BAB II LANDASAN TEORI
A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Kepuasan kerja didefinisikan dengan sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam pekerjaannya (Hariandja, 2002). Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja (Hasibuan, 2000). Kepuasan kerja itu sendiri dapat diartikan sebagai hasil kesimpulan yang didasarkan pada perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima oleh pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan apa yangdiharapkan, diinginkan dan dipikirkan sebagai hal yang pantas atau berhak baginya (Gomes, 2003). Koesmono
(2005)
mengemukakan
bahwa
kepuasan
kerja
merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau bekerja.
11
12
Sedangkan menurut Hariandja (2000) bahwa “Kepuasan kerja adalah sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai
macam
faktor
atau
dimensi
atau
tugas-tugas
dalam
pekerjaan.Berry (1998) mengatakan kepuasan kerja adalah sikap kerja yang meliputi elemen kognitif, afektif, dan perilaku, yang diperkirakan memberi pengaruh pada sejumlah perilaku kerja. Locke (dalam Berry, 1998) mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai reaksi individual terhadap pengalaman kerja dan diartikan sebagai komponen kognitif dari pengalaman kerjanya. Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan dambaan bagi setiap karyawan di dalam bekerja. Karyawan yang merasa puas pada saat bekerja akan membawa dampak positif baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi perusahaan. Dengan demikian kepuasaan kerja berhubungan dengan situasi kerja dan pengaruh yang diberikan perusahaan terhadap karyawan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) kepuasan kerja adalah “suatu efektifitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan”. Davis dan Newstrom (1985) mendeskripsikan “kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka”. Smith,
Kendal
dan
Hulin
dalam
Bavendam,
J.
(2000)
mengungkapkan bahwa kepuasan kerja bersifat multidimensi dimana seseorang merasa lebih atau kurang puas dengan pekerjaannya, supervisornya, tempat kerjanya dan sebagainya. Porter dan Lawler seperti juga dikutip oleh Bavendam, J. (2000) telah membuat diagram kepuasan
13
kerja yang menggambarkan kepuasan kerja sebagai respon emosional orang-orang atas kondisi pekerjaannya. Siagian (2006) berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif tentang pekerjaannya. Banyak faktor yang perlu mendapat perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Apabila dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi atau bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. 2. Aspek-aspek Kepuasan Kerja Adalima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja (Levi, 2002), antara lain yaitu : a. Pekerjaan itu sendiri (work it self), setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. b. Atasan (supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/ teman dan sekaligus atasannya. c. Teman sekerja (co-workers), merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
14
d. Promosi (promotion), merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. e. Gaji atau upah (pay), merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja ada banyak, namun secara umum Greenberg dan Baron (1995) membaginya ke dalam dua kelompok besar, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan individu dan faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah: b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, yang membedakan antara satu individu dengan individu yang lain, yang menentukan tingkat kepuasan kerja yang dirasakan dalam bekerja. Faktor-faktor dari diri individu yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja adalah: 1) Kepribadian Yang termasuk kepribadian di sini adalah cara individu berfikir, bertingkah laku, dan memiliki perasaan. Kepribadian merupakan penentu pertama bagaimana perasaan dan pikiran individu terhadap pekerjaannya dan kepuasan kerja yang dirasakan individu.
Kepribadian
individu
mempengaruhi
positif atau
negatifnya pikiran individu terhadap pekerjaannya. Dari beberapa penelitian terdahulu ditemukan adanya hubungan yang signifikan
15
antara kepribadian dengan tingkat kepuasan kerja individu. Di samping itu kepribadian merupakan aspek yang paling sulit untuk diubah oleh organisasi. 2) Nilai-nilai yang dimiliki individu Nilai memiliki pengaruh pada kepuasan kerja karena nilai dapat merefleksikan keyakinan dari pekerja, mengenai keluaran dari pekerjaan dan bagaimana seseorang bertingkah laku dalam pekerjaannya. 3) Pengaruh sosial dan kebudayaan Sikap dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, termasuk pengaruh dari orang lain dan kelompok tertentu. Individu yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi cenderung untuk merasa tidak puas terhadap pekerjaan yang memiliki penghasilan atau gaji yang rendah dan tidak sesuai dengan standar kehidupannya. Kebudayaan yang ada di lingkungan dimana individu tinggal juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kepuasan kerja yang dirasakan oleh individu. Individu yang tinggal di lingkungan yang menekankan pada kekayaan akan merasa puas dengan pekerjaan yang memberikan upah/gaji yang tinggi. Sedangkan individu yang tinggal di lingkungan yang menekankan pada pentingnya membantu orang lain akan merasa tidak puas pada pekerjaan yang menekankan pada kompetisi dan prestasi.
16
4) Minat dan penggunaan keterampilan Minat sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Artinya bila individu bekerja pada bidang kerja yang sesuai dengan minatnya maka individu tersebut akan merasa puas bila dibandingkan dengan individu yang bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan minatnya. Fricko dan Behr (dalam Greenberg dan Baron, 1995) menemukan bahwa kepuasan kerja individu berhubungan erat dengan kesesuaian antara pekerjaan, minat pekerja, dan jurusan yang dipilih saat kuliah. Semakin sesuai ketiganya maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya. Selain itu pekerja juga akan merasa lebih puas jika mempunyai kesempatan untuk dapat menggunakan keterampilannya dalam bekerja. 5) Usia dan pengalaman kerja Hubungan antara kepuasan kerja, pengalaman kerja dan usia biasanya merupakan hubungan yang paralel. Biasanya, pada awal bekerja para pekerja cenderung merasa puas dengan pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena para pekerja baru tersebut merasa adanya tantangan dalam bekerja dan mereka mempelajari keterampilan-keterampilan baru. Namun, setelah beberapa tahun bekerja biasanya para pekerja akan mengalami penurunan tingkat kepuasan kerja. Hal ini disebabkan karena mereka mengalami stagnansi, merasa dirinya tidak maju dan berkembang. Namun setelah enam atau tujuh tahun bekerja biasanya tingkat kepuasan kerja akan kembali meningkat.
17
Hal tersebut terjadi karena individu merasa sudah memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan tentang pekerjaannya dan sudah mampu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya. Usia memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja. Pekerja yang lebih tua umumnya merasa lebih puas dibandingkan dengan para pekerja yang lebih muda usianya. Seorang pekerja yang mencapai usia 30 tahun mempunyai tingkat kepuasan kerja yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena biasanya pekerja pada usia tersebut sudah merasa puas dengan kondisi keluarganya dan keuangan yang dimilikinya. 6) Jenis kelamin Penelitian
sebelumnya
menemukan
hubungan
antara
kepuasan kerja dengan jenis kelamin, walaupun terdapat perbedaan hasil. Ada yang menemukan bahwa wanita merasa lebih puas dibandingkan pria, dan ada juga yang sebaliknya. Terdapat indikasi bahwa wanita cenderung memusatkan perhatian pada aspek-aspek yang berbeda dengan pria. Selain itu terdapat perbedaan pria dan wanita, sehingga antara pria dan wanita terdapat perbedaan arti pentingnya perbedaan. Biasanya pria mempunyai nilai pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk mengarahkan diri dan memperoleh imbalan secara sosial. Bukti lain menunjukkan bahwa wanita
memperoleh
sedikit
uang
dan
kesempatan
untuk
dipromosikan dibandingkan pria. Sehingga hal ini membuat wanita puas dengan pekerjaannya.
18
7) Tingkat Inteligensi Inteligensi seseorang bukan merupakan faktor utama dan menentukan kepuasan kerja, namun berhubungan erat dan menjadi faktor yang penting dalam unjuk kerja. Dalam pekerjaan, terdapat asosiasi antara tingkat inteligensi (IQ) dengan efisiensi unjuk kerja dan kepuasan kerja. Salah satu faktor yang berhubungan dengan inteligensi adalah tingkat pendidikan. Adanya tingkat kepuasan kerja yang rendah
pada
pekerja
muda
yang
berpendidikan
biasanya
disebabkan karena mereka memiliki kemampuan yang lebih daripada yang diharapkan pekerjaannya sehingga merasa bosan dan tidak tertantang. Pekerja yang berpendidikan juga mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah. Hal ini dikarenakan pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi mengerjakan pekerjaan yang penting dan terlibat di dalamnya. 8) Status dan senioritas Pada umumnya semakin tinggi posisi seseorang pada tingkatan dalam organisasi, maka semakin orang tersebut mengalami kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan orang dengan status lebih tinggi biasanya lebih menikmati pekerjaanya dan imbalan yang didapatnya dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkatan yang lebih rendah.
19
c. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Organisasi Yang dimaksud dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi adalah faktor dari dalam organisasi dan dari lingkungan organisasi yang mempengaruhi kepuasan kerja individu. Faktor-faktor tersebut adalah: 1) Situasi dan kondisi pekerjaan Yang dimaksud dengan situasi pekerjaan di sini adalah tugas dari pekerjaan, interaksi dengan orang-orang tertentu, lingkungan pekerjaan, dan cara organisasi memperlakukan pekerjanya, serta imbalan atau gaji yang didapat. Setiap aspek dari pekerjaan merupakan bagian dari situasi kerja dan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa para pekerja yang bekerja dengan lingkungan kerja yang tidak teratur, gelap, bising, memiliki temperatur yang ekstrim, kualitas air yang rendah, akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah. 2) Sistem imbalan Sistem
ini
mengacu
pada
bagaimana
pembayaran,
keuntungan, dan promosi didistribusikan. Kepuasan dapat timbul dengan penggunaan sistem imbalan yang dipercaya adil, dengan adanya rasa hormat terhadap apa yang diberikan oleh organisasi dan mekanisme yang digunakan untuk menentukan pembayaran. Ketidakpuasan kerja dapat muncul karena gaji yang diterima terlalu kecil dibandingkan dengan gaji yang dipersepsikan akan diterima.
20
3) Penyelia dan komunikasi Penelitian terdahulu menemukan hasil bahwa pekerja yang percaya bahwa penyelia mereka adalah orang yang kompeten, mengetahui minat mereka, perhatian, tidak mementingkan diri sendiri, memperlakukan mereka dengan baik dan menghargai mereka, cenderung akan mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi pula. Kualitas penyelia juga mempengaruhi kepuasan kerja. Kualitas tersebut adalah gaya pengawasan, teknik pengawasan, kemampuan hubungan interpersonal, dan kemampuan administrasi. Komunikasi merupakan aspek lain dari penyelia yang memiliki kualitas yang baik. Pekerja akan merasa lebih puas dengan pekerjaannya
jika
mereka
memiliki
kesempatan
untuk
berkomunikasi dengan penyelianya. 4) Pekerjaan Pekerja akan merasa lebih puas bila dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan belajar, dan pemberian tanggung jawab. Selain itu para pekerja akan merasa lebih puas dengan pekerjaan yang bervariasi, tidak lambat yang dapat membuat mereka menjadi bosan dan tidak tertantang. Faktorfaktor ini terdapat pada individu yang melihat pekerjaan sebagai karir, berlawanan dengan pekerja yang melihat pekerjaannya untuk waktu singkat dan temporer.
21
5) Keamanan Faktor keamanan berhubungan dengan kestabilan dari pekerjaan dan perasaan yang dimiliki individu berkaitan dengan kesempatan untuk bekerja di bawah kondisi organisasi yang stabil. Keamanan menimbulkan kepuasan kerja karena dengan adanya rasa aman individu dapat menggunakan kemampuannya dan memperoleh kesempatan untuk tetap bertahan pada pekerjaannya. 6) Kebijaksanaan perusahaan Kebijaksanaan perusahaan sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawannya karena perusahaan memiliki prosedur dan peraturan yang memungkinkan individu untuk memperoleh imbalan. Selain itu individu yang mempunyai konflik peran atau peran yang ambigu dalam pekerjaannya karena keijaksanaan perusahaan cenderung untuk merasa tidak puas. 7) Aspek sosial dari pekerjaan Aspek sosial dari pekerjaan terbukti memberikan kontribusi terhadap kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Aspek ini adalah kebutuhan-kebutuhan untuk kebersamaan dan penerimaan sosial. Karyawan yang bekerja dalam kelompok kerja yang kohesif dan merasa apa yang mereka kerjakan memberikan kontribusi terhadap organisasi akan merasa puas. Tapi bila karyawan merasa tidak cocok dengan kelompok kerjanya dan tidak dapat saling bekerja sama maka karyawan tersebut merasa tidak puas.
22
Rekan kerja juga memberikan kontribusi terhadap perasaan puas atau tidak puas. Rekan kerja yang memberikan perasaan puas adalah rekan kerja yang ramah dan bersahabat, kompeten, memberikan dukungan, serta bersedia untuk membantu dan bekerja sama. 8) Kesempatan untuk pertumbuhan dan promosi Kesempatan untuk pertumbuhan dan promosi berbeda-beda dalam setiap tingkatan ekonomi dan tingkat sosial. Seorang profesional dan eksekutif pada perusahaan melihat faktor ini sebagai faktor yang sangat penting. Demikian pula bagi karyawan pada posisi manajemen tingkat menengah faktor ini cukup mendapat
perhatian.
Kesempatan
untuk
dipromosikan
ini
berhubungan dengan terdapatnya kesempatan untuk maju dan yang menjadi dasar dari promosi tersebut.
B.
Kepemimpinan Transformasional 1. Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual, kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias (David, Keith, 1985).
23
Menurut Veitzhal Rivai (2004), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Achmad Suyuti (2001) yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995) yang menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002:224). Sedangkan menurut Tjiptono (2001) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2004).
24
2. Definisi Kepemimpinan Transformasional Menurut Robbins (2002) bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu strategi atau kemampuan dalam mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Salah satu pendekatan terbaru dan populer untuk kepemimpinan yang telah menjadi fokus banyak penelitian sejak awal tahun 1980an, adalah sebuah pendekatan transformasional. Kepemimpinan transformasional adalah sebuah bagian dari paradigma “kepemimpinan baru” (Bryman,1992), yang lebih memberi perhatian pada elemen kepemimpinan. Bass
dan
Riggio
(2006)
menyatakan
bahwa
popularitas
kepemimpinan transformasional, yang memenuhi kebutuhan kerja di masa sekarang, yang ingin diinspirasi dan diperdayakan agar berhasil di masamasa
yang
tidak
pasti.
Intinya,
banyak
akademis
memelajari
kepemimpinan transformasional, dan hal itu mendominasi inti penelitian kepemimpinan. Menurut Wutun (2001) konsep kepemimpinan transformasional dari Bass merupakan salah satu konsep kepemimpinan yang lebih dapat menjelaskan secara tepat pola perilaku kepemimpinan atasan yang nyata ada dan mampu memuat pola-pola perilaku dari teori kepemimpinan lain. Bass (dalam Wutun, 2001) menyatakan bahwa pemimpin berusaha memperluas dan meningkatkan kebutuhan melebihi minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi.
25
Kepemimpinan transformasional menurut Bass (dalam Wutun, 2001) cenderung berusaha untuk memanusiakan manusia melalui berbagai cara seperti memotivasi dan memberdayakan fungsi dan peran karyawan untuk mengembangkan organisasi dan pengembangan diri menuju aktualisasi diri yang nyata. Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh perhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna, keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu (Yulk, 1998). Berdasarkan uraian tersebut, maka kepemimpinan transformasional yaitu pemimpin yang mencurahkan perhatiannya kepada persoalanpersoalan yang dihadapi oleh para pengikutnya dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikutnya dengan cara memberikan semangat dan dorongan untuk mencapai tujuannya. 3. Aspek-Aspek Kepemimpinan Transformasional Interaksi antara pemimpin dan karyawan ditandai oleh pengaruh pemimpin untuk mengubah perilaku karyawan menjadi sesorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Menurut Bass (dalam Wutun, 2001) menemukan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki lima aspek perilaku, adalah:
26
a. Attributed Charisma Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain dari kepentingan diri sendiri. Pemimpin menimbulkan kesan pada karyawan bahwa pemimpin memiliki keahlian untuk melakukan tugas pekerjaan, sehingga patut dihargai dan menjadi contoh bagi para karyawan. b. Inspirational Leadership Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi kepada para karyawan, antara lain dengan menentukan standar-standar yangdibutuhkan bagi perusahaan, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Karyawan merasa diberi inspirasi oleh sang pemimpin. c. Intellectual Stimulation Karyawan merasa bahwa pemimpin mendorong pegawai untuk memikirkan kembali cara kerja karyawan, untuk mencari cara-cara baru dalam melaksanakan tugas, karyawan merasa mendapatkan cara baru
dalam
mempersepsikan
tugas-tugas
karyawan.
Stimulasi
intelektual memberikan kontribusi yang besar pada sikap karyawan untuk masa depan yang mampu mengambil inisiatif untuk memberi pelayanan yang memuaskan pada konsumen dalam situasi yang berbeda-beda d. Individualized Consideration Karyawan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh pemimpin. Pemimpin memperlakukan setiap karyawan sebagai
27
seorang pribadi dengan kecakapan, kebutuhan, dan keinginan masingmasing. Pemimpin memberikan nasihat yang bermakna, memberi pelatihan yang diperlukan dan bersedia mendengarkan pandangan dan keluhan daeri karyawan atas apa yang terjadi pada perusahaan. e. Idealized Influence Pemimpin berusaha mempengaruhi karyawan dengan menekankan pentingnya nilai-nilai dan keyakinan, pentingnya keikatan pada keyakinan tersebut, perlu dimilikinya tekad mencapai tujuan. Pemimpin memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita, keyakinan, dan nilai hidup. Pengaruh idealis menunjukkan pengembangan rasa percaya dan hormat pada bawahan. Pemimpin dengan pengaruh idealis berperan sebagai model dengan tingkah laku dan sikap yang mengandung nilai-nilai yang baik bagi perusahaan.
C. Dinamika
Pengaruh
Kepemimpinan
Transformasional
Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan Kepuasan kerja adalah tingkatan kenikmatan yang diterima orang dari mengerjakan pekerjaan. Kepuasan kerja didasarkan pada perbandingan antara yang diterima pegawai dari perusahaan dibandingkan dengan yang diharapkan, diinginkan atau dipikirkan seseorang. Kepuasan karyawan merupakan ukuran sampai seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi harapan karyawannya yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam pekerjaan dan jabatannya. Karyawan yang tidak puas biasanya mempunyai motivasi kerja yang rendah sehingga dalam
28
bekerja pun biasanya kurang bersemangat, malas, lambat bahkan bisa banyak melakukan kesalahan dan lain lain yang bersifat negatif sehingga akan menimbulkan pemborosan biaya, waktu dan tenaga. Robbins (2003) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima. Ramlan Ruvendi (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan, Di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor”, menyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan antara variabel gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor. Diungkapkan pula bahwa gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi (contingency). Salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja ialah sifat pemimpin yang tidak mau mendengar keluhan dan pandangan pekerja dan mau membantu apabila diperlukan. Seorang pekerja yang menerima penghargaan dari pemimpin yang lebih tinggi dibandingkan dengan penilaian mereka sendiri akan lebih puas, akan tetapi pemimpin yang terlalu ketat akan menyebabkan tingkat kepuasan yang rendah. Hubungan yang akrab antara Kepemimpinan Transformasional dan Kepuasan Kerja merupakan suatu sikap saling tolong-menolong dengan teman sekerja serta peran pemimpin sangat penting dan memiliki hubungan kuat dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya dengan keadaan tempat kerja serta jenis
29
pekerjaan.
Kepemimpinan
Transformasional
yang
efektif
merupakan
kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi (contingency). Indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja ditunjukkan dengan tingginya tingkat absensi dan perpindahan pegawai. Hal itu timbul sebagai akibat dari kepemimpinan yang tidak disenangi. Berdasarkan uraian diatas, dapatlah disimpulkan bahwa kepemiminan transformasional berpengaruh positif terhadap kepuasaan kerja, semakin baik kepemimpinan transformasional yang diterapkan atasan, semakin tinggi pula kepuasaan kerja karyawan.
D.
Hipotesa Penelitian Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesa yang diajukan pada
penelitian adalah ada Pengaruh positif kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasaan Kerja karyawan AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Sumbagut I Medan.