BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Perubahan Lanskap Pemasaran Menurut Burby, Atchison, Sterne(2007, hal. 5), metode pemasaran pada saat ini terfokus pada perubahan dan inovasi. Perubahan itu sendiri sudah tidak lagi dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan besar dan para pesaingnya. Perubahan pada saat ini juga dipicu oleh kebutuhan konsumen. Dulunya, informasi positif ataupun negatif mengenai suatu produk membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mencapai masyarakat, sedangkan sekarang, sebelum produk tersebut diluncurkan ke pasaran, sudah ada banyak informasi dan diskusi yang beredar ditengah-tengah masyarakat mengenai produk yang belum diluncurkan tersebut. Konsumen melakukan inovasi hampir secepat yang dilakukan oleh perusahaan. 2.1.1 Perkembangan Teknologi Informasi Menurut Kamel(2003), selama dua dekade terakhir teknolog informasi telah berkembang pesat pada banyak sektor perindustrian dan sedikit banyak telah mempengaruhi pengambilan keputusan dan perkembangan suatu organisasi. Teknologi informasi dan komunikasi telah merevolusi berbagai proses bisnis termasuk metode pemasaran suatu produk.
6
7
Beberapa contoh usaha yang telah menjalankan bisnis mereka lewat internet di Indonesia adalah tokobagus.com, bhinneka.com, gantibaju.com, krazymarket.com, butikgames.com, butik-online.com, dan lain-lain.
2.2 Internet di Indonesia Berdasarkan laporan Penggunaan Internet dan Telekomunikasi di Indonesia (diambil dari http://internetworldstats.com/asia.htm#id), jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 30 juta pengguna pada tahun 2010. Meningkat sebanyak 1400 % dalam kurun waktu 10 tahun dari 2 juta pengguna pada tahun 2000. Indonesia saat ini memberi 3.6 persen kontribusi terhadap keseluruhan jumlah pengguna internet di Asia, bandingkan dengan Malaysia dengan 3.7 juta pengguna ataupun Singapore dengan 1.2 juta pengguna. Menurut survey yang dilakukan Nielsen, dua per tiga dari konsumen di seluruh Indonesia sudah pernah melakukan pembelian produk lewat internet. Dalam kurun waktu enam bulan sampai satu tahun kedepan, 70% dari total pengguna internet di Indonesia merencanakan untuk melakukan pembelian lewat internet, dan 25% dari jumlah tersebut mengalokasikan lebih dari 10% pengeluaran mereka pada tiap bulannya untuk berbelanja secara online. Jenis produk yang paling banyak dibeli oleh konsumen online di Indonesia dalam satu tahun terakhir ini adalah tiket pesawat terbang (40%), buku (37%), pakaian/aksesoris/sepatu (21%) dan diikuti dengan peralatan elektronik (21%) serta kosmetik dan makanan sebanyak 4%.
8
Metode pembayaran yang paling banyak dipakai untuk berbelanja secara online di Indonesia adalah melalui transfer bank (45%), dan diikuti dengan pembayaran menggunakan kartu kredit sebanyak 43% (Nielsen,2008). Separuh dari total responden menyatakan bahwa penggunaan search engine telah membantu mereka untuk menentukan akan melakukan pembelian di website tertentu. Empatpuluh persen responden menyatakan bahwa mereka selalu melakukan pembelian dari website yang sama, sedangkan 37% responden menemukan toko online lewat proses browsing internet seperti biasa dan 36% responden memilih suatu toko online tertentu berdasarkan rekomendasi/testimonial pembeli yang terdapat di website toko tersebut.
2.3 Berbelanja di Web Seiring dengan berkembangnya dunia internet, baik dari sisi infrastruktur maupun layanan yang ditawarkan, transaksi jual-beli secara tradisional yang tadinya dilakukan secara fisik kini dapat dilakukan secara maya lewat jaringan internet. Perubahan pada metode jual-beli ini juga berdampak pada perilaku dan orientasi berbelanja para konsumen tersebut. Pada tabel berikut, adalah perbedaan antara metode berbelanja tradisional dengan online menurut Lohse dan Spiller (1999)
9
Tabel 2.1 Metode berbelanja konvensional dan online. Berbelanja Konvensional Adanya penjaga toko
Berbelanja Online Deskripsi produk, halaman informasi, layanan
pengiriman
hadiah,
fungsi
search, layanan via telefon atau surel. Promosi
Tawaran khusus, online game, tautan yang mengacu ke website lain.
Etalase toko
Halaman rumah website.
Tata letak toko
Penggunaan warna & gambar, fungsifungsi pendukung, indeks.
Jumlah lantai dalam toko.
Struktur hirarki pada toko.
Rak toko
Produk disusun secara hirarkis.
Kasir
Keranjang belanja
Jumlah cabang toko
Jumlah tautan yang mengacu pada salah satu toko online.
Bentuk fisik barang
Terbatas
pada
gambar
dan
video,
terkadang suara dan aplikasi tertentu. Akumulasi
jumlah
pelanggan
yang Akumulasi
jumlah
masuk.
kedalam toko online.
Penjualan per period.
Penjualan per period. Sumber : Lohse dan Spiller (1999)
kunjungan
unik
10
Menurut
Lumpkin
&
Hawes
(1985),
perkembangan
internet
telah
memfasilitasi konsumen untuk melakukan aktivitas belanja nya dari rumah, sedangkan Shim, Quareshi & Siegel mendefinisikan berbelanja di web sebagai proses yang dilalui konsumen untuk membeli barang atau jasa lewat internet. Sedangkan berbelanja di web itu sendiri dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk aplikasi ecommerce yang memfasilitasi model B2C (business-to-customer) ataupun B2B (business-to-business). Dari sudut pandang konsumen, berbelanja di web memudahkan mereka untuk mencari dan membandingkan berbagai macam barang dan jasa yang ditawarkan oleh berbagai macam toko online yang tersebar diseluruh dunia. Alba(1997) mengatakan bahwa karakteristik interaktif dari toko online memberikan konsumen keleluasaan penuh untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai produk tertentu, sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan perbandingan yang pada akhirnya akan menekan biaya yang harus mereka keluarkan untuk mencari informasi. Sedangkan Rowley(1996) mengatakan bahwa berbelanja secara online adalah pilihan alternatif untuk bisnis ritel yang didasari oleh beberapa alasan seperti transaksi yang cepat, pilihan dan harga yang sesuai keinginan konsumen, kenyamanan, netralitas tempat dan waktu, serta kemudahan mendapatkan informasi mengenai produk yang ingin dibeli. Keberadaan internet juga secara langsung memberikan manfaat untuk para pelaku usaha yang menggunakannya untuk menjangkau segmen pelanggan yang lebih luas lagi. Hal ini menjadi semakin penting karena kegiatan brand building dan
11
komunikasi pemasaran menjadi semakin mahal ketika terciptanya penyebaran media (media proliferation) yang membuat rating dan sirkulasinya semakin kecil (Alif,2009&2010). Seiring meningkatnya kesadaran dan kebutuhan konsumen terhadap internet, maka para pelaku usaha dapat menggunakan peluang ini untuk memperkuat basis konsumen dan memperluas segmen untuk menjangkau lebih banyak calon konsumen potensial. Tetapi untuk mendukung hal tersebut, para pelaku usaha harus memiliki pemahaman terhadap persepsi konsumen terhadap karakteristik suatu website dan perilaku konsumen di dunia internet. Penelitian ini akan mencoba untuk mengejawantahkan konsep dari tujuan berbelanja secara online dan hubungan antara orientasi berbelanja serta pengalaman berbelanja sebelumya terhadap tujuan konsumen melakukan pembelian lewat internet secara online.
2.4 Perilaku Konsumen Online Menurut Strauss dan Frost(2009), konsep dari pertukaran adalah sebuah aktivitas yang bertujuan untuk memiliki suatu barang yang diinginkan dengan menawarkan barang lain sebagai penggantinya. Konsumen membawa karakteristik dan sumber daya pribadi milik mereka dalam proses untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Seluruh interaksi ini terjadi dalam konteks logis, sosiokultural, dan hokum/legal. Konsep ini lah yang mendasari aktivitas jual beli secara tradisional (fisik) ataupun aktivitas jual beli secara online(internet). Walaupun memiliki konsep
12
d dasar yang sama, tentunnya ada perrbedaan polaa perilaku pada p konsum men tradisionnal d dengan konssumen yang berbelanja lewat l interneet. Men nurut Laudonn (2008), dalam d kontekks online, fitur f websitee, kemampuuan k konsumen mengoperas m ikan interneet, karakterristik produuk dan perssepsi megennai l lingkungan online sangaat menentukkan. Model perilaku p konssumen secarra online dappat d dilihat pada gambar beriikut.
Gambar G 2.1 Perilaku Koonsumen Onlline (Laudonn, 2008, p.2660) Karaakteristik darri perilaku koonsumen onnline bila diliihat dari pennelitianp penelitian seebelumnya adalah a : -
Konssumen onlinne tidak dappat menggunnakan keselluruhan pannca indera nya n dalam m melakukaan keputusann pembeliann. Konsumenn hanya dappat bergantuung kepaada gambar dan deskripsi produk teersebut. Kouufaris (2002), mengatakkan bahw wa deskripssi kualitas produk dan d pengalaaman berbelanja secaara
13
keseluruhan mempengaruhi sikap konsumen terhadap berbelanja secara online dan tujuan untuk membeli. -
Konsumen online secara umum lebih memiliki kuasa, lebih menuntut dan lebih mencari manfaat terhadap suatu barang. (Koufaris, 2002)
-
60% dari konsumen online cenderung hanya datang ke website yang sama untu melakukan pembelian barang tertentu, mengindikasikan loyalitas tinggi. Keadaan ini merupakan peluang bagi toko online untuk menciptakan pengalaman pembelian secara online yang menyenangkan bagi pembeli yang baru kali itu melakukan pembelian untuk mendapatkan loyalitas dan uang mereka. (Nielsen, 2008).
-
Konsumen online memiliki kekhawatiran akan resiko berbelanja online seperti penipuan kartu kredit dan tidak menerima produk yang sesuai harapan (Koufaris, 2002).
-
Fitur pada website seperti FAQ (Frequently Asked Question) dan promosi pada toko online akan mempengaruhi tingkat penjualan dan kunjungan terhadap website tersebut (Koufaris, 2002).
2.5 Tujuan Konsumen Berbelanja Secara Online Konsumen berbelanja secara online tentunya dengan sejumlah tujuan dan alasan. Menurut Salisbury, Pearson, Pearson, dan Miller (2001), tujuan konsumen berbelanja secara online akan menentukan keberhasilan seorang penjual melakukan tindakan penjualan produknya kepada konsumen lewat internet. Ajzen dan Fishbein (1980) menegaskan dalam theory of reasoned action bahwa, tujuan berbelanja
14
konsumen dapat diprediksi lewat tindakan dan konteks perubahan tujuan mereka. Sehingga dengan mempelajari tujuan konsumen berdasarkan variabel-variabel independent yang akan digunakan, maka diharapkan bahwa selain dapat memprediksi tujuan konsumen, teori ini juga berfungsi sebagai metode pengukuran sederhana untuk menentukan bagaimana dan kapan tujuan berbelanja seorang konsumen akan berubah (Sheppard, Hartwick, & Warshaw, 1988). Pavlou (2003), berargumen bahwa tujuan berbelanja secara online adalah sebuah situasi dimana konsumen bertujuan dan mau terlibat dalam aktivitas transaksi secara online. Definisi ini juga yang akan digunakan untuk menjelaskan variabel tujuan berbelanja secara online pada penelitian ini. Pavlou juga mendefinisikan aktivitas transaksi secara online sebagai sebuah aktivitas dimana proses pencarian dan transfer informasi, serta pembelian produk terjadi. Maka sangat penting untuk peneliti melakukan evaluasi dari konsep tujuan berbelanja secara online dalam penelitian ini. Menurut Day (1969), pengukuran tujuan dapat menjadi lebih efektif dibandingkan pengukuran perilaku dalam memetakan pola pikir konsumen karena konsumen bisa saja melakukan tindakan pembelian karena adanya batasan-batasan tertentu dibandingkan preferensi mereka (konsumen) yang sebenarnya ketika melakukan pembelian. Tujuan berbelanja dapat dikategorikan sebagai salah satu komponen kognitif perilaku konsumen mengenai bagaimana proses seorang individu dalam membeli brand tertentu. Menurut Laroche, Kim, dan Zhou (1996), orientasi berbelanja atau
15
faktor – faktor yang menjadi pertimbangan dan ekspektasi konsumen ketika melakukan pembelian tertentu seperti pertimbangan ketika konsumen memilih suatu brand dan harapan yang dimiliki oleh konsumen akan kualitas suatu brand ketika ia memilihnya dapat digunakan untuk mengukur tujuan berbelanja seorang konsumen. Agar dapat memicu pembeli agar berbelanja secara online, maka pelaku usaha di dunia web sebaiknya mempelajari dampak orientasi berbelanja terhadap tujuan konsumen berbelanja secara online.
2.6 Orientasi Berbelanja Umumnya konsumen berbelanja untuk menyelesaikan masalahnya (Belch & Belch,2009). Meskipun demikian, ternyata konsumen mempunyai orientasi yang berbeda dalam berbelanja. Orientasi berbelanja adalah kecenderungan perilaku umum yang mengarah pada keputusan untuk membeli atau faktor- faktor yang menjadi pertimbangan dan ekspektasi konsumen ketika melakukan pembelian. Kecenderungan – kecenderungan ini dapat terlihat dari beberapa tindakan seperti pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif pilihan yang ada, dan pemilihan produk (Brown, Pope dan Voges,2001). Li, Kuo dan Russel (1999), membangun sebuah konsep dari orientasi berbelanja sebagai sebuah bagian spesifik dari gaya hidup dan dijalankan lewat
16
serangkaian aktivitas, ketertarikan, dan opini konsumen terhadap produk tertentu yang relevan dengan tindakan pembelian itu sendiri. Seiring perkembangan teknologi informasi, khususnya internet, maka orientasi berbelanja dari konsumen di dunia internet akan memiliki perbedaan dengan orientasi berbelanja konsumen pada dunia nyata. Swaminathan, Lepkowska – White dan Rao (1999) mengatakan bahwa orientasi berbelanja adalah salah satu indikator penting yang menentukan keputusan konsumen untuk melakukan pembelian secara online. Vijayasarathy dan Jones (2000,hal. 29) mengidentifikasikan jenis pembeli kedalam tujuh variabel yaitu : •
Pembeli dari rumah yang lebih memilih untuk memesan kebutuhannya dari rumah.
•
Pembeli ekonomis yang terlebih dahulu melihat keadaan harga di satu wilayah tertentu sebelum melakukan pembelian.
•
Pembeli mall yang lebih memilih untuk berbelanja di pusat perbelanjaan.
•
Pembeli pribadi yang cenderung akan melakukan pembelian apabila mereka mengenal sang penjual.
•
Pembeli etis yang cenderung berbelanja di took-toko lokal demi mendukung kemajuan komunitas tempat tinggalnya.
•
Pembeli kenyamanan yang mementingkan kenyamanan mereka ketika melakukan pembelian.
•
Pembeli antusias yang menikmati aktivitas pembelian.
17
Sebuah penelitian terhadap variabel – variabel ini menunjukkan bahwa konsumen yang melakukan pembelian lewat rumah cenderung lebih memiliki ketertarikan terhadap metode berbelanja secara online, sedangkan pembeli yang berbelanja di mall cenderung kurang tertarik dengan metode ini. 2.6.1 Orientasi Berbelanja Secara Online Seiring dengan diversifikasi tempat berjualan dan dengan semakin ketatnya kompetisi pasar saat ini, penjual di bidang online harus memahami orientasi berbelanja konsumen demi dapat memaksimalkan tujuan mereka berbelanja secara online yang akan berujung pada meningkatnya pendapatan. Beberapa penelitian telah menunjukkan betapa pentingnya orientasi berbelanja terhadap tujuan konsumen berbelanja secara online. Menurut Gehrt (2007), ada tujuh variabel yang mewakili orientasi konsumen ketika melakukan pembelian secara online, yakni rekreasi, novelty (sesuatu yang baru), impulsif, kualitas, merk (brand), harga, dan kenyamanan. Mengacu pada jurnal The Effects of Shopping Orientations, Online Trust, and Prior Online Purchase Experience toward Customers’ Online Purchase Intention (Ling Choon, et.al, 2010) yang melakukan penelitian pada variabel yang sama di Negara Malaysia, karena cukup banyak kemiripan karakteristik antara Malaysia dan Indonesia, maka penelitian kali ini hanya akan menggunakan 3 dari 7 variabel tersebut yaitu orientasi impulsif, brand dan kualitas, maka ketiga variabel ini akan dikategorikan sebagai orientasi berbelanja, dan pengalaman berbelanja secara online akan menjadi variabel
18
independen untuk diuji pengaruhnya terhadap tujuan konsumen berbelanja secara online.
2.7 Orientasi Berbelanja Impulsif Bagi sebagian orang, mereka dapat berbelanja tanpa merencanakan terlebih dahulu dan membeli sesuatu secara impulsif. Piron (1991) menjelaskan pembelian impulsif sebagai tindakan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya namun dipicu oleh stimulus tertentu. Rook (1987) mengatakan bahwa pembelian impulsif terjadi pada saat konsumen tiba – tiba memiliki kebutuhan mendesak untuk melakukan suatu pembelian tanpa melakukan evaluasi terlebih dahulu. Ko (1993) mendefinisikan bahwa pembelian impulsif adalah tindakan membeli suatu produk secara tiba – tiba yang masuk akal apabila mempertimbangkan penilaian objektif dan tindakan emosional seseorang terhadap preferensi pembelian seseorang. Maka orientasi berbelanja impulsif dapat didefinisikan sebagai tindakan pembelian yang tidak direncanakan dan tanpa pertimbangan objektif terlebih dahulu yang dipicu oleh stimulus-stimulus tertentu Perilaku impulsif itu sendiri didefinisikan oleh Wolman (1973) sebagai atribut psikologis seorang individu yang merupakan hasil dari stimulus – stimulus tertentu yang diterima oleh individu tersebut. Maka sejalan dengan perkembangan teknologi hingga saat ini, Zhang, Prybutok, dan Strutton (2007) telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa pembelian impulsif secara positif memiliki hubungan dengan tujuan berbelanja konsumen secara online.
19
2.8 Orientasi Berbelanja Berdasarkan Kualitas Kualitas produk merupakan hal penting yang mendorong konsumen untuk membeli suatu brand. Hal ini terjadi karena bagi konsumen, kualitas suatu produk atau jasa merupakan perwujudan dari harapan mereka ketika melakukan pembelian, maka sangat penting bagi penjual, terutama penjual online untuk mempertahankan kualitas produk atau jasa mereka untuk mendapatkan basis konsumen yang loyal dan dalam jumlah yang substansial (Ling,Kwek Choon et.al, 2010). Menurut Chase dan Aquilano (1992), kualitas sebuah produk dapat dilihat dari kualitas desain produk itu dan kesesuaian desain terhadap produk tersebut. Sehingga orientasi berbelanja berdasarkan kualitas adalah orientasi berbelanja yang didasari pada persepsi konsumen terhadap desain produk dan kesesuaian desain dengan produk tersebut. Garvin (1987) mengidentifikasikan 5 pendekatan yang mendefinisikan kualitas : transcendent, berbasis produk, berbasis pengguna, berbasis produsen dan berbasis nilai. Melalui penelitian yang telah dilakukan. Bellenger & Korgaonkar (1980) dalam penelitiannya menemukan bahwa orientasi berbelanja berdasarkan kualitas adalah salah satu faktor penentu seorang konsumen dalam menentukan toko mana yang akan dipilih untuk berbelanja. Dalam konteks berbelanja secara online, Gehrt (2007) menemukan relasi positif antara orientasi berbelanja berdasarkan kualitas dengan tujuan konsumen berbelanja secara online.
20
2.9 Orientasi Berbelanja Berdasarkan Brand Aaker (1991) mendefinisikan brand sebagai nama atau simbol, merk dagang, dan desain kemasan yang secara unik menghubungkan konsumen dengan produsen / penjualnya dan membedakan penjual – penjual tersebut satu sama lain. Dalam konteks pasar online, brand sebuah usaha adalah salah satu faktor penentu apakah seorang calon konsumen akan meniadakan segala unsur ketidakpastian yang tadinya menjadi bahan pertimbangan mereka untuk membeli dan akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian (Rajshekar, Radulovic, Pendleton, dan Secherer, 2005). Bagi mayoritas pengusaha online, brand adalah identitas usaha mereka. Ward dan Lee (2000) mengatakan bahwa nama perusahaan dan brand yang terpercaya digunakan oleh calon pembeli sebagai substitusi akan kebutuhan mengenai informasi produk. Maka orientasi berbelanja berdasarkan brand adalah identitas dari suatu usaha / produk yang dipercayai oleh calon pembeli sebagai substitusi akan kebutuhan mengenai informasi produk yang membantu mereka untuk meniadakan segala unsur kepastian yang menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan pembelian. Beberapa penelitian pada metode jual – beli tradisional telah menunjukkan bahwa loyalitas pembeli terhadap jenis brand tertentu sangat mempengaruhi tujuan mereka dalam melakukan pembelian. Sebuah brand dengan imej yang kuat tidak hanya akan menarik calon konsumen potensial, tetapi juga mempertahankan konsumen untuk tetap nyaman dengan pilihan mereka. Penelitian yang dilakukan
21
oleh Jayawerdhana, Wright dan Dennis(2007) menghasilkan keputusan bahwa orientasi berbelanja berdasarkan brand menunjukkan relasi yang positif dengan tujuan konsumen berbelanja secara online.
2.10 Pengalaman Berbelanja Secara Online Sebelumnya Pengalaman berbelanja dan mengkonsumsi suatu brand tertentu akan memberikan dampak terhadap pengambilan keputusan seorang konsumen apakah dia akan tetap menjalankan aktivitas belanjanya dengan cara tersebut atau beralih ke metode berbelanja yang lain. Helson (1964), berpendapat bahwa respon seorang individual terhadap keadaan tertentu terpengaruh oleh 3 aspek, yaitu akumulasi pengalaman individual tersebut di masa lalu, latar belakang, dan stimulus. Bagi sebagian besar masyarakat, berbelanja secara online dapat dikategorikan sebagai suatu hal yang baru sehingga dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang beresiko. Untuk itu pengalaman berbelanja sebelumnya akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengambilan keputusan pembeli untuk berbelanja secara online (Laroche, 2005). Pengalaman sebelumnya akan sangat mempengaruhi perilaku pembeli di masa yang akan datang, dalam konteks online shopping, pengalaman berbelanja sebelumnya adalah hasil evaluasi pembeli atas pengalaman pribadi terhadap beberapa faktor dalam proses online shopping seperti ketersediaan informasi produk, pengiriman, layanan
yang
ditawarkan,
resiko,
privasi,
keamanan,
penampilan
visual,
22
pengoperasian, serta hiburan dan kesenangan yang membantu mereka untuk memutuskan akan melakukan pembelian atau tidak. (Malhotra dan Rigdon, 2001). Menurut Shim dan Drake (1990), konsumen dengan tujuan berbelanja secara online yang kuat biasanya sudah memiliki pengalaman berbelanja sebelumnya yang membantu mereka untuk mengurangi kekhawatiran mengenai ketidakpastian yang muncul ketika seorang individu memutuskan untuk membeli barang tanpa melihat bentuk fisik barang tersebut dan informasi – informasi lain yang biasanya digunakan untuk meyakinkan mereka melakukan pembelian. Konsumen yang telah memiliki pengalaman positif terhadap online shopping menunjukkan kecenderungan untuk mengulangi pembeliannya. Seckler (2000) mengatakan fenomena seperti ini terjadi karena sejalan dengan aktivitas berbelanja secara online nya, seorang individu – yang mungkin mengawali pengalamannya dengan berbelanja dalam jumlah yang kecil dulu – semakin lama akan semakin menguasai dan memiliki kepercayaan diri untuk melakukan pembelian – pembelian online dengan jumlah yang lebih besar. Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman berbelanja sebelumnya akan memiliki dampak yang cukup siginifikan terhadap tujuan konsumen berbelanja secara online di masa yang akan datang.