BAB II LANDASAN TEORI II.1. Management Theory Setiap perusahaan membutuhkan sistem manajemen yang baik sehingga mampu menciptakan suatu kinerja yang baik dan menggantarkan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Menurut Stephen P. Robbins (2005, p107) dalam bukunya Management: “Management is coordinating work activities so that they are completed efficiently and effectively with and through other people.” “Quality Management is a philosophy of management that is driven by continual improvement and responding to customer needs and expectations.” “Value‐based management is an approach to managing in which manager establish and uphold an organization’s shared values.”
Dalam manajemen yang terpenting adalah melakukan koordinasi aktifitas kerja sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh setiap departemen mampu menghasilkan hasil yang baik dengan seefektif dan seefisien mungkin. Dalam hal ini didalam tubuh manajemen sendiri terdapat Quality Management yang merupakan filosofi manajemen yang fokus pada kemajuan dengan berdasarkan pada keinginan untuk merespon kebutuhan dan ekspektasi konsumen.
Selain itu unsur penting dalam manajemen adalah
Value Based Management, dimana merupakan suatu pendekatan yang
12
13
dilakukan oleh manajer perusahaan untuk menerapkan dan mempertahankan nilai dasar yang dimiliki perusahaan. SHARED ORGANIZATION VALUES
Guide Managers’ Decision and Actions
Shape Employee Behavior
Influence Marketing Effots
Build Team Spirit
Gambar 2.1 Purposed of Shared Value Sumber: Stephen P. Robbins (2005, p107)
II.1.1. The Strategic Management Process Menurut Stephen P. Robbins (2005, p180) dalam bukunya Management: “Strategic Management is that set of managerial decision and actions that determines the long-run performance of an organization.” Manajemen
strategis
merupakan
seni
dan
ilmu
penyusunan,
penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan suatu perusahaan mencapai sasarannya. Manajemen strategis juga merupakan suatu proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan
pencapaian
tujuan
organisasi.
Manajemen
strategis
14
mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen strategis merupakan aktivitas manajemen tertinggi yang biasanya disusun oleh dewan direktur dan dilaksanakan oleh CEO serta tim eksekutif organisasi tersebut. Manajemen strategis memberikan arahan menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat dengan bidang perilaku organisasi. External Analysis: Opportunities and Threats
Identify the organization’s current mission, goals and strategies.
Formulate Strategies
Implement Strategies
Internal Analysis: Strengths and Weakness Evaluate Result
Gambar 2.2 The Strategic Management Process Sumber: Stephen P. Robbins (2005, p182)
Dalam “The Strategic Management Process” ada beberapa tahapan penting yang harus dilalui yaitu: A. Mengidentifikasi Misi, Tujuan dan Strategi dari Perusahaan Pada dasarnya setiap perusahaan membutuhkan penyataan misi yang bermanfaat untuk pencapaian tujuan dari perusahaan. Misi menjawab semua pertanyaan-pertanyaan diawal terbentuknya bisnis. Dengan jelasnya
misi
sebuah
organisasi
maka
pihak
perusahaan
dapat
15
mengidentifikasi dengan baik lingkup produk dan pelayanan yang dimilikinya. B. Analisis Eksternal Di dalam tahap kedua, pihak manajemen melakukan analisa terhadap situasi yang merupakan langkah penting di dalam proses pembentukan strategi yang tepat. Tahap ini bermanfaat untuk memenuhi keingintahuan perusahaan terhadap beberapa hal seperti bagaimana kompetisi yang ada, peraturan-peraturan yang dapat mempengaruhi perusahaan, bagaimana dengan pasokan sumber daya terkait dengan lokasi perusahaan tersebut. Dalam menganalisa situasi eksternal, pihak perusahaan harus mampu menganalisa kondisi baik secara spesifik maupun keseluruhan untuk melihat trend dan perubahan yang mungkin terjadi. Setelah melakukan analisa lingkungan, pihak perusahaan perlu untuk
mempelajari
kesempatan-kesempatan
yang
kiranya
dapat
dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari oleh perusahaan. Namun dalam melakukan analisa eksternal, perlu diketahui bahwa dalam suatu situasi, kesempatan yang dapat dimanfaatkan suatu perusahaan dan sekaligus menjadi ancaman bagi perusahaan lain yang bergerak di industri yang sama berkaitan dengan sumber daya dan kemampuan yang mereka miliki. C. Analisis Internal Analisa internal harus mengarah kepada penafsiran yang jelas mengenai sumber daya yang dimiliki. Setiap aktifitas yang dilakukan
16
organisasi dengan baik maupun semua jenis sumber daya unik yang dimiliki manajemen perusahaan dapat dikatakan sebagai kekuatan (strength) sedangkan semua kegiatan perusahaan yang dilakukan dengan tidak baik maupun keterbatasan sumber daya yang dimiliki dapat menjadi faktor kelemahan (weekness). Di tahap ini, perusahaan harus mampu memahami spesifikasi dari setiap sumber daya dan kemampuannya. D. Formulasi Strategi Setelah
analisa
SWOT
dilakukan,
manajer
harus
dapat
mengembangkan dan melakukan evaluasi alternative strategi yang dapat memaksimalkan kekuatan perusahaan dan mengeksplorasi kesempatan sehingga bisa memperbaiki kekurangan yang dimiliki serta menghindari ancaman yang mungkin terjadi. E. Implementasi Strategi Setelah strategi diformulasikan, maka strategi tersebut harus segera diimplementasikan dengan sebaik-baiknya sehingga menghasilkan hasil yang maksimal dan bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. F. Evaluasi Hasil Tahap terakhir adalah tahap dilakukannya proses evaluasi terhadap hasil dari strategi yang telah diimplementasikan. Hal ini bermanfaat untuk mengetahui apakah strategi ang dilakukan sudah efektif atau masi diperlukan beberapa penyesuaian yang dapat memaksimalkan hasil dari strategi tersebut.
17
II.2. Marketing Theory Menurut Kotler (2004, p5) dalam bukunya Dasar-Dasar Pemasaran: “Pemasaran adalah proses pemberian kepuasan kepada konsumen untuk mendaparkan laba. Dua sasaran pemasaran yang utama adalah menarik konsumen baru dengan menjajikan nilai yang unggul dan mepertahankan konsumen saat ini dengan memberikan kepuasan.” Pemasaran dapat disimpulkan sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain.
Kebutuhan keinginan dan permintaan
Pasar
Pertukaran, transaksi dan relasional
Produk dan Jasa
Nilai, kepuasan, dan kualitas
Gambar 2.3 Konsep-konsep Pemasaran Inti Sumber: Philip Kotler dan Gary Armstrong (2004)
Konsep-konsep inti pemasaran meluputi: kebutuhan, keinginan, permintaan, produksi, utilitas, nilai dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan
18
hubungan pasar, pemasaran dan pasar. Kita dapat membedakan antara kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kebutuhan adalah suatu keadaan dirasakannya ketiadaan kepuasan dasar tertentu. Keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas yang spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendalam. Sedangkan Permintaan adalah keinginan akan produk yang spesifik
yang
didukung
dengan
kemampuan
dan
kesediaan
untuk
membelinya. Dalam membeli sesuatu setiap pembeli pasti berharap mendapatkan customer satisfaction. Customer satisfaction sendiri merupakan tingkatan dimana anggapan kinerja (perceived performance) produk akan sesuai dengan harapan seorang pembeli. Bila kinerja produk jauh lebih rendah dibandingkan harapan pelanggan, pembelinya tidak puas. Bila kinerja produk jauh lebih rendah dibandingkan harapan pelanggan, pembelinya tidak puas. Bila kinerja sesuai dengan harapan atau melebihi harapan, pembelinya merasa puas dan senang sehingga mereka akan terus menerus menggunakan produk atau pelayanan tersebut.
19
II.2.1.
Marketing Planning: The Basis for Strategies and Tactics Menurut Kurtz (2008, 37) dalam bukunya Principles of Contemporary Marketing menjelaskan bahwa: “Marketing Planning is the process of anticipating future events and conditions and of determining the best way to achieve organizational objective. “ Perencanaan merupakan suatu kunci sukses setiap pengusahaan (undertaking), sebagai kegiatan yang sangat penting bagi suksesnya bisnis. Setiap studi bekenaan dengan kegagalan bisnis menemukan dasar masalah yang sama, apakah hal itu disebut kapitalisasi yang rendah, lokasi yang tidak tepat atau disebabkan karena lemahnya kemampuan manajerial. Semuanya itu sebetulnya berakar pada perencanaan. Pemasaran merupakan salah satu jenis kegiatan bisnis yang sangat penting dan harus direncanakan. Perencanaan pemasaran menegaskan sifat bisnis dan merupakan hal yang sangat penting yang harus dilakukan oleh organisasi perusahaan dalam upaya untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Perencanaan seharusnya dilakukan oleh organisasi bisnis yang menghasilkan barang/jasa baik untuk konsumen maupun untuk organisasi bisnis lainnya, untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik atau internasional, baik pemasaran kecil maupun besar. Agar suatu perencanaan bisa sukses harus didasarkan pada suatu akar filosofi atau kerangka konseptual yang memberikan suatu dasar analisis, pelaksanaan/eksekusi dan evaluasi. Suatu pemahaman yang mendalam
20
mengenai pemasaran dan perencanaan harus mendahului setiap usaha manajer untuk mengembangkan dan melaksanakan suatu perencanaan pemasaran. •
Steps in the Marketing Planning Process Proses perencanaan marketing dimulai dari tahap penentuan misi
perusahaan. Dengan dasar tersebut maka akan dapat dirumuskan tujuan, menilai sumber daya yang dimiliki serta melakukan evaluasi kondisi termasuk resiko dan kesempatan yang dimiliki. Didukung dengan informasi, maka manajemen perusahaan yang berada di tiap-tiap unit bisnis dapat menformulasikan strategy marketing, mengimplementasikan strategi melalui rencana operasional, mengumpulkan feedback untuk memonitor dan mengadaptasi strategi saat diperlukan (P. Robbins, Stephen dan Mary Coulter, 2005, p41). Step I: Defining Organization’s Mission and Objective Proses perencanaan dimuali dengan misi dari perusahaan, dimana yang terpenting dari hal tersebut adalah misi perusahaan tersebut sebaiknya bebeda dari
perusahaan
lainnya.
Pernyataan
suatu
misi
dari
perusahaan
menspesifikasikan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan lingkup operasionalnya serta menyediakan garis pedoman untuk kegiatan perusahaan di depan. Step
II:
Assessing
Organizational
Resources
and
Evaluating
Environmental Risk and Opportunities Langkah berikutnya adalah perumusan SWOT dari perusahaan. Sumber daya suatu perusahaan melingkupi kapabilitas dari marketing,
21
produksi, keuangan, teknologi, dan karyawan. Strength dapat membantu mereka menentukan tujuan, mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan, serta mampu mengambil keuntungan dari kesempatan marketing yang ada. Beberapa analisis seperti Five Porter’s juga dapat dilakukan pada tahap ini. Step III: Formulating, Implementing, and Monitoring a Marketing Strategy Strategi Marketing merupakan program perusahaan secara luas untuk memilih target market secara khusus dan bertujuan untuk memuaskan konsumen dengan melakuan pembauran elemen marketing mix yaitu produk, distribusi, promosi, dan harga. Strategi marketing dalam penerapannya harus dimonitor dan terkadang dimodifikasi suapaya lebih baik.
22
Business Purpose
Analysis
Core Strategy
Company Analysis
Market Target
Competitive
Competitive
Positioning
Advantage
Implement Action
Organization
Environment
Control
Marketing Mix
Gambar 2.4 Marketing Strategy and Competitive Positioning Sumber: Graham Hooley, Nigel F. Piercy, dan Brigitte Nicoulaud (2008)
Marketing Strategy merupakan suatu metode yang berfokus pada kekuatan dan sumber daya organisasi dalam suatu bentuk tindakan yang dapat meningkatkan penjualan dan mendominasi target market tertentu. Marketing Strategy mengkombinasikan pengembangan produk, promosi, distribusi,
23
penentuan harga, pengaturan hubungan dan semua elemen; seperti mengidentifikasi tujuan marketing perusahaan, menjelaskan bagaimana tujuan tersebut bisa tercapai, dilengkapi dengan pengaturan jadwal yang tepat. Marketing Strategy juga memaparkan pemilihan dari segmentasi target market, positioning, marketing mix, dan alokasi dari semua sumber daya. Hal ini dapat lebih efektif apabila dilakukan dengan komponen internal yang solid dalam menerapkan marketing strategy sehingga dapat mendukung perusahaan dalam menghadapi konsumen, competitor dan kesempatan yang ada. Sedangkan Competitive Positioning berkaitan dengan bagaimana mendefinisikan apa yang kita yang kita tawarkan berbeda dan memiliki nilai lebih di pasar. Dapat juga didefinisikan seperti membentuk suatu kesempatan di lingkungan yang kompetitif dan fokus pada perusahaan untuk menjalankan strategi yang telah ditentukan. Strategi yang baik melingkupi: 1. Profil pasar: ukuran, pesaing, level perkembangan 2. Segmentasi customer: kelompok dengan keinginan dan kebutuhan yang sama 3. Analisis yang kompetitif: kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman di tengah industri bisnis 4. Strategi penempatan: bagaimana cara menempatkan brand atau produk yang ditawarkan untuk berfokus terhadap peluang yang ada di masyarakat 5. Sasaran nilai: tipe-tipe nilai yang akan di-edukasi atau ditawarkan kepada masyarakat
24
Pada saat market melihat penawaran yang berbeda dari perusahaan dari competitor, akan lebih mudah untuk menghasilkan kesempatan baru dan menuntun para target market untuk melakukan pembelian. Tanpa adanya diferensiasi akan lebih membutuhkan uang dan waktu yang lebih banyak untuk membuat para target market memilih produk atau jasa tertentu. Sebagai hasilnya beberapa perusahaan mulai bersaing dalam penentuan harga – suatu kondisi yang sulit untuk bertahan dalam jangka waktu yang lama.
II.2.2. Porter’s Five Forces Model Menurut
Kurtz
(2008,
p43)
di
dalam
bukunya
Principles
Contemporary Marketing, dikatakan bahwa: “Porter’s Five Forces Model developed by strategy expert Michael Porter that identifies five competitive forces that influence planning strategies: The treat of new entrants, the bargaining power of buyers, the bargaining power of suppliers, the threat of substitute products, and rivalry among competitors.” Analisis dari teori Porter's five forces merupakan suatu framework untuk mengalisa industri dan perkembangan
strategi bisnis. Analisa
Competitive Forces dihasilkan dari 5 kekuatan kompetitif, yaitu: 1. The entry of competitors ( Masuknya kompetitor baru ke pasar) Bagaimana dengan mudahnya atau tidaknya competitor baru masuk dan bersaing di pasar berkaitan dengan hambatan-hambatan yang ada.
25
2. The bargaining power of buyers (Kekuatan Pembeli untuk menawar) Kekuatan yang dimiliki oleh pembeli, berkaitan dengan kuantitas dan kualitas pembelian. 3. The threat of substitutes (Hambatan dari produk atau jasa pengganti) Hal ini berkaitan dengan sulit atau mudahnya barang kita digantikan dengan produk atau jasa serupa. Akan lebih sulit apabila pengganti produk atau jasa kita memberikan harga yang lebih murah. 4. The rivalry among the existing players (Kekuatan dari pemain lama yang telah ada) Kekuatan pemain lama yang sudah ada di pasar. Pada dasarmya mereka lebih mengetahui kondisi pasar dan juga mendominasi pasar dengan kekuatan yang dimilikinya. 5. The bargaining power of suppliers (Kekuatan pemasok) Berkaitan dengan seberapa pentingnya supplier mampu memasok bahan baku untuk proses produksi suatu perusahaan dan apakah banyak supplier lain yang mampu memasok bahan baku serupa. Porter's competitive forces model merupakan salah satu alat untuk strategi bisnis yang digunakan dan terbukti bermanfaat untuk beberapa peristiwa. Dalam pelaksanaanya, pihak perusahaan harus hati-hati dalam mendeskripsikan kondisi internal dan eksternal perusahaan pada saat mempergunakan five competitive forces framework of Porter. Dari perspektif Value Based Management, the Five Forces model (Market/Industry Attractiveness) of Porter dapat dilihat dari satu atau dua dimensi dalam memaksimalkan corporate value creation.
26
Gambar 2.5 The Five Competitive Forces That Shape Strategy Sumber: Michael E. Porter (2008)
II.2.3. SWOT Analysis Menurut
Kurtz
(2008,
p45)
dalam
bukunya
Principles
of
Contemporary Marketing, mengatakan bahwa SWOT dapat membantu pihakpihak perencana untuk membandingkan kekuatan dan kelemahan dari sisi internal dan juga kesempatan dan ancaman dari sisi eksternal perusahaan. Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor internal perusahaan dan faktor eksternal yang mempengaruhi potensi bisnis dan daya saing perusahaan secara sistematis dan menyesuaikan (match) diantara faktor tersebut untuk merumuskan strategi perusahaan.
27
Adapun definisi faktor eksternal dan internal, adalah: 1.
Faktor Internal a. Strength (kekuatan) Sumber daya, keahlian atau keunggulan lain yang relatif dengan pesaing dan kebutuhan pasar (konsumen) dimana perusahaan beroperasi atau berharap akan beroperasi. b. Weakness (kelemahan) Keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keahlian, dan kemampuan yang mengganggu keefektifan kinerja perusahaan.
2.
Faktor Eksternal a. Opportunity (peluang) Situasi menguntungkan yang utama dalam lingkungan perusahaan. Tren kunci dan perubahan merupakan salah satu sumber peluang. b. Threats (tantangan) Situasi tidak menguntungkan yang utama dalam lingkungan perusahaan. Tantangan merupakan penghambat untuk mencapai posisi saat ini atau yang diharapkan perusahaan.
28
Internal
Good Points
Danger Points
External
Strengths
Opportunities
Weakness
Treats
Gambar 2.6 SWOT Analysis Sumber: Graham Hooley, Nigel F. Piercy, dan Brigitte Nicoulaud (2008)
II.2.3.1. Orientasi analisis SWOT Analisa SWOT berorientasi pada masa depan dan menemukan strategi yang efektif. Berdasarkan orientasi tersebut, dapat dijelaskan lebih lanjut, yaitu: 1.
Orientasi masa depan (eksternal → internal) Analisis SWOT dapat memproyeksi situasi bisnis atau posisi perusahaan di masa mendatang berdasarkan situasi saat ini karena adanya faktor peluang dan tantangan yang berada pada tren dalam lingkungan yang dinamis. Sedangkan faktor kekuatan merupakan competitive advantages yang dibutuhkan di masa mendatang untuk memanfaatkan peluang dan mensiasati tantangan yang berpotensi akan terjadi dengan
29
mempertimbangkan faktor kelemahan yang harus diatasi. Orientasi ini berkaitan dengan sasaran yang ingin dicapai. 2.
Menemukan strategi yang efektif (internal → eksternal) Analisis SWOT dapat membantu perusahaan dalam menentukan strategi yang tepat untuk memaksimalkan peluang. Analisis ini akan melihat sejauh mana perusahaan memanfaatkan kemampuannya dalam meraih (merespon) peluang dan tantangan sebagai upaya memenangkan persaingan di industrinya. Orientasi ini berkaitan dengan upaya perusahaan mencapai sasaran secara efektif. Orientasi tersebut merupakan cara berpikir strategis outside-in dengan bertindak secara proaktif dan antisipasif (responsif), memulai dengan gagasan akhir dalam pikiran, dan mengutamakan hal yang harus diutamakan (skala prioritas). Hal ini merupakan cerminan dari salah satu kebiasaan efektif yang merupakan ciri dari strategi pemasaran.
30
STRENGTHS
WEAKNESS To narrow a product line Lack of management depth High cost operation due to high labor cost and obsolete production facilities Inadequate financing capabilities Weak Market Image
Cost advantage Financial Resources Customer Loyalty Modern Production Facilities Patents
OPPORTUNITIES
THREATS
Changing buyer tastes Likely entry of new competitors Adverse goverment policies
Add to product line Enter new markets Acquire firms with needed technology.
Leverage
Problem
Gambar 2.7 SWOT Analysis Sumber: David L. Kurtz (2008, p.46)
II.2.4. Segmenting, Targeting, and Positioning Perilaku konsumen menjadi masukan bagi pemasaran untuk mengembangkan
strategi
pemasaran,
maka
suatu
perusahaan
harus
mempunyai strategi pemasaran yang mampu mempengaruhi konsumen yang menjadi target marketnya, sehingga penentuan segmentasi pasar, pemilihan pasar sasaran, dan kemudian positioning sebagai pedoman dari strategi bauran pemasaran menjadi penting untuk diperhatikan dengan baik.
31
Dalam proses pemasaran, segmentasi tidak berdiri sendiri. Kotler menandaskan bahwa segmentasi merupakan kesatuan dengan targeting dan positioning. Kotler menyingkat hubungan ini sebagai STP (Segmenting, Targeting, Positioning).
II.2.4.1. Segmenting Dalam bukunya “Advertising and IMC”, Duncan (2005, p210) menjelaskan pentingnya Segmentasi dan Penentuan Target yang tepat. Segmenting adalah penggelompokan konsumen menurut karakteristik yang umum, kebutuhan, keinginan, kemauan, dan hasrat. Segmenting juga dapat diasumsikan sebagai pembagian pasar menjadi kelompok pembeli yang dibedakan menurut kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku yang mungkin membutuhkan produk yang berbeda. Terdapat tiga alternatif dalam mengambil keputusan mengenai segmen pasar mana yang akan dimasuki: a. Pemasaran tanpa pembedaan (an undifferentianted marketing approach) Pada pendekatan ini perusahaan melayani seluruh pasar, tidak ada pembedaan untuk tiap segmen. Pemasaran model ini memang irit biaya karena membuat produk satu ukuran untuk semua. Namun, kesulitannya adalah sulit bagi perusahaan untuk memuaskan semua konsumennya. b. Pemasaran dengan pembedaan Perusahaan mengidentifikasi beberapa segmen dalam pasarnya dan menerapkan bauran pemasaran yang berbeda untuk setiap segmennya.
32
c. Pemasaran terkonsentrasi Satu bauran pemasaran yang sama bagi setiap segmen yang ada. Dasar-Dasar Segmentasi: 1. Segmentasi Demografi Melibatkan berbagai faktor, seperti: jenis kelamin, usia, ukuran keluarga, pendapatan, pendidikan, kelas sosial, dan etnik. 2. Segmentasi Psikografik Memperhatikan pada tingkah laku masyarakat dan gaya hidup yang dianut. Termasuk di dalamnya adalah gaya hidup dan kepribadian. 3. Segmentasi Geografi Dikelompokkan atas faktor lingkup pasar, termasuk pertimbangan tempat operasi jasa akan dilakukan. Termasuk pengujian tingkat kepadatan penduduk, faktor iklim yang berpengaruh, dan standarisasi area pasar.
II.2.4.2. Targeting Targeting adalah proses analisis, evaluasi, dan memprioritaskan segmentasi marketing dengan mempertimbangkan mana yang paling profitable. Proses ini sangat penting sebagai bagian dari penciptaan dan penyampaian nilai kepada konsumen. Kata “nilai” memberi arti tersendiri yaitu memberi kepuasan konsumen karena menerima pelayanan yang baik, harga yang memuaskan,
33
citra yang kuat, penyampaian tepat waktu, maka tindakan produsen memilih nilai melalui pemilihan segmentasi, targeting, positoning (STP) yang baik. Selanjutnya nilai itu dikembangkan dengan lebih konkret dalam bentuk marketing mix. Bentuk marketing mix sangat luas mencakup pendesainan produk, mencari pemasok, penetapan harga, pendistribusian, dan promosi penjualan. Targeting adalah persoalan bagaimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau pasar. Targeting atau menetapkan target pasar merupakan tahap selanjutnya dari analisis segmentasi. Produk dari targeting adalah target market (pasar sasaran), yaitu satu atau beberapa segmen pasar yang akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan pemasaran. Kadang-kadang targeting juga disebut selecting karena marketer harus menyeleksi. Menyeleksi di sini berarti marketer harus memiliki keberanian untuk memfokuskan kegiatan pada beberapa bagian saja (segmen) dan meninggalkan bagian lainnya. Philip Kotler, Hemawan Kartajaya, dkk dalam Rethinking Marketing mengatakan bahwa: Targeting sebagai strategi mengalokasikan sumberdaya perusahaan secara efektif. Mengapa? Karena sumber daya anda selalu terbatas. Ini menyangkut bagaimana anda melakukan fitting perusahan anda ke dalam segmen target market yang anda pilih. Segmen pasar yang telah dipilih menjadi fokus dalam mempersiapkan segala strategi untuk mempermudah penyesuaian sumber daya yang dimiliki (fitting) ke dalam segmen-segmen pasar yang telah dipilih. Dalam memasuki
34
pasar sasaran, setidaknya ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan (Belch & Belch, 1995, pp 46-47), yaitu: 1.
Concentration, yaitu perusahaan hanya melayani satu segmen pasar tertentu, sehingga pembuatan produk dan strategi marketing yang dirancang dikhususkan hanya untuk melayani pasar tersebut.
2.
Differentiation, yaitu perusahaan melayani dua atau lebih segmen pasar dan merancang program pemasaran yang berbeda untuk setiap segmen yang berbeda pula.
3.
Undifferentiation, yaitu strategi yang ditetapkan dengan tidak mengenal adanya segmentasi, sehingga perusahaan hanya membuat satu jenis produk dan rencana yang terdapat di pasar. Targeting merupakan tujuan akhir dari sebuah proses segmentasi. Setelah pasar sasaran dipilih, maka proses selanjutnya adalah melakukan positioning. Langkah-langkah dalam segmentasi dan targeting:
1. Mengidentifikasi pelanggan yang paling potensial 2. Membuat profil dari segmen-segmen yang ada 3. Menargetkan segmen ini untuk meningkatkan customer retention dan pertumbuhan jumlah customer. 4. Menggunakan profil dari pelanggan yang potensial untuk mendapatkan keuntungan 5. Evaluasi segmen yang potensial
35
6. Menargetkan segmen yang potensial dan memiliki tingkat respon yang tinggi 7. Melanjutkan testing yang responsif dari segmen yang potensial dengan profil yang serupa.
II.2.4.3. Positioning Menurut Al Ries dan Trout, positioning bukanlah hanya menyangkut apa yang dilakukan terhadap produk (barang atau jasa) tetapi apa yang kita (pemasar) lakukan terhadap pikiran / benak konsumen (Lupiyoadi, 2001, p48). Yoram Wind, seorang profesor strategi pemasaran, mendefinisikan positioning sebagai ”reason for being”. Ia berpendapat bahwa positioning adalah mengenai bagaimana mendefinisikan identitas dan kepribadian perusahaan di benak pelanggan (Kotler, 2005, p57). Setelah memutuskan segmen pasar mana yang akan di masuki, perusahaan harus memutuskan positioning apa yang hendak ditempatkan dalam segmen tersebut. Harmawan Kartajaya dalam bukunya ”Hermawan Kartajaya on positioning” mendefinisikan positioning sebagai The strategy to lead your customer credible, yaitu upaya mengarahkan pelanggan anda secara kredibel atau dengan kata lain upaya untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan pelanggan (Hermawan, 2006). Dalam era ini perusahaan harus mempunyai kredibilitas di dalam benak para pelanggannya. Ketiga pendapat ahli tersebut menyatakan bahwa pada dasarnya positioning adalah membentuk mind set di benak pelanggan tehadap suatu produk. Karena pelanggan tidak
36
dapat dikelola, mereka harus dibimbing. Membimbing membutuhkan kredibilitas. Maka positioning tidak sekedar membujuk dan menciptakan suatu citra dalam benak pelanggan, tetapi juga bagaimana merebut kepercayaan pelanggan. Positioning bisa terbentuk dengan tiga dimensi differensiasi : konten (what to offer), konteks (how to offer), dan infrastruktur (enabler). Konten adalah dimensi differensiasi yang menunjuk pada apa yang ditawarkan pada pelanggan. Konteks merupakan dimensi yang menunjuk pada cara menawarkan value pada pelanggan. Ini merupakan bagian intangible dari differensiasi.
Infrastruktur
adalah
faktor-faktor
pemungkin
(enabler)
terealisasikannya differensiasi konten maupun konteks (Kotler, 2005, p63). Dimensi ini menunjukkan pada pembedaan terhadap pesaing berdasarkan kemampuan teknologi, SDM (people), dan kepemilikan fasilitas (facility). Agar differensiasi sustainable dan long-lasting maka differensiasi tersebut harus tersusun dari sekumpulan intangible asset perusahaan, seperti budaya perusahaan atau kemampuan SDM yang memang by-nature sulit ditiru pesaing (Kartajaya, 2006, p15).
37
PRODUCT PREMIUM BASIC DURABLE DISTRIBUTION
PRICE
POSITIONING IMPLEMENTING CHOSEN IMAGE AND APPEAL TO CHOSEN SEGMENT
PREMIUM LOW PRICE VALUE DISTRIBUTION
PRESTIGE
INTENSIVE
FUN
SELECTIVE
POWERFUL
EXCLUSIVE
Gambar 2.7 Positioning Sumber: Lars Perner, Ph. D. (http://www.consumerpsychologist.com/marketing_introduction.html)
II.2.5. Marketing Mix Marketing mix merupakan kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistempemasaran perusahaan, yakni product (produk), price (harga), place (tempat, termasuk juga distribusi), dan promotion (promosi). Menurut Kotler (2005, p17) menyatakan bahwa: “Bauran Pemasaran (Marketing Mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran” Berdasarkan definisi tersebut diatas bahwa bauran pemasaran adalah kombinasi beberapa elemen bauran pemasaran untuk memperoleh pasar, pangsa pasar yang lebih besar, posisi bersaing yang kuat dan citra positif pada pelanggan sehingga dapat kita artikan bahwa tujuan pemasaran adalah untuk
38
meningkatkan jumlah pelanggan, meningkatkan hasil penjualan, serta dapat memberikan keuntungan untuk perusahaan dan stakeholdernya. Marketing mix digunakan dalam strategi pemasaran sebagai suatu cara untuk mempengaruhi konsumen agar mau bertindak membeli suatu produk atau service. Untuk mencapai tujuan tersebut bidang pemasaran harus lebih spesifik merancang strategi yang tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bauran pemasaran (marketing mix). Karena pemasaran bukanlah ilmu pasti seperti keuangan (finance), teori Marketing mix juga terus berkembang. Dalam perkembangannya, dikenal juga istilah 7P dimana 3P yang selanjutnya adalah People (Orang), Physical Evidence (Bukti Fisik), Process (Proses). Pemasaran itu sendiri lebih dipandang sebagai seni daripada ilmu, maka seorang ahli pemasaran tergantung lebih banyak pada ketrampilan pertimbangan dalam membuat kebijakan daripada berorientasi pada ilmu tertentu. Pandangan
ahli
ekonomi
terhadap
pemasaran
adalah
dalam
menciptakan waktu, tempat dimana produk diperlukan atau diinginkan lalu menyerahkan produk tersebut untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen (konsep pemasaran). Metode pemasaran klasik seperti 4P di atas berlaku juga untuk pemasaran internet, meskipun di internet pemasaran dilakukan dengan banyak metode lain yang sangat sulit diimplementasikan diluar dunia internet.
39
Gambar 2.9 The four main fields of the Marketing mix Sumber: anonim 1 (http://www.answers.com/topic/marketing-mix)
Konsep marketing mix yang pertama kali dikenalkan oleh Jerome McCarthy mempunyai empat variabel yang biasa dikenal dengan 4P yaitu product, price, promotion, dan place. Berkat Jerome McCarthy, konsep 4P kemudian dikenal luas oleh masyarakat dan sering menjadi rujukan jika membahas tentang pemasaran. Untuk lebih jelasnya, mengenai strategi bauran pemasaran ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 1.
Product (Produk) Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk terdiri atas
40
barang, jasa, pengalaman, events, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi dan ide. Pada dasarnya konsumen membeli manfaat dan nilai dari suatu produk yang ditawarkan bukan membeli barang atau jasa. Penawaran suatu produk dibedakan berdasarkan lima tingkatan seperti dikutip oleh Fandy Tjiptono (2008), yaitu: a. Manfaat Inti (Core Benefit) Tingkatan pertama atau merupakan tingkatan paling dasar dimana manfaat inti yang sesungguhnya dicari konsumen atau pelanggan ketika mereka membeli. b. Produk Dasar (Basic Product) Tingkatan kedua dimana pemasar harus mengubah manfaat inti menjadi produk dasar. c. Produk yang Diharapkan (Expected Product) Tingkatan ketiga dimana sebuah set atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli. d. Produk Dengan Nilai Tambah (Augmented Product) Tingkatan keempat dimana pemasar menyediakan sesuatunya melebihi harapan konsumen. e. Potensi Produk (Potential Product) Tingkatan kelima dimana penyedia produk dan jasa mencari sesuatu yang bisa melampaui semua harapan pelanggan untuk
41
menyenangkan pelanggan dan membedakan penawaran mereka dari pesaing-pesaingnya. 2.
Price (Harga) Harga merupakan unsur terpenting dalam bauran pemasaran setelah produk dan merupakan satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan sedangkan unsurunsur lainnya merupakan biaya saja. Keputusan-keputusan mengenai harga mencakup tingkat harga, potongan harga, keringanan, periode pemasaran, dan rencana iklan yang dibuat oleh produsen. Penetapan harga merupakan suatu masalah jika perusahaan akan menetapkan harga untuk pertama kalinya. Ini terjadi ketika perusahaan mengembangkan
atau
memperoleh
produk
baru,
ketika
akan
memperkenalkan produknya ke saluran distribusi baru atau daerah baru, ketika akan melakukan penawaran atas suatu perjanjian kerja baru. Perusahaan harus memutuskan dimana ia akan mendapatkan produknya berdasarkan mutu dan harga. Perusahaan dapat menempatkan produknya di tengah pasar atau pada tiga tingkat di atasnya atau tiga tingkat di bawahnya. 3.
Place (Tempat atau Distribusi) Sebelum produsen memasarkan produknya, maka sudah ada perencanaan tentang pola distribusi yang akan dilakukan. Disini penting sekali perantara dan pemilihan saluran distribusinya. Perantara ialah
42
sangat penting karena dalam segala hal, mereka lah yang berhubungan langsung dengan konsumen. Lokasi sering pula disebut sebagai saluran distribusi yaitu suatu perangkat organisasi yang saling tergantung dalam penyedia suatu produk atau jasa untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. “Tempat termasuk berbagai aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran.” 4.
Promotion (Promosi) Promosi pada dasarnya adalah bentuk komunikasi pemasaran. “Promosi meliputi semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan produknya kepada pasar sasaran”. Sebagaimana dikutip dari Fandy Tjiptono (2008), komunikasi pemasaran adalah aktivitas
pemasaran
yang
berusaha
menyebabkan
informasi,
mempengaruhi, membujuk dan atau meningkatkan pasar sasaran atau perusahaan dan produknya yang ada di pasar agar konsumen atau pelanggan bersedia menerima, membeli dan loyal kepada produk yang ditawarkan.
43
Price Strategies: ‐ Skimmingg ‐ Penetratio on ‐ Pshycologgical ‐ Cost‐plus p ‐ leadership
Producct
‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Design ology Techno Usefuln ness Conven nience Value
ort ‐ Comfo ‐ Facilitiies
Quality Paackaging Brranding Acccessories W Warranties
P Promotion
Physical Evide P ence ‐ Smart ‐ Run‐down ‐ Interfacce
‐ ‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐ ‐
Marketing Mix
Sp pecial Offers Ad dvertising En ndorsement Usser Trials Diirect Mailing
‐ Leaflets / Posters ‐ Free Gifts ‐ Competitions ‐ Joint Ventures
Place
Proccess ‐ Especcially relevant tto servicce industries ‐ How aare services co onsumed
People e ‐ ‐ ‐ ‐
Employees Management Cultu ures Customer Service
‐ ‐ ‐ ‐ ‐
‐ Retail ‐ Wholesale Mail Order Internet Direcct Sales Peer to Peer Multi‐Channel
Gambar 2.10 Marketing Mix M Mind Map Sumbeer: Anonim 2 (hhttp://www.bizzed.co.uk/educcators/1619//business/markketing/presentaation/mix_map.htm)
Menurut Kotler (22000, p658)) dalam mengembang m gkan prograam perik klanan, manaajer pemasarran harus sellalu memulaai dengan meengidentifikaasi pasarr sasaran daan motif meembeli. Adaa beberapa konsep k dalam m komunikaasi pemaasaran yang kesemuanyya menganduung huruf M. M Salah satuu yang populler adalaah konsep 7M M yang dikuutip oleh Fanndy Tjiptonoo (2008) yangg terdiri darii: 1. Mission M (Missi): Apa tujuuan yang inggin dicapai dari d program m promosi yaang dilaksanakan d n. 2. Market M Targget (Target Pasar): P Apaa sasaran daari target pasar atau passar konsumen. k
44
3. Message (Pesan): Pesan apa yang harus disampaikan dalam program promosi yang akan dilaksanakan. 4. Media (Saluran Komunikasi): Media apa yang akan digunakan dalam melaksanakan program promosi. 5. Mix (Bauran Promosi). 6. Money (Metoda Penentuan Anggaran): Berapa banyak anggaran biaya promosi yang dapat dibelanjakan. 7. Measurement
(Pengukuran
Efektivitas
Promosi):
Bagaimana
mengevaluasi hasilnya, apakah penjualan, pertumbuhan pangsa pasar atau ratio biaya terhadap pertumbuhan penjualan. Bauran komunikasi pemasaran (bauran promosi) terdiri dari lima unsur utama, yaitu (Craven, 2000, p350): a. Advertising (Periklanan) Semua bentuk penyajian dan promosi non personal atas ide, barang atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu. b. Sales Promotion (Promosi Penjualan) Berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. c. Public Relation (Publisitas/Kehumasan) Berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan dan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya.
45
d. Personal Selling (Penjualan Pribadi/Wiraniaga) Interaksi langsung dengan satu calon pembeli atau lebih, dengan tujuan untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan dan menerima pesanan ataupun melakukan penjualan. e. Direct Marketing (Pemasaran Langsung) Penggunaan surat, telepon, faximile, e-mail dan alat penghubung non personil lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu.
II.2.6. Brand Brand adalah sebuah nama atau simbol yang dikenali dan berbeda dari yang lain yang ditujukan untuk mengidentifikasi suatu produk atau jasa yang disediakan oleh satu atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk atau jasa pesaingnya (Aaker, 1991; Stanton, 1994; Kotler, 1996). Menurut David A. Aaker, brand adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang / jasa dari seorang penjual / kelompok penjual tertentu. Secara konvensional, brand dapat berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut. Brand ini yang kemudian akan memberitahukan kepada customer inti dari produk dengan brand tersebut. Brand juga yang akan melindungi
46
customer dan produsen dari pesaing yang berusaha menyediakan produk atau jasa yang serupa. Branding adalah sebuah strategi yang digunakan oleh perusahaan. Pickton dan Broderick (2001) menggambarkan bahwa branding sebagai strategi untuk membedakan produk dan perusahaan, brand membangun nilai ekonomis untuk konsumen dan brand ownernya sendiri. Brand memiliki tempat di persepsi konsumen, dan brand adalah hasil dari pertimbangan konsumen sebelum membuat keputusan pembelian. (Pickton dan Broderick 2001). Jadi kesimpulan dari penjelasan di atas, branding adalah sebuah strategi dan brand memiliki makna bagi konsumen. Dibawah ini adalah interpretasi dari istilah brand (De Chernatony 2003), dirangkum sebagai berikut: a. Brand adalah sebuah logo yang simple. b. Brand adalah instrumen legal, yang ada untuk mematenkan atau mendaftarkan hak cipta. c. Brand adalah sebuah perusahaan. d. Brand adalah kependekan tangan – tidak secara langsung. Disini keuntungan-keuntungan sebuah brand dirasakan dalam benak konsumen dan berlaku sebagai jalan pintas bagi kumpulan informasi dari brand tersebut. Lalu ketika konsumen mencari produk atau jasa yang kurang familiar, mereka akan melakukan pencarian informasi. Brand yang dikenal akan lebih membantu membuat keputusan pembelian.
47
e. Brand adalah pengurang resiko. Brand meyakinkan konsumen pada saat kebingungan terhadap produk/jasa. f. Brand adalah positioning. Brand berhubungan dengan brand lainnya di benak konsumen apakah lebih baik, lebih buruk, lebih cepat, lebih lambat dan lain-lain. g. Brand adalah personalitas, disamping fungsinya. Brand adalah gabungan dari nilai-nilai. h. Brand adalah vision. Disini para manajer terispirasi melihat brand dengan gabungan-gabungan nilainya. Dalam konteks vision brand adalah sasaran atau misi. i. Brand adalah nilai tambah, dimana konsumen melihat nilai diseputar sebuah brand dan diatas kompetisi dengan brand lain. j. Brand adalah identitas yang memasukan setiap komponen, tergantung brand-nya. k. Brand adalah citra dimana konsumen menerima brand sesuai realita yang ada. l. Brand adalah hubungan dimana konsumen mencerminkan pengalaman mereka dengan pengalaman mengkonsumsi barang atau jasa.
II.2.6.1. Brand Equity Keller (1993) mendeskripsikan brand equity sebagai “the effect that brand knowledge has on consumer response to the marketing of a brand,
48
with the effect occurring when the brand is known and when the consumer possesses favorable, strong and unique brand associations”. Aaker (1991) dan Keller (1993) keduanya menyediakan skema konseptual yang menghubungkan brand equity dengan variasi dari variabel atas respon customer. Secara spesifik, Aaker (1991) menjelaskan empat faktor utama dari brand equity berdasarkan hubungannya dengan customer, yaitu: brand loyalty, name awareness, perceived quality, dan berbagai brand association. Semakin kuat salah satunya, semakin tinggi pula nilai dari brand equity. Sementara itu, Keller (1993) menampilkan framework berbasis pengetahuan untuk membuat atau menghasilkan brand equity. Pengetahuan ini didasarkan dari dua dimensi besar brand awareness dan brand image. Brand awareness merupakan komposisi dari brand recall dan brand recognition, sementara brand image merupakan komposisi dari variasi brand association. Aaker dan Keller juga berpendapat bahwa variasi dari pengukuran tidak langsung dan metode untuk mengukur nilai brand equity sesuai dengan framework yang telah mereka bangun. Aaker dan Keller juga membedakan antara pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung dalam menghitung brand equity. Pendekatan langsung adalah untuk mengetahui brand equity sebagai sebuah nilai tambah yang membantu kekuatan sebuah produk (Farquhar, 1989; Keller, 1993). Pendekatan tidak langsung mencoba untuk mengidentifikasi sumber-sumber potensial dari brand equity. Pemahaman mengenai sumber tersebut sebagai
49
kepemilikan perusahaan dan competitive brands sangat penting bagi seorang brand manager (Keller, 1993; Parker dan Srinivasan, 1994). Brand Equity seperti yang dijelaskan oleh Keller dalam bukunya Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity, Brand Equity terjadi pada saat suatu brand semakin diketahui atau semakin kuat, memiliki asosiasi yang menyenangkan dan unik di benak customer. Di dalam bagan Subdimension of Brand Building Block, dijelaskan bahwa dalam mencapai suatu brand yang kuat maka dibutuhkan 4 tahapan penting. Dalam tahapan-tahapan ini setiap langkah tergantung kepada tahap sebelumnya. Dimulai dari brand identity, brand meaning, brand responses, dan terakhir brand relationship. Langkah-langkah ini dipengaruhi oleh six brand building blocks, yaitu: salience, performance, imagery, judgments, feelings dan resonance. Tujuan utama adalah untuk mencapai puncak dari piramid Brand Building Block yaitu resonance, dimana terjadi hubungan yang sangat harmonis antara customer dan brand. Melalui pendapat itulah, Kelvin Keller lalu memperkenalkan sebuah model yang disebut “CustomerBased Brand Equity Pyramid”.
50
Resonance
Relationship
• • • •
Judgement • • • •
Response
Quality Credibility Consideration Superiority
Feeling • • • •
Warmth Fun Excitement Security
• • • •
User Profiles Purchase and Usage Situation Personality and Values
Performance Meaning
• • • •
Intense, Active Loyalty
Loyalty Community Attachment Engagement
Positive, Accesible Reactions
Imagery
Primary Characteristic Secondary Features Product Reliability Durability, Serviceability
Points of Parity and Difference
Salience Identify
• Category Identification • Needs Satisfactied
Deep, Broad Brand Awareness
Gambar 2.11 Customer Based-Brand Equity Pyramid Sumber: Kevin Lane Keller (2008)
II.2.6.2. Brand Asset Management Brand Asset Management adalah proses yang telah terbukti untuk mengelola brand sebagai aset untuk memaksimalkan nilai mereka. Menurut Scott M. Davis (2002) dalam bukunya, Brand Asset Management: Driving Profitable Growth Through Your Brands, prosesnya meliputi empat fase utama. a. Fase Satu : Mengembangkan Brand Vision Pertama, definisikan sasaran dan tujuan strategis dan finansial yang dapat membantu pencapaian brand adalah:
51
‐
Bagaimana sebaiknya Brand Vision anda dihubungkan dengan corporate vision? Jika tidak terhubung, dapatkan Brand Asset Manajemen membentuk hubungan tersebut?
‐
Apakah senior management setuju terhadap sasaran dan tujuan brand? Akankan brand dilihat sebagai aset atau secara sederhana sebagai alat marketing?
b. Fase Dua: Menentukan Gambaran Brand Anda Maksud dari fase ini adalah untuk memahami persepsi dan persektif konsumen mengenai brand anda yang relatif dengan tumbuhnya persaingan dan peluang. Fase ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: ‐
Di antara konsumen sekarang dan konsumen sasaran, apa brand yang benar-benar berarti saat ini? Apa kekuatan dan kelemahannya? Bagaimana posisi brand dibandingkan dengan brand pesaing?
‐
Seberapa konsistenkah brand image kita di berbagai segmen konsumen?
‐
Image apa yang ingin dimiliki brand kita di masa yang akan datang? Kontrak apa yang diinginkan?
‐
Apa yang tidak memenuhi kebutuhan konsumen dan apa yang harus diisi oleh brand dari waktu ke waktu?
52
c. Fase Tiga : Mengembangkan Brand Asset Management Strategy Maksud dari fase ini adalah untuk menentukan strategi berbasis brand yang benar untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan dalam Brand Vision dan dalam persepsi dan persfektif berbasis pasar dari Brand Picture. Fase ini mengarah pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: ‐
Strategi berbasis brand apa yang harus kita gunakan untuk memenuhi pertumbuhan sasaran yang ditetapkan dalam Brand Vision kita?
‐
Di mana posisi yang sebenarnya dari brand kita?
‐
Apa peluang produk baru yang ada untuk brand kita?
‐
Strategi channel apa yang akan mendukung sasaran dan tujuan kita untuk brand?
‐
Cara berbaik apa yang dapat digunakan untuk mempengaruhi channel dengan brand?
‐
Dapatkah perusahaan menghargai brand kita dengan harga premium berdasarkan pada kekuatannya bila dibandingkan dengan pesaing? Berapa besar harga premiumnya?
‐
Bagaimana lagi perusahaan dapat menggunakan brand untuk meningkatkan keuntungan?
‐
Taktik komunikasi apa yang dapat memperkuat brand dan memaksimalkan nilai asetnya?
53
d. Fase Empat : Mendukung Brand Asset Management Culture Maksud dari dua langkah dalam fase ini adalah untuk menentukan bagaimana agar organisasi anda dapat mendukung keberadaan brand sebagai aset dan memastikan strategi yang anda rekomendasikan untuk dilaksanakan dan diukur. Fase ini mengarah pada pertanyaan-pertanyaan berikut: ‐
Bagaimana
sebaiknya
kita
membentuk
organisasi
untuk
memaksimalkan keberhasilan brand? Bagaimana kita meninjau dan menghargai yang terlibat dalam mengelola brand sebagai aset? ‐
Metrik apa yang sebaiknya digunakan untuk mengevaluasi kinerja brand?
‐
Bantuan apa yang diberikan metrik tersebut dalam membuat keputusan?
‐
Bagaimana perusahaan dapat melatih dan mendidik karyawan mengenai strategi Brand Asset Management secara lebih efektif?
54
II.3. Manajemen Karyawan II.3.1. Organizational Behavior dan Employee Engagement Menurut McShane dan von Glinow (2008), “Organizational Behaviour is the study of what people think, feel, and do in and around organizations”. Konsep perilaku berorganisasi menolong kita untuk memprediksi dan mengerti peristiwa-peristiwa pada perusahaan, memudahkan kita untuk mengadopsi teori-teori nyata dengan lebih tepat untuk diaplikasikan kepada karyawan, dan sekaligus ikut mempengaruhi terjadinya suatu kegiatan dalam perusahaan. Menurut McShane dan Von Glinow (2008, p34), “Employee engagement is employees’ emotional and cognitive (rational) motivation, their ability to perform their jobs, their possessing a clear understanding of the organization’s vision and their specific roles in that vision, and a belief that they been given the resources to get their jobs done”. Karyawan secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan perusahaan atau organisasi. Berdasarkan pernyataan di atas, pengetahuan mengenai organizational behavior yang berakar pada employee behavior juga sekaligus dapat meningkatkan kesehatan kondisi finansial perusahaan. Hal ini didukung oleh Huselid, Jackson, dan Schuler (1996) pada journal mereka yang berpendapat bahwa sistem manajemen sumber daya manusia yang digunakan dan didesain
55
dengan baik akan memberikan aset ekonomi yang signifikan terhadap organisasi seperti tergambar pada model berikut ini:
Business and Strategic Initiatives
Design of Human Resources Management System
Employee Skills Employee Motivation Job Design & Work Structures
Productivity Creativity Discretionary Effort
untuk mendukung kegiatan dalam perusahaan. Market Value
Profit and Growth
Improved Operating Performance
Gambar 2.12 A Model of The HR-Shareholder Value Relationship Sumber: Huselid, M.A., Jackson, S. E., & Schuler, R. S. (In press, 1996)
II.3.2. MARS Model of Individual Behavior MARS model merupakan model dasar dari perilaku individu dan hasilnya. MARS model adalah singkatan dari faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi perilaku karyawan dan hasil dari kinerja yang dilakukannya, keempat faktor tersebut adalah: a. Employee Motivation (M) Motivation adalah “the forces within a person that affects his or her direction, intensity, and persistence of voluntary behavior”. Direction merupakan arah atau prinsip bagi seseorang dalam melakukan aktifitasnya. Intensity merupakan seberapa besar kita mendorong diri kita sendiri untuk menyelesaikan suatu tugas. Sedangkat persistence adalah berapa lama waktu yang digunakan untuk melanjutkan suatu tugas.
56
b. Ability (A) Ability mengarahkan kita ke aptitudes atau natural talent. Ability berkaitan dengan kompetensi karyawan dan tingkat kesesuaian suatu pekerjaan dengan karyawan. c. Role Perceptions (R) Role
perceptions
akan
membantu
karyawan
untuk
lebih
memahami pekerjaan mereka dan melakukan pekerjaan tersebut denga sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan dengan adanya role perception, mereka sangat mengerti apa yang harus dikerjakan dan diusahakan. d. Situational Factors (S) Situational factors terdiri dari eksternal dan internal faktor. Eksternal faktor dipengaruhi oleh keingianan konsumen dan kondisi ekonom sedangkan internal faktor dipengaruhi oleh waktu, manusia, budget, dan fasilitas kerja. Situational Factors Motivation
Ability
Behavior and results
Role Perception Gambar 2.13 MARS Model of Individual Behavior and Results Sumber: McShane dan Von Glinow (2008)
57
Pada dasarnya, karakteristik pribadi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berupa nilai atau prinsip, kepribadian, persepsi, sikap dan emosi, dan tata kelola tekanan yang diterima. Kelima faktor ini akan secara langsung bersinggungan dengan model MARS dalam membentuk karakteristik karyawan
dalam
organisasi.
Faktor-faktor
tersebut
disebut
dengan
karakteristik individual. INDIVIDUAL CHARACTERISTIC 1. 2. 3. 4. 5.
Values Personality Perceptions Emotions and Attitudes Stress Management
MARS Model
Gambar 2.14 Individual Characteristic Sumber: McShane dan Von Glinow (2008)
II.3.2.1. Employee Value Pada masa sekarang, organisasi-organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa karyawan mereka mempunyai nilai yang merefleksikan nilai-nilai asset fisik maupun investasi organisasi. Nilai-nilai karyawan dapat dilihat pada model di bawah ini: (Mello, A. Jeffrey, 2002, p. 4). Dari perspektif investasi yang mengarah kepada aset atau sumber daya manusia adalah kritikal atau penting mengingat bahwa aset fisik lainnya seperti fasilitas, produk dan layanan jasa, teknologi, dan target pasar dapat dengan mudah ditiru dan diikutin oleh kompetitor lainnya (Quinn, J. B.,
58
1990, pp 59-67). Sumber daya manusia tidak dapat ditiru sehingga dapat menjadi competitive advantage yang dapat dinikmati organisasi dalam persaingan.
Technical Knowledge Markets • Customers Process • Environments
• •
• •
Ability to Learn and Grow Openness to new ideas Acquisition of knowledge / skills Decision‐Making Capabilities
Motivation Commitment
• •
Teamwork Interpersonal skills Leadership ability
Gambar 2.15 Sources of Employee Value Sumber: Jeffrey A. Mello (2002, p4)
II.3.2.2. Employee Personality Kepribadian memiliki hubungan dengan nilai-nilai yang dimiliki dan kedua karakteristik itu akan saling mempengaruhi. Kepribadian merupakan pola perilaku yang relatif stabil dan secara konsisten menjelaskan perilaku seseorang (McShane, Von Glinow, 2008, p51-52). Kepribadian juga membantu seseorang menemukan pekerjaan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh mereka.
59
Oleh karena itu, banyak perusahaan menggunakan tes kepribadian ketika melakukan proses seleksi calon karyawan untuk mengetahui tingkat kecocokan calon karyawan dengan pekerjaan yang ditawarkan.
II.3.2.3. Employee Perceptions McShane dan Von Glinow (2008, p. 68) mendeskripsikan persepsi sebagai proses menerima informasi dan membuatnya agar dapat diterima oleh dunia di sekitar kita. Proses yang terjadi meliputi seleksi, mengatur, dan mengartikan informasi yang diterima. Persepsi dapat membentuk sikap dan perilaku seseorang karena tidak semua informasi dapat diterima oleh manusia. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kesadaran emosi kita dan perilaku kita terhadap benda, orang, dan suatu peristiwa atau kejadian. Untuk meningkatkan kualitas persepsi, mengembangkan emphaty dan meningkatkan kesadaran diri sangat diperlukan. Beberapa perusahaan sudah mulai melakukan beberapa training untuk membantu karyawan mereka meningkatkan kualitas interaksi di lingkungan kerja.
II.3.2.4. Employee Emotions dan Employee Attitude Emosi adalah psikologi, perilaku, dan pengalaman terhadap suatu benda, orang, atau peristiwa yang menciptakan keadaan siap siaga. Sikap adalah kumpulan keyakinan, perasaan, dan intensitas perilaku yang mengarah pada suatu objek.
60
Model yang menggambarkan hubungan antara emosi, sikap, dan perilaku: Cognitive Process
Perceived Environment
Belief
Attitude
Feelings
Emotional Episodes
Behavorial Intentions
Behavior Gambar 2.16 Model of Emotions, Attitudes, and Behavior Sumber: McShane dan Von Glinow (2008)
Untuk meningkatkan tingkat pemahaman emosi dan juga sikap di lingkungan kerja, banyak organisasi yang mulai memberikan pelatihan kepada karyawannya untuk mengembangkan Emotional Intelligence (EI) yang menurut McShane dan Von Glinow (2008, p. 68) sebagai kemampuan untuk memahami dan mengekspresikan emosi, memahami emosi dalam pikiran, mengerti dan menyesuaikan emosi, dan mengatur sekaligus mengontrol emosi antara diri sendiri dan orang lain.
61
III.3.2.5. Wo ork-Related d Stress da an Stress Manageme M ent Menurutt J.C Quick et al (1997, pp 3-4) daan R.S. DeF Frank dan J.M M. Ivan ncevich (19998, pp 55-666), Stress addalah sebuahh respon adaaptasi indiviidu terh hadap suatu situasi yangg disadari sebagai s tantaangan atau ancaman baagi keberadaan seseeorang. Pada lingkungna pekkerjaan, stress seringkalii berasal darri: T dalaam hubungann antar manuusia atau kom munikasi anntar manusia 1. Tekanan 2. Tekanan T yanng berhubungan dengan peran atau jabatan j dalaam lingkunggan kerja k 3. Tekanan T yanng berasal daari pengaturaan atau peratuuran kerja 4. Tekanan T yanng berasal daari organisasii atau lingkuungan fisik (ffasilitas) Untuk mengatasi m teekanan-tekannan tersebutt, Siegal daan Cumminngs (1995, pp 65-995) memberrikan modell strategi manajemen m s stress sebaggai berik kut: Remove the stressor
Receive social R support
Control sttress consequences
Withdraw from the stresssor
Change stress perceptions
Gambar 2.17 Stress Manageement Strategiees Sumber: McS Shane dan Vonn Glinow (20088)
62
II.3.3. Motivating Employee Goal Setting Theory Menurut Stephen P. Robbins (2005, p398) dalam bukunya Management: “Goal setting theory is the goal proposition that specific goals increase performance and that difficult goal, when accepted, result in higher performance than do easy goals. The proposition that specific goals increase performance and difficult goals, when accepted, result in higher Di dalam teori goal setting, dipercaya bahwa tujuan yang spesifik mampu meningkatkan performa dan tujuan yang dianggap sulit dicapai, pada saat diterima, menghasilkan performa yang lebih tinggi daripada mereka hanya diberikan tujuan yang mudah dicapai. Edwin Locke (1984) mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni: a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian b. Tujuan-tujuan mengatur upaya c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan
63
• •
Goals are public Individual has internal locus focus of control Self‐set goals
•
Self‐ Efficacy Commited to Achieving GOALS
Commited to Achieving
Accepted
• •
Specific Difficult
Participation in Setting
National Culture
Higher Performance plus Goal Achievement
Gambar 2.18 Goal Setting Theory Sumber: Stephen P. Robbins (2005, p39)
II.3.4. Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Horace Parker, direktur strategi pengetahuan di Forest Products Company, sebuah divisi perusahaan dengan 17,000 karyawan dari Weyerhaeuser di Seattle, Washington, strategi sumber daya manusia adalah mengenai implementasi atau penerapan strategi bisnis yang efektif. Jeffrey A. Mello memperkenalkan “The 5-P Model of strategic human resources management” yang menghubungkan antara strategi kebutuhan bisnis dan strategi aktivitas manajemen sumber daya manusia. Model 5-P digambarkan dalam skema sebagai berikut:
64
Organizational Strategy Initiates the process of identifying strategic business needs and provides specific, qualities to them
Internal Characteristics
External Characteristics Strategic Business Needs Expressed in mission statements or vision statements and translated into strategic business obejctives
Strategic Human Resources Management Activities Human Resources Philosophy Expressed in statements defininig busi‐ ness values and culture
Expresses how to treat and value people
Human Resources Policies Expressed as shared values (guidelines)
Establishes guidelines for action on people‐related business issues and HR programs
Human Resources Programs Articulated as Human Resources Strateies
Coordinates efforts to facilitate change to address major people‐related business issues
Human Resources Practices For Leadership, Managerial, and Operational roles
Motivates needed role behaviors
Human Resources Processes For the formulation and implementation of other activities
Defines how these activities are carried out
Gambar 2.19 The 5-P Model Sumber: Jeffrey A. Mello (2002, p4)
65
II.4. Struktur Organisasi Menurut Mc Shane dan Von Glinow dalam bukunya Organizational Behaviour: “Organization Structure is the formal arrangement of jabs within an organization.” Struktur organisasi merupakan suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa. Di dalam perusahaan suatu struktur organisasi yang tepat sangat dibutuhkan untuk meciptakan suatu sistem kerja yang efektif dan efisien serta dapat mencapai tujuan yang mengguntungkan perusahaan. Secara spesifik, tujuan dari pengorganisasian adalah: a. Memisahkan pekerjaan untuk diselesaikan berdasarkan lingkup spesifik pekerjaan maupun departemen. b. Menetapkan tugas dan tanggung jawab yang berkaitan dengan tugas individual c. Koordinasi beragam tugas di dalam organisasi d. Menyatukan pekerjaan ke dalam suatu unit
66
e. Membangun M hubungan di d antara indiividu, kelom mpok dan deppartemen. f. Membentuk M suatu struktuur formal otooritas g. Mengalokasi M ikan dan mennyebarkan suumber daya organisasi. Seiring dengan d perkkembangan perusahaan p m maka bisa saja s dilakukkan Orga anizational Design, D yangg dapat diarttikan sebagaii: “Organizaation Designn is developing or chhanging an organizationa o al structure.” Organizaational desiggn merupakaan proses pembentukann pola strukttur organ nisasi untukk mengembanngkan dan juuga merubahh yang sudaah ada menjaadi lebih h baik. Dalam m prosesnyaa pembentukkan pola struuktur organissasi mencakkup enam m (6) elemeent penting yaitu workk specializattion, departtmentalizatioon, chain n of command, span off control, cenntralization and decentrralization, dan d form malization.
•Raw M Material •Human n Resources •Capitall •Techno ology •Inform mation
Transfo ormation Pro ocess •EEmployees Wo ork A Activities •M Management A Activities •TTechnology and O Operation Met thod
•Product and Services •Financial Result •Informattion •Human R Resources
Inputs
Gam mbar 2.20 The Organization as a The Open System S Sumber: Steephen P. Robbiins (2005, p35))
Output
67
Menurut Richard I. Henderson, organisasi berubah mengikuti banyaknya keputusan-keputusan yang telah dibuat yang meliputi: 1.
Membangun sebuah filosofi yang mungkin dapat ditulis atau tidak ditulis.
2.
Mengidentifikasi Misi yang akan menjadi jiwa perusahaan, tujuan jangka panjang.
3.
Mengembangkan peraturan yang mewakili pedoman untuk bekerja secara luas atau umum.
4.
Menyusun strategi organisasi.
5.
Memperjelas objektif dan goal (tujuan) yang menggambarkan kebutuhan spesifik atau khusus dari organisasi.
6.
Menentukan aktifitas unit kerja.
7.
Mengelompokkan tugas-tugas ke dalam pekerjaan. Hasil dari pengelompokkan tersebut akan disesuaikan dengan hirarki
organisasi. Tujuannya adalah agar keseluruhan proses aktifitas dalam perusahaan berjalan dengan baik. Selain itu, Richard I. Henderson juga mengatakan bahwa karyawan adalah sumber daya yang kritikal. Hal ini didukung oleh pandangannya yang mengatakan bahwa dari perspektif strategi dan taktik, kualitas dan kuantitas dari output yang dihasilkan oleh organisasi bergantung langsung terhadap kemampuan, kenyamanan, dan usaha dari karyawan.