BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi menjadi tiga bagian utama,
yaitu sistem pembangkitan, sistem transimisi dan sistem distribusi. Sistem pembangkitan merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berfungsi sebagai
tempat energi listrik dibangkitkan. Pada setiap unit pembangkitan umumnya
terdiri dari lebih dari satu mesin pembangkit tergantung dari kebutuhan beban
yang harus dipenuhi. Sistem pembangkitan dapat dibedakan menjadi berbagai jenis tergantung pada sumber energi yang digunakan untuk menggerakan turbin, seperti pada PLTA sumber energinya adalah air, PLTG sumber energinya adalah gas dan PLTU sumber energinya adalah uap. Energi keluaran dari generator sistem sebelum dikirim ke saluran transmisi tegangannya dinaikan terlebih dahulu oleh trafo step up ke level tegangan saluran transmisi. Level tegangan saluran transmisi yang digunakan di Indonesia adalah 70 KV, 150 KV dan 500 KV. Energi listrik disalurakan melalui saluran transmisi menuju gardu induk. Tegangan diturunkan di gardu induk dari level tegangan saluran transmisi menjadi level tegangan saluran menengah yaitu 20 KV. Dengan level tegangan saluran menengah tersebut energi listrik kembali disalurkan melalui saluran distribusi primer kepada konsumen tegangan menengah maupun ke gardu distribusi untuk diturunkan ke level tegangan rendah 380/220 Volt. Melalui saluran tegangan rendah energi listrik disalurkan ke pelanggan – pelanggan, baik pelanggan rumah tinggal, perkantoran maupun pelanggan komersial. Gambar berikut mensimulasikan sistem tenaga listrik mulai dari sistem pembangkitan sampai kepada pelanggan – pelanggan.
5
6
Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik [1]
2.2
Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang
berfungsi mendistribusikan energi listrik ke konsumen – konsumen, baik konsumen perumahan maupun konsumen komersil. Sistem distribusi meliputi beberapa bagian, yaitu : 1) Gardu Induk (GI) 2) Saluran tegangan menengah 3) Gardu distribusi 4) Saluran tegangan rendah
[1] PLN Buku 1 – Kriteria Desain Enjiniring Konstruksi Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Bab 4 Hal 2
7
2.2.1 Gardu Induk
Gardu Induk merupakan bagian dari suatu sistem tenaga yang dipusatkan
pada suatu tempat tertentu, berisikan sebagian besar ujung-ujung saluran transmisi
atau distribusi (the ends of transmission or distribution lines), perlengkapan hubung-bagi beserta bangunannya (switchgear and housing) dan dapat juga berisi
trafo-trafo[2]. Gardu induk pada sistem distribusi mempunyai fungsi sebagai : (1) Transformasi, yaitu penurunan level tegangan dari tegangan tinggi
menjadi tegangan menengah. (2) Pengukuran, yaitu sebagai tempat monitoring besaran – besaran energi listrik pada saluran distribusi. (3) Sebagai pengaturan daya ke gardu induk lain, gardu distribusi maupun ke beban melalui saluran tegangan menengah.
2.2.2 Saluran Tegangan Menengah Saluran tegangan menengah berfungsi untuk mendistribusikan energi listrik kepada konsumen industri besar dan ke gardu distribusi. Saluran tegangan menengah disebut juga saluran distribusi primer yang terletak pada bagian sisi primer trafo distribusi, yaitu antara saluran gardu induk dengan gardu distribusi. Level tegangan saluran distribusi tegangan menengah di Indonesia adalah 20 KV. Saluran tegangan menengah dapat berupa Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) dan Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM). Pada saluran udara penghantar dipasang pada udara terbuka dengan menggunakan tiang dan perlengkapan pendukung lainnya. Pada saluran udara dibedakan menjadi saluran kawat udara dan saluran kabel udara. Pada saluran kawat udara, penghantar yang digunakan hanya berupa konduktor telanjang dan tidak terbungkus isolasi. Pada saluran kabel udara penghantar yang digunakan memiliki lapisan isolasi pada konduktornya. Selain di udara, saluran kabel dapat berupa saluran bawah tanah dengan menggunakan kabel tanah (ground cable). Saluran tegangan menengah memiliki macam – macam konfigurasi saluran, berikut ini merupakan konfigurasi dari saluran distribusi :
[2] SPLN 72, 1987, hal. 2
8
1) Konfigurasi Radial
Konfigurasi radial merupakan saluran yang paling sederhana dan ekonomis. Pada konfigurasi ini terdapat beberapa sistem penyulang yang
memanjang dari gardu induk untuk menyuplai beberapa gardu distribusi atau konsumen berskala besar. Berikut ini merupakan gambar dari konfigurasi radial.
Gambar 2.2 Konfigurasi Saluran Radial
Kekurangan dari konfigurasi ini adalah keandalam sistem yang rendah dimana ketika saluran terjadi gangguan, maka seluruh bagian saluran akan ikut mengalami gangguan. Konfigurasi radial lebih cocok digunakan pada daerah yang tidak membutuhkan kontinuitas yang tinggi. 2) Konfigurasi Hantaran Penghubung (Tie Line) Konfgurasi ini merupakan modifikasi bentuk dasar dengan menambahkan tie pada setiap area beban agar ketika terjadi gangguan dapat segera diatasi dengan melokalisir gangguan, dengan cara menghubungkan area-area yang tidak terganggu pada penyulang yang bersangkutan dengan penyulang di sekitarnya sehingga kehandalan penyaluran energi listrik dapat ditingkankan. Konfigurasi ini digunakan untuk pelanggan yang memerlukan tingkat kontinuitas tinggi seperti rumah sakit dan bandar udara. Berikut ini gambar yang merupakan konfigurasi dengan tie.
9
Tie
Tie
Gambar 2.3 Konfigurasi Hantaran Penghubung (Tie Line)
3) Konfigurasi Ring Konfigurasi ring berbentuk saluran tertutup dan membentuk seperti cincin (ring). Saluran secara ring ini cocok digunakan pada daerah beban yang padat dan memerlukan kehandalan tinggi. Saluran ini memungkinkan beban dilayani dari dua arah sehingga ketika terjadi gangguan tidak mengganggu saluran secara keseluruhan. Konfigurasi ring memiliki biaya investasi yang mahal, karena memerlukan komponen yang dibutuhkan banyak. Berikut ini merupakan gambar dari konfigurasi saluran ring.
Gambar 2.4 Konfigurasi Saluran Ring
10
4) Konfigurasi Spindel
Konfigurasi spindel umumnya dipakai pada saluran kabel bawah tanah. Pada konfigurasi ini dikenal 2 jenis penyulang yaitu penyulang
cadangan (standby atau express feeder) dan penyulang operasi (working feeder). Penyulang cadangan tidak dibebani dan berfungsi sebagai back-up supply jika terjadi gangguan pada penyulang operasi. Berikut ini
merupakan gambar dari konfigurasi saluran ring.
Gambar 2.5 Konfigurasi Saluran dengan pusat beban
2.2.3 Gardu Distribusi Gardu distribusi merupakan salah satu bagian dari sistem distribusi yang berfungsi
untuk
menghubungkan
jaringan
ke
konsumen
atau
untuk
mendistribusikan tenaga listrik pada konsumen baik konsumen tegangan menengah maupun konsumen tegangan rendah. Gardu distribusi terdapat instalasi trafo, instalasi Perlengkapan Hubung Bagi (PHB) tegangan menengah ataupun tegangan rendah dan instalasi pembumian.
11
2.2.4 Saluran Tegangan Rendah
Saluran tegangan rendah merupakan saluran yang mendistribusikan
langsung ke konsumen rumah – rumah tinggal dan ke konsumen komersil.
Saluran ini disebut juga saluran distribusi sekunder yang terletak pada bagian sisi sekunder trafo distribusi, yaitu antara gardu distribusi dengan beban. Sesuai
standar pln sistem distribusi sekunder memiliki tegangan 220/380 Volt.
2.3
Penghantar Saluran Tegangan Menengah
Penghantar merupakan komponen yang digunakan sebagai media yang
digunakan untuk menghantarkan energi listrik dari sumber energi ke beban. Pada
sistem distribusi penghantar digunakan untuk menghantarkan energi listrik dari gardu induk menuju gardu distribusi pada jaringan tegangan menengah dan dari gardu distribusi ke pusat – pusat beban pada jaringan tegangan rendah. 2.3.1 Karakteristik Penghantar Penghantar mempunyai nilai karakteristik elektris diantaranya nilai resistansi, induktansi dan impedansi. 1) Resistansi a) Resistansi DC Resistansi dari suatu penghantar akan menentukan nilai efesiensi dalam menyalurkan energi listrik. Resistansi DC dari penghantar dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut.
=
Dimana : R ρ
2
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.1) = Resistansi (Ω) = Tahanan jenis penghantar (Ωmm2/m) = Panjang penghantar (m)
A
= Luas penampang (mm2)
Karena daya hantar jenis X =
A
, maka
12
=
∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.2)
Satuan untuk X adalah m.S/mm2, S (siemens ) = 1/ Ω setiap arus 1 Ampere yang mengalir melalui penghantar yang mempunyai tahanan R Ω, sesuai dengan hukum Ohm, maka pada penghantar itu
akan terjadi tegangan jatuh sebesar :
V = I . R volt ∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.3)
Tegangan jatuh itu akan menyebabkan rugi daya yang akan berubah menjadi panas. Dengan adanya rugi tegangan ∆V, maka tegangan pada peralatan VR akan menjadi jauh lebih kecil disbanding tegangan sumber Vs. Besarnya tegangan pada peralatan VR adalah : =
- ∆V ∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.4)
Rugi tegangan pada arus searah harus dihitung berdasarkan 2 kali panjang penghantar, yaitu penghantar positif dan negatif. Perhatikan gambar , sehingga
=
2 ∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.5)
Jika diperhatikan persamaan , maka untuk suatu rangkaian tertentu nilai 2. .X-1.A-1 adalah tetap. Sedangkan arus (I) besarnya berubah-ubah berdasarkan beban. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, makin besar arus yang mengalir pada suatu rangkaian makin besar tegangan jatuhnya dan berarti makin besar kerugian daya, yang berarti panas pada penghantar bertambah besar. Akibat kenaikan suhu maka tahanan tembaga maupun aluminium semakin bertambah, sehingga kerugian daya bertambah.
13
I (
Gambar 2.6 Rangkaian Arus Searah
V adalah tegangan masukan, VR adalah tegangan beban, I adalah arus, RB adalah tahanan beban dan ∆V adalah rugi tegangan. Untuk menghitung penyaluran daya digunakan tahanan beban (RB). Sedangkan untuk menghitung rugi penghantar, digunakan tahanan penghantar setiap km. Tahanan kabel yang diukur dengan sumber arus searah sering juga disebut tahanan DC Nilai resistansi DC tergantung pada suhu, apabila persamaan diatas dilakukan pada suhu 20oC maka untuk menghitung pada suhu lebih dari 20oC dapat menggunakan persamaan sebagai berikut. R t = R 0 (1+
. ∆t) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙(persamaan 2.6)
Dimana : Rt
= Nilai tahanan sesudah temperatur berubah (Ω)
R0
= Nilai tahanan sebelum temperatur berubah (Ω)
α0
= Koefisien temperatur
∆t
= Perubahan temperatur (t2 – t1)
14
Tabel 2.1 Tahanan Jenis dan Koefisien Temperatur
ρ
Unsur
Pada 0oC (Ωmm2/m)
Perak
0,0163
0,00390
Tembaga
0,0175
0,00390
Emas
0,0220
0,00377
Aluminium
0,0262
0,00400
Besi
0,1000
0,00550
b) Resistansi AC
Pada sistem AC arus yang mengalir pada penghantar tidak merata, arus kecendrungan mengalir pada bagian terluar penampang sehingga timbul efek kulit (skin Effect). Hal ini menyebabkan resistansi AC akan lebih besar dari resistansi DC. Dengan mengetahui besar resistansi DC, maka resistansi AC dapat dicari dengan memakai persamaan berikut. R AC = K . R DC ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙(persamaan 2.7) [3] Dimana : RAC
= Resistansi AC (Ω/km)
RDC
= Resistansi DC (Ω/km)
K
= Konstanta
Untuk nilai K dapat diperoleh dari data tabel berikut ini. Tabel 2.2 Skin effect
[4]
X
K
X
K
X
K
X
K
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
1,00000 1,00000 1,00001 1,00004 1,00013 1,00032 1,00067 1,00124 1,00212 1,00340
1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9
1,00519 1,00758 1,01071 1,01470 1,01969 1,02582 1,03323 1,04205 1,05240 1,06440
2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9
1,07816 1,09375 1,11126 1,13069 1,15207 1,17538 1,20056 1,22753 1,25620 1,28644
3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 3,9
1,31809 1,35102 1,38504 1,41999 1,45570 1,49202 1,52879 1,56587 1,60314 1,64051
[3] Sherwin H Wrigt, C F Hall, Characteristic Aerial Lines, Transmission & DistributionReferrence, 1952. Hal. 34 [4] Sherwin H Wrigt, C F Hall, Characteristic Aerial Lines, Transmission & DistributionReferrence, 1952. Tabel.5, Hal. 53
15
Keterangan tabel : Nilai X dapat diperoleh dari persamaan berikut.
.f R DC /
X = 0.063598 .
Dimana : µ
= Permeability = 1 untuk material non magnetik
f
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙(persamaan 2.8)
= frekuensi (Hz)
1 kilometer = 0.62137 mile
2) Induktansi Induktansi pada suatu penghantar dapat berasal dari penghantar tersebut maupun dari penghantar lain yang berdekatan. Induktansi pada saluran dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut. X = 0.1447 log L =
∅
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.9)
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.10)[5]
Dimana : L
= Induktansi (H/km)
XL
= Reaktansi Induktif (Ω/km) = geometric mean radius dari penghantar (mm) ∅
= geometric mean distance (mm) =
f
untuk saluran 3 fasa
= Frekuensi (Hz)
3) Impedansi Saluran distribusi dalam mengirimkan energi listrik akan memiliki impedansi yang akan mempengaruhi aliran arus listrik. Impedansi saluran merupakan besaran yang penting dalam perhitungan hubung singkat drop tegangan dan aliran daya pada sebuah saluran tenaga listrik. Impedansi merupakan perbandingan antara tegangan terhadap arus. V
Z= I ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙(persamaan 2.11) [6] [5] [6]
SPLN 64, 1985,hal 63 Jhon Bird, Electrical Circuit Theory and Technology, 1997, hal. 216
16
Dimana : Z
= Impedansi (Ω/km)
V
= Tegangan (volt)
I
= Arus (Ampere)
Dalam saluran terdapat impedansi urutan positif, impedansi urutan
negatif dan impedansi urutan nol. Persamaan yang digunakan untuk impedansi urutan positif dan negatif sebagai berikut.
=
=
+
…………..(persamaan 2.12)
Dimana : Z1
= Impedansi urutan positif (Ω/km)
Z2
= Impedansi urutan negatif (Ω/km)
RAC
= Resistansi AC (Ω/km)
Impedansi urutan nol pada saluran dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut. = Dimana : Z0
+ 0.4180 +
+ 1.2875 …..(persamaan 2.13) [7]
= Impedansi urutan nol (Ω/km)
RAC
= Resistansi AC (Ω/km)
XL
= Reaktansi Induktif (Ω/km)
2.3.2 All Aluminium Alloy Conductor (AAAC) AAAC merupakan hantaran udara dari aluminium campuran keras yang dipilin bulat, tidak berisolasi dan tidak berinti baja. berikut ini merupakan gambar penghantar AAAC dengan memperlihatkan bagian inti kawat, lapisan lilitan dan lapisan luar dari penghantar. [8]
Inti kawat aluminium campuran
Lapisan lilitan aluminium campuran
Lapisan luar lilitan Aluminium Campuran
Gambar 2.7 Penghantar AAAC (All Almunium Alloy Conductor)
[7] [8]
SPLN 64, 1985,hal 63 SPLN 41-8, 1981
17
Penghantar ini terbuat dari kawat – kawat aluminium campuran yang
dipilin, tidak berisolasi dan tidak berinti. Ukuran diameter kawar mulai dari 1,50
mm sampai dengan 4,50 mm. Apabila hantaran terdiri dari 2 atau lebih lapisan maka tiapp lapisan lilitan harus dipilin secara berlawanan arah, dan lapisan paling luar harus mempunyai arah pilinan ke kanan.
Penghantar AAAC harus terbuat dari aluminium campuran dengan
permukaan rata, halus dan tidak cacat. Berikut tabel standard mutu dari bahan yang digunakan penghantar aluminium campuran untuk penghantar AAAC.
Tabel 2.3 Standar Mutu Bahan Kawat Aluminium Campuran Untuk Hantaran Aluminium
Campuran ( AAAC)
1 No.
2 Sifat
[9]
3 Syarat
Tahanan jenis arus searah pada suhu 20 oC 0,0328 ohm.mm2/m (maximum) Berat jenis pada suhu 20 oC 2,70 Kg/dm3 Koefisien muai panjang 23 x 10-6/ oC Koefisien suhu (α) pada suhu 20 oC diukur 0,00360 / oC antara 2 titik potensial yang dipasang secara kaku pada kawat. Kemurnian aluminium campuran (magnesium / Minimum 97,28 % silicon) Magnesium ± 0,5 % Silicon ± 0,5 %
1 2 3 4
5
2.4
Gangguan Hubung Singkat Saluran distribusi merupakan sistem penyaluran energi listrik yang paling
dekat dengan konsumen. Saluran distribusi dapat berupa saluran udara maupun saluran dalam tanah. Penyaluran energi listrik pada saluran distribusi dapat mengalami gangguan – gangguan , gangguan pada saluran distribusi yaitu sebagai berikut. 1) Gangguan hubung singkat Gangguan hubung singkat dapat berupa hubung singkat 3 fasa, 2 fasa dan 1 fasa dengan tanah. Banyak faktor yang dapat mengakibatkan
[9]
SPLN 41-8, 1981, tabel III
18
gangguan hubung singkat, diantaranya hubung singkat pada belitan trafo,
akibat sambaran petir, akibat bersentuhan dengan pohon.
2) Gangguan beban lebih
Gangguan ini dapat terjadi akibat pembebanan saluran distribusi yang melibihi kapasitas yang terpasang. Gangguan ini apabila terjadi
secara terus menerus dapat merusak peralatan.
3) Gangguan tegangan lebih
Gangguan ini dapat diakibatkan oleh surja hubung atau dapat pula akibat surja petir. Gangguan – gangguan tersebut dapat menyebabkan terganggunya
pelayanan terhadap konsumen apabila gangguan menyebabkan jaringan terputus, penurunan kualitas pengiriman akibat menurunnya tegangan pada saat gangguan, pengurangan stabilitas sistem, dan dapat merusak peralatan pada daerah terjadinya gangguan. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah gangguan hubung singkat dengan memasang alat proteksi pada jaringan, namun sebelum memasang alat proteksi perlu mengetahui besarnya arus gangguan untuk menentukan penyetelan pada alat proteksi agar sesuai dengan fungsinya sebagai pengaman jaringan tersebut. Untuk mengetahui besarnya arus gangguan maka perlu dilakukan penghitungan besarnya arus saat terjadi hubung singkat. Arus gangguan dihitung dengan menggunakan rumus umum ( Hukum Ohm ), pada persamaan 2.7. Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan nilai impedansi tiap komponen jaringan, serta bentuk konfigurasinya di dalam sistem, maka besarnya arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan persamaan 2.7. Dalam perhitungan arus gangguan hubung singkat, nilai impedansi yang terbentuk berbeda sesuai dengan jenis gangguan hubung singkat itu sendiri. 2.4.2 Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa Kemungkinan terjadinya gangguan satu fasa adalah diakibatkan back flashover antara tiang ke salah satu kawat fasa distribusi sesaat setelah tiang
19
tersambar petir yang besar, walaupun tahanan kaki tiangnya cukup rendah. Bisa
juga gangguan satu fasa ini, terjadi sewaktu salah satu kawat fasa distribusi
tersentuh pohon yang cukup tinggi. Berikut gambar yang memperlihatkan gangguan hubung singkat 1 fasa terhadap tanah.
Fasa A
Ia Ib
Fasa B
Ic
Fasa C
Gambar 2.8 Hubung Singkat 1 fasa
Gambar 2.7 menggambarkan gangguan 1 fasa yaitu fasa A terhadap tanah (ground). Kondisi ketika terjadi gangguan Ib = Ic = 0, komponen simetris dalam bentuk matriks untuk persamaan arus sebagai berikut.
0 0
1 = 1 1
1
1
Sehingga diperoleh persamaan arus sebagai berikut. =
+
+
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.14)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
I a 0 I a1 I a 2
VL N ∙∙∙∙∙ (persamaan 2.15) Z1eq Z 2eq Z 0eq
Dari persamaan 2.11 dan persamaan 2.12, maka untuk perhitungan arus gangguan dapat menggunakan persamaan sebagai berikut.
=
3. 2.
Dimana : I 1 fasa
+
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.16) = Arus hubung singkat 1 fasa (ampere)
VL-N
= Tegangan fasa netral (Volt)
Z1eq = Z1eq
= Impedansi Urutan Positif dan negatif (ohm)
Z0eq
= Impedansi Urutan nol (ohm)
20
2.4.3 Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa
Gangguan hubung singkat 2 fasa dapat terjadi fasa dengan fasa dan dapat
terjadi 2 fasa dengan tanah. Gangguan hubung singkat fasa dengan fasa kemungkinan terjadi karena putusnya kawat fasa tengah pada jaringan distribusi, dengan konfigurasi tersusun vertical sehingga kawat fasa yang putus menyentuh
kawat fasa yang lain. Gambar berikut ini memperlihatkan kondisi hubung singkat dasa dengan fasa.
Ia
Fasa A Fasa B Fasa C
Ib Ic
Gambar 2.9 Hubung Singkat Fasa dengan Fasa
Gambar 2.8 menggambarkan gangguan fasa dengan fasa yaitu fasa A yang tehubung singkat dengan fasa B. Arus hubung singkat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. =
2.
Dimana : I 2 fasa
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.17) = Arus hubung singkat 2 fasa (ampere) = Tegangan fasa - fasa (Volt)
Z1eq
= Impedansi Urutan Positif (ohm)
Gangguan hubung singkat 2 fasa dengan tanah dapat terjadi antar kedua fasa yang terhubung singkat, terhubung pula dengan tanah. Berikut gambar yang memperlihatkan gangguan hubung singkat 2 fasa dengan tanah.
Fasa A Fasa B Fasa C
Ia Ib Ic
Gambar 2.10 Hubung Singkat Dua Fasa ke Tanah
21
Gambar 2.8 menggambarkan gangguan 2 fasa dengan tanah yaitu fasa A
yang tehubung singkat dengan fasa B dan terhubung singkat pula dengan tanah.
Arus hubung singkat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
=
2 . (
+
.
.
)+
∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.18)
Dimana : I 2 fasa
= Arus hubung singkat 2 fasa (ampere)
= Tegangan fasa - fasa sistem (Volt)
Z1eq
= Impedansi Urutan Positif (ohm)
Z0eq
= Impedansi Urutan nol (ohm)
2.4.4 Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa Tidak dengan Tanah Gangguan tiga fasa dapat terjadi akibat putusnya salah satu kawat fasa yang letaknya paling atas pada jaringan distribusi, dengan konfigurasi kawat antar fasanya disusun secara vertikal. Kemungkinan terjadinya memang sangat kecil, tetapi dalam analisa tetap harus diperhatikan. Kemunkinan lain adalah akibat pohon yang cukup tinggi berayun sewaktu tertiup angin kencang yang kemudian menyentuh ketiga kawat distribusi. Berikut gambar yang memperlihatkan gangguan hubung singkat 3 fasa. Fasa A
Ia Ib
Fasa B
Ic
Fasa C
Gambar 2.11 Hubung Singkat Tiga Fasa Tidak dengan Tanah
Gambar 2.10 menggambarkan gangguan 3 fasa yaitu fasa A, fasa B dan Fasa C yang tehubung singkat. Arus hubung singkat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
=
∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (persamaan 2.19)
22
Dimana : I 3 fasa
= Arus hubung singkat 3 fasa (ampere) = Tegangan fasa netral (Volt)
Z1eq
= Impedansi Urutan Positif (ohm)
2.5
Pentanahan Sistem
Pada saat sistem tenaga listrik masih dalam skala kecil, gangguan hubung singkat ke tanah pada instalasi tenaga listrik tidak merupakan suatu masalah yang
besar. Hal ini dikarenakan bila terjadi gangguan hubung singkat fasa ke tanah arus gangguan masih relatif kecil (lebih kecil dari 5 Amper), sehingga busur listrik
yang timbul pada kontak-kontak antara fasa yang terganggu dan tanah masih
dapat padam sendiri. Tetapi dengan semakin berkembangnya sistem tenaga listrik baik dalam ukuran jarak (panjang) maupun tegangan, maka bila terjadi gangguan fasa ke tanah arus gangguan yang timbul akan besar dan busur listrik tidak dapat lagi padam dengan sendirinya. Timbulnya gejala-gejala “busur listrik ke tanah (arching ground)” sangat berbahaya karena menimbulkan tegangan lebih transient yang dapat merusak peralatan. Apabila hal diatas dibiarkan, maka kontinuitas penyaluran tenaga listrik akan terhenti, yang berarti dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu sistem-sistem tenaga listrik tidak lagi dibuat mengambang (floating) yang lajim disebut sistem delta, tetapi titik netralnya ditanahkan melalui tahanan, reaktor dan ditanahkan langsung (solid grounding). Pentanahan itu umumnya dilakukan dengan menghubungkan netral transformator daya ke tanah Apabila ditinjau dari segi pengamanan sistem tenaga listrik, khususnya dari segi bekerjanya relai, pentanahan titik netral mempengaruhi kepekaan relai terhadap gangguan tanah. Untuk sistem yang titik netralnya tidak ditanahkan sistem bisa peka terhadap gangguan hubung tanah apabila arus kapasitifnya cukup yaitu apabila SUTTnya cukup panjang dengan tegangan yang cukup tinggi pula. Hal ini akan lebih terasa pada sistem yang mempunyai kabel tanah. Arus kapasitif yang besar dapat menimbulkan tegangan yang berlebihan khususnya dalam kondisi transien. Sistem yang tidak peka terhadap gangguan hubung tanah memberikan keuntungan bahwa sistem menjadi jarang terganggu, karena gangguan sistem
23
kebanyakan bersifat gangguan hubung tanah satu fasa yang temporer, misalnya
karena petir atau karena sentuhan tanaman. Tetapi dilain pihak jika ada gangguan
satu fasa ke tanah yang permanen sukar dicari dan hal ini dapat membahayakan keselamatan manusia. Untuk menaikan kepekaan sistem terhadap gangguan hubung tanah maka titik netral perlu diketanahkan.
Pentanahan titik netral khususnya untuk sistem yang tegangannya cukup tinggi dapat pula memberikan penghematan isolasi yang tidak sedikit, karena isolasi fasa ke tanah tidak perlu dihitung penuh untuk mampu menahan tegangan fasa. antar Titik netral sistem ditanahkan dengan cara :
1) Secara langsung 2) Melalui tahanan 3) Melalui reaktor (kumparan yang impedansi yang relatif kecil) Dalam sebuah instalsi listrik ada empat bagian yang harus ditanahkan. Empat bagian dari instalasi listrik adalah : 1) Semua bagian instalasi yang terbuat dari logam (menghantar listrik) dan dengan mudah bisa disentuh manusia. Hal ini perlu agar potensial dari logam yang mudah disentuh manusia selalu sama dengan potensial tanah (bumi) tempat manusia berpijak sehingga tidak berbahaya bagi manusia yang menyentuhnya. 2) Bagian pembuangan muatan listrik (bagian bawah) dari lighting arrester. Hal ini diperlukan agar lighting arrester dapat berfungsi dengan baik, yaitu membuang muatan listrik yang diterimanya dari petir ke tanah (bumi) dengan lancer. 3) Kawat petir yang ada pada bagian atas saluran transmisi. Kawat petir ini sesungguhnya juga berfungsi sebagai lighting arrester. Karena letaknya yang ada di sepanjang saluran transmisi, maka semua kaki tiang transmisi harus ditanahkan agar petir yang menyambar kawat petir dapat disalurkan ke tanah dengan lancar melalui kaki tiang saluran transmisi.
24
4) Titik netral dari transformator atau titik netral dari generator. Hal ini
diperlukan dalam kaitan dengan keperluan proteksi khususnya yang menyangkut gangguan hubung tanah.
2.5.1 Pentanahan Sistem Langsung
Pentanahan sistem langsung adalah dimana titik netral sistem dihubungkan
langsung dengan tanah, tanpa memasukkan harga suatu impedansi. Pada sistem
ini bila terjadi gangguan fasa ke tanah akan selalu mengakibatkan terganggunya saluran (line outage), yaitu gangguan harus di isolir dengan membuka pemutus
daya. Salah satu tujuan pentanahan titik netral secara langsung adalah untuk
membatasi tegangan dari fasa-fasa yang tidak terganggu bila terjadi gangguan fasa
ke tanah. Gambar dibawah ini menunjukan pentanahan secara langsung.
Gambar 2.12 Rangkaian Pentanahan Titik Netral Sistem Langsung
Keuntungan : 1) Tegangan lebih pada fasa-fasa yang tidak terganggu relatif kecil 2) Kerja pemutus daya untuk melokalisir lokasi gangguan dapat dipermudah, sehingga letak gangguan cepat diketahui 3) Sederhana dan murah dari segi pemasangan Kerugian : 1) setiap gangguan fasa ke tanah selalu mengakibatkan terputusnya daya 2) arus gangguan ke tanah besar, sehingga akan dapat membahayakan makhluk hidup didekatnya dan kerusakan peralatan listrik yang dilaluinya Pada sistem distribusi di Jawa Tengah pentanahannya ialah langsung dan ditanahkan di banyak tempat. Sistem ini umumnya disebut sistem empat kawat (4 wire multi grounded). Pada sistem ini kawat netral digunakan juga sebagai kawat netral jaringan tegangan rendah.
25
Ciri-ciri dari sistem ini ialah :
dengan nol.
1) Tegangan fasa ke tanah seimbang dan tegangan titik netral sama
2) Terdapat kemungkinan adanya arus netral karena adanya beban tidak seimbang
Pada saat terjadi gangguan satu fasa ke tanah : 1) Tegangan fasa yang tidak terganggu praktis tidak berubah dan titik
netral sama dengan nol.
2) Arus gangguan satu fasa ke tanah besar dan bila trafo tenaga pemasok dengan hubungan segitiga bintang, arus gangguan satu fasa ke tanah didekat gardu induk dapat lebih besar dari gangguan tiga fasa. Besarnya arus gangguan tergantung dari letak gangguannya. 3) Harus
diisolir
dengan
membuka
pemutus
daya,
agar
tidak
mengakibatkan terganggunya saluran lain. 2.5.2 Pentanahan Sistem Melalui Tahanan Pentanahan titik netral melalui tahanan (resistance grounding) dimaksud adalah suatu sistem yang mempunyai titik netral dihubungkan dengan tanah melalui tahanan (resistor). Pada umumnya nilai tahanan pentanahan lebih tinggi dari pada reaktansi sistem pada tempat dimana tahanan itu dipasang. Sebagai akibatnya besar arus gangguan fasa ke tanah pertama-tama dibatasi oleh tahanan itu sendiri. Dengan demikian pada tahanan itu akan timbul rugi daya selama terjadi gangguan fasa ke tanah. Gambar dibawah ini menunjukan pentanahan melalui tahanan.
Gambar 2.13 Rangkaian Pentanahan Titik Netral Melalui Tahanan
26
Pentanahan titik netral melalui tahanan (resistance grounding) mempunyai
keuntungan dan kerugian yaitu :
Keuntungan :
1) Besar arus gangguan tanah dapat diperkecil 2) Bahaya gradient voltage lebih kecil karena arus gangguan tanah kecil. 3) Mengurangi kerusakan peralatan listrik akibat arus gangguan yang
melaluinya.
Kerugian :
1) Timbulnya rugi-rugi daya pada tahanan pentanahan selama terjadinya gangguan fasa ke tanah. 2) Karena arus gangguan ke tanah relatif kecil, kepekaan relai pengaman menjadi berkurang dan lokasi gangguan tidak cepat diketahui.
2.5.3 Pentanahan Sistem Melalui Kumparan Petersen Pentanahan sistem dengan kumparan Petersen adalah dimana titik netral dihubungkan ke tanah melalui kumparan Petersen (Petersen Coil). Kumparan Petersen ini mempunyai harga reaktansi (XL) yang dapat diatur dengan menggunakan tap. Rangkaian pengganti pentanahan sistem dengan kumparan Petersen ditunjukkan pada gambar 2.14.
Gambar 2.14 Rangkaian Pengganti Pentanahan Titik Netral dengan Kumparan Petersen
Pada hakekatnya tujuan dari pentanahan dengan kumparan Petersen adalah untuk melindungi sistem dari gangguan hubung singkat fasa ke tanah yang sementara sifatnya (temporary fault), yaitu dengan membuat arus gangguan yang sekecil-kecilnya dan pemadaman busur api dapat terjadi dengan sendirinya. Kumparan Petersen berfungsi untuk memberi arus induksi (IL) yang mengkonpensir arus gangguan, sehingga arus gangguan itu kecil sekali dan tidak
27
membahayakan peralatan listrik yang dilaluinya. Arus gangguan ke tanah yang
mengalir pada sistem sedemikian kecilnya sehingga tidak langsung mengerjakan
relai gangguan tanah untuk membuka pemutusnya (PMT) dari bagian yang terganggu. Dengan demikian kontinuitas penyaluran tenaga listrik tetap berlangsung untuk beberapa waktu lamanya walaupun sistem dalam keadaan
gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah, yang berarti pula dapat memperpanjang umur dari pemutus tenaga (PMT).
Sebaliknya pentanahan sistem dengan kumparan Petersen ini mempunyai
kelemahan, yaitu sulit melokalisir gangguan satu fasa ke tanah yang bersifat
permanen dan biasanya memakan waktu yang lama. Gangguan hubung singkat
yang permanen itu dapat mengganggu bagian sistem yang lainnnya. Oleh karena itu hubung singkat tersebut tetap harus dilokalisir dengan menggunakan relai hubung singkat ke tanah (Ground fault relai). Pentanahan titik netral melalui kumparan Petersen mempunyai keuntungan dan kerugian yaitu : Keuntungan : 1) Arus gangguan dapat dibuat kecil sehingga tidak berbahaya bagi mahluk hidup. 2) Kerusakan peralatan sistem dimana arus gangguan mengalir dapat dihindari. 3) Sistem dapat terus beroperasi meskipun terjadi gangguan fasa ke tanah. 4) Gejala busur api dapat dihilangkan. Kerugian : 1) Relai gangguan tanah (ground fault relai) sukar dilaksanakan karena arus gangguan tanah relatif kecil. 2) Tidak dapat menghilangkan gangguan fasa ke tanah yang menetap (permanen) pada sistem. 3) Operasi kumparan Petersen harus selalu diawasi karena bila ada perubahan pada sistem, kumparan Petersen harus disetel (setting) kembali.
28
2.6
Sambungan Penghantar
2.6.1 Sambungan Penyatu (Ujijoint)
Ini merupakan sebuah penyambungan tekan aluminium. Bila dipasang
menggunakan cara dan peralatan yang benar, akan menghasilkan daya mekanis
minimum 95% dari batas tegangan tarik penghantar. Penyambungan ini biasanya
disuplai dengan isi campuran pencekam yang kasar yang sesuai. Sambungan
semacam ini digunakan pada ujung atau tengah – tengah bentangan. Sambungan Pilin 2.6.2
Ini adalah sambungan untuk pertengahan bentang yang paling sederhana.
Sambungan ini dibuat dari pipa aluminium lonjong. Setiap sambungan mencangkup rentangan penghantar tertentu. Bila dipasang menggunakan cara dan peralatan yang benar, akan menghasilkan daya mekanis minimum 90% dari batas tegangan tarik penghantar. Sebelum dipasang, bagian dalam pipa dan ujung-ujung penghantar yang akan disambung harus bebas dari kotoran serta mengkilap karena gosokan ampelas yang sesuai. Daya guna listrik dapat ditingkatkan tanpa mengurangi daya guna mekanisnya dengan menambahkan kompon logam abrasive pada arah putar ke kanan, kunci harus diputar searah dengan arah putar jarum jam bila dilihat dari mulut pipa.
Sambungan Pilin
Gambar 2.15 Sambungan Pilin yang Terpasang
2.6.3 Klem Alur Sejajar Pada umumnya ini dibuat dari paduan aluminium atau baja yang digalvanis. Klem baja digunakan untuk penghantar atau kawat tanah. Klem dapat digunakan untuk berbagai ukuran penghantar yang memenuhi syarat. Jika diperlukan sambungan ke penghantar tembaga, misalnya pada sambungan logam
29
rangkap, untuk ini perlu satu alur yang dilapisi timah. Sambungan pada
penghantar logam rangkap harus dipasang sedemikian sehingga penghantar
tembaga terletak di bawah penghantar aluminium. Hal ini untuk menjaga agar air yang tercemar tembaga tidak berhubungan dengan aluminium.
Gambar 2.16 Klem Alur Sejajar
2.6.4 Sambungan Jenis T yang Dibaut Alat ini dibuat dari paduan aluminium dan baut-baut baja yang digalvanis dan digunakan secara luas dan untuk sambungan jembatan dan peralatan di gardu hubung serta sambungan T penghantar berukuran besar pada saluran. Kemampuan mekanisnya lebih baik dibandingkan dengan klem alur sejajar.
Gambar 2.17 Sambungan Jenis T yang Dibaut