BAB II LANDASAN TEORI SKORSING POIN MELATIH KEDISIPLINAN
A. Hukuman Skorsing Poin 1. Pengertian Hukuman Skorsing Poin Peraturan yang telah dibuat oleh sekolah bertujuan untuk ditaati oleh setiap siswa. Bagi siswa yang melanggar peraturan yang ada akan mendapatkan konsekuensi atau akibat dari perbuatannya tersebut yaitu hukuman. Hukuman adalah suatu sanksi yang diterima oleh seseorang sebagai akibat dari pelanggaran atau aturan-aturan yang telah ditetapkan. Sanksi demikian, dapat berupa material dan dapat pula berupa nonmaterial.1 Hukuman
yang
berlaku
disetiap
sekolah
berbeda-beda,
diantaranya adalah hukuman skorsing poin atau pemberian poin bagi setiap siswa yang melanggar peraturan di sekolah. Bobot angka atau skorsing poin diberikan sesuai pelanggaran yang telah dibuatnya. Pemberian skorsing poin adalah hukuman yang dibuat oleh kebijakan sekolah. Skorsing poin atau Poin Pelanggaran Siswa (PPS) merupakan aplikasi dari hukuman (pinishment) dengan teknik memberikan skor pada siswa, apabila melakukan pelanggaran maka skor akan ditambah.2
1
Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012),
hlm. 169. 2
http://library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptiain-gdls1-2005-nurkhusnul-400&q=kedisiplinan, diakses pada 21 Januari 2016 pukul 22.00 WIB.
23
24
Sistem poin pelanggaran merupakan suatu alternatif yang dapat diberlakukan di sekolah sebagai upaya untuk menegakkan disiplin sekolah. Sistem ini mengharuskan agar setiap pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan oleh para siswa diberikan peringatan yang memiliki tingkatan poin pelanggaran sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan siswa”.3 2. Cara memberi Hukuman Pemberian hukuman berjalan lancar apabila dalam pemberian hukuman ada prosedur atau cara-cara tertentu agar hukuman tersebut lebih efektif. Prosedur standar memberi hukuman sebagai berikut : a. Jenis hukuman yang diberikan perlu disepakati di awal bersama anak. b. Jenis hukuman yang diberikan harus jelas sehingga anak dapat memahami dengan baik dengan baik konsekuensi kesalahan yang ia lakukan. c. Hukuman harus dapat terukur sejauh mana efektivitas dan keberhasilannya dalam mengubah perilaku anak. d. Hukuman harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan, tidak disampaikan dengan cara yang menakutkan, apalagi memunculkan trauma berkepanjangan. e. Hukuman dilaksanakan secara konsisten karena jika siswa menangkap ada jeda dan ruang kosong dari pemberian hukuman, hal 3
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/viewFile/10386/10036, diakses pada 21 Januari 2016 pukul 22.00 WIB.
25
itu akan melenakan siswa untuk kemudian memunculkan perilaku yang tidak diinginkan lagi. f. Hukuman segera diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.4 Untuk dapat berfungsi dengan efektif, hukuman harus memenhui syarat hukuman yang baik, yaitu : 1) Hukuman sesuai pelanggaran dan segera dilaksanakan. Hukuman harus sesuai dengan pelanggaran yang dibuat dan tepat dengan mudah langsung dikaitkan dengan kesalahan, serta dilaksanakan segera setelah pelanggaran terjadi. Penundaan hukuman menyulitkan anak mengasosiasikan hubungan pelanggaran dengan hukuman yang ia terima. 2) Diberikan secara konsisten. Hukuman harus diberikan secara konsisten agar efektif. Jika pemberian hukuman tidak efektif, anak sulit untuk paham aturan yang berlaku dan akibatnya manfaat tidak terasa. 3) Hukuman
diberikan
secara
individual
dan
sesuai
dengan
perkembangan. Perlu diperhatikan bahwa yang dihukum adalah perilaku anak, bukan pribadi anak. Agar anak mengerti bahwa perilakunya yang salah dan tidak timbul rasa sakit hati atau menjadi tidak percaya diri karena merasa dirinya (secara pribadi) yang bersalah. 4
48.
Mamiq Gaza, Bijak Menghukum Siswa, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 48-
26
Hukuman juga disesuaikan dengan tahapan perkembangan seorang anak. Jangan terjadi hukuman terlalu berat atau terlalu ringan bagi seorang anak sehingga tujuan dari hukuman tidak tercapai. 4) Hukuman mengembangkan hati nurani. Anak harus mengerti alasan dari hukuman yang diberikan. Dengan pemahaman, anak akan mengembangkan keinginan berbuat baik dan sesuai dengan tuntutan lingkungan. 5) Hukuman menyertakan penjelasan terhadap apa yang terjadi. Penyertaan
penjelasan
terahadap
aturan
dan
hukuman
memudahkan anak mengerti situasi, mengingat dan melaksanakan ketetapan.
Efeknya
anak
akan
menerima
peraturan
dan
konsekuensinya sebagai sesuatu yang memperkaya hati nuraninya.5 Kemudian dalam memilih atau menentukan hukuman, juga terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain : a. Macam dan besar kecilnya pelanggaran b. Siapa yang melakukan pelanggaran c. Harus dipertimbangkan pula akibat-akibat yang mungkin timbul dari hukuman d. Pilih hukuman yang bernilai pedagogis (mendidik) e. Sedapat mungkin jangan menggunakan hukuman badan6
5
Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, (Jakarta : Gramedia, 2009), hlm.
6
Noer Rohmah, Pengantar Psikologi Agama, (Yogyakarta : Teras, 2013), hlm. 115.
89-93.
27
3. Tujuan Pemberian Hukuman Hukuman diberikan agar peraturan atau tata tertib akan selalu ditaai dan merasa takut apabila melangar peraturan atau tata tertib yang ada. Hukuman dibuat mempunyai tujuan supaya memunculkan perubahan pada sikap siswa di sekolah. Tujuan hukuman adalah sebagai alat pendidikan dimana hukuman yang diberikan justru harus mendidik dan menyadarkan peserta didik.
Langeveld memberikan pedoman hukuman sebagai
berikut : a. Punitur, qunnia no peccatum , yang artinya dihukum karena peserta didik memang bersalah. b. Punitur no peccatum , yang artinya dihukum agar peserta didik tidak lagi berbuat salah.7 Selain itu tujuan tersebut, hukuman atau sanksi bermanfaat karena : a. Memberikan jalan kepada anak untuk membuat siswa tetap mematuhi batasan yang sudah kita tetapkan b. Sanksi membuat aturan menjadi jelas c. Sanksi membantu mengajarkan tata krama sosial kepada siswa, peraturan tertulis dan tidak tertulis dan kode moral yang berlangsung di masyarakat kita.8
7 8
Ali Imron, Op. Cit., hlm. 169. Sue Cowley, Panduan Manajemen Perilaku Siswa, (Jakarta : Erlangga, 2011), hlm. 104.
28
4. Prinsip Pemberian Hukuman Pemberian hukuman kepada anak tidak seenaknya menghukum sesuai keinginan. Tetapi sebenarnya yang menjadi hakikat dari mengadakan hukuman itu adalah karena adanya dua macam prinsip yakni, a. Hukuman diadakan oleh karena adanya pelanggaran, adanya kesalahan yang diperbuat, b. Hukuman diadakan dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran. Pandangan yang pertama berpendirian bahwa hukuman itu adalah sebagai akibat. Yakni akibat dari pelanggaran atau kesalahan yang diperbuat. Sedangkan pandangan yang kedua memandang hukuman itu sebagai titik tolak, yakni titik tolak untuk mengadakan perbaikan.9
B. Kedisiplinan 1. Pengertian Kedisiplinan Kata kedisiplinan berasal dari kata disiplin yang mendapatkan awalan ke dan akhiran an. Ditinjau dari asal kata, kata disiplin berasal dari bahasa latin discere yang memiliki arti belajar. Dari kata ini kemudian muncul kata disiplina yang berarti pengajaran atau pelatihan.10
9
Noer Rohmah, Op.Cit., hlm. 115. Ngainun Naim, Character Building, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm.142.
10
29
Disiplin merupakan cara untuk mengajarkan kepada anak-anak perilaku moral yang diterima kelompok.11 Disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan dan pengendalian. Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku.12 Dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah melaksanakan perintah yang sudah ditetapkan baik lisan maupun tulisan agar dapat berperilaku tertib. 2. Tujuan Kedisiplinan Tujuan disiplin bukan untuk melarang kebebasan atau mengadakan penekanan, kalau berbagai larangan amat ditekankan kepadanya, ia akan merasa terancam dan frustasi serta memberontak, bahkan mengalami rasa cemas yang merupakan suatu gejala yang kurang baik dalam pertumbuhan seseorang.13 Tujuan disiplin dimaksudkan agar setiap anak bisa mematuhi peraturan yang ada, sehingga anak dapat mengetahui batasanbatasannya apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak. Disiplin membantu anak menyadari apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkan darinya, dan membantu bagaimana mencapai
11
Noer Rohmah, Pengantar Psikologi Agama, (Yogyakarta : Teras, 2013), hlm. 111. Ngainun Naim, Op.Cit., hlm.142-143. 13 Conny R. Semiawan, Penerapan Pembelajaran pada Anak, (Jakarta : PT Indeks, 2002) cetakan I , hlm. 92. 12
30
apa yang diharapkan darinya tersebut.14 Disiplin akan membuat anak berperilaku baik yang akan dilakukannya menjadi suatu kebiasaan dalam berperilaku. Disiplin dimengerti sebagai cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan pengendalian diri. Dengan disiplin, anak dapat memperoleh batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah. Disiplin
mendorong,
membimbing
dan
membantu
anak
agar
memperoleh perasaan puas karena kesetiaaan dan kepatuhannya dan mengajarkan kepada anak bagaimana berpikir secara teratur.15 Maman Rachman mengemukakan, bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : a. Memberi
dukungan
bagi
terciptanya
perilaku
yang
tidak
menyimpang. b. Mendorong siswa melakukan yang baik dan benar. c. Membantu siswa memahami dan meyesuaikan diri
dengan
tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah. d. Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungan.16 Jadi, adanya suatu hukuman bukan berarti untuk membuat anak takut, tertekan dan terpaksa untuk melakukan sesuatu, melainkan 14 15
Ibid., hlm. 92-93. Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, (Jakarta : Gramedia, 2009),
hlm. 82. 16
Ngainun Naim, Character Building, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm hlm.142-148.
31
adanya hukuman agar siswa dapat mengendalikan dirinya dan mengetahui apa yang harus dilaksanakannya. 3. Syarat Disiplin Pelaksanaan disiplin dapat berfungsi dengan baik apabila memenuhi syarat-syarat disiplin. Kurangnya salah satu syarat disiplin, maka pelaksanaan disiplin tidak berjalan dan berfungsi dengan baik. Adapun syarat- syarat disiplin anatar lain :
Peraturan
Penghargaan
4 Sayarat Utama Disisplin
Konsistensi
Hukuman
Penjelasnnya adalah sebagai berikut : a. Peraturan sebagai batasan perilaku syarat utama disiplin pertama Peraturan adalah pola yang ditetapkan pada tingkah laku dengan tujuan untuk memberi batasan pada seseorang mengenai perilaku yang dapat dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu. Peraturan mempunyai dua fungi dalam menanamkan nilai moral anak, yaitu : mendidik anak mengenai harapan sosial pada dirinya dan mengajarkan pada anak untuk menahan diri dan menyesuaikan perilakunya dengan harapan sosial.
32
Agar peraturan berfungsi maksimal, maka peraturan harus memenuhi syarat berikut : mudah diingat, dimengerti, diterima dan dilaksanakan anak. b. Konsistensi syarat utama disiplin kedua Konsistensi dimaknakan sebagai kecenderungan manuju arah kesamaan. Artinya ada kesamaan dalam situasi dan kondisi berbeda dengan tjuan yang tetap. Penerapan konsistensi dalam konsep peraturan adalah pada pelaksanaan peraturan, pelaksanaan hukuman dan pemberian penghargaan. Tanpa konsistensi, proses disiplin tidak akan berhasil. Fungsi konsistensi dalam disiplin sebagai berikut : 1) Memberi kesempatan belajar pada anak. 2) Menguatkan motivasi. 3) Meningkatkan wibawa pemegang kuasa pada penerimaan peraturan c. Hukuman syarat utama disiplin ketiga Ada beberapa fungsi hukuman antara lain : 1) Mencegah berulangnya tindakan yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. 2) Mendidik anak mengenal arti suatu tindakan (bahwa ada tingkah laku yang diharapkan lingkungan dan ada yang tidak).
33
3) Menguatkan motivasi anak untuk melakukan tindakan yang didukung lingkungan dan menghindari atau menghilangkan tindakan yang tidak sesuai harapan lingkungan. d. Penghargaan syarat utama disiplin keempat Seperti juga hukuman, penghargaan mempunyai peranan penting dalam penerapan disiplin. Karena penghargaan memegang fungsi penting yang berbanding terbalik dengan fungsi hukuman. Fungsi penghargaan bagi anak anatara lain : 1) Alat untuk mendidik. 2) Alat untuk memotivasi anak. 3) Penguatan.17 4. Cara Meningkatkan Kedisiplinan Berbagai peraturan di sekolah menghendaki ketaatan. Untuk itu berbagai jenis disiplin hatus diadakan. Disiplin yang diadakan di sekolah seperti disiplin tepat waktu, disiplin atribut perlengkapan sekolah, disiplin dalam berperilaku. Disiplin yang dilaksanakan oleh murid-murid akan menumbuhkan rasa bertanggung jawab sesuai dengan kemampuannya. Semua peraturan disiplin akan menjadi kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam melaksanakan berbagai peraturan terwujud kondisi yang memberikaan kesempatan kesempatan kepada anak untuk berkembang dan berbuat sesuai dengan kemampuannya. Bahkan akan 17
hlm. 85-99.
Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, (Jakarta : Gramedia, 2009),
34
menjadi disiplin diri (self discipline) bila peraturan itu dipegang secara konsisten (ajeg). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa disiplin pribadi dalam mendidik itu menuntut hal-hal sebagai berikut : a. Hubungan emosional yang secara kualitas kondusif melandasi pengembangan disiplin itu. b. Keteraturan yang ajeg berkesinambungan dalam menjalankan berbagai peraturan, melalui suatu sistem yang komponennya saling berinteraksi menuju tujuan pendidikan. c. Keteladanan yang bermula dari perbuatan kecil dalam ketaatan disiplin rumah, seperti tepat pada waktu belajar, berangkat ke sekolah untuk hadir dalam kelas bila tidak ada alasan yang dapat diterima akal sehat untuk absen. d. Pengembangan disiplin adalah penataan lingkungan, dalam hal ini lingkungan rumah, dan berarti memadukan (match) kondisi yang menstimulasikan setiap titik dalam perkembangan anak dengan tantangan untuk menanamkan cara memperlakukan dirinya sendiri dalam suatu lingkungan dunia yang terus-menerus berubah. e. Ketergantungan dan wibawa dalam penerapannya yang disertai pemahaman terhadap dinamisme perkembangan anak didik
35
diperlukan dalam membina kualitas emosianal habitual yang positif.18 Menurut Syamsul Arifin ada tiga unsur utama dalam disiplin, yaitu : peraturan dan hukuman yang berfungsi sebagai pedoman bagi penilaian yang baik, hukuman bagi peraturan dan hukum, dan hadiah untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku sosial yang baik. Ada tiga cara yang umum dilakukan untuk mendisiplinkan anak-anak, antara lain yaitu : Pertama, disiplin otoriter, cara ini merupakan bentuk disiplin tradisional dan didasarkan pada ungkapan kuno yang mengatakan bahwa “ menghemat cambukan berarti memanjakan anak”. Di dalam disiplin yang bersifat otoriter, orang tua dan pengasuh yang lain menetapkan peraturan-peraturan dan memberikan kepada anak bahwa ia harus mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Tidak ada usaha untuk menjelaskan kepada anak-anak mengapa ia harus patuh dan ia pun tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat tentang dalil atau tidaknya peraturanperaturan itu, apakah peraturan-peraturan tersebut masuk akal atau tidak. Kalau anak tidak mengikuti peraturan, dia akan dihukum dan hukuman ini sering kali kejam dan keras dan dianggap sebagai cara untuk mencegah pelanggaran peraturan di masa mendatang. 18
Conny R. Semiawan, Penerapan Pembelajaran pada Anak, (Jakarta : PT Indeks, 2002) cetakan I , hlm. 94-95.
36
Alasan mengapa pelangaran peraturan oleh anak tidak pernah dipertimbangkan adalah bahwa dia mengetahui peraturan itu dan sengaja melanggarnya, juga tak perlu diberikan hadiah karena telah mematuhui
peraturan. Hal ini dianggap kewajibannya dan tiap
pemberian
hadiah
dipandang
dapat
mendorong
anak
untuk
mengharapkan upah ketika melakukan sesuatu yang diwajibkan oleh masyarakat. Kedua, disiplin yang lemah. Disiplin yang lemah berkembang menjdi
proses disiplin otoriter yang dialami oleh banyak orang
dewasa di masa anak-anaknya. Filsafat yang mendasari teknik disiplin ini adalah bahwa melalui akibat dari perbuatannya sendiri, anak belajar bagaimana berperilaku sosial. Dengan demikian, anak tidak diajarkan
peraturan-peraturan,
tidak
dihukum
karena
sengaja
melanggar peraturan, juga tidak ada hadiah bagi anak-anak yang berperilaku sosial baik. Ketiga, disiplin demokratis. Prinsip ini menekankan hak anak untuk
mengetahui
mengapa
peraturan-peraturan
dibuat
dan
memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya sendiri apabila ia menganggap bahwa peraturan itu tidak adil.19 Cara mendisiplinkan anak adalah dengan menggunakan tindakan dan ucapan. Disiplin melibatkan tindakan. Juga melibatkan ucapan, biasanya mengacu pada kata-kata yang bersifat konkrit,
19
Noer Rohmah, Pengantar Psikologi Agama, (Yogyakarta : Teras, 2013), hlm. 112-113.
37
memperbaiki dengan memilih kata-kata yang baik dan tidak menjatuhkan harga diri anak.20 5. Pendekatan–pendekatan Meningkatkan Kedisiplinan Meningkatkan kedisiplinan pada siswa dibutuhkan pendekatanpendekatan yang harus dilakukan oleh guru di sekolah dan orangtua di lingkungan keluarga agar pelaksanaan kedisiplinan berjalan lancar. Berikut tiga sikap umum menyangkut disiplin yang tepat dan beberapa saran khusus yang diberikan masing-masing sikap tersebut kepada para guru, antara lain : a. Humanisme Pendekatan humanis terhadap disiplin menekankan keyakinan dalam rasionalitas para siswa serta kesediaan mereka untuk memperbaiki perilaku mereka sendiri dan mengatasi masalah mereka sendiri tanpa harus merugikan pihak-pihak lainnya. b. Negosiasi Pendekatan bertanggungjawab
negosiasi terhadap
mengharapkan perilaku
buruk
para
siswa
mereka
dan
bertanggungjawab untuk memperbaikinya, pendekatan ini juga berharap para guru bisa memodifikasi dan mengarahkan usaha para siswa dalam cara-cara tertentu.
20
Ngainun Naim, Character Building, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm.144.
38
c. Modifikasi Perilaku Pendekatan ini menekankan pentingnya konsekuensi positif dan negatif dalam mengendalikan perilaku. Para guru dalam pendekatan ini akan memanfaatkan semua strategi pendisiplinan melalui dampak dari usaha mereka dalam menguatkan motivasi para siswa. Beberapa strategi dalam mempengaruhi peilaku : 1) Mengawasi dan memperhitungkan masalah-masalah perilaku. Strategi ini membantu para guru mempertimbangkaan dengan tepat apa yang menjadi masalah dalam perilaku para siswa. 2) Berikan penguatan motivasi terhadap perilaku yang anda harapkan. Ketertarikan dan penghargaan bervariasi sesuai dengan sifat dasar masing-masing anak dan situasi. Terkadang sebuah lirikan mata atau senyum sekilas menjadi penguat motivasi yang sangat efektif. 3) Hentikan perilaku yang tidak anda harapkan. Sesuai dengan kebiasaan dari berbagai penguat motivasi, menghentikan perilaku yang tidak diharapkan terbukti bisa jauh lebih sulit untuk dilakukan ketimbang yang diduga. 4) Ciptakan perjanjian perilaku dengan para siswa. Perjanjian perilaku adalah kesepakatan untuk memberikan penghargaan kepada para siswa dalam cara-cara spesifik jika mereka menunjukkan perilaku yang diharapkan.
39
5) Ciptakan perkiraan tentang perilaku yang diinginkan. Jika para guru memaksakan perilaku yang sempurna sebelum memulai sebuah penguatan motivasi, maka mereka sangat mungkin akan gagal mendapatkan perilaku yang diharapkan. 6) Waktu jeda terkadang bisa membantu para guru dengan menghentikan lingkaran penguatan motivasi yang menyebabkan beberapa perilaku yang tidak diharapkan.21 Rogus mengajukan tiga pendekatan komprehensif untuk orang tua dalam meningkatkan disiplin diri anak, yaitu : 1) Situasi dan kondisi keluarga yang mencerminkan nilai-nilai moral, 2) Pembiasaan dan pembudayaan nilai-nilai moral dalam keluarga, 3) Peraturan-peraturan yang diciptakan untuk dipatuhi oleh semua anggota keluarga.22 Sam Redding juga menjelaskan beberapa tipologi keterlibatan orang tua dengan kategori sebagai berikut : a) Parenting (caring for and nurturing the child). Menjelaskan peran orang tua (memelihara, membimbing, dan mengikuti anakanaknya). Keterlibatan ini merupakan keterlibatan alami dan sekaligus kewajiban
orang
tua
kepada
anak-anaknya.
Untuk
menyekolahkan anaknya, orang tua rela berkorban, termasuk
21
Kelvin Seifert, Pedoman Pembelajaran & Instruksi Pendidikan, (Jogjakarta : Ircisod, 2012), hlm. 243-250. 22 Moh. Chochib, Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Anak, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 32.
40
mengantar-jemput sang buah hati, dan sudah barang tentu biaya, serta sarana pendidikan yang diperlukan. b) Communicating (maintaining a flow of information between parent and school). Berkomunikasi (memlihara satu arus informasi serasi antara orang tua daan sekolah) Ketika sang anak menginjak usia untuk bisa masuk sekolah, maka mulailah orang tua mulai menjalin hubungan dengan lembaga pendidikan tempat anaknya bersekolah. c) Volunteering (helping at the school). Kerelawan (membantu di sekolah) Orang tua siswa yang kebetulan menjadi dokter, wartawan dan bahkan dosen di perguruan tinggi dapat menjadi relawan untuk membantu sekolah dengan bidang keahlian masing-masing. d) Learning at home(supporting and supplementing the instruction of the school). Pembelajaran di rumah (membeikan dukungan dan tambahan pembelajarn) Pembelajaran di sekolah akan berhasil secara optimal jika mendapatkan dukungan dan bantuan dari orang tua di rumah. Orang tua harus ikut mengingatkan dan mengawasi anaknya dalam mengerjakan PR tersebut. Lebih dari itu, orang tua ikut memberikan dorongan agar anaknya tetap memiliki semangat untuk mengerjakan PR-nya.
41
e) Decision-making (part of the school’s decision-making structure). Pengambilan keputusan( bagian dari proses pengambilan keputusan sekolah). Orang tua siswa merupakan salah satu elemen yang dapat dipilih menjadi pengurus atau anggota Komite Sekolah. Komite Sekolah adalah lembaga mandiri sebagai wadah peran serta masyarakat di satuan pendidikan. f) Collaboration with the community at large(representing the school in partnerships with other organization)
Kalaborasi dengan
masyarakat dalam arti luas(mewakili sekolah dalam kerja sama dengan organisasi lain) Orang tua siswa yang duduk manjadi pengurus dan atau anggota Komite Sekolah juga akan memiliki peran untuk secara kelembagaan membangun hubungan dan kerja sama dengan lembaga lain dalam masyarakat, misalnya dengan Dunua Usaha dan Dunia Industri (DUDI).23 6. Metode Melatih Kedisiplinan Ada lima metode pembelajaran yang mampu memperkenalkan pendidikan karakter sejak usia dini antara lain : a. Metode Keteladanan Metode Keteladanan adalah metode influitif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk 23
220-223.
Suparlan, Membangun Sekolah Efektif, (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2008), hlm.
42
moral spiritual dan sosial anak. Sebab, pendidikan adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditiru dalam tindak-tanduk dan sopan santunnya terpatri dalm jiwa. Konsep keteladanan adalah memberikan contoh langsung tanpa banyak keterangan. Menurut Nasih Ulwan, bahwa memberikan teladan yang baik dalam pandangan Islam merupakan metode yang dapat membekas pada anak didik. b. Metode Pembiasaan Metode pembiasaan adalah suatu cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak berpikir, bersikap, bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Hakikat pembiasaan
sebenarnya berintikan
pengalaman. Pembiasaan adalah sesuatu yang diamalkan. Inti dari pembiasaan adalah pengulangan. Dalam pembiasaan sikap, metode pembiasaan sangat efektif digunakan karena melatih kebiasaankebiasaaan yang baik kepada anak sejak dini. c. Metode Bercerita Cerita dalaah salah satu untuk menarik perhatian anak. Metode bercerita ialah suatu cara menyampaikan materi pembelajaran melalui kisah-kisah atau cerita yang dapat menarik perhatian peserta didik. Menurut Scott Russel Sanders sebagaimana dikutip Tadkiroatun, ada sepuluh alasan penting mengapa anak perlu menyimak cerita. 1) Menyimak cerita merupakan sesuatu yang menyenangkan anak. 2) Cerita dapat memengaruhi masyarakat.
43
3) Cerita membantu anak melihat melalui mata orang lain. 4) Cerita memperlihatkan kepada anak konsentrasi sesuatu tindakan. 5) Cerita mendidik hasrat anak. 6) Cerita membantu anak memahami tempat atau lokasi. 7) Cerita membantu anak memanfaatkan waktu. 8) Cerita membantu anak mengenal penderitaan, dan kehilangan. 9) Cerita mengajarkan anak bagaimana menjadi manusia. 10) Cerita menjawab rasa ingin tahu dan misteri kreasi. Sejalan dengan itu, Zaenal Fanani berpendapat bahwa fungsi cerita atau kisah (Islam) dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut : 1) Sebagai sarana kontak batin antara guru atau ustadz atau orang tua dengan anak. 2) Sebagai media penyampaian pesan-pesan moral atau nilai-nilai ajaran tertentu. 3) Sebagai metode untuk memberikan bekal kepada anak didik agar mampu melakukan proses identifikasi diri maupun identifikasi perbuatan (akhlak). 4) Sebagai sarana pendidikan emosi (perasaan) anak didik. 5) Sebagai srana pendidikan daya pikir anak. 6) Sebagai sarana memperkaya pengalaman batin dan khazanah pengetahuan anak.
44
7) Sebagai salah satu metode untuk memberikan terapi bagi anakanak yang mengalami masalah psikologis. Berikut beberapa manfaat metode bercerita bagi pendidikan anak usia dini. 1) Membangun kontak batin, antara anak dengan orangtuannya maupun anak dengan gurunya. 2) Media penyampaian pesan terhadap anak. 3) Dapat melatih emosi atau perasaan anak. 4) Membantu proses identifikasi diri (perbuatan). 5) Memperkaya pengalaman batin. 6) Dapat membantu karakter anak. Berikut ini kekurangan metode cerita dalam pendidikan anak usia dini. 1) Pemahaman siswa menjadi sulit, ketika cerita itu telah terakumulasi oleh masalah lain 2) Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan. 3) Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan. d. Metode Karyawisata Karyawista sebagai metode pengajaran memberikan kesempatan anak untuk mengamati. Melalui karyawisata dapat ditumbuhkan minat dan rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu. Hal itu dimungkinkan karena anak melihat secara langsung dalam bentuk nyata dan asli.
45
Berdasarkan persepsinya dapat mendorong tumbuhnya minat terhadap sesuatu untuk mengetahui lebih lanjut. Apalagi masa anak memang masa yang memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu yang baru baginya. Selain itu juga ada metode-motode yang lainnya untuk membina karakter kedisiplinan bagi anak-anak antara lain: a. Metode Internalisasi Metode Internalisasi adalah upaya memasukkan pengetahuan (knowing) dan ketrampilan melaksanakan pengetahuan (doing) ke dalam
diri
sesorang
sehingga
pengetahuan
itu
menjadi
kepribadiannya (being) dalam kehidupan sehari-hari. Definisi ini sebagaimana dijelaskan oleh Ahmad Tafsir, bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui. Pengetahuan masih berada di otak, di kepala masih berada di pikiran berada di luar (extren), ketrampilan melaksanakan juga masih berada di daerah extren. Upaya memasukkan pengetahuan pengetahuan (knowing) dan ketrampilan melaksanakan (doing) ke dalam pribadi, itulah yang disebut sebagai upaya internalisasi atau personalisasi. b. Metode Pembiasaan Metode lain yang cukup efektif dalam membina karakter anak adalah melalui pembiasaan. Para pakar sepakat bahwa untuk membentuk moral atau karakter anak dapat mempergunakan metode ini.
46
Al-Ghozali misalnya, menekankan pentingnya metode pembiasaan diberikan kepada anak sejak usia dini. Beliau menyatakan bahwa, “Hati anak bagaikan suatu kertas yang belom tergores sedikit pun oleh tulisan atau gambar. Tetapi ia dapat menerima apa saja bentuk tulisan yang digoreskan, atau apa saja yang digambarkan di dalamnya. Bahkan ia akan cenderung kepada sesuatu yang diberikan kepadanya. Kecenderungan itu akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan dan terakhir akan menjadi kepercayaan (kepribadian). Oleh karena itu, jika anak sudah dibiasakan melakukan hal-hal baik sejak kecil, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan itu dan dampaknya ia akan selamat di dunia dan akahirat. c. Metode Nasihat Metode lain yang dianggap representatif dalam membina karakter anak adalah melalui nasihat. Metode nasihat merupakan penyampaian kata-kata yang menyentuh hati dan disertai keteladanan. Dengan demikian, metode ini memadukan antara metode cerita dan metode keteladanan, namun lebih diarahkan kepada bahasa hati, tetapi bisa pula disampaikan dengan pendekatan rasional. Agar nasihat dapat membekas pada diri anak, sebaiknya nasihat bersifat cerita, kisah, perumpamaan, menggunakan kata-
47
kata yang baik, dan orang tua memberikan contoh terlebih dahulu sebelum memberikan nasihat. d. Metode penghargaan dan hukuman Metode terakhir yang dianggap dapat membantu dalam menanamkan
karakter
pada
anak
penghargaan
(reward)
dan
hukum
adalah
metode
dengan
(punishment).
metode
penghargaan penting untuk dilakukan karena pada dasarnya setiap orang dipastikan membutuhkan penghargaan dan ingin dihargai. Selain penghargaan, metode hukuman juga bisa diterapkan dalam membentuk karakter anak. Metode hukuman boleh diterapkan jika seluruh metode-metode diatas tidak berhasil. Jadi hukuman adalah metode terakhir dalam mendidik anak. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Quthb, “ Bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada wakyu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakan persoalan ditempat yang benar. tinndakan tegas ituadalah hukuman”.24 7. Proses Pembentukkan Kedisiplinan Proses pembentukan kedisiplinan memerlukan waktu yang lama dan harus dilakukan sejak dini dan secara terus menerus. Salah satunya adalah pembentukkan kedisipkinan melalui
keluarga.
Keluarga
merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang.
24
Amirulloh Syarbini , Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, (Jakarta:PT Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 59-72.
48
Pendidikan dalam keluarga sangat berperan dalam mengembangkan watak, karakter dan kepribadian.25 Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa esensi pendidikan merupakan
tanggungjawab
keluarga,
sedangkan
sekolah
hanya
berpartisipasi. Karena produk utama pendidikan adalah disiplin diri maka pendidikan kelurga secara esensial adalah meletakkan dasar-dasar disiplin diri untuk dimiliki dan dikembangkan oleh anak .26 Menurut Zakiyah Daradjat terdapat tiga lingkungan yang bertanggung jawab dalam mendidik anak. Ketiga lingkungan tersebut adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.27 Jadi ketiga lingkungan tersebut sharus aling bekerjasama antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain untuk mendidik anak agar anak mempunyai karakter dan perilaku yang baik. Dinamika anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri melibatkan tiga proses yang masing-masing bersifat dialektik, yaitu pengenalan dan pemahaman nilai-nilai moral, pengendapan nilai-nilai moral, dan pempribadian nilai-nilai moral. Proses dialektik yang dimaksud yaitu bahwa pada setiap proses yang terjadi, akan senantiasa melakukan penolakan atau penerimaan anak
25
Ibid., hlm. 19. Moh. Chochib, Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Anak, hlm. 4. 27 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, (Jakarta: Gramedia, 2014) , hlm.20. 26
49
terhadap nilai baru karena adanya konflik atau benturan dengan nilai lama yang telah mengendap dalam dirinya 28 Balson
mengajukan strategi
pendisiplinan
diri
melalui
pemberian konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari perilaku-perilaku tidak disiplin (behavioral consequence). Berbeda dengan Balson, Herry dan Papper mengajukan strategi pendisiplinan diri anak berdasarkan pelibatan anak dalam perencanaan dan proses pembudayaan, termasuk pemberian sanksi. Upaya orang tua dalam membantu anak untuk disiplin dan mengembangkna dasar-dasar disiplin diri berlangsung melalui tiga proses yaitu pengenalan dan pemahaman, pengendapan, dan pempribadian nilai moral.29
28
Moh. Chochib, Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Anak, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 16. 29 Ibid., hlm. 31-32