BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Total Productive maintenance (TPM) Total Productive Maintenance mula mula berasal dari pemikiran PM ( Preventive
Maintenance dan Production Maintenance), dari Amerika masuk ke Jepang dan berkembang menjadi suatu sistem baru khas Jepang yang kemudian dikenal sebagai TPM (Total Productive Maintenance). 2.1.1 Definisi Total Productive Maintenance (TPM) Total Productive Maintenance adalah konsep pemeliharaan
yang
melibatkan
seluruh pekerja yang bertujuan mencapai efektifitas pada seluruh sistem produksi melalui partisipasi dan
kegiatan pemeliharaan yang produktif, proaktif, dan
terencana. [Suzaki Kyoshi, 1999] 2.1.2 Sejarah Total Productive Maintenance (TPM) Total Productive Maintenance merupakan suatu konsep baru tentang kegiatan pemeliharaan yang berasal dari Amerika yang dipopulerkan di Jepang dan berkembang menjadi suatu sistem baru khas jepang yang dikenal sebagai sistem total productive maintenance yang kita kenal seperti sekarang ini. Total productive maintenance berkembang dari filosofi yang dibawa oleh Dr. W. Edward Deming yang mempopulerkannya di Jepang setelah perang dunia ke-2 dengan pendekatan pemanfaatan data untuk melakukan kontrol kualitas dalam produksi, dan lambat
laun pendekatan pemanfaatan data juga dilakukan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan dalam berproduksi. Perusahaan yang pertama kali mengimplementasi penggunaan total productive maintenance adalah Nippondenso corp, yang dipelopori oleh Seiichi Nakajima. Tidak lama kemudian, Nippondenso meraih pengakuan dan penghargaan atas kesuksesan mengimplementasikan total productive maintenance dari Japanese Institute Of Plant Engineering (JIPE). Seiichi nakajima-lah yang kemudian mempopulerkan dan mengkampanyekan total productive maintenance dengan
menulis berbagai buku dan artikel pada akhir tahun 80an dan terus
berkembang di awal tahun 90an. 2.1.3 Karakteristik Total Productive Maintenance (TPM) 1. Motif Total Productive Maintenance :
Mengadopsi pendekatan lifecycle untuk meningkatkan performa dan realibility mesin.
Meningkatkan produktivitas dengan memotivasi operator disertai dengan perluasan tanggung jawab pekerjaan.
Menggunakan peran maintenance staff untuk fokus pada machine failure dan bertanggung jawab terhadap kelancaran permesinan.
2. Keunikan Total Productive Maintenance : Operator dan maintenance staff berkolaborasi untuk menjamin dan membuat mesin dapat terus menerus berjalan dengan baik.
3. Tujuan Total Productive Maintenance :
Bertujuan untuk mencapai zero defect, zero breakdown dan zero accident.
Mengkolaborasikan dan melibatkan seluruh operator, maintenance staff, dan production engineering staff yang terkait dalam pertanggung jawaban permesinan, serta seluruh karyawan pada umumnya.
Fokus pada pengurangan defect dan self maintenance.
Menuntut operator untuk dapat mengatasi kerusakan ringan yang terjadi pada mesin sehingga tidak menjadi kerusakan mesin kronis.
4. Keuntungan Langsung Total Productive Maintenance :
Meningkatkan produktivitas dan efisiensi permesinan.
Mengurangi manufacturing cost.
Mengurangi kecelakaan kerja.
Memuaskan keinginan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
5. Keuntungan Tidak Langsung Total Productive Maintenance :
Meningkatkan kepuasan dan kepercayaan diri operator dan karyawan pada umumnya.
Menjaga lingkungan kerja tetap bersih, rapih dan menarik.
Membawa kebiasaan baik bagi operator.
Saling berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait.
2.2
Mentalitas Dasar
Mentalitas dasar dalam pelaksanaan total productive maintenance adalah hal yang sangat esensial dan mendasar, karena merupakan dasar kesuksesan penerapan total produtive maintenance itu sendiri. Setiap pekerja harus dapat bekerja secara bersama-sama dan berpartisipasi aktif dalam segala masalah yang timbul dalam lingkungan kerjanya. Juga, pekerja harus sadar akan pentingnya pemeliharaan dari semua peralatan demi kelancaran proses produksi. Adapun rumusan mentalitas dasar adalah sebagai berikut : 1. Pengendalian pemeliharaan Maksud dalam pengendalian pemeliharaan adalah harus membuat rencana sebelum memulai pekerjaan, melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai rencana, memverifikasi hasil pekerjaan terhadap hasil semula dan melakukan perbaikan yang perlu dilakukan. 2. Fokus kepada proses (bukan pada hasil) Orientasi pengendalian yang dilakukan adalah selama masa proses perbaikan berjalan bukan setelah proses perbaikan berakhir. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas pemeliharaan dan meningkatkan kuantitas serta mengurangi kerusakan. 3. Tidak menyalahkan orang lain Maksudnya adalah saat seseorang membuat kesalahan, harus diingatkan untuk tidak melakukannya dengan sengaja dan tidak memusatkan perhatian
pada kesalahan, akan tetapi kepada langkah bagaimana mengatasi dan mencegah agar kesalahan yang sama tidak terjadi lagi. 4. Fokus kepada hal vital Maksudnya dalam mengambil tindakan harus berprinsip memprioritaskan pada hal-hal penting walau jumlahnya sedikit, daripada kepada hal yang tidak begitu penting walau jumlahnya banyak. 5. Fokus kepada data dan histori dengan satuan terukur Maksudnya adalah menganalisis data dengan cermat, sehingga membuat hal yang tidak tampak menjadi tampak, salah satunya melalui penggunaan analisis statistika. 6. Fokus pada tindakan perbaikan dan pencegahan Maksudnya melakukan tindakan perbaikan sesegera mungkin untuk menghilangkan gejala kerusakan yang akan timbul, serta mencegah terulangnya kerusakan yang sama. 7. Penetapan sasaran kuantitatif Maksudnya dilakukan dengan pengendalian, pengecekan dan evaluasi secara empiris dan terukur. 8. Berpegang pada konsep “ mencegah lebih baik daripada mengobati” Memelihara mesin dengan baik sebelum mesin mengalami kerusakan fatal. 9. Menggunakan prosedur tertulis terstandardisasi sebagai dasar pemeliharaan
Setiap tindakan harus dicatat dalam form yang sudah disediakan, hal ini dilakukan untuk menghindari penyimpangan, kesalahan, kadaluarsa dan mencegah ketidaktaatan dalam pengambilan tindakan. Disamping perhatian yang tertuju
pada operator, juga perlu diperhatikan
mengenai hubungan antara atasan dan bawahan yang baik yang akan bermanfaat dalam pengendalian pemeliharaan yang terpadu. Adapun uraiannya sebagai berikut : a) Penentuan masalah Atasan sebaiknya memberikan saran-saran dan rekomendasi kepada bawahannya dan menghindari hal-hal yang bersifat perintah, sehingga diharapkan bawahan dapat berpartisipasi penuh. b) Pencapaian sasaran Atasan harus dapat memberikan dorongan, informasi dan delegasi wewenang kepada bawahan. Sedangkan bawahan harus dapat memberikan respon yang positif pada perhatian yang diberikan atasan. c) Evaluasi hasil Dalam hal ini, atasan harus dapat bersikap terbuka, adil dan objektif serta dapat memberikan penghargaan terhadap hasil kerja bawahannya, dilain pihak bawahan harus terus meningkatkan kemampuannya. d) Tindakan hukuman Hindari hukuman yang memberatkan. Orientasi pada pemecahan masalah baik atasan maupun oleh bawahan.
2.3
Sistem Manajemen
Sistem manajemen sangat menentukan dalam melakukan implementasi total productive maintenance untuk meraih kesuksesan dan berjalan sesuai dengan harapan dan rencana yang telah ditentukan. Sinergis vertikal dan horizontal perlu dilakukan untuk memudahkan semua orang dari semua tingkatan manajemen dapat dengan jelas mengetahui tentang rencana menyangkut implementasi total productive maintenance.
Rencana Strategis
Top
manajemen
Midlle
Rencana Kegiatan
manajemen
Low Manajemen
Kelompok Pemeliharaan
Gambar 2.1 Sistem dan Aktivitas Manajemen
2.3.1 Organisasi Sebagaimana dijelaskan gambar diatas, terdapat beberapa level dalam penerapan total productive maintenance untuk saling terkait agar dapat sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Adapun uraian dari level tersebut adalah sebagai berikut :
Top manajemen Berfokus pada penentuan kebujakan perusahaan, menetapkan sasaran perusahaan dan bertindak selaku “steering committee” perusahaan.
Middle manajemen Berfokus kepada kegiatan berupa penentuan kebijakan ditingkat departemen, menetapkan sasaran departemen dan bertindak selaku komite total productive maintenance.
Low manajemen (front line) Kelompok kecil yang terbentuk dikalangan pekerja level bawah, yang benar-benar menetapkan sasaran dan melakukan kegiatan maintenance untuk meningkatkan pemeliharaan mesin.
Seorang
foreman, supervisor atau manajer merupakan pimpinan dari kelompok
kelompok dalam leveling tersebut. Dengan demikian seorang foreman merupakan pimpinan kelompok dari kelompok kecil maintenance yang terdiri dari anak buahnya. Demikian pula, dia juga merupakan salah satu anggota kelompok kecil maintenance yang dipimpin oleh atasannya, semisal supervisor ataupun manajer. Struktur demikian terbentuk dari level paling bawah hingga level paling atas. 2.3.2 Kelompok maintenance Total productive maintenance memiliki tujuan yang diuraikan dalam empat unsur yaitu adalah sebagai berikut :
1. Memaksimalkan efektifitas pemakaian mesin 2. Mengembangkan sistem pemeliharaan produktif 3. Menuntut keterlibatan semua departemen 4. Mempromosikan manajemen motivasi berupa kegiatan autonomous maintenance Seperti telah diuraikan diatas, sistem manajemen dalam hal penerapan total productive maintenance memerlukan suatu basis kelompok-kelompok maintenance yang berfokus kepada pemeliharaan dan optimasi-optimasi yang terkait dengan pemeliharaan itu sendiri. Disinilah peran dari kelompok-kelompok maintenance tersebut sangat diperlukan. Bentuk fisik dari kelompok kecil maintenance ini terdiri dari beberapa pekerja dengan seorang pemimpin kelompok. Adapun elemen didalam kelompok-kelompok kecil ini adalah sebagai berikut : a) Posisi b) Pimpinan Kelompok dan anak buah c) Waktu Kegiatan (scheduling) d) Tema dan sasaran (focusing) 2.3.3 Perkembangan kelompok maintenance Kelompok kecil maintenance memiliki organisasi resmi yang berhubungan langsung dengan struktrur organisasi perusahaan. Hal ini lebih memudahkan untuk membentuknya kelompok kecil tersebut. Namun demikian untuk menjamin beroperasinya kelompok ini secara efektif, efisien dan berlangsung secara terus
menerus, masih memerlukan waktu perkembangan yang terdiri dari empat tahap dibawah ini: 1. Membentuk pusat kegiatan 2. Pendidikan dan pelatihan 3. Membentuk kelompok 4. Memilih pimpinan kelompok Dalam penerapannya, awal kegiatan ditetapkan bahwa total productive maintenance akan diterapkan dengan mempromosikan ke individu-individu terkait. 2.3.4 Evaluasi kemajuan kelompok maintenance Setelah empat pokok dalam pengembangan kelompok maintenance telah terbangun. Maka dalam melaksanakan tugasnya kelompok kecil maintenance tersebut memiliki dasar program tersendiri yang terdiri dari tiga tahap yaitu : 1. Tahap pengembangan diri Penguasaan terhadap teknis dan peningkatan terhadap motivasi kerja. 2. Penyelesaian masalah Kelompok melatih diri untuk melakukan penanggulangan masalah dengan sistematis dan terencana dengan baik. 3. Kegiatan peningkatan Kelompok melakukan evaluasi terhadap kinerja dan melakukan perbaikan yang perlu dilakukan dengan terus mengembangkan kemampuannya.
2.4
Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaan terencana adalah jenis pemeliharaan yang memang sudah diorganisir, dilakukan perencanaan, pelaksanaan sesuai jadwal, dan pengendalian dan pencatatan terhadap hasil yang diperoleh. Pemeliharaan terencana melakukan penekanan pada aspek mesin. Dalam sistem ini instruksi dibuat lebih rinci dibanding dalam sistem pemeliharaan rutin dan juga memerlukan jasa pemeliharaan yang terprogram. Pemeliharaan yang terencana harus memperhitungkan perubahan-perubahan dalam berbagai kondisi operasi berkaitan dengan pemakaian suku cadang (sparepart) mesin. Penggantian sparepart dan penyesuaian sparepart harus tercakup dalam rencana inspeksi secara menyeluruh. Selama servis terencana itu dilakukan, instruksi-instruksi yang rinci harus diikuti untuk mengurangi kemungkinan timbulnya kerusakan selama periode itu ke periode pelayanan pemeliharaan berikutnya. Sistem ini memberikan perhatian sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan mesin yang menyebabkan memerlukan kemampuan dan keputusan prima dalam perencanaan. Semakin pendek interval dan makin rinci penggantian yang dilakukan, tentunya mambuat semakin baik jaminan terhadap kerusakan. Untuk memperoleh hasil yang baik dari sistem ini, maka perencanaan harus dilakukan secara menyeluruh dan pencatatan harus dilakukan terus menerus. Analisis terhadap data yang terekam akan membantu dalam penjadwalan penggantian dan kaitannya terhadap rencana baku produksi.
Kerusakan-kerusakan terdahulu yang disebabkan oleh kurang baiknya material dari sparepart dapat dihindari pada masa yang akan datang dengan cara pemilihan sparepart dengan cermat dan memilih suplier yang terpercaya. Analisa terhadap penyebab kerusakan akan menunjukan langkah yang dibutuhkan berkaitan dengan pelatihan operator, penyediaan sparepart pada ruang sparepart, dan tentunya kemempuan yang baik dari sparepart itu sendiri. Keuntungan dari sistem ini hanya dapat diperoleh dengan cara pencatatan dan interpretasi kondisi yang benar.
2.5
Preventif Maintenance
Pertama kali diterapkan di Jepang pada tahun 1971. Konsep preventive maintenance adalah jenis pemeliharaan yang dilakukan dengan interval tertentu yang dimaksudkan untuk meniadakan atau mengeliminir kemungkinan kerusakan mesin. Terdapat tiga dasar utama dalam preventive maintenance seperti dibawah ini : 1. Membersihkan (inspeksi) Pekerjaan ini adalah tugas yang harus dilakukan pada setiap mesin dan fasilitas lain setelah digunakan. Pembersihan dapat berupa menghilangkan debu dari sisa produksi dan membersihkan peralatan lain yang digunakan. 2. Memeriksa (inspeksi) Pekerjaan ini dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 3. Memperbaiki (repair)
Pekerjaan memperbaiki bila terdapat kerusakan-kerusakan sehingga mesin dapat digunakan kembali pada performa awalnya. 2.5.1 Karakteristik umur pakai suatu peralatan (life characteristic curve) Berikut adalah kurva karakteristik umur pakai suatu peralatan yang berbentuk bathtub. ( Balbir S. Dhillon & Hans Reiche)
Gambar 2.2 Bathtub Hazard Rate Curve Adapun penjelasan dari kurva bathtub hazard rate adalah sebagai berikut : 1. Wilayah Burn-in Suatu wilayah dimana peralatan baru digunakan sehingga disebut juga fase kerusakan awal ( 0 - ta). Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh kurangnya pengendalian kualitas, metode pemanufaktur yang kurang baik, material dibawah standar, kesalahan pemasangan awal, perakita yang sulit, pengecekan yang tidak cermat, kasalahan mesin dan kesalahan manusia.
2. Wilayah Useful-life Merupakan fase umur pakai berguna (ta- tb). Fase kerusakan pada wilayah ini relatif konstan. Dalam wilayah ini kerusakan tidak dapat diprediksi, maka sering disebut sebagai wilayah fase kerusakan acak. Sedangkan beberapa contoh alasan kerusakannya antara lain kerusakan alamiah, kesalahan manusia, faktor keselamatan yang rendah, tingkat stress peralatan yang tinggi, dan kerusakan yang tidak dapat dijelaskan. 3. Wilayah Ware-out Wilayah dimana umur ekonomis suatu peralalatan telah habis dan telah melebihi batas yang diizinkan, sehingga resiko kerusakannya akan tinggi. Beberapa alasan dari terjadinya kerusakan paa wilayah ini adalah kurangnya perawatan, kerusakan karena telah dipakai terlalu lama, lifetime peralatan. Pada wilayah ini preventive maintenance diperlukan untuk mengurangi tingginya kerusakan. 2.5.2 Distribusi Kerusakan Distribusi kerusakan adalah informasi dasar mengenai umur pakai suatu peralatan dalam suatu populasi. Distribusi yang umum digunakan adalah distribusi eksponensial, lognormal, normal dan weibull, distribusi kerusakan ini dapat memenuhi berbagai macam fase kerusakan. Distribusi eksponensial biasanya digunakan jika laju kerusakan konstan terhadap waktu. Distribusi lognormal memiliki kemiripan dengan distribusi weibull sehingga jika pada suatu kasus memiliki
distribusi weibull maka distribusi log normal juga dapat digunakan. Distribusi normal biasanya digunakan pada fenomena terjadinya wear-out region. Sedangkan distribusi weibull digunakan pada model yang mengalami laju kerusakan menaik maupun menurun. Dalam perhitungan nilai distribusi kumulatif (F(ti)) digunakan pendekatan median rank karena metode ini memberikan hasil yang lebih baik untuk distribusi kerusakan yang mempunyai penyimpangan distribusi. Adapun nilai (F(ti)) tersebut dapat didekati dengan persamaan : (Ebeling, hal 364) F ( ti )
1 0.3 n 0.4
1. Distribusi Eksponensial Distribusi ini memiliki laju kerusakan yang tidak berubah dan konstan terhadap waktu (constant failure rate model). Penaksiran parameter distribusi esponensial dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (least square method), yaitu : (Ebeling, hal 364)
xi ti
1 yi In 1 F (ti )
F ti
(i 0.3) (n 0.4)
n
x .y i
Parameter : b
i 1 n
x
i
2 i
i 1
dimana : ti = data kerusakan ke-i i = 1,2,3…,n sedangkan n = jumlah data kerusakan F(t) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank. Fungsi kerusakan distribusi eksponensial sebagai berikut : (Ebeling, hal 42)
Fungsi kepadatan probabilitas f (t ) e .t
Fungsi distribusi kumulatif F (t ) 1 e .t
Fungsi keandalan R(t ) e .t
Fungsi laju kerusakan
t
f (t ) R (t )
Nilai rata-rata distribusi eksponensial MTTF
1
2. Distribusi Lognormal Distribusi lognormal memiliki dua parameter yaitu parameter bentuk (s) dan parameter lokasi (tmed). Seperti distribusi weibull, distribusi lognormal memiliki bentuk yang bervariasi. Tetapi yang sering terjadi, data yang dapat didekati dengan distribusi weibull juga bisa didekati dengan distribusi lognormal (Ebeling, hal 73). Distribusi lognormal dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method), yaitu:
xi ln ti
yi zi 1 ( F (ti )
F (ti)
i 0.3 i 0.4
Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv
n n n n. xi . y i xi . y i i 1 i 1 i 1 b 2 n n 2 n. xi xi i 1 i 1
n
n
yi i 1
x
i
a
Parameter :
n
b
i 1
n s
1 , dan b
t med e s .a
dimana : ti = data kerusakan ke-i i = 1,2,3…,n sedangkan n = jumlah data kerusakan zi = nilai dari tabel distribusi normal F(t) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank. Fungsi kerusakan distribusi lognormal sebagai berikut : (Ebeling, hal 75)
Fungsi kepadatan probabilitas 1 t f (t ) e ln 2 s.t 2 2.s t ned 1
Fungsi keandalan 1 t f (t ) 1 ln s t med
2
Fungsi distribusi kumulatif 1 t F (t ) ln s t med
Fungsi laju kerusakan f (t )
f (t ) 1 t 1 ln s t med
Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv
Nilai rata-rata distribusi lognormal
x2 MTTF t med .e 2
3. Distribusi normal Bentuk distribusi normal menyerupai lonceng sehingga memiliki nilai simetris terhadap nilai rataan dengan dua parameterbentuk yaitu (nilai tengah) dan (standar deviasi). Parameter memiliki sembarang nilai, positif maupun negatif, sedangkan parameter selalu memiliki nilai positif (Ebeling, hal 69). Distribusi normal dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method) yaitu : (Ebeling, hal 370)
xi ti
yi zi 1 ( F (ti )
F (ti)
i 0.3 i 0.4
Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv
n n n n. xi . y i xi . y i i 1 i 1 i 1 b 2 n n 2 n. xi xi i 1 i 1
n
n
yi
a
i 1
n
x
i
b
i 1
n
Parameter :
a , dan b
1 b
dimana : ti = data kerusakan ke-i i = 1,2,3…,n sedangkan n = jumlah data kerusakan zi = nilai dari tabel distribusi normal F(t) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank. Fungsi kerusakan distribusi normal sebagai berikut : (Ebeling, hal 69)
Fungsi kepadatan probabilitas f (t )
1 t 2 e 2 2 2 1
Fungsi distribusi kumulatif t F (t )
Fungsi keandalan t R(t ) 1
Fungsi laju kerusakan
f (t )
f (t ) t 1
Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv
Nilai rata-rata distribusi normal MTTF
4. Distribusi weibull Distribusi weibull sering dipakai sebagai pendekatan untuk mengetahui karakteristik fungsi kerusakan karena perubahan nilai akan mengakibatkan distribusi weibull mempunyai sifat tertentu ataupun ekuivalen dengan distribusi tertentu. Distribusi weibull dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method), yaitu :
xi ti
1 yi ln ln 1 F (ti )
F (ti)
Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv
n n n n. xi . y i xi . y i i 1 i 1 i 1 b 2 n n 2 n. xi xi i 1 i 1
i 0.3 i 0.4
n
n
yi i 1
x
i
a
Parameter :
n
b
i 1
n
e
a b
dimana : ti = data kerusakan ke-i i = 1,2,3…,n sedangkan n = jumlah data kerusakan
F(t) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank. Fungsi kerusakan distribusi weibull sebagai berikut : (Ebeling, hal 58)
Fungsi kepadatan probabilitas
t f (t ) .
t
Fungsi keandalan
f (t ) e
e
t
Fungsi distribusi kumulatif
F (t ) 1 e
1
t
Fungsi laju kerusakan
t f (t )
1
Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv
Nilai rata-rata distribusi weibull 1 MTTF .1 ( x ) x 1x 1 Dimana : (x) adalah fungsi gamma.
2.5.3 Index of fit Ukuran korelasi linear antara dua peubah yang paling banyak digunakan adalah koefisien korelasi, index of fit atau koefisien korelasi (r). Hal ini menunjukan hubungan linier yang kuat antara dua peubah acak xi dan yi. Pada distribusi kerusakan, nilai dari xi dan yi adalah :
Distribusi eksponensial xi ln .ti yi
ln 1 1 F (ti )
Distribusi eksponensial xi ln .ti yi ln
ln 1 1 F (ti)
Distribusi normal xi ti yi nilai normalitas dari F (ti)
Distribusi lognomal xi ln .ti yi nilai normalitas dari F (ti) dimana: ti data time to failure (untuk MTTF) ti data downtime kerusakan (untuk MTTR)
Semakin besar nilai r menandakan bahwa hubungan linear antara xi dan yi semakin baik. Nilai r = 0 berarti antara xi dan yi tidak ada hubungan linear, namun bukan berarti tidak memiliki hubungan sama sekali (Walpole, hal 370). Beberapa kriteria bisa digunakan untuk mengidentifikasi index of fit. Diantaranya adalah memilih index of fit terbaik, yaitu yang terbesar untuk menentukan jenis distribusi suatu data (Ebeling, hal 408).
r
n n n n. xi . y i xi . yi i 1 i 1 i 1
n 2 n 2 n 2 n 2 n. xi xi n. y i yi i 1 i 1 i 1 i 1
Bila melakukan perhitungan dengan menggunakan program minitab 14, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Buka lembar kerja baru (worksheet) dan masukan nilai variabel x pada kolom C1 dan masukan nilai variabel y pada kolom C2.
2. Pilih menu Stat-Basic Statistic-Corelation. 3. Pda dialog box (variable), masukan kolom C1 dan C2 kemudian pilih select. 4. Pilih Ok.
2.5.4 Goodness of fit Pengujian kecocokan distribusi data dimaksudkan untuk mengetahui bahwa distribusi data yang telah dipilih benar-benar mewakili data. Pengujian kecocokan distribusi yang digunakan adalah uji spesifik goodness of fit karena uji ini memiliki probabilitas yang lebih besar dalam menolak suatu distribusi yang tidak sesuai (Ebeling, hal 392). Goodness of fit terbagi menjadi dua yaitu general test dan specific test. General test biasanya menggunakan chi square test dengan ukuran sampel yang relatif besar. Sedangkan specific test, menggunakan least square test dengan ukuran data yang lebih kecil. (Ebeling, hal 408) Uji goodness of fit secara manual dapat digunakan dengan menggunakan : (Ebeling, hal 392)
Bartlett’s test untuk distribusi eksponensial.
Mann’s test untuk distribusi weibull.
Kolmogorov-Smirnov test untuk distribusi normal dan lognormal.
Namun dengan menggunakan program minitab 14, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Masukan data time to failure (untuk MTTF) atau data downtime (untuk MTTR) pada kolom C1. 2. Pilih menu stat - quality tools – individual distribution identification. 3. Check pada dialog box (single column), pilih C1. 4. Pilih specify distribution (lognormal, normal, weibull dan eksponensial). 5. Pilih Ok. 6. Distribusi yang terpilih adalah yang memenuhi nilai p-value terbesar.
2.5.5 Model penentuan interval waktu penggantian pencegahan optimal Model penentuan pencegahan optimal berdasarkan kriteria minimasi downtime digunakan dengan menentukan waktu terbaik dilakukannya pergantian sehingga total downtime per unit waktu dapat terminimasi. Model ini digunakan untuk mengetahui interval waktu penggantian pencegahan yang optimal sehingga meminimasi total downtime. Model penentuan interval penggantian pencegahan berdasarkan kriteria minimasi downtime yang digunakan adalah age replacement model (Jardine, hal 94). Dalam penggunaan model ini perlu diketahui konstuksi permodelannya, kontruksi modelnya adalah sebagai berikut : Tf downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan. Tp downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan.
f (t ) fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan. Pada age replacement model, tindakan pencegahan dilakukan pada saat pengoperasian telah mencapai umum yang telah ditetapkan tp. Hal ini dilakukan jika pada selang waktu tp tidak terjadi kerusakan. Apabila sebelum waktu tp, sistem tidak mengalami kerusakan maka dilakukan penggantian sebagai tindakan corrective maintenance (breakdown maintenance). Penggantian selanjutnya akan dilakukan pada saat tp dengan mengambil waktu acuan dari waktu beroperasinya sistem setelah dilakukan tindakan corective maintenance. Model ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Age Replacemet Model Total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan pada saat tp dinotasikan dengan Dtp yaitu : (Jardine, hal 96) D tp Total ekspektasi downtime per siklus ekspektasi panjang siklus Total ekspektasi downtime per siklus = T p .R(tp) 1 R(tp )
Espektasi panjang siklus = t p T p .R(tp) M (t p ) T f .1 R(tp) Dengan demikian total downtime per unit waktu adalah : D (t p )
T p .R(tp ) 1 R(t p )
t
p
T p .R(tp ) M (tp) T f .1 R(tp )
dimana : tp
= Interval waktu penggantian pencegahan
Tf
= downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan (didapat dari data MTTR)
Tp
= downtime yang terjadi karena kegiatan penggantian menerut perusahaan
f (t ) = fungsi distribusi interval antar kerusakan yang terjadi R(tp) =
probabilitas terjadinya penggantian pada saat tp
M (tp) =
waktu rata-rata terjadinya kerusakan jika penggantian pencegahan dilakukan pada saat tp
D (tp ) = downtime per satuan waktu Sementara nilai ketersediaan (availability) dari interval penggantian pencegahan [D(tp)min] dapat diketahui dengan rumus A(tp) 1 D (tp ) min .
2.5.6 Model penentuan interval waktu penggantian pemeriksaan optimal Selain tindakan pencegahan, juga perlu dilakukan tindakan pemerikasaan secara teratur agar dapat meminimasi downtime mesin akibat kerusakan yang terjadi secara
tiba-tiba. Konstruksi model interval waktu pemeriksaan optimal tersebut adalah : (Jardine, hal 108)
1 = waktu rata-rata perbaikan
1 = waktu rata-rata pemeriksaan i
Total donwtime per unit waktu merupakan fungsi dari frekuensi pemerikasaan (n) dan didenotasikan dengan D(n), yaitu : D (n)
( n) n i
dimana :
(n) = laju kerusakan yang terjadi n = jumlah pemeriksaan per satuan waktu
= berbanding terbalik dengan
1
i
= berbanding terbalik dengan
1 i
Diasumsikan laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah pemeriksaan : ( n)
k n
Karena : (Jardine, hal 109) D (n) Maka :
( n) n i
' (n)
k n2
dan
D ' ( n)
k 1 n . i 2
Dimana :
1 MTTR (1 / ) jam ker ja / tahun Nilai berbanding terbalik dengan
1
waktu ( satukali ) pemerikasaan 1 (1 / i) jam ker ja / tahun Nilai i berbanding terbalik dengan
1 i
Nilai k adalah nilai konstan dari jumlah kerusakan per satuan waktu, sehingga jumlah pemeriksaan optimal dapat diperoleh : n
k i
Interval waktu pemeriksaan (ti )
Jam ker ja / tahun n
Sementara nilai tingkat ketersediaan (availability) jika dilakukan ‘n’ pemeriksaan bisa diketahui dengan rumus : A(n) 1 D (n)
2.5.7 Tingkat ketersediaan (availability) total Pada perhitungan availability total perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketersediaan atau kesiapan mesin untuk beroperasi kembali setelah mesin
tersebut selesai diperbaiki. Tingkat ketersediaan berdasarkan waktu penggantian pencegahan dan tingkat ketersediaan berdasarkan interval pemeriksaan merupakan dua kejadian yang saling bebas dan tidak saling mempengaruhi. Sehingga berdasarkan teori peluang dua kejadian bebas, nilai peluang kejadian saling bebas sama dengan perkalian kedua availability tersebut. (Walpole, hal 101)
2.5.8 Reliabilitas dibawah preventive maintenance Berdasarkan sistem yang ada, peningkatan tingkat keandalan (realibility) sering dicapai dengan program preventive maintenance. Preventive maintenance ini dapat mengurangi kerusakan karena usia mesin yang sudah tua atau sudah saatnya mengalami kerusakan (ware-out) dan mempunyai pengaruh yang besar dalam umur ekonomis suatu sparepart atau sistem.(Ebeling, hal 204)
1 t R(T ) 1 ln s t med
1 t R(T ) 1 ln s t med 2
n
1 t n. R(t n.T ) 1 ln t med s RM (t ) R(T ) n R(t n.T ) dimana : T
= Age replacement
n
= Jumlah penggantian ke-n
R(t)
= Keandalan sebelum dilakukan perawatan (current condition)
R(T)n
= Probabilitas keandalan hingga mulai dilakukannya perawatan
R(t-n.T) = Probabilitas reliability untuk waktu (t-n.T) dari tindakan preventive maintenance yang terakhir. Rm(t)
2.6
= Keandalan setelah dilakukan preventive maintenance
Efektifitas Peralatan
Objektivitas dari setiap kegiatan perawatan dan perbaikan dalam produksi adalah menaikkan produktivitas dengan meminimalkan biaya-biaya yang menyangkut penjaminan tingkat produktivitas. Berkaitan dengan preventive maintenance, efektifitas peralatan menjamin pada kelancaran produksi dan minimasi dalam biaya perawatan dan perbaikan. Total preventive maintenance mengarah pada usaha untuk memaksimalkan output dengan menjaga kondisi operasi ideal dan mengoperasikan alat dengan efektif. Sebuah mesin ataupun peralatan yang mengalami breakdown, pengurangan kecepatan secara periodik, penurunan spesifikasi output, dan defect merupakan sasaran untuk dilakukan efektifitas, baik dengan jalan perbaikan maupun perawatan dengan seksama.
Enam kerugian besar (Six big losses) Efektifitas mesin dan peralatan yang menyeluruh dapat dicapai dengan mengeliminasi atau menghilangkan kendala-kendala menyangkut efektifitas tersebut. Kendala-kendala tersebut disebut “six big losses”, yaitu : 1. Kerusakan mesin atau peralatan karena downtime Dua jenis kerugian yang ditimbulkan oleh breakdown adalah, time losses saat produksi yang menyebabkan kuantitas output berkurang, dan quantity losses karena cacat produk yang tidak bisa lagi ditanggulangi. Sifat breakdown dibedakan menjadi : a) Breakdown sporadik, yaitu breakdown yang terjadi mendadak, dramatis dan tidak terduga. Breakdown jenis ini biasa terjadi dan relatif mudah ditangani. b) Breakdown kronik, yaitu merupakan minor breakdown tetapi frekuensi kejadiannya sering. Breakdown jenis ini sering diabaikan namun dapat juga menyebabkan dampak pada kegiatan produksi. Breakdown jenis ini biasanya setelah dilakukan perbaikan akan terulang kembali ataupun malah tidak bisa diperbaiki sama sekali dan terus menerus seperti itu Untuk memaksimalkan efektivitas mesin dan peralatan, semua breakdown harus dikurangi sampai mencapai titik nol kejadian. Usaha ini memerlukan investasi dan perubahan cara berpikir terhadap breakdown.
2. Setup dan adjusment losses Kerugian ini ditimbulkan akibat downtime dan cacat produksi. Oleh sebab itu saat mesin atau peralatan telah diperbaiki ataupun mengalami kendala cacat pada produk maka mesin atau peralatan tersebut harus di-adjust kembali agar siap pada kondisi dan spesifikasi awalnya. Kegiatan demikian tentunya akan memakan waktu produksi. Sehingga output produk yang dihasilkan sudah barang tentu akan berkurang dari planned. 3. Idling dan minor stoppage losses Minor stoppage terjadi saat produksi dihentikan karena kegagalan pemakaian sementara atau saat mesin tidak jalan. Sebagai contoh : salah satu sensor tidak dapt berfungsi dengan baik karena kotoran (debu), sehingga mengaktifkan tanda bahaya yang menyebabkan mesin dihentikan. Kerugian jenis ini berbeda dengan breakdown. Produksi normal dapat segera dicapai dengan cara menyingkirkan kotoran yang menutupi sensor dan melakukan resseting. 4. Idling dan minor stoppage losses Kerugian jenis ini ditimbulkan oleh perbedaan antara kecepatan design mesin dengan kecepatan operasi sesungguhnya. Mesin beroperasi pada kecepatan dibawah kecepatan ideal-nya dengan beberapa alasan antara lain problem mekanis dan mutu, problem terdahulu, problem kualitas bahan cutting tool,dan lain sebagainya.
5. Quality defect dan rework Merupakan kerugian dalam mutu yang ditimbulkan oleh fungsi dari peralatan produksi. Defect bisa bersifat sporadik ataupun kronik. Defect sporadis meliputi peningkatan tiba-tiba jumlah cacat, atau kejadian dramatis lainnya. 6. Start-up losses Merupakan yield losses yang terjadi selama tahap awal produksi dari saat mesin start-up sampai dapat bekerja dengan stabil. Volume kerugian bervariasi tergantung pada pencapaian kondisi stabilitas mesin atau peralatan, pemeliharaannya, keahlian operator dan lain-lain.
2.7
Autonomous maintenance
Sampai saat ini orang masih berpendapat bahwa antara kegiatan pemeliharaan dengan kegiatan produksi merupakan dua kegiatan yang terpisah satu sama lain. Pelaksanaan penempatan pekerja terbagi menjadi dua bagian yang terpisah sehingga ada dua pihak yang bertanggung jawab terhadap efektifitas pemakaian mesin dengan lingkup tanggung jawab maupun cara kerjanya masing-masing. Bagian pemeliharaan (maintenance) bertanggung jawab atas ketersedian mesin sementara bagian produksi bertanggung jawab pada pengoperasian mesin. Seorang operator produksi hanya bertugas mengerjakan benda kerja dan mengawasi mutu prosesnya, tidak memikirkan kondisi mesin yang digunakannya bahkan tidak tahu segi teknis dari mesin yang
dioperasikannya sehingga kondisi demikian akan membuat dan mempercepat kerusakan mesin tanpa adanya sinyal-sinyal pencegahan. Pada total productive maintenance hal tersebut tidak dapat ditolerir,operator mesin harus bertanggung jawab juga sebagai pemelihara dalam batas-batas tertentu. Dengan cara ini diharapkan pengoperasian mesin bisa sesuai dengan spesifikasi dan kondisi terbaik performanya. Tanggung jawab operator mesin dalam bidang pemeliharaan ini dikenal sebagai “autonomous maintenance”, karena operator merupakan pekerja yang paling dekat dengan mesin maka dialah yang seharusnya mengetahui kondisi mesin dari waktu ke waktu. Ia pun seharusnya menjadi yang paling dulu mengetahui apabila terdapat
kondisi-kondisi abnormal pada
mesin dan cepat tanggap untuk
menanggulangi sesuai dengan batasannya. Autonomous maintenance mengajarkan kepada operator mengenai cara-cara memelihara mesin melalui :
Pemeriksaan harian (daily check)
Lubrikasi
Penggantian sparepart mesin
Reparasi kecil, dan
Deteksi dini kondisi abnormal
Kesuksesan pelaksanaan kegiatan autonomous maintenance oleh operator sangat tergantung pada kemampuan operator itu sendiri yang meliputi :
Mampu menentukan kondisi normal dan kondisi abnormal
Berpedoman kepada sistem dan ketentuan yang berlaku
Cepat tanggap terhadap kondisi abnormal
Mampu menentukan kondisi normal dan abnormal artinya operator memahami benar kondisi mesin setiap saat sehingga bila terjadi sesuatu ke-abnormalan dapat diketahui sesegera mungkin. Data yang ter-record dengan tepat dan cepat memungkinkan tersedianya waktu untuk persiapan penanggulangan kondisi abnormal tersebut. Berpedoman pada sistem yang ada artinya operator senantiasa mentaati prosedur pemeliharaan maupun pengoperasian mesin agar kondisi mesin tersebut bisa dijaga dan dipertahankan. Cepat tanggap terhadap kondisi abnormal artinya operator memiliki kemampuan yang memadai untuk melakukan antisipasi apabila terjadi gangguan pada mesin yang dioperasikannya. Selain mengatasi gangguan, seorang operator juga dituntut untuk mampu memulihkan kondisi mesin yang telah mengalami penurunan performa. Didalam total productive maintenance, seorang operator tidak cuma mampu untuk memasukan benda kerja dan mengoperasikan mesin untuk memproses sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, tetapi lebih dari itu ia juga harus memiliki kewajiban memelihara msin yang dioperasikannya. Untuk itu ia juga harus menguasai keterampilan dalam pemeliharaan yaitu :
Mendeteksi kondisi abnormal dan meningkatkan kemampuan mesin.
Memahami fungsi alat dan mekanisme yang terlibat didalamnya serta mendeteksi penyebab terjadinya kondisi abnormal.
Memahami hubungan antara kondisi mesin dengan kualitas, sehingga bisa melakukan prediksi masalah kualitas, serta melakukan deteksi atas penyebab terjadinya masalah penyimpangan kualitas terhadap output yang dihasilkan.
Melakukan reparasi dalam batasan-batasan tertentu.
Sulit untuk disangkal bahwa operator memang seharusnya memikul tanggung jawab dalam pemeliharaan mesin dalam batasan tertentu. Pemakaian mesin hanya efektif bila kinerja pengoperasiannya tinggi dan ini tergantung juga pada keterampilan operator. Kinerja pengoperasian tinggi akan menghasilkan hasil produksi yang tinggi pula, namun demikian hasil produksinya tentu saja akan berkurang apabila mesin yang dioperasikan berada pada kondisi offline dan menunggu atau sedang diperbaiki akibat gangguan yang terjadi. 2.7.1 Kegiatan bagian produksi Didalam total productive maintenance, untuk meningkatkan efektifitas pemakaian mesin dilakukan dua kegiatan, yaitu : 1. Kegiatan pemeliharaan Merupakan kegiatan pemeliharaan berupa pencegahan breakdown dan perbaikan mesin. Perwujudan terdiri dari preventive maintenance dan corrective maintenance.
2. Kegiatan peningkatan Merupakan kegiatan peningkatan yang bertujuan memperpanjang masa pakai
mesin,
mempersingkat
waktu
untuk
pemeliharaan
dan
menyederhanakan pemeliharaan. Disamping itu dari sisi operator pun memiliki kewajiban untuk menjaga kondisi dasar pada mesin yang terdiri dari : Mencegah penurunan performa mesin Mengukur besarnya penurunan performa yang terjadi Memulihkan kondisi mesin Mencegah penurunan kondisi mesin memiliki arti operator mampu mempertahankan kondisi mesin agar tetap berada pada spesifikasi dan performanya. Penurunan performa mesin memang sering kali tanpa disadari. Untuk dapat mencegah atau meminimalisir penurunan performa mesin dapat dilakukan cara seperti dibawah ini : Mengoperasikan mesin dengan benar. Melakukan routine maintenance seperti cleaning,lubrication dan calibration Melakukan penyetelan mesin dengan benar. Me-record terjadinya breakdown dan gangguan lainnya agar dapat dicarikan solusinya juga antisipasinya dengan menggunakan data breakdown yang ada. Bekerjasama dengan maintenance staff untuk mempelajari symptomsymptom guna mempelajari dan menerapkan kegiatan peningkatan.
Mengukur besarnya penurunan performa yang terjadi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana penurunan yang terjadi, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara : Melakukan kegiatan inspeksi harian Menyusun jadwal pemeriksaan secara periodik Memulihkan kondisi mesin artinya mengembalikan kondisi mesin ke pspesifikasi dan performanya seperti semula, dapat dicapai dengan hal berikut ini : Melakukan perbaikan ringan Melaporkan secara teliti bila terjadi breakdown Bagian pemeliharaan melaksanakan pemeliharaan secara periodik, pemeliharaan preventif dan meningkatkan kemampuan pemeliharaan. Diantara kegiatan-kegiatan tersebut, meningkatkan kemampuan pemeliharaan sering kali terlupakan sekalipun kegiatan tersebut sengatlah penting. Tugas dari maintenance staff adalah membantu dan membina serta berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada para operator produksi dalam melaksanakan autonomous maintenance. Kemajuan perkembangan pelaksanaan outonomous maintenance menjadi tanggung jawab bagian pemeliharaan. Kegiatan lain yang dilakukan oleh bagian pemeliharaan meliputi : 1. Penelitian dan pengembangan teknik pemeliharaan 2. Menyusun standar pemeliharaan 3. Menyimpan data pemeliharaan 4. Bekerjasama dengan bagian production engineering
2.7.2 Perkembangan kemampuan operator Kemampuan operator untuk melaksanakan autonomous maintenance memerlukan waktu yang cukup. Perkembangan kemampuan terdari tujuh tahap, yaitu : 1. Pembersihan awal 2. Menghilangkan sumber bau asing 3. Menyusun standar kebersihan dan pelumasan 4. Melaksanakan inspeksi total 5. Inspeksi mandiri 6. Melaksanakan koordinasi di lingkungan kerja 7. Menerapkan program pemeliharaan mandiri sepenuhnya Semua tahap tersebut harus dilaksanakan untuk pencapaian total productive maintenance dengan sukses. 1.
Pembersihan awal Pada tahap perkembangan ini operator diperkenalkan pengertian “pembersihan sama dengan inspeksi”. Selama ini mereka memiliki pengertian bahwa kegiatan pembersihan
adalah
menyingkirkan
kotoran
dari
tempatnya
sehingga
pelaksanaan tidak memerlukan pengetahuan apa-apa. Dalam total productive maintenance kegiatan pembersihan memiliki pengertian yang berbeda sebab operator membersihkan mesin sekaligus melakukan pemeriksaan terjadinya kondisi abnormal. Pembersihan awal memanfaatkan panca indera yang ada pada manusia untuk mengetahui dan mendeteksi kondisi kendur, masalah pada vibrasi,
keausan, defleksi, suara abnormal, terlalu panas dan kebocoran pelumasan. Dengan melakukan pembersihan sesuatu yang tadinya tersembunyi (mis: keretakan) bisa dapat diketahui. Selain inspeksi, kesempatan ini juga digunakan untuk mengamati dan membedakan antara ondisi normal dan kondisi abnormal, serta melihat penyebabnya. Dalam tahap perkembangan ini sedapat mungkin operator bisa menanggulangi kondisi-kondisi abnormal yang ditemukan sesuai dengan batasan prosedurnya. 2.
Menghilangkan sumber bau asing Dalam tahap ini dikembangkan cara-cara untuk menghilangkan sumber-sumber penyebab kontaminasi dan kebocoran-kebocoran yang ditemukan untuk dicoba dihilangkan. Bila tidak bisa dihilangkan, diusahakan untuk dikurangi dan bila pengurangan juga tidak tidak memungkinkan, maka lindungi lingkungan kerja terhadap kondisi tersebut. Umumnya akan ditemui adanya mesin yang memilki lokasi yang sulit untuk dibersihkan sehingga pembersihan memakan waktu lama atau malah tidak dapat dijangkau sama sekali. Untuk ini diupayakan agar lokasi menjadi mudah dicapai, pelaksanaan pembersihan dipersingkat (mis: membuat alat pembersih yang dibuat khusus), namun demikian tidak semua kondisi bisa ditingkatkan. Peningkatan kondisi yang bisa dilakukan adalah : 1. Memudahkan pembersihan alat 2. Mengurangi penyebaran debu maupun kotoran
3. Menghentikan sumber debu dan kotoran 4. Mengurangi dan mencegah ceceran pelumas 5. Melancarkan aliran pelumas agar tidak terjadi gumpalan dan penyumbatan 6. Membuat kemudahan dalam inspeksi alat 7. Menghilangkan kotoran pada bak pelumasan 8. Mengencangkan pengikat yang kendur 9. Memasang lebih banyak pengukur pelumasan 10. Meringkaskan tata letak kabel 11. Meringkaskan tata letak pipa 12. Memudahkan penggantian komponen mesin 3.
Menyusun standar kebersihan dan pelumasan Berdasarkan pengalaman yang diperoleh pada dua tahap sebelumnya, operator mencoba untuk menetapkan kondisi minimal kebersihan dan pelumasan yang dibutuhkan oleh mesin. Standar yang disusun meliputi : Apa yang dikerjakan Mengapa dikerjakan Dimana dikerjakan Bagaimana mengerjakannya Kapan waktu pengerjaannya Pada awalnya menyusun suatu standar merupak suatu hal yang tidak mudah bagi operator, karena ia sendiri belum terbiasa dengan penyusunan suatu standar.
Namun demikian hal ini akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan. Adapun kriteria penyusunan standar adalah sebagai berikut :
Pelaksana harus mengetahui seberapa penting pembersihan dan pelumasan yang dilakukan.
Pembersihan dan pelumasan yang dilakukan harus senantiasa dilakukan improvement.
Waktu yang diperlukan untuk pembersihan dan pelumasan diupayakan merupakan bagian dari jadwal harian.
4.
Melaksanakan inspeksi total Pada tahap ini operator menerima instruksi dasar dalam bidang pelumasan, komponen alat, pneumatik, hidrolik, sistem penggerak dan teknologi dasar lain seperti pencegahan bahaya kebakaran. Semua ini dimaksudkan untuk dipakai pada saat melakukan inspeksi ataupun mencari kondisi abnormal. Adapun pelaksanaan untuk kegiatan dasar ini berupa :
Pelatihan dasar
Penyeragaman pengetahuan
Menerapkan pengetahuan
Promosi dan kontrol visual
Inspeksi yang sifatnya menyeluruh dilakukan untuk mendeteksi kemunduran kondisi mesin secara dini. Suatu kegiatan inspeksi tidak selamanya berhasil dalam srti memenuhi sasarannya.
Terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi hasil inspeksi, yaitu :
Kurangnya motivasi dan pengarahan pada operator
Salah mengalokasikan waktu Ketidakmampuan operator Hal penting lain adalah interval inspeksi. Interval inspeksi bisa dalam harian, mingguan atau bulanan. Penentuan inspeksi ini tidak mudah karena banyak variasi perubahan kegiatan dilapangan yang menyangkut dengan load produksi. Cara yang paling tepat adalah berdasarkan pada pengalaman sebelumnya, karena kegiatan inspeksi ini melibatkan dua pihak, yaitu bagian produksi dan maintenance, maka dalam menentukan kapan saat inspeksi dilakukan harus melalui koordinasi yang baik diantara kedua belah pihak. Penentuan waktu yang diperlukan untuk pekerjaan inspeksi tergantung pada jenis mesin dan kondisi lingkungan kerjanya. Beberapa faktor yang harus di pertimbangkan adalah :
Kontinuitas kerja operator
Fungsi mesin dalam proses produksi
Kemungkinan pelaksanaan tanpa menghentikan mesin
Segi lain yang membetasi adalah alokasi waktu yang tersedia, sebab kegiatan operasi bukan hanya terdiri dari kegiatan pemeliharaan saja.
5.
Inspeksi mandiri Disini disusun standar dasar yang merupakan gabungan antara standar yang telah disusun pada tahap tiga dengan ditambah inspeksi total harian. Hasilnya dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :
Inspeksi yang bisa dilakukan secara mandiri
Inspeksi yang pelaksanaannya memerlukan spesialis
Dengan demikian bila terjadi breakdown yang bersifat sporadis, operator bersama dengan staff maintenance menyusun sistem inspeksi dengan maksud agar breakdown seperti ini tidak terulang lagi. Adapun pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Telaah kembali pembersihan, inspeksi dan pelumasan 2. Titik inspeksi dikonsultasikan dengan bagian pemeliharaan untuk mendapatkan urutan kerja yang spesifik namun jelas 3. Periksa kembali kemungkinan menghemat waktu pada tugas inspeksi 4. Periksa kemungkinan peringkat keterampilan inspeksi yang bisa ditingkatkan 5. Pastikan inspeksi bisa dilaksanakan oleh operator dengan benar 6.
Melaksanakan perbaikan tempat kerja Bagaimanapun juga ketertiban kerja dimulai dari tempat kerja masing-masing. Organisasi dan ketertiban kerja merupakan prinsip dasar perbaikan tempat kerja. Keduanya memiliki arah yang sama yaitu standardisasi. Organisasi meliputi
identifikasi tujuan yang diatur dan set standar yang terkait. Ketertiban berhubungan dengan set standar dan berhubungan dengan operator. Tugas dari kelompok maintenance untuk menaikan sekaligus menyederhanakan standarstandar tersebut. Dengan organisasi dan ketertiban akan meningkatkan penyederhanaan standar yang meliputi apa yang harus diorganisir dan apa yang harus dikontrol. Concern
Unsur
Tanggung jawab op.
Menyusun standar tanggung jawab op.
Pekerjaan
Menampilkan operasi yg tertib dan terorganisir (seperti kotrol produk, aliran bahan, waste, dst)
Dies, Jig dan piranti
Menjaga agar terorganisir dan mudah dalam pencarian secara visual, menyusun standar dan
Alat perkakas dan
Inventori alat perkakas dan alat pencegah cacat,
alat pencegah cacat
menyusun standar inspeksi dan perbaikan
Peralatan presisi
Pemeriksaan terhadap presisi alat, memastikan
operasi dan
dan memonitor operasi, set-up dan penyetelan,
perbaikan
proses, cek standar kualitas,peningkatan kemampuan penanggulangan masalah
Tabel 2.1 Program manajemen lokasi kerja
7.
Menerapkan program outonomous maintenance Bila semua tahapan sebelumnya sudah dilalui dengan sukses maka tahap terakhir adalah mengandalkan kelancaran program autonomous maintenance sepenuhnya kepada operator dan pekerja lain yang terkait. Namun demikian harus dilakukan eavaluasi secara periodik pada waktu tertentu.
2.7.3 Kondisi dasar mesin Kondisi mesin harus dipertahankan agar tidak mengalami penurunan performa. Penurunan performa ini bisa diketahui dengan berkurangnya kinerja mesin dibandingkan dengan spesifikasi awalnya. Bila hal ini dibiarkan maka, kondisi mesin akan semakin menurun dan penurunan ini umumnya tidak dirasakan oleh operator hingga tiba saatnya mesin terpaksa diganti sebelum waktunya ataupun pergantian komponen mesin tersebut. Hal ini justru merugikan dari sisi perusahaan, baik kerugian maintenance cost juga kerugian lost opportunity (berkurangnya produksi). Tiga hal utama yang mampu mempertahankan kondisi mesin agar tetap pada kondisi awalnya adalah sebagai berikut : 1. Kebersihan Kebersihan
berarti
menyingkirkan
bendaasing
(mis:
debu,
kotoran,serpihan,dll) dari mesin maupun benda kerja. Benda asing akan menimbulkan kerugian pada beberapa peralatan atau komponen seperti sistem elektrik, sistem hidrolik, sistem otomatis dan tingkat kepresisian mesin. Ditekankan disini bahwa kebersihan tidak hanya menyingkirkan
benda asing saja melainkan juga pemeriksaan yang meliputi keterlibatan panca indera (mis: getaran abnormal mesin bisa dirasakan melalui sentuhan dan dislokasi komponen yang dapat diketahui melalui visualisasi). Agar kegiatan bisa dilakukan secara menyeluruh diperlukan suatu titik-titik (area) periksa atau biasa disebut checkpoint disekujur mesin. Kegiatan pembersihan mesin meliputi tiga kegiatan utama, yaitu :
Melaksanakan pembersihan awal
Menghilangkan sumber benda asing dan mengusahakan agar pembersihan bisa dilaksanakan denga cara termudah
Senantiasa meningkatkan standar kebersihan dan pelumasan
Adapun pemeriksaan kebersihan meliputi batasan batasan dibawah ini :
Kebersihan bagian utama mesin
Kebersihan alat bantu
Pelumasan
Kebersihan disekitar mesin
Penyebab datangnya benda asing
Meningkatkan cara mencapai lokasi yang akan dibersihkan
Standar kebersihan
2. Pelumasan Pelumasan merupaka persyaratan kedua dalam menjaga kondisi standar mesin. Pelumasan secara tidak langsung akan mencegah penurunan
performa msin dan mencegah terjadinya defect. Tapi terkadang karena pengaruhnya tidak langsung pada mesin, pelumasan ini sering luput dari perhatian yang intensive. 3. Pengikatan (kondisi kekencangan mur atau baut) Kondisi mur-baut merupakan persyaratan ketiga dalam menjaga kondisi dasar mesin. Banyak kerugian yang ditimbulkan oleh kondisi mur-baut yang tidak benar seperti misalnya: dies dan piranti pecah dan tombol alat bantu salah fungsi. Dalam hal ini kelompok kecil maintenace bisa berperan aktif menaggulangi permasalahan yang terjadi, terutama untuk perbaikan yang tidak memerlukan mesin perkakas dan alat bantu.
2.8
Maintenance Prevention
Pada mesin yang baru dipakai sering kali timbul masalah terutama pada saat uji jalan sehingga sulit untuk menetapkan standar operasi normalnya. Mungkin saja pada saat itu mesin dapat beroperasi dengan normal tetapi bagian pemeliharaan akan dibuat repot dengan banyaknya perbaikan ringan, inspeksi, penyetelan, pelumasan dan pembersihan yang diluar kebiasaan. Oleh karena itu jika ingin membeli mesin perlu diteliti dahulu apakah mesin yang akan dibeli tersebut sudah dilengkapi dengan sistem pencegahan pemeliharaannya, sebab apabila tidak dilengkapi dengan sistem pemeliharaan pencegahan bagian pemeliharaan akan dibuat repot sepeti hal yang
dijelaskan diatas. Pelaksanaan maintenance prevention harus dilakukan pada waktu proses pendesainan dan pembuatan, jadi dilakukan oleh pabrik pembuatnya. Dengan menerapkan maintenance prevention pada mesin atau peralatan diharapkan masalah-masalah tersebut dapat bisa dihilangkan atau ditekan seminim mungkin. Maintenance prevention dilaksanakan pada mesin yang akan memasuki lini produksi dengan lingkup :
Memperkecil biaya pemeliharaan dan kemunduran kondisi mesin yang baru
dengan
cara
mempertimbangkan
pengalaman
yang
lalu
dikombinasikan dengan teknologi mutakhir yang ada, untuk memperoleh keandalan, kemampu-peliharaan, dan keselamatan.
Kolaborasi antara departemen production engineering dengan maintenance.
Sukses daripada maintenance prevention sangat ditentukan oleh pekerja yang mengerjakan dan dengan kondisi yang dihadapi. Dengan demikian
kualitas
maintenance prevention sangat tergantung pada : 1. Keterampilan teknis dan desain dari production engineering maunpun maker mesinnya sendiri. 2. Jumlah dan kualitas data yang tersedia. 3. Kemudahan untuk memilih data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan oleh departemen maintenance tidak bisa dipakai begitu saja oleh pihak production engineering untuk kepentingan desain keperluan maintenace prevention. Sebaliknya production engineering tidak bisa membuat
standar data teknis dan pemeliharaan yang tidak bisa dipakai oleh departemen pemeliharaan. Untuk mengatasi kondisi demikian, yang terpenting adalah komunikasi yang baik antara departemen pemeliharaan dan production engineering. Maintenance staff membantu pihak production engineering untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk maintenance prevention. Sebagai timbal bailk, production engineering bertanggung jawab pada waktu fabrikasi dan instalasi. Data pemeliharaan meliputi catatan peningkatan alat, catatan breakdown, catatan pemeliharaanperiodik, catatan inspeksi dan sebagainya. Data-data ini tidak seluruhnya bisa dimengerti oleh staff dari departemen production engineering dan untuk keperluan ini data harus disesuaikan kedalam bentuk yang mudah dimengerti oleh staff departemen production engineering.
2.9
Sistem pendidikan dan pelatihan
Dalam konsep total productive maintenance dipersyaratkan bahwa peningkatan tempat kerja (workplace environment) harus senantiasa mempertimbangkan faktorfaktor sebagai berikut : 1. Motivasi 2. Peningkatan skill 3. Lingkungan kerja Dalam konteks total productive maintenance, ketiga faktor diatas merupakan faktorfaktor yang menjadi dasar dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
operator maupun staff serta peningkatan penggunaan mesin dan peralatan. Untuk dapat menghilangkan enam kerugian besar (six big losses), pertama kali yang harus dilakukan adalah meningkatkan motivasi dengan melakukan perubahan sikap, dan meningkatkan kompetensi melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan, serta menyiapkan tempat kerja yang sesuai untuk kesuksesan penerapan total productive maintenance. (seiichi nakajima, 1988) 2.9.1 Perubahan sikap karyawan Kegiatan pemeliharaan mandiri yang dilakukan oleh operator adalah merupakan salah satu ciri khas dari total productive maintenance. Sebelum diterapkan total productive maintenance, perusahaan harus membagi-bagi fungsi dan tanggung jawab pekerjaan melalui pembagian kerja yang spesifik. Fungsi dan tanggung jawab para operator dan maintenance deparment staff dipisahkan secara spesifik. Akibatnya, sikap operator didasari atas pola pikir “ I operate – you fix “ atau sebaliknya “ I fix – you operate, don’t touch anything” Cara berpikir yang demikian itu akan sangat menghambat keberhasilan penerapan total productive maintenance. Semua karyawan, khususnya baik operator dan maintenance staff haruslah sepakat bahwa operator mesin bertanggung jawab atas pemeliharaan mesin yang dipakainya setiap hari. Untuk dapat bertanggung jawab, maka para operator harus diberikan pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk dapat berfungsi secara mandiri.
2.9.2 Peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan Bagaimana seseorang akan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang terasa asing baginya,
terasalah
perlunya
terlebih
dahulu
mempelajari
cara
bagaimana
mengerjakannya. Hampir tidak ada, seseorang yang mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik, jika sebelumnya ia tidak mempelajarinya terlebih dahulu. Sekalipun pekerjaan itu mudah, selalu orang yang belum mempunyai pengalaman akan mengalami kesulitan baik dalam teknis ataupun psikologis dalam melaksanakannya. Di dalam suatu perusahaan dimana seseorang karyawan ditugaskan untuk melakukan tugas yang baru baginya, bila diharapkan karyawan tersebut sekses mengerjakan tugas-tugasnya, perlu dilakukan pelatihan terlebih dahulu. Memang seorang karyawan yang ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan tertentu sudah mempunyai pengetahuan, namun itu belum cukup, agar ia mampu mengerjakannya dengan baik masih diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan scara spesifik. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan mengenai total productive maintenance dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan baik itu dilakukan didalam perusahaan maupun diluar perusahaan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan mengenai total productive maintenance merupakan tanggung jawab manager dan manager mengambil peranan dalam proses pendidikan. Seorang manager dapat meminta bantuan kepada satu atau lebih ahli total productive maintenance dari luar untuk melakukan pemberian materi dan pelatihan di dalam perusahaan. Bersamaan dengan berjalannya pendidikan dan pelatihan didalam
perusahaan, perlu dipersiapkan kebersihan, intensitas cahaya, getaran, kebisingan, temperatur dan kelembaban. 2.9.3 Pelatihan untuk operator Dalam kesehariannya, seorang operator harus menjaga agar mesin dan peralatan yang digunakannya
dapat terus-menerus beroperasi dengan baik. Untuk itu
dibutuhkan suatu pelatihan untuk operator dengan tujuan agar operator dapat menjaga apa yang disebut dengan kondisi dasar mesin. (Basic machine or equipment condition)