BAB II Landasan Teori II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1 Pengertian Pajak Pada mulanya pajak bukan pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja/penguasa dalam memelihara kepentingan negara seperti menjaga keamanan negara, penyediaan sarana umum, membayar gaji pegawai dan lain lain. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran, maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam waktu tertentu. Sementara bagi orang-orang kaya dapat membebaskan diri dari kewajiban bekerja tersebut dengan cara membayar ganti rugi. Seiring berkembangnya bentuk jenis pemerintahan suatu negara dari sistem monarki ke sistem pemerintahan modern, pajak mendapat peran yang lebih besar dalam pendapatan negara. Berkaitan dengan hal itu membayar pajak yang tadinya sukarela menjadi ditetapkan secara sepihak oleh negara dalam bentuk aturan yang dapat dipaksakan Pengertian pajak menurut: 1. Prof. Dr.Rochmat Soemitro, S.H “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
9
2. Dr.Soeparman Soemahamidjaja “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. 3. Pasal 1 Nomor 1 UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Yang dimaksud dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Menurut UU No 28 Tahun 2007 adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. II.1.2 Fungsi Pajak Menurut Suandy (2009:13) Fungsi pajak dibagi dua yaitu: 1. Fungsi Budgetair (Finansial) Fungsi budgetair/finansial yaitu memasukan uang sebanyak-anyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
10
2. Fungsi Regulerend (Mengatur) Fungsi regulerend/mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur baik masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu. II.1.3 Asas Pemungutan Pajak Dalam buku An Inguiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations yang ditulis oleh Adam Smith dan dikutip oleh Suandy (2009:27) asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama The Four Cannons or The Four Maxims adalah: 1. Equality Pembebanan
pajak
di
antara
subjek
pajak
hendaknya
seimmbang
dengan
kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equality, tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak. 2. Certainty Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang digunakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya. 3. Convenience of Payment Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu saat yang paling dekat dengan saat diterimannya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.
11
4. Economic of Collections Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat dan seefisien mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri, karena pemungutan pajak tidak akan ada artinya kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh. II.1.4 Jenis Pajak GAMBAR II.1.4.1
12
Berdasarkan golongan: 1. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh: pajak penghasilan. 2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain. Contoh: pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah.
Berdasarkan wewenang pemungut: 1. Pajak pusat/negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak pusat diatur dalam Undang-Undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 2. Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak daerah tingkat I: a) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air;
13
b) Bea balik nama kendaraan bernotor dan kendaraan di atas air; c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. Pajak daerah tingkat II: a) Pajak hotel; b) Pajak restoran; c) Pajak hiburan; d) Pajak reklame; e) Pajak penerangan jalan; f) Pajak pengambilan & pengolahan bahan galian golongan C; g) Pajak parkir. Berdasarkan sifat: 1. Pajak Subjektif adalah pajak yang memerhatikan kondisi/keadaan wajib pajak. Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu gaya pikul. Gaya pikul adalah kemampuan wajib pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum. 2. Pajak Objektif adalah pajak yang pada awalnya memerhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik 14
Orang Pribadi maupun Badan. Jadi dengan kata lain pajak objektif adalah pengenaan pajak yang hanya memerhatikan kondisi objeknya saja. II.1.5 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Ilyas & Burton (2008:41), yaitu: a) Official assesment system yakni sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. b) Semi self assesment system yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya utang pajak. c) Self assesment system yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. d) Witholding system yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/memumgut besarnya pajak yang terutang. II.1.6 Cara Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:6) pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel: 1. Stelsel nyata
15
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kekurangannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). 2. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. 3. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
16
II.2 Pajak Penghasilan II.2.1 Definisi Pajak Penghasilan Menurut UU No.36 Tahun 2008 pasal 1 Undang-Undang ini mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak. II.2.2 Subjek Pajak Penghasilan Yang menjadi subjek pajak dari pajak penghasilan adalah: 1. Orang Pribadi Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi tidak melihat jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama untuk semua (nondiscrimination). 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukkan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut dapat dilaksanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya. 3. Badan
17
Badan terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. 4. Bentuk Usaha Tetap Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Menurut UU No.36 Tahun 2008 subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. 1. Subjek Pajak Dalam Negeri adalah a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. pembentukannya berdasarkan ketentuan Undang-Undang; 18
2. pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD; 3. penerimaannya dimasukksan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; 4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Subjek Pajak Luar Negeri adalah a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha
atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima
atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Tidak termasuk subjek pajak penghasilan: 1. Kantor perwakilan negara asing. 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing.
19
3. Organisasi-organisasi internasional, dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat: a. Bukan warga negara Indonesia. b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. II.2.3 Objek Pajak Penghasilan Menurut UU No 36 Tahun 2008 yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Objek pajak yang dikenakan PPh final atas penghasilan berupa: 1. Bunga deposito dan tabungan tabungan lainnya; 2. Penghasilan berupa hadiah undian; 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek; 20
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan; 5.Penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah. II.2.4 Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan Seperti yang dikemukakan pada bagian awal, salah satu cara yang dilakukan untuk mengumpulkan pajak penghasilan dari wajib pajak adalah witholding tax system atau mekanisme pemotongan dan pemungutan. Witholding tax system merupakan sistem perpajakan dimana pihak ketiga baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan Dalam Negeri diberi kepercayaan oleh peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan. Pihak ketiga tersebut memilki peran aktif dalam sistem ini, dan fiskus berperan dalam pemeriksaan pajak, penagihan maupun tindakan penyitaan jika ada indikasi pelanggaran perpajakan, seperti halnya self assesment system. Dalam peraturan Undang-Undang perpajakan di Indonesia, jenis pajak penghasilan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan ini adalah pemotongan PPh pasal 21, pemungutan pasal 22, pemotongan pasal 23/26 serta pemotongan PPh final pasal 4 ayat 2 dan pasal 15.
21
II.3 Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26 II.3.1 Definisi PPh 23/26 Pajak penghasilan (PPh) pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21. Pajak penghasilan (PPh) pasal 26 adalah pajak yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. II.3.2 Pemotong PPh pasal 23/26 Menurut Mardiasmo (2011:235) pemotong PPh pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan, yang terdiri atas: 1. Badan pemerintah; 2. Subjek Pajak dalam negeri; 3. Penyelenggaraan kegiatan; 4. Bentuk Usaha Tetap; 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 6. Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23, yang meliputi:
22
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan. Menurut Mardiasmo (2011:335) Pemotong PPh pasal 26 adalah: 1. Badan pemerintah; 2. Subjek pajak dalam negeri; 3. Penyelenggara kegiatan; 4. BUT; 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 6. Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 26. II.3.3 Subjek yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23/26 Menurut Mardiasmo (2011:136) yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh
penghasilan
yang
berasal
dari
modal,
penyerahan
jasa,
atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud pasal 21.
23
Menurut Mardiasmo (2011:219) yang dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah Wajib Pajak Luar Negeri (orang pribadi maupun badan) selain BUT yang menerima atau memeproleh penghasilan. II.3.4 Objek PPh Pasal 23/26 Menurut Siti Resmi (2009:5) Penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 adalah: 1. Dividen; 2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; 3. Royalti; 4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; 5. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,jasa konsultan, dan jasa lain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21; 6. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Menurut Siti Resmi (2009:6) Penghasilan yang dipotong PPh pasal 26: 1. Dividen; 2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; 24
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; 5. Hadiah dan penghargaan; 6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya; 7. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; 8. Premi asuransi, termasuk premi reasuransi; 9. Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi PPh suatu BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. II.3.5 Dasar Pemotongan PPh 23/26 Ada 2 (dua) dasar pemotongan, yaitu: 1. Dari jumlah bruto, untuk penghasilan berupa: a. dividen; b. bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; c. royalti; d. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.
25
2. Dari perkiraan penghasilan netto, untuk penghasilan berupa: a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21. II.3.6 Pengecualian Objek Pemotongan PPh pasal 23 Menurut Pasal 23 ayat 4 Undang Undang No 36 Tahun 2008 ada beberapa daftar penghasilan tertentu yang tidak dipotong PPh Pasal 23 yaitu: 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi. 3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh orang pribadi dan perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, Koperasi, BUMN, atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat: a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan b.Bagi Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
26
Seluruh syarat harus dipenuhi agar dividen tersebut dikecualikan sebagai objek pajak. Jika salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi, maka dividen merupakan objek pajak. 4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf i UU PPh Tahun 2008). 5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. 6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. II.3.7 Sifat Pemotongan PPh Pasal 26 Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final, kecuali: 1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia. 2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
27
3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau BUT. II.3.8 Tarif PPh 23/26 TABEL II.3.8.1 DAFTAR TARIF PEMOTONGAN PPh 23 TAHUN 2009 (UU NO 36 TAHUN 2008)
Tarif PPh 23 No
Jenis Penghasilan
(bagi WP ber-NPWP) (%)
(1)
1
(2)
Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
(3)
15% dari Jumlah bruto
g UU PPh
2
Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f
15% dari jumlah bruto
UU PPh;
3
Royalti
15% dari jumlah bruto
4.
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah
15% dari jumlah bruto
dipotong PPh 21
5.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
2 % dari jumlah bruto
harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
tidak termasuk PPN
28
penggunaan harta yang telah dikenai PPh Final pasal 4 (2)
6.
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
2% dari jumlah bruto
jasa konstruksi, jasa konsultan
tidak termasuk PPN
TABEL II.3.8.2 PERATURAN MENTERI KEUANGAN PMK-244/PMK.03/2008
Jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
2% dari Jumlah bruto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 yang telah ditetapkan
tidak termasuk PPN
oleh Menteri Keuangan berdasarkan PMK-244/PMK.03/2008
a.
Jasa penilai (appraisal);
b.
Jasa aktuaris;
c.
Jasa akuntansi, pembukuan, dan asestasi laporan keuangan;
d
Jasa perancang (design);
e
Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
f
Jasa penunjang di bidang penambangan migas :
29
1) jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat diantara pipa selubung dan lubung sumur; 2) jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksudmaksud : a) penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong; b) penyumbatan
kembali
zona
yang
berproduksi air; c) perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal; d) penutupan sumur; 3) jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang
tidak
terkonsolidasi
tidak
akan
ikut
terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa; 4) jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi yang menaikan
produktivitas
dengan
jalan
menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan; 5) jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan
30
yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil; 6) jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing),
yaitu
jasa
yang
dikerjakan
untuk
menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur; 7)
jasa uji kandung lapisan (drill stem testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;
8 ) jasa reparasi pompa reda (reda repair); 9) jasa pemasangan instalasi dan perawatan; 10) jasa penggantian peralatan/material; 11) jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur; 12) jasa mud engineering; 13) jasa well logging & perforating; 14) jasa stimulasi dan secondary decovery; 15) jasa well testing & wire line service;
31
16) jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling; 17) jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling; 18 ) jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling; 19) jasa lainnya yang sejenisnya di bidang pengeboran migas.
g
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas : 1) jasa pengeboran; 2) jasa penebasan; 3) jasa pengupasan dan pengeboran; 4) jasa penambangan; 5) jasa pengangkutan/ sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum; 6) jasa pengolahan bahan galian; 7) jasa reklamasi tambang; 8 ) jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan penggalian/pemindahan tanah; 9) jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum
h
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar
32
udara: 1) bidang aeronautika, termasuk : a) jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara; b) jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge); c) jasa pelayanan penerbangan; d) jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh
atau
sebagian
dari
proses
pelayanan penumpang dan bagasinya serta
kargo,
yang
diangkut
dengan
pesawat, udara baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara di darat; e) jasa penunjang lain di bidang aeronautika. 2) bidang non-aeronatika, termasuk : a)
jasa
catering
di
pesawat
dan
jasa
pembersihan pantry pesawat; b)
jasa penunjang lain
di
bidang
non-
aeronautika
i
Jasa penebangan hutan;
33
j
Jasa pengolahan limbah;
k
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services);
l
Jasa perantara dan/atau keagenan;
m
Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
n
Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuai yang dilakukan oleh KSEI;
o
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
p
Jasa mixing film;
q
Jasa
sehubungan
dengan
software
komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
r
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
s
Jasa
perawatan/perbaikan/pemeliharaan
mesin,
perawatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV Kable, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
34
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau
sertifikasi
sebagai
pengusaha
konstruksi;
t
Jasa maklon yaitu jasa pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa
u
Jasa penyelidikan dan keamanan;
v
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer yaitu kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan
pameran,
konvensi,
musik,
seminar,
peluncuran
pesta,
konferensi
pers,
dan
kegiatan
pagelaran
lain
produk, yang
memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan
w
Jasa pengepakan;
x
Jasa penyediaan tempat dan / atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
35
y
Jasa pembasmian hama;
z
Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa
Jasa catering atau tata boga
TABEL II.3.8.3 DAFTAR TARIF PEMOTONGAN PPh 26 TAHUN 2009 (UU NO 36 TAHUN 2008)
Tarif PPh 26 No
Jenis Penghasilan
(bagi WP ber-NPWP) (%)
(1)
(2)
(3)
1
Dividen
20% dari Jumlah bruto
2
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
20% dari jumlah bruto
dengan jaminan pengembalian utang
3
Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
20% dari jumlah bruto
penggunaan harta
36
4.
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
20% dari jumlah bruto
5.
Hadiah dan penghargaan
20 % dari jumlah bruto
6.
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
20% dari jumlah bruto
7.
Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
20% dari Jumlah bruto
8.
Keuntungan karena pembebasan utang
20 % dari jumlah bruto
II.3.9 Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 23/26 Saat terutang, penyetoram, dan SPT Masa PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut: a. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. b. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak. c. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
37
II.3.10 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1. Pengertian NPWP Nomor
yang
diberikan
kepada wajib
pajak
(WP)
sebagai
sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 2. Fungsi NPWP a. Sarana dalam administrasi perpajakan. b. Tanda pengenal diri atau Identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. c. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan. d. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. 3. Pendaftaran NPWP Untuk mendapatkan NPWP Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan: 1. Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan: Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
38
2. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan : a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing; b. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa. 3. Untuk WP Badan : a. Fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT; b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif; c. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa. 4. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/ Pemotong: a. Fotokopi KTP bendaharawan; b. Fotokopi surat penunjukkan sebagai bendaharawan. 5. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar. 6. Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.
39
4. Penghapusan NPWP dan persyaratannya a. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang; b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil; c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris; d. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang; e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP; f. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
II.3.11 Pengertian Jumlah Bruto Objek Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk: 40
1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa; 2. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material; 3. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga; 4.Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
41