BAB II LANDASAN TEORI
A. Keselamatan Kerja Masalah Keselamatan Kerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam lingkungan kerja. Dengan lingkungan kerja yang aman, tenang dan tenteram, maka orang yang bekerja akan bersemangan dan dapat bekerja secara baik sehingga hasil kerjanya memuaskan. Keselamatan Kerja menurut Tarwaka adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). Keselamatan Kerja dalam suatu tempat kerja mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan kondisi dan keselamatan sarana produksi, manusia dan cara kerja ( Ramli, 2010: 28). Di dalam Undang-undang No.1 tahun 1970 telah disebutkan secara jelas dan tegas persyaratan Keselamatan Kerja yang harus dipenuhi oleh setiap orang
atau badan yang menjalankan usaha, baik formal maupun
informal, dimanapun berada di lingkungan usahanya (Tarwaka, 2008: 4). 1.
Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.
2.
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3.
Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
8
4.
Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran atau kejadian lainnya.
5.
Memberikan pertolongan dalam kecelakaan.
6.
Memberikan alat perlindungan diri bagi pekerja.
7.
Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.
8.
Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, maupun psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.
9.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik. 11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik. 12. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban. 13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja. 14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang. 15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. 16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang. 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. 18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahayanya menjadi bertambah tinggi.
9
Dari uraian-uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Keselamatan Kerja merupakan kesehatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses produksi yang diciptakan untuk melindungi karyawan dan sumber-sumber produksi agar aktivitas produksi dapat berjalan lancer dan efisien.
B. Kecelakaan Kerja Kecelakaan merupakan hal yang paling dihindari dari suatu proses produksi pada perusahaan. Terjadinya kecelakaan kerja dapat mempengaruhi produktivitas pada suatu perusahaan. Di dalam proses produksi, produktivitas ditopang oleh tiga pilar utama yaitu jumlah (Quantity), Kualitas (Quality), dan Keselamatan (Safety). Produktivitas hanya dapat dicapai jika ketiga unsur produktivitas di atas berjalan secara seimbang (Ramli, 2010: 15).
10
Gambar 2.1 Segitiga produktifitas dan K3 Sumber : noto, 2011
Secara umum penyebab kecelakaan ada dua hal yaitu unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). 1. Unsafe Action Unsafe action dapat disebabkan berbagai hal antara lain sebagai berikut: a. Posisi kerja yang salah b. Bekerja melebihi jam kerja c. Tidak memperhatikan SOP d. Salah mengartikan terhadap suatu perintah e. Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan f. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai keahlian g. Tidak memakai alat pelindung diri (APD) 2. Unsafe Condition Unsafe condition dapat disebabkan berbagai hal antara lain sebagai berikut: a. Peralatan kerja yang sudah tidak layak pakai atau kurang memadai b. Sifat pekerjaan yang mengandung potensi berbahaya
11
c. Area kerja yang terlalu bising d. Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan e. Terpapar radiasi f. Terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan api Dampak dari kecelakaan kerja dirasakan langsung oleh pekerja, dimana pekerja dapat mengalami cidera dari ringan sampai berat bahkan dapat menyebabkan kematian. Dampak tidak langsung dirasakan oleh masyarakat sangat banyak misalnya hilangnyawaktu kerja, produktivitas menurun, dan lain-lain. Bertolak dari upaya penanggulangan kecelakaan kerja semestinya dapat diminimalkan. Dan kerugian dari kecelakaan kerja ini seperti gunung es, yaitu kerugian yang tidak terlihat lebih banyak daripada kerugian yang terlihat.
Gambar 2.2 Kerugian yang timbul akibat Kecelakaan Kerja Sumber : Eko, 2011
C. Kesehatan Kerja
12
Kesehatan Kerja (Occupational Health) sebagai suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat berkaitan dengan lingkungan kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Tarwaka, 2008: 22). Menurut Soepomo dalam Kesehatan Kerja adalah aturan-aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan kesehatan dan kesusilaan dalam diri seorang itu, Karena itu melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja (Soepomo, 1985: 75). Tidak jauh dari pengertian diatas Mannulang menjelaskan bahwa Kesehatan Kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal (Mannulang, 1990: 87). Jika disimpulkan bahwa Kesehatan Kerja adalah usaha untuk menjaga buruh dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan kesehatan dan kesusilaan, baik dalam keadaan yang sempurna fisik, mental maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Adapun factor-faktor dari kesehatan kerja adalah: 1. Lingkungan kerja secara medis Dalam hal ini lingkungan kerja secara medis dapat dilihat dari sukap perusahaan dalam menangani hal-hal sebagai berikut: a. Kebersihan lingkungan kerja
13
D.
b.
Suhu udara dan ventilasi di tempat kerja
c.
Sistem pembuangan sampah dan limbah industry
Sarana kesehatan tenaga kerja Upaya-upaya dari perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dari tenaga kerjanya hal ini dapat dilihat dari: a.
Penyedia air bersih
b.
Sarana olah raga dan kesempatan rekreasi
c.
Sarana kamar mandi dan WC
E. Pemeliharaan kesehatan tenaga kerja a.
Pemberian makanan yang bergizi
b.
Pelayanan kesehatan tenaga kerja
c.
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
F. Perundang-Undangan K3 1. Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, merupakan UU pengganti UU sebelumnya yaitu UU No. 14 Tahun 1964 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja; UU No. 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan maupun UU No. 11 Tahun 1998 Tentang Perubahan berlakunya UU No.25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan. UU 13/2003 tersebut mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 25 Maret 2003. Pada Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja: a.
Pasal 86 dinyatakan bahwa;
14
1) Setiap
pekerja/buruh
mempunyai
hak
untuk
memperoleh
perlindungan atas: a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja b) Moral dan Kesusilaan c) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama 2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3. b.
Pasal 87 (1) dinyatakan bahwa: setiap perusahaan Wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Dari kedua pasal tersebut jelas bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan
pekerja/buruh
wajib
memberikan
perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku kepada tenaga kerja dan keluarganya. 1.
Undang-Undang Pengawasan Ketenagakerjaan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam
Industri
dan
Perdagangan
dimaksudkan
untuk
dapat
melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan secara efektif sesuai standar yang ditetapkan oleh International Labour Organisation (ILO).
15
Konvensi ILO Nomor 81 terdiri dari 4 Bagian dan 39 pasal. Pokok-pokok isi dari konvensi ini antara lain memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja harus diterapkan dei seluruh tempat kerja berdasarkan peraturan perundangan dan pengawasannya dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan. 2) Fungsi sistem pengawasan ketenagakerjaan harus menjamin penegakan hokum mengenai kondisi kerja dan perlindungan tenaga kerja serta memberikan informasi efektif tentang masalah teknis kepada pengusaha dan pekerja/buruh. 3) Pengawasan ketenagakerjaan tetap berada di bawah supervisi dan kontrol pemerintah pusat. 4) Hal-hal lain yang berkaitan dengan persyaratan pegawai pengawas, tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengawas ketenagakerjaan. 2.
Undang-Undang Keselamatan Kerja UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdiri dari 11 Bab 18 pasal, adalah merupakan UU pokok yang memuat aturanaturan dasar dan ketentuam-ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, maupun di udara yang berada di wilayah Negara RI
16
(Pasal 2). Sementara itu perumusan ruang lingkup dalam Undangundang ini ditentukan atas dasar 3 hal yaitu: 1) Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha 2) Adanya tenaga kerja yang bekerja 3) Adanya bahaya dan resiko kerja di tempat kerja 3.
Undang-Undang Kesehatan Di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, khususnya pada Pasal 23 dinyatakan bahwa Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal yang meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja. Dan setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan
kesehatan
kerja
sesuasi
dengan
peraturan
perundangan yang berlaku. 4.
Undang-Undang Higene Perusahaan Undang-Undang No. 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120 mengenai Higine dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 25 Februari 1961. Konverensi ini berlaku bagi: a.
Badan-badan perniagaan.
b.
Badan, lembaga, kantor pemberi jasa dimana pekerjanya terutama melakukan pekerjaan kantor.
c.
Setiap bagian dari badan, lembaga atau kantor pemberi jasa dimana pekerjanya terutama melakukan pekerjaan dagang atau
17
kantor, sejauh mereka tidak tunduk pada UU atau peraturan lain yang
bersifat
nasional
tentang
higene
dalam
industry,
pertambangan, pengangkutan dan pertanian.
G. Alat Pelindung Diri (APD) Didalam suatu proses produksi seseorang yang terlibat dalam kegiatan tersebut tidak akan lepas dari kemungkinan kecelakaan ataupun pengaruh yang berdampak pada kesehatan. Menurut Keselamatan dan kecelakaan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Anizar, 2009: 85). Untuk meminimalisir kecelakaan atau pengaruh yang berdampak pada kesehatan dari suatu proses produksi, maka pekerja harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengusaha/pengurus perusahaan wajib menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat berikut jenis-jenis APD : Dari ketiga pemenuhan persyaratan tersebut, harus diperhatikan factor-faktor pertimbangan dimana APD harus:
18
a.
Enak dan nyaman dipakai
b.
Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja
c.
Memberikan
perlindungan
yang
selektif
terhadap
segala
jenis
bahaya/potensi bahaya d.
Memenuhi syarat estetika
e.
Memperhatikan efek samping penggunaan APD
f.
Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan harga terjangkau. Tabel 2.1 Alat Pelindung Diri Faktor bahaya
Bagian tubuh yang perlu
Alat-alat proteksi diri
dilindungi Benda berat atau
Kepala, betis, tungkal
kekerasan
Topi logam atau plastik, lapisan
pelindung
(deckker) dari kain, kulit, Pergelangan
Benda sedang
kaki,
kaki, logam, dsb.
dan jari kaki.
Sepatu stellbox toe
Kepala
Topi alumuniaum atau
tidak terlalu berat.
plastik.
Benda-benda besar
Kepala
Topi plastik atau logam.
beterbangan
Mata
Goggles (kacamata yang menutupi seluruh samping mata), kacamata yang sampingnya
Muka
tertutup. Tameng plastik.
19
Jari, tangan, lengan.
Sarung tangan kulit berlengan panjang.
Tubuh
Jaket atau jas kulit.
Betis, tungkai, mata kaki.
Pelindung dari kulit, berlapis logam dan tahan api.
Debu
Mata
Goggles, kacamata sisi kanan kiri tertutup.
Muka
Penutup muka dari plastik.
Alat pernapasan Respirator / msker khusus Percikan api atau
Kepala
Topi plastik berlapis
logam
asbes. Mata
Goggles, kacamata
Muka
Penutup muka dari plastik.
Jari, tangan, lengan Sarung tangan asbes Betis, tungkai
berlengan panjang.
Matakaki, kaki
Pelindung dari asbes
Tubuh
Sepatu kulit Jaket asbes/kulit
Gas, asap, fumes
Mata
Goggles
Muka
Penutup muka khusus
Alat pernapasan
Membahayak jiwa secara langsung: gas masker khusus filter. Tidak membahayakan jiwa secara langsung: gas
20
masker bermacamTubuh
macam. Pakaian karet, plastik atau bahan lain yang tahan
Jari, tangan, lengan
kimiawi. Sarung plastik, karet berlengan panjang dan anggota-anggota badan itu diolesi dengan barrier
Betis, tumgkai
cream. Pelindung dari
Matakaki, kaki
plastik/karet. Sepatu yang konduktif (yang menyalurkan aliran listrik) karena mungkin sekali gas dan sebagainya itu eksposif
Cairan dan bahan-
Kepala
Topi plastik/karet
bahan kimiawi
Mata
Goggles
Muka
Penutup dari plastik.
Alat pernapasan
Respirator khusus tahan kimiawi
Jari, tangan, lengan
Sarung plastik/karet
Tubuh
Pakaian plastik/karet
Betis, tungkai
Pelindung khusus dari plastik/karet
Matakai, kakai
Sepatu karet, plastij atau kayu
21
Panas
Kepala
Topi asbes
Lain-lain bagian
Sarung, pakaian, pelindung dari asbes atau bahan lain yang tahan panas/api
Kaki
Sepatu dengan zool kayu atau bahan lain yang tahan panas
Mata
Goggles dengan lensa tahan sinar infrared
Basah dan air
Kepala
Sarung tangan plastik, karet berlengan panjang
Terpeleset, jatuh
Tubuh
Pakaian khusus
Kaki, tungkai
Sepatu bot karet
Kaki
Sepatu anti slip, kayu (gabus)
Terpotong,
Kepala
Topi plastik, logam
tergosok
Jari, tangan, lengan
Sarung tangan kulit, dilapisi logam, berlengan panjang
Tubuh
Jaket kulit
Betis, tungkai
Celana kulit
Matakaki, kaki
Sepatu dilapisi baja, zool kayu
Dermatitis atau
Kepala
Topi plastik, karet, pici
radang kulit
(kap) kapas atau wol Muka
Barrier cream, pelindung plastik
Jari, tangan, lengan
Barrier cream, sarung tangan karet, plastik
22
Listrik
Tubuh
Penutup karet, plastik
Betis, tungkai, matakaki,
Sepatu karet, zool kayu,
kaki
sandal kayu (bakiak)
Kepala
Topi plastik, karet
Jari, tangan, lengan
Sarung tangan karet tahan sampai 10.000 volt selama 3 menit
Tubuh, betis,
Pelindung bahayanya dari
tungkai,matakaki, kaki
karet
Bahan peledak
Kaki
Sepatu kayu, percikan api
Mesin-mesin
Kepala
Pici, terutama wanita yang berambut panjang
Jari, tangan, lengan
Sarung tangan tahan api
Tubuh
Jaket dari karet, plastik, zeildoek
Betis, matakaki
Celana tahan api atau dekker
Sinar silau
Mata
Goggles, kacamata dengan filter khusus atau lensa polaroid
Percikan api dan
Mata
Goggles, penutup muka,
sinar silau pada
kaca-mata dengan filter
pengelasan
khusus Muka
Penutup muka dengan kacamata filter khusus
Tubuh
Jaket tahan api (asbes) atau kulit
Kaki
Sepatu dilapisi baja
23
Penyinaran sedang
Kepala
Topi khusus
Mata
Goggles, kacamata dengan filter lensa
Penyinaran kuat
Muka
Pelindung muka khusus
Kepala
Topi khusus
Mata, muka
Goggles dengan filter khusus, dari logam atau plastic
Penyinaran
Jari, tangan, lengan
radioaktif
Sarung tangan karet, dilapisi timah hitam
Tubuh
Jaket karet atau kulit, dilapisi timah hitam
Gas atau aerosol
Alat pernapasan
Respirator khusus
radioaktif
Seluruh badan
Pakaian khusus
Gaduh suara
Telinga
Pelindung khusus: dimasukan ke lubang telinga atau penutup lubang telinga
Sumber: Anizar, 2009
H. Manajemen K3 Agar penerapan K3 pada suatu perusahaan dapat berjalan dengan baik, maka keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagai mana seperti aspek-aspek lain seperti, produksi, penggudangan, keuangan, pemasaran, logistik dan sumber daya manusia. Dengan begitu kejadian yang tidak di inginkan pada perusahaan yang dapat menimbulkan kerugian dapat di cegah. Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
24
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan produktif (Soehatman, 2010: 46). Penerapan Sistem Manajemen K3 diatur dalam Permenaker RI. No. Per. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3. Pada pasal 3 (1 dan 2) dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 (seratus) orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja WAJIB menerapkan Sistem Manajemen K3 (Tarwaka, 2008:81). Dengan demikian penerapan Sistem Manajemen K3 bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang aman efisien dan produktif. Kewajiban penerapan Sistem Manajemen K3 didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan tingkat potensi bahaya yang ditimbulkan. Meskipun perusahaan hanya mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 (seratus) orang, tetapi apabila tingkat resiko bahayanya besar juga berkewajiban menerapkan Sistem Manajemen K3 di perusahaannya.
25
I.
Investigasi Kecelakaan Kerja Setiap perusahaan memang tidak menginginkan kecelakaan kerja terjadi pada karyawannya, karena dapat menimbulkan kerugian biaya maupun jiwa. Namun pada kenyataannya kecelakaan kerja sangat sulit untuk dihindari. Setiap tahunnya pasti terjadi kecelakaan kerja pada setiap perusahaan baik kecelakaan kerja ringan maupun kecelakaan kerja berat. Setelah terjadi kecelakaan kerja akan diadakan investigasi di tempat kejadian untuk mengetahui penyebab kecelakaan kerja itu sendiri. Investigasi dilakukan dengan kegiatan inspeksi tempat kerja secara khusus, yang dilakukan setelah terjadinya peristiwa kecelakaan atau insiden yang menimbulkan penderitaan kepada manusia serta mengakibatkan kerugian dan kerusakan terhadap properti dan aser perusahaann lainnya. Dengan demikian, investigasi kecelakaan dan inseiden
merupakan hal yang sangat penting
untuk dilakukan sesegera mungkin setelah setiap adanya kejadian kecelakaan. Dan tujuan utama diadakan investigasi adalah untuk mencari apa yang sebenarnya terjadi dan mendapatkan solusi terbaik guna mengatasi masalahmasalah yang berkaitan dengan kecelakaan sering terabaikan. Menurut Bird dan Germain (1986) bahwa pelaksanaan investigasi kecelakaan/insiden secara efektif antara lain akan dapat: a.
Menjelaskan tentang apa yang terjadi Investigasi secara cermat dapat menyelidiki hal-hal melalui bukti konkrit dan mendapatkan pernyataan sebenarnya tentang apa yang sedang terjadi.
26
b.
Menentukan penyebab sebenarnya Fakta kesedihan sering menyita waktu investigasi, sehingga investigasi menjadi dangkal dan kurang berguna. Oleh karena penyebab sebenarnya tidak dapat diidentivikasi, sehingga investigasi waktu yang diluangkan untuk investigasi menjadi sia-sia.
c.
Menentukan resiko kecelakaan Investigasi yang baik akan dapat memutuskan kemungkinan terulangnya kecelakaan yang sama dan kemungkinan potensi kerugian yang besar. Hal tersebut merupakan dua faktor penting di dalam menentukan jumlah waktu dan biaya yang akan digunakan untuk tindakan perbaikan.
d.
Mengembangkan sarana pengendalian Sarana pengendalian yang tepat untuk mengurangi atau menghilangkan resiko, sebagian besar berasal dari hasil investigasi yang dilakukan dengan sebenarnya dan nyata-nyata dapat memecahkan masalah yang terjadi.
e.
Mendefinisikan arah kecenderungan Apabila secara signifikan sejumlah laporan dapat dianalisa, maka arah kecenderungan emergensi akan dapat diidentifikasi dan ditangani sesegera mungkin.
f.
Mendemonstrasikan perhatian Kejadian kecelakaan akan memberikan suatu gambaran tantangan secara gamblang terhadap orang-orang agar selalu berhati-hati. Dengan demikian suatu investigasi harus dilakukan secara cermat dan objektif (Bird dan Germain dalam Tarwaka, 2008:143).
27