BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank 1. Pengertian Bank Ditinjau dari asal mula terjadinya, bank berasal dari sebuah kata Italia “banco” yang artinya meja atau tempat menukarkan uang. Meja inilah yang digunakan oleh para banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah banco resmi dan populer menjadi bank. Secara umum pengertian bank adalah suatu lembaga yang menghimpun dana masyarakat yang berupa giro, tabungan, deposito, dan pemberian jasa bank serta menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat atau pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit. Berdasarkan UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 tahun 2004 mengenai akuntansi perbankan, bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit), serta lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
10
2. Jenis-Jenis Bank Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman bank dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Bank Konvensional, yaitu bank yang aktivitasnya baik penghimpunan dana maupun dalam penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan yang berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam presentase dari dana untuk suatu periode tertentu. 2. Bank Syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah, yaitu jual beli dan bagi hasil. Dalam melaksanakan kegiatan usaha perbankan, bank berdasarkan jenis usahanya dapat dibedakan menjadi : a. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanyasecara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
11
Jenis perbankan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : 1. Dilihat Dari Segi Fungsinya, dibagi menjadi : a. Bank Umum Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, tetapi tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. c. Bank Sentral Bank milik pemerintah yang memegang otoritas moneter dengan tujuan menjaga kestabilan nilai mata uang dalam negeri. 2. Dilihat Dari Segi Kepemilikan, dibagi menjadi : a. Bank Milik Negara (BUMN) Bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah. b. Bank Milik Pemerintah Daerah (BUMD) Bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah, sehingga keuntungan bank dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
12
c. Bank Milik Koperasi Merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. d. Bank Milik Swasta Nasional Merupakan bank yang seluruh atau sebagaian besar sahamnya dimiliki oleh Swasta Nasional, akte pendiriannya didirikan oleh swasta dan pembagian penuh untuk keuntungan swasta pula. e. Bank Milik Asing Merupakan cabang dari bank yang ada di Luar Negeri baik milik swasta asing atau pemerintah asing. f. Bank Milik Campuran Merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. 3. Dilihat Dari Segi Status, dibagi menjadi : a. Bank Devisa Bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. b. Bank Non Devisa Bank yang belum mempunyai izin untuk melakukan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti bank devisa.
13
4. Dilihat Dari Segi Cara Menentukan Harga, dibagi menjadi : a. Bank Konvensional Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada nasabahnya menggunakan metode penetapan bunga, sebagai harga untuk produk simpanan demikian juga dengan produkpinjamannya. Penentuan harga seperti ini disebut spread based. Sedangkan untuk jasa bank lainnya menerapkan biaya dengan nominal atau presentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based. b. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarokah),prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atau barang yang disewa dari pihak bank kepada pihak penyewa (ijarah wa igtina). Sedangkan penentuan harga biaya jasa bank lainnya juga sesuai dengan prinsip Syariah Islam, sebagai dasar hukumnya adalah Al-Qur’an dan sunnah Rosul. 3. Fungsi Bank 1. Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
14
a. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian. b. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas. c. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam) dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak kredit yang bermasalah atau macet. 2. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap. 3. Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya. Secara umum fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank sebagai berikut :
15
1. Agent of Trust Kepercayaan merupakan suatu dasar utama kegiatan perbankan baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyetor dana. Dalam hal ini masyarakat akan menitipkan dananya di bank apabila dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank juga akan menempatkan dan menyalurkan dananya kepada debitur atau masyarakat, jika dilandasi dengan unsur kepercayaan. 2. Agent of Development Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan ekonomi di sektor riil, kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Dimana kegiatan tersebut merupakan kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. 3. Agent of Service Disamping kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran-penawaran atas jasa-jasa perbankan yang lain pada masyarakat. Jasa-jasa yang diberikan bank erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank diantaranya adalah jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian penagihan. 4.Peranan Bank Dalam menjalankan kegiatannya bank mempunyai peran penting dalam sistem keuangan, yaitu :
16
1. Pengalihan Aset (asset transmutation) Yaitu pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender) kepada unit defisit (borrower). 2. Transaksi (transaction) Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan
oleh
bank
(giro,
tabungan,
depsito,
saham
dan
sebagainya)merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran. 3. Likuiditas (liquidity) Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produkproduk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.
17
4. Efisiensi (efficiency) Peranan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam dan investor menimbulkan
masalah
insentif.
Peran
bank
menjadi
penting
untuk
memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi.
B. Laporan Keuangan Perbankan Laporan keuangan bank harus disusun berdasarkan Standar Khusus Akuntansi Perbankan Indonesia (SKAPI) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Menurut ketentuan PAPI 2008 laporan keuangan bank terdiri dari 1. Neraca , Neraca sebagai laporan posisi keuangan bank pada saat tertentu Aktiva dan pasiva pada neraca bank tidak diklasifikasikan menurut lancar dan tidak lancar, melainkan disusun sesuai dengan tingkat likuiditas dan jatuh tempo. Setiap pos aktiva produktif harus disajikan dalam jumlah bruto dan dikurangi dengan penyisihan penghapusannya.
18
2. Laporan Perhitungan Laba Rugi , Laporan laba rugi bank disusun multiple step sehingga menggambarkan kegiatan operasi utama bank dengan kegiatan non operasionalnya. Pos-pos laporan laba rugi harus disesuaikan dengan SKAPI dan PAPI. 3. Laporan Komitmen dan Kontijensi, Laporan Komitmen dan Kontijensi harus disusun secara sistematis, agar dapat memberikangambaran komprehensif posisi komitmen dan kontijensi, baik yang bersifat tagihan maupunkewajiban, secara tersendiri tanpa pos lawan. Komitmen merupakan perjanjian atau kontrak yang tidak dapat dibatalkan (irreversible) secara sepihak. Kontijensi merupakan kewajiban yang timbulnya bersifat kondisional. 4. Laporan Perubahan Posisi Keuangan, Laporan perubahan posisi keuangan merupakan laporan arus kas yang membagi arus kasmenjadi tiga kategori arus kas operasi, arus kas investasi dan arus kas pendanaan. Laporan arus kas diatur sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 2 tentang laporan arus kas. 5. Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas laporan keuangan harus menjelaskan pos-pos laporan keuangan pokok dan catatan tentang posisi devisa menurut jenis mata uang serta kegiatannya, seperti kegiatan wali amanat, custodianship, dan penyaluran kredit kelolaan . Menurut ketentuan Bank Indonesia setiap bank harus menyajikan laporan keuangan seperti disebut di atas, setiap bank diwajibkan menyampaikan
19
beberapa jenis laporan lainnya untuk disampaikan kepada BI. Laporan lainnya tersebut antara lain : 1. Laporan Mingguan a. Giro wajib minimum yang mencakup, dana pihak ketiga rupiah / valuta asing per bank dan posisi pos-pos tertentu neraca rupiah dan valuta asing per bank. b. Laporan keuntungan / kerugian transaksi derivative c. Laporan posisi devisa netto (PDN) 2. Laporan Bulanan a. Laporan beserta lampiran per kantor (LBU) b. Laporan perkreditan bank umum per kantor ( LPBU) c. Laporan pelanggaran batas maksimal pemberian kredit (BMPK) 3.Laporan Triwulanan, berupa laporan realisasi perkreditan bank terhadap rencana kerja bank. 4. Laporan Semesteran a. Laporan dewan komisaris terhadap pelaksanaan rencana kerja bank b. Laporan keuangan publikasi di surat kabar berbahasa Indonesia c. Laporan dewan audit tentang hasil kinerja audit intern yang telah dilakukan. 5. Laporan Tahunan a. Laporan tahunan yang diaudit oleh akuntan public yang terdaftar di BI yang disertai dengan surat komentar dari akuntan public. b. Laporan realisasi rencana kerja bank
20
6. Laporan lainnya a. Kerugian transaksi derivative yang melebihi 10 % dari modal bank beserta tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya. b. Laporan khusus mengenai setiap temuan audit yang diperkirakan dapat mengganggukelangsungan usaha bank yang ditandatangani direktur utama dan ketua dewan audit selambat-lambatnya 15 hari kerja sejak adanya temuan audit. c. Laporan atas setiap penyalahguanaan yang dilakukan melalui sarana teknologi sistem informasi. d. Laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil audit intern , ditanda tangani oleh direktur utama dan ketua dewan audit selambat-lambatnya 2 bulan setelah akhir Juni dan akhir Desember. Tujuan
laporan
keuangan
adalah
menyediakan
informasi
yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Oleh karena banyak pihak berkepentingan terhadap laporan keuangan, maka laporan keuangan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan dari seluruh pihak yang memerlukan.
C. Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan harus dapat memberikan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh investor dan kreditur. Untuk
21
menghasilkan informasi yang andal dan akurat, maka laporan keuangan sebaiknya di analisis terlebih dahulu. Pada umumnya tujuan analisis laporan keuangan adalah untuk mengetahui: 1. Likuiditas Perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada jatuh tempo. 2. Solvabilitas Perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban membayar bungan dan pinjaman pokok serta kemampuan membayar deviden secara teratur. 3. Profitabilitas perusahaan, yaitu keberhasilan suatu perusahaan dalam menggunakan
kekayaan
secara
produktif,
sehingga
menghasilkan
keuntungan/laba yang memuaskan.” Likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas merupakan alat untuk menganalisa laporan keuangan yang berkaitan dengan kondisi suatu perusahaan, dilihat dari kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba/keuntungan yang optimal. Salah satu cara analisis laporan keuangan yang umum digunakan oleh para analis adalah analisis rasio keuangan. Menurut Lukman Syamsuddin (2001: 37): “Analisis laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini dan kemungkinannya di masa depan.”
22
Sedangkan menurut Kasmir (2003: 263) analisis rasio keuangan digunakan untuk : “Menggambarkan kinerja bank selama periode tertentu demi kepentingan pemilik, manajemen, pemerintah dan masyarakat. Agar dapat dibaca sehingga lebih berarti, maka menggunakan analisis rasio keuangan.” Analisis rasio keuangan melibatkan dua jenis perbandingan, pertama analisis tersebut dapat membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa lalu dalam perusahaan yang sama atau dalam hal ini adalah bank. Kedua, analisis rasio ini dapat menghubungkan satu pos dengan pos lainnya dalam laporan keuangan dan memberikan gambaran yang jelas tentang hubungan antar pos-pos tersebut. Rasio keuangan juga dapat dihitung untuk laporan proyeksi dibandingkan dengan rasio sekarang dan masa lalu. D. Analisis Kinerja Bank Teknik-teknik perhitungan ratio yang digunakan dalam analisis kinerja bank dimaksudkan untuk mengetahui hubungan timbal balik yang ada antara bank asset, bank liabilities dan bank capital yang selanjutnya untuk mengetahui tingkat likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas dari suatu bank, yang kemudian sangat diperlukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengukur kinerja bank dan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang akan diambil.
23
1. Analisis Rasio Likuiditas Suatu bank dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukannya tanpa terjadi penangguhan. Beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai kinerja suatu bank adalah sebagai berikut : 1. Quick Ratio Rasio ini menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan para deposannya dengan alat-alat yang paling likuid yang dipunyai oleh pihak bank. Quick Ratio sering juga disebut sebagai Collable Assets. Secara matematis pengukuran dari Quick Ratio ini dapat diukur sebagai berikut :
Quick Ratio =
Cash Assets Total Deposit
2. Assets to Loan Ratio Assets to Loan Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Secara matematis Assets to Loan Ratio dapat diukur menggunakan rumus :
24
Assets to Loan Ratio =
Total Loans Total Assets
3. Cash Ratio Rasio yang menunjukkan kemampuan bank untuk melunasi kewajibankewajiban yang segera harus dibayar dengan alat-alat likuid yang dimiliki oleh bank. Secara matematis Cash Ratio dapat diukur dengan menggunakan rumus :
Cash Ratio =
Liquid Assets Short Term Borrowing
4. Loan to Deposit Ratio Loan to Deposit Ratio(LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Loan to Deposit Ratio =
Kredit yg diberikan Dana Pihak III + Modal Sendiri
25
2. Analisis Rasio Solvabilitas Analisis solvabilitas bank atau secara teknis disebut juga sebagai Analysis of Bank Capital, memiliki pengertian yaitu sebagai analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Di samping itu, rasio ini juga digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai utang (jangka pendek atau jangka panjang) serta sumber-sumber lain di luar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki oleh bank. Beberapa rasio solvabilitas yang sering digunakan adalah sebagai berikut : 1. Capital Adequancy Ratio(CAR) Capital Adequancy Ratio(CAR) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan dan risiko yang akan terjadi pada perdagangan surat-surat berharga. Secara matematis Capital Adequancy Ratio (CAR) dapat diukur dengan menggunakan rumus :
CAR =
Modal (inti+pelengkap) Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
26
1. Primary Ratio Rasio ini digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana penurunan yang terjadi dalam total assets yang masih dapat ditutup oleh equity capital yang tersedia, hingga rasio ini akan berguna untuk memberikan indikasi untuk mengukur permodalan yang tersedia.. Secara matematis Primary Ratio dapat diukur dengan menggunakan rumus :
Primary Ratio =
Equity Capital Total Assets
2. Capital Ratio Capital Ratio digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan dan cadangan
penghapusan
debitur
dalam
menunjang
perkreditan
terutama
kemungkinan resiko yang terjadi karena tidak dikembalikannnya kredit tersebut serta gagalnya penagihan bunga. Secara matematis Capital Ratio dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Capital Ratio =
Equity Capital+ Reserve for Loan Losses Total Loans
27
3. Analisis Rasio Rentabilitas Analisis rasio rentabilitas sering disebut juga sebagai analisis profitabilitas usaha, analisis kegiatan usaha. Maksud dan tujuan dari analisis rasio rentabilitas adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang ingin dicapai oleh bank yang bersangkutan. Dalam analisis ini akan dicari hubungan yang timbal balik antara pos-pos yang ada pada neraca bank yang bersangkutan, guna mendapatkan berbagai indikasi yang berguna untuk mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas (laba) bank yang bersangkutan. Beberapa rasio rentabilitas yang sering digunakan oleh para analis adalah sebagai berikut : 1. Gross Profit Margin Rasio ini digunakan untuk mengetahui presentase dari laba atas kegiatan usaha yang murni dari bank yang bersangkutan sebelum dikurangi dengan biayabiaya personil, biaya kantor dan biaya overhead lainnya. Secara matematis Gross Profit Margin dapat diukur dengan menggunakan rumus :
Gross Profit Margin =
Operating Income – Operating Ekspense Operating Income
2. Net Profit Margin Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank yang bersangkutan dalam menghasilkan net income (laba bersih) dari kegiatan operasi pokok bagi
28
bank yang bersangkutan. Secara matematis Net Profit Margin dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Net Profit Margin =
Net Income Operating Income
3. Return On Equity Rasio ini bagi para pemilik bank/pemegang saham bank yang bersangkutan mempunyai arti yang sangat penting untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola capital yang tersedia untuk mendapatkan net income. Kenaikan Return on Equity (ROE) biasanya juga diikuti kenaikan dari saham-saham bank yang bersangkutan di pasar modal. Secara matematis Return on Equity (ROE) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Net Income
Return On Equity =
Equity Capital
4. Return On Total Assets Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar Return on Total Assets(ROA) suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan
29
aset. Secara matematis Return on Total Assets(ROA) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Return On Total Assets =
Net Income Total Assets
E. Loan To Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima, tidak termasuk pinjaman subordinasi. Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah kemampuan likuiditas bank. Loan to Deposit Ratio mempunyai peranan yang sangat penting sebagai indikator yang menunjukkan tingkat ekspansi kredit yang dilakukan bank sehingga LDR dapat juga digunakan untuk mengukur berjalan tidaknya suatu fungsi intermediasi bank. Batas aman LDR suatu bank secara umum adalah sekitar 81%-100%. Sedangkan menurut ketentuan bank sentral, batas aman LDR suatu bank adalah 110%.
30
F. Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital Adequacy Ratio (CAR) atau sering disebut rasio permodalan merupakan modal dasar yang harus dipenuhi oleh bank. Permodalan (Capital Adequacy) menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio tersebut akan semakin baik posisi modal. Pendapat lain diutarakan oleh Siamat (2003), yaitu perhitungan penyediaan modal minimum (capital adequacy) didasarkan pada Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Perbankan diwajibkan memenuhi Kewajiban Penyertaan Modal Minimum atau dikenal dengan CAR (Capital Adequacy Ratio) yang diukur dari persentase tertentu terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%. Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
31
Indonesia sebagai standart tingkat kesehatan bank untuk permodalan. Fungsi modal bank antara lain, memberikan perlindungan kepada nasabah, mencegah terjadinya kejatuhan bank, memenuhi ketentuan modal minimum, meningkatkan kepercayaan masyarakat, menutupi kerugian aktiva produktif bank, sebagai indikator kekayaan bank. ATMR dihitung dari aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifatadministratif (tidak tercantum dalam neraca). Terhadap masing-masing pos dalam aktiva diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu atau golongan nasabah atau sifat agunan. Berpedoman pada SE Bank Indonesia No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993 dikoreksi beberapa pos aktiva dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/12/DPNP/ tanggal 12 Juni 2000 sebagai berikut : Bobot risiko terhadap Tagihan berupa Pinjaman, yaitu saldo yang diperhitungkan seharusnya adalah Net setelah saldo Pinjaman dikurangi dengan cadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Khusus untuk kredit yang direstrukturisasi dan memperoleh jaminan dari BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) risikonya dianggap 0% (nol).
G. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional ( BOPO ) BOPO merupakan rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran). Pendapatan operasional merupakan pendapatan
32
utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan penempatan operasi lainnya. Rasio ini sering disebut rasio efisiensi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.Semakin kecilrasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (SE BI No.3/30/DPNP tgl 14 Desember 2001): Nilai BOPO ( Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional ) yang ideal agar suatu bank dinyatakan efisien adalah 70%-80%. Bank Indonesia menetapkan BOPO >= 80% agar sebuah bank umum dapat dikatakan sehat. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya dan hasil bunga. Secara teoritis, biaya bunga ditentukan berdasarkan perhitungan cost ofloanable funds (COLF) secara weight average cost, sedang penghasilan bunga sebagian besar diperoleh dari interest income (pendapatan bunga) dari jasa pemberian kredit dari masyarakat, seperti bunga pinjaman, provisi kredit, appraisal fee, supervision fee, commitment fee, syndication fee, dan lain–lain.
33
H. Return On Asset (ROA) Laporan keuangan memperlihatkan kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran kualitatif. Melihat analisis laporan keuangan tingkat profitabilitas dapat diukur selama periode tertentu. Profitabilitas bank adalah kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase. Profitabilitas pada dasarnya adalah laba (rupiah) yang dinyatakan dalam persentase profit”. Meski ada beragam indikator penilaian profitabilitas yang lazim digunakan oleh bank, peneliti akan menggunakan rasio ROA (Return on Assets), dengan beberapa alasan antara lain : 1. Rasio Return on Assets (ROA) memperhitungkan bagaimana kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitasnya dan manajerial efisiensi secara menyeluruh. “Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan, semakin besar ROA suatu bank semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aktiva”. 2. Penilaian kesehatan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilihat dari aspek rentabilitas/profitabilitas dilakukan dengan menggunakan indikator Return on Assets (ROA). Maksud dan tujuan dari analisis profitabilitas adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan kemampuan perolehan laba yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Dalam analisis ini akan dicari hubungan timbal balik antara
34
pos-pos yang ada pada laporan laba rugi dengan pos-pos yang ada pada neraca bank. Dengan demikian melalui analisis profitabilitas dapat diketahui efisiensi dan efektifitas bank selama periode tertentu. Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio ROA (Return on Assets) dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio ROA Rasio
Predikat
ROA ≥ 1.215%
Sangat Sehat
0.99% ≥ ROA < 1.215%
Sehat
0.765% ≥ ROA < 0.99%
Cukup Sehat
ROA < 0.765%
Tidak Sehat
Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rasio ROA dikatakan sangat sehat apabila lebih tinggi dari 1,215%, dikatakan sehat apabila rasio ROA antara 0,99% sampai dengan 1,214%, dikatakan cukup sehat apabila rasio ROA antara 0,765% sampai dengan 0,98%, dan dikatakan tidak sehat apabila rasio ROA dibawah 0,765%.
I. Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) Terhadap Return on Assets (ROA) LDR merupakan ukuran likuiditas yang mengukur besarnya dana yang ditempatkan dalam bentuk kredit yang berasal dari dana yang dikumpulkan oleh bank (terutama dana masyarakat). Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin tinggi kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan
35
kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Menurut peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004, bank yang berada pada tingkat kesehatan bank kategori sehat maka kemampuan likuiditas untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan peranan manajemen risiko likuiditas sangat kuat. Sedangkan jika bank berada pada tingkat kesehatan kategori tidak sehat maka kemampuan likuiditas untuk mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan penerapan manajemen risiko likuiditas sangat lemah. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan
dengan
mengandalkan
kredit
yang diberikan
sebagai
sumber
likuiditasnya. Semakin besar kredit maka pendapatan yang diperoleh naik, karena pendapatan naik maka profitabilitas juga akan mengalami kenaikan.
J. Pengaruh BOPO Terhadap Return on Assets (ROA) Hasil penelitian Yuliani (2007) menunjukkan bahwa variabel BOPO merupakan variabel yang paling dominan dan konsisten dalam mempengaruhi ROA. Disamping itu BOPO juga merupakan variabel yang mampu membedakan bank yang mempunyai ROA diatas rata-rata maupun bank yang mempunyai ROA dibawah rata-rata. Dalam pengelolaan aktivitas operasional bank yang efisien dengan memperkecil biaya operasional bank akan sangat mempengaruhi besarnya tingkat keuntungan bank yang tercermin dalam ROA sebagai indikator yang mencerminkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan keseluruhan aktiva yang dimiliki.
36
Sesuai dengan logika teori yang menyatakan bahwa efisiensi bank dapat tercapai dengan beberapa cara salah satunya dengan meningkatkan pendapatan operasi dengan memperkecil biaya operasi, atau dengan biaya operasi yang sama akan dapat meningkatkan pendapatan operasi sehingga pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan bank yang pada akhirnya dapat meningkatkan ROA. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini mengenai pengaruh BOPO terhadap kinerja bank yang diukur dengan ROA adalah sebagai berikut rasio BOPO berpengaruh signifikan terhadap ROA.
K. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Return on Assets (ROA) CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penilaian permodalanmerupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover eksposur resiko saat ini dan mengantisipasi eksposur resiko dimasa mendatang. Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian, semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang beresiko. Jika nilai CAR tinggi (sesuai ketentuan BI 8% dari total modal) berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. CAR menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai untuk menunjangkebutuhannya dan sebagai dasar untuk menilai prospek kelanjutan
37
usaha bank bersangkutan. Semakin besar CAR maka akan semakin besar daya tahan bank yang bersangkutan dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta bermasalah. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR menunjukkan semakin sehat bank tersebut. Penelitian ini sejalan dengan Yuliani (2007) menunjukkan bahwa rasio CAR berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas dan berbeda dengan hasil penelitian Muhammad Alhaq (2012) yang menunjukkan CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Modal bank merupakan “engine” dari pada kegiatan bank, kalau kapasitas mesinnya terbatas maka sulit bagi bank tersebut untuk meningkatkan kapasitas kegiatan usahanya khususnya dalam penyaluran kredit. CAR dibawah 8% tidak mempunyai peluang untuk memberikan kredit. Padahal kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. Dengan CAR yang cukup atau memenuhi ketentuan, bank tersebut dapat beroperasi sehingga terciptalah laba. Dengan kata lain semakin tinggi CAR semakin baik kinerja suatu bank. Penyaluran kredit yang optimal, dengan asumsi tidak terjadi macet akan menaikkan laba yang akhirnya akan meningkatkan ROA. Besarnya modal suatu bank, akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank. Hasil dari penelitian Muhammad Alhaq (2012) menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap ROA yang merupakan proksi dari kinerja keuangan bank umum. Hal ini terjadi karena peraturan Bank Indonesia yang mensyaratkan CAR minimal sebesar 8% mengakibatkan bank-bank selalu berusaha menjaga agar
38
CAR yang dimiliki sesuai dengan ketentuan. Namun bank cenderung menjaga CAR-nya tidak lebih dari 8% karena ini berarti pemborosan. Hal tersebut juga dapat terjadi karena bank belum dapat melempar kredit sesuai dengan yang diharapkan atau belum optimal. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini mengenai pengaruh CAR terhadap kinerja bank yang diukur dengan ROA adalah rasio CAR berpengaruh signifikan terhadap ROA.
L. Penelitian Terdahulu Yuliani (2007) menganalisis hubungan efisiensi operasional dengan kinerja profitabilitas pada sektor perbankan yang go publik di bursa efek jakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh signifikan CAR terhadap kinerja keuangan (ROA), pengaruh signifikan BOPO terhadap kinerja keuangan (ROA) serta tidak berpengaruhnya LDR dan MSDN terhadap kinerja keuangan ROA. Penelitian Muhammad Alhaq (2012) menguji pengaruh CAR, kualitas aktiva produktif, NPL dan LDR terhadap profitabilitas perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010. Hasil penelitian menunjukan CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, dan kualitas aktiva produktif tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, serta LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, dan untuk NPL mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROA.
39
M. Model Penelitian
Loan Deposit Ratio (LDR) Return On Assets Capital Adequacy Ratio (CAR)
(ROA)
Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Gambar 2.1
40