukup. Lakilaki tidak dapat beraklimatisasi secara baik dalam iklim panas. Seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin dari pada suhu panas. Penyebabnya karena tubuh wanita mempunyai jaringan dengan daya konduksi yang lebih tinggi terhadap panas bila di bandingkan dengan lakilaki. c)
Masa kerja Lamanya bekerja seseorang di bagian tertentu dari pertama bekerja hingga dilakukannya penelitian pada sampel penelitian.
d) Aklimatisasi Aklimatisasi adalah penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan dengan ditandai penurunan detak nadi dan suhu mulut atau suhu badan sebagai akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap panas akan tercapai sesudah 2 minggu sedangkan meningkatnya pembentukan keringat tergantung pada kenaikan suhu badan.
14
e)
Kelelahan Bekerja pada temperatur tinggi dan tingkat kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada tenaga kerja. Dapat menyebabkan kejang/kram pada tenaga kerja. Tenaga kerja dengan terpapar suhu tinggi dapat mengalami kelelahan (Simarmata, 2006).
f.
Penilaian Beban Kerja Penilaian beban kerja melalui pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (EGC). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut. Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut: Denyut Nadi (Denyut/Menit) =
x 60
Sumber : Tarwaka, 2010 Selain metode 10 denyut tersebut, data juga dilakukan perhitungan denyut nadi dengan metode 15 detik atau 30 detik. Adapun cara pengukuran denyut nadi dengan palpasi dapat dilakukan dengan cara meletakkan ujung-ujung jari tangan yaitu jari ke-2, ke-3, dan ke-4 di atas permukaan kulit di bagian radial pergelangan tangan. Saat pengukuran dimulai stopwatch dihidupkan
15
selama 10 detik, kemudian dikalikan 6 untuk mendapatkan hasil satu menit dan setelah 10 detik stopwatch dimatikan, kemudian dicatat bunyi denyutan yang diperoleh (Nurmianto, 2004). Tabel 2. Nadi Kerja menurut Tingkat Beban Kerja (denyut/menit) Kategori Beban Kerja Sangat Ringan Ringan Agak Berat Berat Sangat Berat Sangat Berat Sekali
Nadi Kerja (denyut/menit) < 75 75 – 100 100 – 125 125 – 150 150 – 175 > 175
Sumber : Suma’mur, 2014 Klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kadiovaskuler (cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% CVL = Denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari hasil penghitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut: Tabel 3. Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan % CVL CVL
Klasifikasi
< 30% 30 s.d. < 60% 60 s.d. < 80% 80 s.d. < 100% > 100%
Tidak terjadi kelelahan Diperlukan perbaikan Kerja daalam waktu singkat Diperlukan tindakan segera Tidak diperbolehkan beraktivitas
Sumber: Tarwaka, 2010
16
g.
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja : 1)
Beban kerja oleh karena faktor eksternal Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga aspek ini sering disebut stressor. a)
Tugas-tugas (tasks) Tugas-tugas (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, sikap kerja, cara angkat angkut, beban yang diangkatangkut, alat bantu kerja, sarana informasi termasuk displai atau control, alur kerja, dan lain-lain. Sedangkan tugas- tugas yang bersifat mental seperti : kompleksitas pekerjaan
atau
tingkat
kesulitan
pekerjaan
yang
mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan lain-lain. b) Organisasi kerja Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti: lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model struktur organisasi, pelimpahan tugas, tanggung jawab dan wewenang, dan
17
lain-lain. c)
Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah : (1) Lingkungan kerja fisik seperti : mikroklimat (suhu udara ambien, kelembaban udara, kecepatan rambat udara,
suhu
radiasi),
intensitas
penerangan,
intensitas kebisingan, vibrasi mekanis dan tekanan udara. (2) Lingkungan kerja kimiawi seperti : debu, gas-gas pencemar udara, uap logam, fume dalam udara, dan lain-lain. (3) Lingkungan kerja biologis seperti : bakteri, virus dan parasit, jamur, serangga, dan lain-lain. (4) Lingkungan kerja psikologis seperti : pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga dan pekerja dengan lingkungan sosial yang berdampak kepada performansi kerja di tempat kerja. 2)
Beban kerja oleh karena beban kerja internal Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat dari adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut dikenal dengan
18
strain. Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Penilaian secara objektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian secara subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan perilaku. Karena itu strain secara subjektif berkaitan erat dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi : a)
Faktor somatik, yaitu jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan dan status gizi.
b) Faktor psikis, yaitu motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan dan lain-lain (Tarwaka, 2010) 2. Kelelahan Kerja a.
Definisi Kelelahan Kerja Kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja (Suma’mur, 2014) Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan (Grandjean, 1995). Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak (Tarwaka, 2010)
19
Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan kelelahan kerja itu cenderung menurunkan prestasi maupun motivasi pekerja bersangkutan. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja (Cameron, 1973) Kelelahan adalah kondisi akut, yang dimulai dari rasa letih yang kemudian mengarah pada kelelahan mental ataupun fisik dan dapat menghalangi seorang untuk dapat melaksanakan fungsinya dalam batas-batas normal. Perasaan lelah ini lebih dari sekedar perasaan letih dan mengantuk, perasaan lelah ini terjadi ketika seseorang telah sampai kepada batas kondisi fisik atau mental yang dimilikinya (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006) Menurut Budion dkk, 2003 kelelahan (fatique) adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walapun ini bukan satu-satunya gejala. b.
Jenis Kelelahan Keja 1) Berdasarkan proses dalam otot Menurut Suma’mur (2014) kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
20
a)
Kelelahan otot, yaitu merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot yang mucul akibat dari pekerjaan yang dilakukan.
b) Kelelahan umum, menurunnya keinginan dalam melakukan pekerjaan yang penyebabnya adalah keadaan persyarafan sentral atau kondisi sosio psikologis seseorang yang tidak seimbang. 2) Berdasarkan waktu terjadinya Menurut Setyawati (2010) kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : a)
Kelelahan akut biasanya disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan atau melebihi batas normal kerja organ tubuh tersebut.
b) Kelelahan kronis yaitu bila kelelahan berlangsung setiap hari dan berkepanjangan selama terus menerus dalam jangka waktu yang lama. c.
Gejala Kelelahan Kerja Gejala-gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut : 1)
Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif.
21
2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala diatas adalah sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan serta gangguan pencernaan. Disamping gejala-geala diatas pada kelelahan kerja terdapat pula gejalagejala yang tidak spesifik berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur. (Maurits, 2010) d.
Mekanisme Kelelahan Kerja Menurut Suma’mur (2009) menyatakan bahwa keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu korteks serebri yang di pengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) dan sistem penghambat terdapat dalam hipothalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.
e.
Dampak Kelelahan Kerja Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan netral yang menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja
yang
meningkatkan
menurun. terjadinya
Perasaan
kelelahan
kecelakaan
kerja,
kerja
cenderung
sehingga
dapat
merugikan pekerja sendiri maupun perusahaanya karena adanya
22
penurunan prduktivitas kerja. Kelelahan kerja terbukti memberikan kontribusi lebih dari 60% dalam kejadian kecelakaan kerja ditempat kerja (Maurits, 2010) Dampak kelelahan adalah terganggunya siklus tidur, gejala circandian rhym, penurunan performansi kerja (Nurmianto, 2004). Menurut
Suma’mur
(2014)
dampak
kelelahan
antara
lain:
terganggunya irama faal manusia oleh kerja malam dan tidur siang, gangguan pencernaan, penurunan berat badan. f.
Penangggulangan Kelelahan Kerja Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara yang ditujukan kepada aneka hal yang bersifat umum dan pengelolaan kondisi pekerjaan dana lingkungan kerja ditempat kerja. Misalnya, banyak hal yang dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yag berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelengaraan tempat
istiahat
yang
memperhatikan
kesegaran
fisik
dan
keharmonisan mental psikologis, pemanfaatan masa libur dan peluang untuk rekerasi, dan lain-lain. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengelolaan ligkungan kerja yang memenuhi persyaratan fisiologi dan psikologi kerja merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan. Demikian pula sangat besar peranan dari pengorganisasian proses
23
produksi yang tepat. Selain itu, upaya perlu ditujukan kepada pengendalian faktor fisis seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara ruang kerja dan penerangan serta pencahayaan ditempat kerja dengan menggunakan standar yang bukan NAB melainkan standar yang lebih memberikan keseukan bahkan kenyamanan kepada faktor manusia dalam melakukan pekerjaannya. Monotoni dan stres dalam pekerjaan dapat dikurangi dengan dekorasi termasuk dekorasi warna pada lingkungan kerja, penggunaan musik saat bekerja ditempat kerja dan pemanfaatan waktu istirahat untuk latihan fisik yang sesuai bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan sambil duduk atau penyelenggaraan aneka enis permainan yang dapat mengihilangkan kejenuhan akibat pekerjaa. Seleksi tenaga kerja yang paling cocok untuk suatu pekerjaan, pelatihan kearah pembentukan keterampilan atas dasar profesionalitas, supervisi yang berfungsi pembinaan dengan tujuan pengembangan potensi dan kemajuan karir juga memegang peranan penting (Suma’mur 2014) Menurut Maurits (2010), kelelahan kerja dapat dikendalikan dengan: 1)
Lingkungan kerja yang bebas dari zat-zat yang berbahaya, pencahayaan yang memadai, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi pekerja, pengaturan udara ditempat kerja yang adekuat disamping bebas dari kebisingan dan getaran.
2) Waktu kerja yang berjam-jam harus diselingi oleh istirahat yang cukup untuk makan dan keperluan khusu lain.
24
3) Kesehatan umum pekerja harus baik dan selalu dimonitor; khususnya untuk daerah tropis dimana banyak pekerja yang cenderung mengalami kekurangan gizi dan menderita penyakit yang serius. 4) Disarankan pula agar kegiatan yang menegangkan dan beban kerja yang berat tidak terlalu lama. 5) Jarak tempat tinggal dan tempat kerja diusahakan semenimal mungkin dan bila perlu dicarikanaltrnatif penyelesainnya, yaitu berupa pengadaan transportasi bagi pekerja dari dan ketempat kerja. 6) Pembinaan mental para pekerja diperusahaan secara teratur maupun berkala dan khusus perlu dilaksanakan dalam rngka stabilitas pekerja, dan harus ditangani secara baik dilokasi kerja. 7) Perhatian khusus bagi kelompok pekerja tertentu diberikan, yaitu kepala pekerja muda usia, wanita –wanita yang hamil dan menyusui, pekerja usia lanjut, pekerja yang menajalani shift kerja malam, pekerja yang baru pindah dari bagian lain. g.
Pengukuran Kelelahan Kerja Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti untuk menugukur kelelahan kerja ada bermacam-macam anatara lain adalah:
25
1)
Kualitas dan Kuantitas Kerja Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Kelelahan dan rata-rata jumlah produksi tentunya saling berhubungan. Namun uji ini tidak dapat dilakukan secara langsung
mengingat
banyaknya
faktor
yang
harus
dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial dan psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka, 2011). 2)
Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test) Uji
Flicker-fussion
adalah
pengukuran
terhadap
kecepatan berkelipnya cahaya (lampu) yang secara bertahap ditingkatkan sampai kecepatan tertentu sehingga cahaya tampak berbaur sebagai cahaya yang kontinyu. Uji ini dipergunakan untuk menilai kelelahan mata saja (Grandjean, 1995). 3) Kuisioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) Salah satu cara untuk mengukur kelelahan subjektif adalah dengan Kuisioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2). KAUPK2 merupakan suatu alat yang telah didesain oleh Setywati (1994) khusus bagi pekerja Indonesia. KAUPK2
26
ada tiga macam yaitu KAUPK2 I, KAUPK2, KAUPK2 III yang masing-masing terdiri atas 17 butir pernyataan, yang telah teruji kkesasihan dan kehandalannya untuk mengukur perasaan kelelahan pada pkerja yang mengeluh adanya perasaan kelelahan (Maurits, 2010) 4)
Uji Finger-tapping (uji ketuk jari) Uji
Finger–tapping
adalah
mengukur
kecepatan
maksimal mengetuk jari tangan dalam suatu periode waktu tertenu. Uji ini sangat lemah karena banyak faktor yang sangat berpengaruh dalam proses mengetuk jari-jari tangan dan uji ini tidak dapat ddiipaki untuk menguji kelelahan kerja bermacammacam pekerjaan (Grandjean, 1995) 5) Reaction Timer L77 Lakassidaya Menurut Maurits (2010) bahwa uji reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya Tingkat kelelahan diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang dikur dengan reaction timer yaitu: Tabel 4. Tingkat kelelahan Tingkat Kelelahan Normal Ringan Sedang Berat
Sumber: Maurits, 2010
Waktu reaksi / mld 150,0 - 240,0 240,0 - 410,0 410,0 - 580,0 > 580,0
27
6)
Uji Psiko-motor (Psychomotor test) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian rangsang sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakanya kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.
Terjadinya pemanjangan waktu reaksi
merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot (Tarwaka, 2010). h.
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kelelahan Kerja 1)
Faktor Internal a)
Usia Menurut Depkes RI (2011) menyatakan bahwa usia produktif yaitu antara 15 – 54 tahun.Pada usia meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ, sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun, dengan menurunnya kemampuan organ maka hal ini akan menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan (Suma’mur, 2009).
b) Jenis Kelamin
28
Menurut Suma’mur (2014) menyatakan bahwa pria dan wanita berbeda dalam kemampuan fisiknya, kekuatan kerja ototnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui ukuran tubuh dan kekuatan otot dari wanita relatif kurang jika dibandingkan pria. Saat wanita sedang haid yang tidak normal (dysmenorrhoea), maka akan dirasakan sakit sehingga akan lebih cepat lelah. c)
Psikologis Menurut Suma’mur (2009) menyatakan bahwa keadaan psikis tenaga kerja yaitu suatu respon yang di tafsirkan bagian yang salah sehingga merupakan suatu aktivitas
secara
primer suatu organ akibatnya timbul
ketegangan-ketegangan yang dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang. d)
Status Gizi Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat dari makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan.
Zat
makanan tersebut
diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan dengan lebih beratnya pekerjaan (Suma’mur, 2009) 2)
Faktor eksternal a)
Beban Kerja
29
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksudnya adalah beban fisik, beban mental atau sosial. Setiap tenaga kerja mempunyai kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara tenaga kerja ada yang lebih cocok dengan beban kerja fisik, mental ataupun sosial (Suma’mur, 2009). Usia yang masih produktif mempunyai kemampuan bekerja dan mampu memikul beban kerja yang ada. Jenis kelamin perempuan mempunyai kelebihan daripada laki-laki seperti disiplin, teliti dan lebih sabar dalam bekerja (Tarwaka dkk, 2004). Menurut
Nurmianto
(2004),
setiap
individu
menanggung beban kerja yang berbeda. Beban kerja yang ditanggung semakin tinggi maka konsumsi oksigen akan meningkat sesuai kebutuhan tubuhnya. Beban kerja yang lebih tinggi tidak dapat dilaksanakan dalam keadaan aerobik karena kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk proses aerobik. Dampaknya adalah keluhan rasa lelah yang ditandai dengan meningkatnya kandungan asam laktat. b) Penerangan Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakan itu dengan jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Pengaruh pencahayaan terhadap lingkungan suatu hal yang sangat perlu di
30
perhatikan. Seseorang dapat melihat suatu obyek dengan mudah dan cepat sedangkan yang lain harus berusaha keras. Upaya mata berlebihan menjadi sebab kelelahan psikis atau mental. (Suma’mur, 2009). c)
Sikap Kerja Menurut
Santoso (2004)
menyatakan bahwa
hubungan tenaga kerja dalam interaksinya terhadap sarana kerja
akan
menentukan
efisiensi,
efektivitas
dan
produktivitas kerja, bekerja dengan sikap kerja yang tidak alamiah akan dapat menyebabkan berbagai masalah, antara lain : nyeri, kelelahan dan kecelakaan kerja. d) Kebisingan Kebisingan adalah semua suara atau bunyi yang tidak di kehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan
gangguan
pendengaran.
Efek
kebisingan pada pekerja terganggunya konsentrasi dan kurang fokus perhatian. Kebisingan juga berakibat pada kelelahan (Suma’mur 2009) f.
Masa kerja Masa kerja adalah salah satu faktor
pada
karakteristik tenaga kerja yang mempengaruhi pembentukan perilaku, semakin lama masa kerja tenaga kerja maka
31
membuat tenaga kerja lebih mengenal tempat kerja terbiasa dengan lingkungan kerjanya (Nurmianto,2012). Masa
kerja
adalah
waktu
yang
dihitung
berdasarkan tahun pertama bekerja hingga saat penelitian dilakukan dihitung dalam tahun. Semakin lama massa kerja seseorang maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan, karena semakin lama bekerja menimbulkan perasaaan jenuh akibat kerja monoton yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan yang dialami (Maurits, 2010). Keseluruhan kelelahan kerja yang di rasakan tenaga kerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun paling banyak mengalami kelelelahan kemudian kelelahan akan berkurang pada tenaga kerja setelah bekerja selama 1-5 tahun namun kelelahan akan meningkat pada tenaga kerja setelah bekerja lebih dari 5 tahun (Tarwaka, 2004) 3. Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja Menurut Suma’mur (2009) penyebab utama kelelahan kerja adalah faktor pekerjaan. Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat kontraksi otot tubuh. Oleh karena itu aliran darah akan menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan. Menurut Guyton (1991) menyatakan bahwa akibat suhu lingkungan yang tinggi, suhu tubuh akan naik hal itu akan
32
menyebabkan hipotalamus merangsang kelenjar keringat keluar sehingga tubuh akan mengeluarkan keringat. Dalam keringat terkandung bermacam-macam garam klorida, keluarnya garam natrium klorida bersama keringat akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi hal ini akan menyebabkan penurunan konstraksi otot sehingga tubuh mengalami kelelahan.
33
B. Kerangka Pemikiran
Tekanan Panas
Suhu tubuh meningkat
Hipothalamus merangsang kelenjar keringat
Tubuh mengeluarkan keringat
Penghambatan transportasi glukosa
Penurunan kontraksi otot
Faktor internal: Umur Jenis kelamin
Kelelahan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Faktor Eksternal: Masa Kerja Penerangan Sikap Kerja Kebisingan Beban Kerja
34
C. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi CV.Cahya Jaya Sukoharjo”