BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Industri Pariwisata Secara umum masyarakat melihat bahwa industri adalah identik dengan bangunan
pabrik
secara
kontinuitas
melakukan
proses
produksi
dengan
menggunakan mesin-mesin dan berbagai teknologi. Tetapi akan sangat jauh berbeda ketika mengenal industri pariwisata. G. A. Schmool memberi batasan tentang industri pariwisata sebagai “Tourist is a highly decentralized industry consisting of enterprises different in size, location, function, type organization, range of service provided and method used to market and sell them”. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan, tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi tempat kedudukan, bentuk organisasi yang mengelola dan metode atau cara pemasarannya (Muhammad Tahwin, 2003). Batasan pariwisata sebagai suatu industri diberikan secara terbatas, hanya sekedar menggambarkan apa sebenarnya pariwisata itu. Dengan demikian dapat memberikan pengertian yang lebih luas. Jadi sebenarnya, ide memberikan istilah industri pariwisata lebih banyak bertujuan memberikan daya tarik supaya pariwisata dapat dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu Negara, terutama pada Negara-negara sedang berkembang. Industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian dari usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan
7
8
wisatawan, selama ia melakukan perjalanan wisata sampai kembali ke tempat asalnya. Menurut Spillane (1987) Badrudin (2001), ada lima unsur industri pariwisata yang sangat penting, yaitu: a. Attractions (daya tarik) Attractions dapat digolongkan menjadi site attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap yaitu tempat-tempat wisata yang ada di daerah tujuan wisata seperti kebun binatang, keraton, dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat diubah atau dipindah dengan mudah seperti festival-festival, pameran, atau pertunjukanpertunjukan kesenian daerah. b. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan) Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan pasarnya. Selama tinggal di tempat tujuan wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan Support Industries yaitu toko souvenir, toko cuci pakaian, pemandu, daerah festival, dan fasilitas rekreasi (untuk kegiatan). c. Infrastructure (infrastruktur) Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur dari suatu daerah sebenarnya dinikmati baik oleh wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal di sana,
9
maka ada keuntungan bagi penduduk yang bukan wisatawan. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata. d. Transportations (transportasi) Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau pengangkutan sangat dibutuhkan karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan pariwisata. Transportasi baik transportasi darat, udara, maupun laut merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata. e. Hospitality (keramahtamahan) Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.
Menurut UU No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan kepariwisataan adalah sebagai berikut: 1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
10
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. 3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. 4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. 5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. 7. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. 8. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
11
9. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. 10. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan. 11. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja. 12. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata
untuk
mendukung peningkatan
mutu
produk
pariwisata,
pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan. 13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung awabnya di bidang kepariwisataan.
12
2.2 Pengertian Manajemen (Pengelolaan) Pengelolaan (manajemen), menurut Leiper dalam Pitana dan Diarta (2009), merujuk kepada seperangkat peranan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, atau bisa juga merujuk pada fungsi-fungsi yang melekat pada peran tersebut. Fungsi-fungsi manajemen tersebut sebagi berikut : 1. Planning (perencanaan) 2. Directing (mengarahkan) 3. Organizing (koordinasi) 4. Controling (pengawasan)
Follet dalam Pitana dan Diarta (2009) menekankan bahwa koordinasi merupakan fungsi utama dan terpenting yang harus dipisahkan dan memerlukan pembahasan tersendiri. Fungsi koordinasi merujuk kepada fungsi seorang manajer untuk menerjemahkan sebuah informasi, seperti perencanaan dan pengawasan, dan mengaplikasikan informasi tersebut secara sistematis ke dalam fungsi manajerial yang diterjemahkan secara nyata dalam kegiatan pengawasan (directing), perencanaan (planning), dan pengawasan (controling).
2.3 Pengembangan Destinasi Pariwisata Destinasi merupakan suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang diakui selama perjalanan. Suatu tempat pasti memiliki batas-batas
13
tertentu, baik secara aktual maupun hukum. Destinasi dapat menjadi destination area yang oleh WTO didefinisikan sebagi berikut: “Part of destination A homogens tourism region or a group of local goverment adminitrative regions” (WTO dalam Pitana dan Diarta). Dalam
mendiskusikan
destinasi
pariwisata,
kita
juga
harus
mempertimbangkan istilah region yang didefinisikan sebagai berikut: “(1) Agrouping of countries, usually a tourism in a common geographic area, (2) An area within a country, usually a tourism destination area” (Ricardson dan Flunker dalam Pitana dan Diarta 2009). Menurut Kusudianta dalam (Pitana dan Diarta, 2009:126) , destinasi wisata dapat digolongkan atau dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri destinasi tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Destinasi sumber daya alam, seperti iklim, pantai, hutan, pulau. 2. Destinasi sumber daya budaya, seperti tempat bersejarah, museum, teater, dan masyarakat lokal 3. Fasilitas rekreasi, seperti taman hiburan 4. Event seperti Pesta Kesenian Bali, Pesta Danau Toba, pasar malam 5. Aktivitas spesifik, seperti petualangan, perjalanan romantis
Pembangunan kepariwisataan Indonesia sebagi bagian integral pembangunan nasional dilaksanakan secara berkelanjutan bertujuan untuk mewujudkan peningkatan kepribadian dan kemampuan manusia dan masyarakat Indonesia dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
14
teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global (Muljadi, 2009:30). Pengembangan pariwisata dalam negeri telah diarahkan untuk memupuk cinta tanah air dan bangsa, menanamkan jiwa dan semangat serta nilai-nilai
luhur
berbangsa,
meningkatkan
kualitas
budaya
bangsa,
memperkenalkan peninggalan sejarah, keindahan alam termasuk bahari dengan terus meningkatkan wisata remaja-remaja penuda (Muljadi, 2009:31). Nilai-nilai budaya bangsa yang menuju ke arah kemajuan peradaban, mempertinggi derajat kemanusian, kesusilaan, dan ketertiban umum guna memperkokoh jati diri bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Karena itu, untuk mewujudkan penmbangunan pariwisata harus diperhatikan hal berikut: 1. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya. 2. Nilai-nilai agana, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 3. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup 4. Kelanjutan dari usaha pariwisata itu sendiri (Muljadi, 2009:32)
Penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan pariwisata Indonesia diamksudkan Agar daya tarik wisata yang sedemikian banyak dimilki bangsa Indonesia dapat dikenal, baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun masyarakat dunia, serta menghindarkan dari kerusakan-kerusakan.
15
Dalam pengembangan destinasi pariwisata memerlukan teknik perencanaan yang baik dan tepat. Teknik pengembangan harus menggabungkan beberapa aspek penunjang kebijakan kesuksesan pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah pengembangan fasilitas, pengembangan sumber daya manusia, meningkatkan aktivitas pemasaran, kualitas lingkungan hidup, aksesbilitas dan transportasi (Liu ,1994:18)
2.4 Analitycal Hierarchy Process ( AHP ) Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok – kelompoknya. Kemudian
kelompok –
kelompok
tersebut diatur menjadi suatu
bentuk
hierarki.(Mulyono, 2004:318). AHP adalah pendekatan dasar untuk pengambilan keputusan. AHP didesain untuk dapat menanggulangi rasional dan intuisi untuk memilih yang terbaik dari alternatif – alternatif yang di evaluasi dengan beberapa kriteria. Dalam proses ini pembuat keputusan menggunakan pairwise comparison judgement yang digunakan untuk membentuk seluruh prioritas untuk mengetahui ranking dari alternatif. Secara sederhana, AHP sering diartikan sebagai pembobotan (penentuan prioritas) dari serangkaian persoalan yang dihadapi, baik terhadap kriteria maupun alternatifnya.(Bustanul, 2010:9) AHP dikembangkan tahun 1970 oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Amerika Serikat. Dalam perkembangannya, AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi
16
penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah seperti memilih portfolio, peramalan dan lain lain. Dengan metode AHP ini memungkinkan kita untuk mengambil keputusan secara efektif terhadap persoalan yang kompleks dimana faktor – faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan data, emosi dan rasa dioptimasikan dalam suatu proses yang sistematis.(Mulyono, 2004:319) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan – pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari satu. (Mulyono, 2004:319) Terkadang timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat diolah menjadi numerik, hanya kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi. Prinsip kerja AHP adalah dengan menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian – bagian dan tersusun dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik, secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dan secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dengan membuat struktur keputusan yang sistematis dan serangkaian prosedur perhitungan, maka dapat dihasilkan rekomendasi prioritas atau bobot keputusan tiap alternatif yang diajukan. Dari berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki
17
prioritas
tinggi
dan
berperan
dalam
mempengaruhi
hasil
pada
sistem
tersebut.(Mulyono, 319, 2004)
Kelebihan Metode AHP Menurut Marimin dan Nurul (2004:92-93), beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah : 1. Kesatuan AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan fleksibel untuk berbagai permasalahan yang tidak terstruktur sekalipun. 2. Kompleksitas AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3. Saling ketergantungan AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen – elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan suatu penilaian linier. 4. Penyusunan hierarki AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen – elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Pengukuran AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal – hal dan terwujud suatu metode untuk menentukan prioritas.
18
6. Konsistensi AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan – pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan prioritas. 7. Sintesis AHP menuntun ke sebuah taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 8. Tawar menawar AHP mempertimbangkan prioritas – prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan. 9. Penilaian dan konsensus AHP tidak memaksakan konsensus, tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda. 10. Pengulangan proses AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
Sedangkan kelemahan metode AHP menurut Marimin dan Nurul (2004:94) adalah sebagai berikut: 1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya.
19
Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. 2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
Prinsip – prinsip dasar AHP adalah prinsip – prinsip berpikir analitis, yaitu prinsip yang mendasari logika manusia dalam menganalisa dan memecahkan suatu masalah. Dalam menyelesaikan masalah dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami. Menurut Mulyono (2004:321-322) terdiri dari empat prinsip, yaitu : 1. Decomposition Setelah kita mendefinisikan permasalahan, maka perlu dilakukan decomposition. Artinya adalah memecah persoalan yang utuh menjadi unsur – unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan yang dilakukan harus mencapai pemecahan terkecil, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari permasalahan tadi. Karena inilah maka dinamakan hierarki. Ada dua jenis hierarki, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hierarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkatan memiliki semua elemen yang ada pada tingkatan berikutnya. Jika tidak demikian, maka disebut hierarki tidak lengkap. 2. Comparative Judgement
20
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen – elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih enak bila disajikan daam bentuk matriks yang dinamakan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, si pengambil keputusan perlu pengertian menyeluruh tentang elemen – elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam penyusunan skala kepentingan ini, digunakan patokan seperti pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1. Skala Dasar Dalam Metode AHP Tingkat
Definisi
Keterangan
1
Sama pentingnya
Sama pentingnya dengan yang lainnya
3
Sedikit lebih penting
Moderat
Kepentingan
pentingnya
dibanding
yang lainnya 5
Lebih penting
Kuat pentingnya dibanding yang lain
7
Sangat penting
Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain
9
Mutlak lebih penting
Ekstrim
pentingnya
diabnding
yang lain 2,4,6,8
Nilai Tengah
Nilai diantara dua penilaian yang berdekatan
21
Reciprocal
Kebalikan
1/(2-9)
Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j memilki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i
Sumber : Mulyono (2004:321)
Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma
reciprocal. Artinya jika elemen i dinilai tiga kali lebih
penting dibanding elemen j , maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dengan elemen i. Di samping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, yang artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat n elemen, makaakan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen – elemen diagonal sama dengan 1. 3. Synthesis of Priority Dari setiap pairwise comparison matrix kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority, karena pairwise comparison matrix terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local prority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk
22
hirarki. Pengurutan elemen – elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.
4. Logical Consistency Konsistensi jawaban dari responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menetukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum responden harus memiliki konsistensi dalam membandingkan, misalnya jika A > B dan B > C, maka secara logis responden harus menyatakan A > C.
Menganalisa masalah dengan menyusunnya dalam bentuk hierarki memiliki
beberapa
keuntungan,
antara
lain
adalah
:
(Bernardus
dkk,p.262,2012) •
Hierarki yang mempresentasikan sistem yang dapat digunakan untuk bagaimana perubahan tingkat kepentingan elemen – elemen pada tingkat hierarki di bawahnya.
•
Hierarki memberikan informasi yang jelas dan lengkap atas struktur dan fungsi dari sistem dalam tingkatan yang lebih rendah dan memberikan gambaran faktor – faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tujuan – tujuan pada tingkat yang lebih
23
tinggi. Pembatasan dari elemen – elemen pada tingkat terten tu di presentasikan secara baik dalam berikutnya yang lebih atas dari elemen tersebut. •
Penganalisaaan dengan hierarki, lebih efisien dari pada analisa secara keseluruhan.
•
Stabil dan fleksibel. Stabil dalam hal perubahan yang kecil akan memberikan pengaruh yang lebih kecil pula. Sedangkan fleksibel dalam hal penambahan terhadap struktur hierarki tidak akan merusak atau mengacau performansi hierarki secara keseluruhan.
2.5.3 Langkah dan Prosedur AHP 1. Penentuan Kriteria Langkah awal dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP adalah menentukan kriteria dan subkriteria yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Tidak lupa menentukan alternatif lain yang dinilai baik oleh perusahaan. Misalnya dalam permasalahan menentukan suplier mana yang paling tepat dinilai dari kinerjanya. Yang dinilai adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Permasalahan yang dihadapi adalah : (Marimin dan Nurul, 2010:93) •
Untuk masalah service excelllent, dapat dimasukkan dalam kriteria pelayanan.
24
•
Untuk
masalah
kualitas
yang
kurang
memuaskan
dapat
dikategorikan sebagai kriteria kualitas produk. •
Untuk masalah tingkat kepercayaan publik dan penjualan dapat dikategorikan ke dalam pertumbuhan penjualan.
2. Penentuan hierarki Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut: (Marimin dan Nurul,p.93-94,2010) a. Minimum Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis proses selanjutnya. b. Independen Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama. c. Lengkap
25
Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam menghadapi persoalan yang ada. d. Operasional Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan. Penyusunan
hierarki
dilakukan
dengan
cara
mengidentifikasi
pengetahuan atau informasi yang sedang dicari. Penyusunan tersebut dimulai dari elemen yang menjadi fokus permasalahan, kemudian diuraikan lagi menjadi bagian – bagiannya lagi, kemudian seterusnya secara hierarkis. Sebagai contoh, dalam kajian evaluasi pemasok di sebuah retailer, susunan hierarkisnya teridiri dari goal, kriteria dan alternatif. Diagram berikut mempresentasikan keputusan untuk memilih pemasok yang efisien melalui penialain kinerjanya. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Alternatif yang tersedia terdiri dari beberapa pemasok. Hierarki persoalan ini terlihatpada gambar 2.1. (Marimin dan Nurul, 2010:94)
Pelayanan
Penilaian Kinerja Pemasok
Pertumbuhan Penjualan
Pemasok 1 Pemasok 2 Gambar 2.1. Contoh Struktur Hierarki Dalam AHP
Kualitas Produk
Pemasok 3
26
3. Langkah penilaian Untuk berbagai persoalan, skala 1 – 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala 1 – 9 ditetapkan sebgai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen di setiap level heirarki terhadap suatu elemen yang berada diatasnya ( Tabel 2.2 ). Skala dengan sembilan satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana kita mampu membedakan intesnsitas tata hubungan antar elemen. Penilaian dilakukan oleh beberapa orang decision maker.(Marimin dan Nurul, 2010, p.94) Tabel 2.2. Contoh Kuisioner Penilaian i
9
8
7
6
5
3
4
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
J
6
7
8
9
J
Berarti i sedikit lebih penting dari j i = (3) j i
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
3
4
5
Berarti j sedikit lebih penting dari i i = (1/3) j
4. Mencari rata – rata geometrik Hasil dari rata – rata geometrik ini kemudian dimasukkan kedalam matriks perbandingan
berpasangan.
Mencari
menggunakan rumus :
Rata-rata geometrik =
5. Langkah prioritas
rata
–
rata
geometrik
dapat
27
Langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas dengan membuat suatu pairwise comparison matrix, maksudnya adalah elemen – elemen dibandingkan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Sebagai contoh, membandingkan tiga suplier dalam kriteria pelayanan. (Marimin dan Nurul, 2010:95) Tabel 2.3. Contoh Perhitungan Matriks Pairwise Comparison Pelayanan
Suplier 1
Suplier 2
Suplier 3
Suplier 1
1
0,5
0,25
Suplier 2
2
1
0,5
Suplier 3
4
2
1
6. Normalisasi matriks Setelah melakukan perhitungan matriks perbandingan berpasangan, maka matriks tersebut dinormalisasikan. Menormalisasi matriks tersebut dengan cara menjumlahkan nilai – nilai dalam setiap kolom (Tabel 2.4.), lalu membagi setiap entry pada setiap kolom dengan jumlah pada kolom tersebut untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Tabel 2.5.).
Tabel 2.4. Mencari Jumlah Dari Setiap Kolom Pelayanan
Suplier 1
Suplier 2
Suplier 3
Suplier 1
1
0,5
0,25
Suplier 2
2
1
0,5
Suplier 3
4
2
1
28
Jumlah
7
Tabel
2.5.
3,5
Hasil
Normalisasi
1,75
Matriks
Perbandingan
Berpasangan Pelayanan
Suplier 1
Suplier 2
Suplier 3
Suplier 1
0,14
0,14
0,06
Suplier 2
0,29
0,29
0,16
Suplier 3
0,57
0,57
0,57
7. Penentuan prioritas pilihan Langkah berikutnya adalah dengan merata – ratakan sepanjang baris dengan menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris dari matriks yang dinormalisasi lalu membagi banyaknya entri dari setiap baris. ( 0.14 + 0.14 + 0.06 ) : 3 = 0.14 ( 0.29 + 0.29 + 0.16 ) : 3 = 0.29 ( 0.57 + 0.57 + 0.57 ) :3 = 0.57 Dari contoh diatas sintesis ini menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau preferensi untuk suplier 1 = 0.14, suplier 2 = 0.29, dan suplier 3 = 0,57. (Mulyono, 2004:325) 8. Konsistensi Nilai-nilai
perbandingan
berpasangan
yang
dilakukan
harus
diperiksakonsistensinya, misalnya bila dalam melakukan perbandingan kita menilaiA>B dan B>C, maka secara logis seharusnya A>C. Untuk
29
menghitungkonsistensi ini. AHP telah memiliki rumus untuk menghitung consistency Konsistensi mengandung dua arti, yaitu : 1. Bahwa pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan menurut persamaan dan pertaliannya. 2. Bahwa intensitas relasi antan gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu akan saling membenarkan secara logis. Untuk menghitung konsistensi, hitung dengan prinsip eigen value ( λ max ), jika λ max dekat dengan n ( n adalah jumlah elemen yang dibandingkan satu sama lain ), hal ini berarti bahwa matrix konsisten. Jika
λ max tidak dekat dengan nilai n ini berarti bahwa matrix tidak konsisten. Sebuah index diperlukan untuk mengukur konsistensi dari bobot. Mulyono mengusulkan untuk menggunakan Consistency Index ( CI =
(λ max − n) ). Ini ( n − 1)
adalah index yang dapat mengukur berapa banyak konsistensi matrix yang dibandingkan berbeda dengan konsistensi sempurna Dari 500 sampel matriks acak dengan skala perbandingan 1 sampai 9, untuk beberapa orde matriks Saaty mendapatkan suatu nilai rata – rata RI seperti pada Tabel 2.6 Tabel 2.6. Nilai Indeks Random ( RI ) N
RI
30
1
0
2
0
3
0,58
4
0,9
5
1,12
6
1,24
7
1,32
8
1,41
9
1,45
10
1,49
11
1,51
12
1,48
13
1,56
14
1,57
15
1,59
N = Ukuran Matriks RI = Indeks Random Sumber : Bernardus dkk, 2012, p.268
Dengan membandingkan antara CI dan RI akan di dapat suatu patokan yang menyatakan suatu matriks bersifat konsisten atau tidak.
31
Perbandinganantara CI dan RI dikatakan sebagai Consistency Ratio (CR). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : CR =
CI RI
Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR Consistency Ratio) yang diizinkan adalah CR < 0,1. (Bernardus dkk, 2012:269)
9. Langkah iterasi Langkah iterasi adalah tahap dimana mengulangi setiap langkah dari langkah ke – 2 sampai langkah ke – 6 untuk setiap matriks dari setiap level hierarki.
10. Penentuan prioritas final Cara penentuan prioritas final adalah dengan cara mengalikan setiap Vector Priority pada level yang paling bawah dengan kriteria pada level yang lebih tinggi dan begitu seterusnya, kemudian tambahkan hasilnya untuk mendapatkan Overall Priority.(Mulyono, 2004:327)
2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian ini didukung oleh berbagai kajian penelitian terdahulu yang merupakan kajian empiris yang berguna sebagai landasan untuk berpikir dan sekaligus untuk mengetahui dan mempelajari berbagai metode analisis
32
yang digunakan yang kemungkinan dapat diterapkan oleh peneliti dalam penelitian ini. Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini dengan hasil dan metode yang berbeda pernah dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Andi Hafif (2009) dengan judul Analisis Strategi Pengembangan PariwisataAir Terjun Kalipancur Desa Nogosaren dengan pendekatan Co-Management dan Analysis Hierarchy Process (AHP) yang memiliki tujuan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya oleh masyarakat dan pihak terkait dalam menjaga ekologi kawasan wisata dengan pendekatan Co Management dan prioritas kebijakan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan pariwisata air terjun Kalipancur. Hasil analisis peringkat kriteria untuk mencapai prioritas kebijakan jumlah kunjungan yang tertinggi adalah evaluasi memiliki bobot 0,857 merupakan prioritas utama dan memiliki nilai consistency ratio sebesar 0.00 dibawah 0,1 maka matriks perbandingan responden telah teruji sangat konsisten.
Penelitian yang dilakukan oleh Yudha et al (2007) dengan judul Analisis Permintaan Pariwisata Pantai Kartini di Kabupaten Jepara dengan menggunakan Metode Travel Cost dan Strategi Pengembangannya Melalui Analisis Hierarki Proses (AHP), bertujuan untuk menganalisis permintaan pariwisata Pantai Kartini Kabupaten Jepara. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan travel cost method dengan tujuh variabel utama yaitu biaya perjalanan Pantai Kartini, biaya perjalanan Pantai Parangtritis,
33
jarak, penghasilan, pendidikan, umur, dan selera, yang berpengaruh secara signifikan pada frekuensi kunjungan ke Pantai Kartini ialah variabel penghasilan dan selera pada tingkat signifikasi 5%. Valuasi nilai ekonomi untuk Pantai Kartini Jepara ialah 1.646.773.988.754,46 dengan nilai surplus konsumennya per tahun ialah Rp 693.670.5929. Sedangkan pendekatan AHP, menunjukkan bahwa alternatif yang diambil dalam pengembangan Pantai Kartini secara overall adalah wisata dengan nilai 0.718. Adapun kriteria yang ditetapkan adalah pengembangan
Pantai
Kartini
Kabupaten Jepara,
pengembangan struktur dan infrastruktur, pengembangan industri jasa pantai, pelestarian dan pengembangan budaya lokal, pengembangan prasarana wisata budaya, pemeliharaan bangunan artifisial, regulasi kebersihan pantai, kesesuaian penggunaan lahan, penangkaran biota laut. Sementara alternatif yang digunakan adalah wisata, industri, dan pendidikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kusuma Sari (2011) dengan judul Pengembangan Obyek Wisata Pantai Sigandu Kabupaten Batang Dengan travel cost method menunjukkan bahwa dari enam variabel dalam penelitian yaitu biaya perjalanan Pantai Sigandu, biaya perjalanan obyek wisata lain (Pantai Widuri), penghasilan, pendidikan, umur, dan jarak, yang berpengaruh secara signifikan pada frekuensi kunjungan ke Pantai Sigandu ialah variabel biaya perjalanan Pantai Sigandu, biaya perjalanan obyek wisata lain (Pantai Widuri), penghasilan, dan jarak pada tingkat signifikansi
5%.
Valuasi
ekonomi
untukPantai
Sigandu
ialah
Rp
34
26.739.188.00 dengan nilai surplus konsumennya per tahun ialah Rp. 353.838,07Sedangkan pada pendekatan AHP, menunjukkan bahwa alternatif yang diambil dalam Pengembangan Pantai Sigandu secara overall adalah pengembangan Pantai Sigandu sebagai obyek wisata primadona Kabupaten Batang dengan nilai bobot 0,128, Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dengan nilai bobot 1,108, dan memberikan sarana dan fasilitas pada investor dengan nilai bobot 0,103.
Research conduced by Robert Fabac and Ivan Zver (2011) by tittle Applying the Modified SWOT-AHP method to the Tourism of Gornje Medimurje. The development of tourism in rural areas supports economic development and growth of these areas. The prerequisite of successful development is the existence of strategic priorities in tourism. The Gornje Me_imurje area has the characteristics of a rural region which generates recognizable successes in development of an authentic touristic attraction. Guidelines specified by the official Tourism Development Strategy (Ministry of Tourism, 2003) can serve as possible strategic orientations/ options in that respect. In particular, the guidelines that refer to Central Croatia include: orientations toward rural tourism, health tourism, sport tourism, and congress tourism. This paper aims to contribute to the formulation of future tourist orientation of this region by the evaluation of strategic alternatives using the combined SWOT-AHP (short for Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats and Analytical Hierarchical Process) method. In this
35
paper we propose a modified version of the method, so that the absolute values of SWOT factors coefficients are used as criteria previously specified by AHP, but with a different procedure of evaluating (strategic) alternatives. The strengths, weaknesses, opportunities and threats for tourism were described, which was based on judgments of experts; the appropriate weight was given to SWOT groups and factors using the AHP method. The relevance of potential strategic alternatives was determined with regards to global values of elements (factors) contained in SWOT groups, while also taking into consideration negative contributions of Weaknesses and Threats to the strategic situation. Thus, the strategic priorities for tourism development of Gornje Me_imurje were obtained and the option of rural tourism was estimated as being most attractive.
2.6 Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian ini menitikberatkan pada kriteria dan alternatif mana yang penting untuk mengembangkan pariwisata pulau pramuka kabupaten Kepulauan Seribu agar bisa dilaksanakan oleh Stakeholders. Metode yang digunakan yaitu Analythical Hierachy Process (AHP). Adapun perbandingan dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini:
Tabel 2.7 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu
36
No
1.
2.
Nama Peneliti
Andi Hafif (2009)
Judul penelitian
Metode yang digunakan
Strategi Pengembangan Pariwisata Air Terjun Kalipancur Desa Nogosaren Analytical Hierachy dengan pendekatan Co- Process (AHP) Management dan Analysis Hierarchy Process (AHP)
Permintaan Pariwisata Pantai Kartini di Kabupaten Jepara dengan menggunakan Metode Travel Cost dan Strategi Yudha (2007) Pengembangann ya Melalui Analisis Hierarki Proses (AHP)
-Travel Cost Method - Analytical Hierarchy Process (AHP)
Hasil temuan
Peringkat kriteria untuk mencapai prioritas kebijakan jumlah kunjungan yang tertinggi adalah evaluasi memiliki bobot 0,857 merupakan prioritas utama dan memiliki nilai consistency ratio sebesar 0.00 dibawah 0,1 maka matriks perbandingan responden telah teruji sangat konsisten
biaya perjalanan Pantai Kartini, biaya perjalanan Pantai Parangtritis, jarak, penghasilan, pendidikan, umur, dan selera, yang berpengaruh secara signifikan pada frekuensi kunjungan ke Pantai Kartini ialah variabel penghasilan dan selera pada tingkat signifikasi 5%. Valuasi nilai ekonomi untuk Pantai Kartini Jepara ialah 1.646.773.988.754,46 dengan nilai surplus konsumennya per tahun ialah Rp 693.670.5929.
37
Sedangkan pendekatan AHP, menunjukkan bahwa alternatif yang diambil dalam pengembangan Pantai Kartini secara overall adalah wisata dengan nilai 0.718. Sumber:Peneliti (2012)
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan beberapa penelitian terdahulu seperti yang telah dijelaskan pada tabel di atas. Persamaannya adalah dari penelitian ini objek yang diteliti dibidang pariwisata oleh peneliti sama dengan yang digunakan pada penelitian Amiluhur Andi Hafif (2009) dan Yudha (2007). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah peneliti
menetapkan kriteria dan alternatif berdasarkan wawancara dengan stakeholders dan studi pustaka yang dimana untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan harus menyakut tiga aspek yang berkaitan ekonomi, sosial dan lingkungan. Sedangkan penelitian Yudha (2007) menetapkan strategi pengembangan pariwisata lebih menekankan kepada para wisatawan dengan menggunakan variabel biaya perjalanan, biaya perjalanan, jarak, penghasilan, pendidikan, umur, dan selera.
38
2.7 Kerangka Pemikiran Pariwisata Pulau Pramuka
Observasi
Wawancara dengan Stakeholders
Studi Pustaka
Penentuan Kriteria dan Alternatif •
Menetapkan prioritas kriteria dan alternatif dengan membuat matriks pairways comparison
• • •
Matriks dinormalisasi Hitung Lamda maksimum Cari nilai Consistensy Index (CI) dan Consistensi Ratio (CR)
•
Membandingkan nilai CR, jika CR < 10%
•
Menyusun Matriks perkalian antara weight matriks alternatif dengan weight matriks criteria
•
Pilih alternatif dengan weight yang terbesar Manajemen Pengembangan Destinasi Pariwisata Pulau Pramuka Gambar 2.2 Susunan Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti (2013)