BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Umum Retrofitting adalah kegiatan memperkuat atau memperbaiki struktur bangunan
yang ada agar bisa dalam menghemat biaya perencanaan konstruksi bangunan. Retrofitting ini bertujuan untuk menghasilkan perkuatan bangunan yang lebih kuat lagi dari sebelumnya. Sebelum melakukan retrofitting, harus diperhatikan beberapa hal: 1.
Melakukan peninjauan ke lapangan.
2.
Melakukan pemeriksaan terhadap material dan mutu bahan yang digunakan.
3.
Menganalisa sebab kerusakan bangunan.
4.
Menganalisa kekuatan bangunan apakah masih mampu menahan beban atau tidak.
5.
Setelah melakukan analisa, jika dianggap struktur bangunan masih mampu menahan beban maka retrofitting tidak perlu dilakukan. Dan sebaliknya, jika struktur bangunan dirasa tidak mampu menahan beban, maka perbaikan terhadap struktur yang rusak harus dilakukan, dapat berupa menambahkan material lain misalnya pemakaian wrap/fiber, penambahan struktur baja, pemasangan external prestress, dan lain sebagainya.
6.
Setelah retrofitting selesai dieksekusi di lapangan, bangunan tersebut harus dianalisa kembali untuk memastikan bahwa struktur benar-benar dalam kondisi aman.
8 Universitas Sumatera Utara
9
2.2
Penghubung Geser Penghubung geser secara mendasar berfungsi sebagai pentransferan gaya geser
ke struktur dan juga berfungsi sebagai penghubung antara beton dan baja supaya tidak terjadinya pemisahan antara kedua material ini saat diberikan beban. Penghubung geser dapat berupa baut angkur ataupun besi beton. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan besi beton sebagai penghubung geser yang akan mengikat slab beton dengan struktur baja. Dengan adanya penghubung geser, maka beton dan baja dapat bekerja secara bersama-sama. Dimana seperti diketahui bahwa beton tahan terhadap tekan dan baja tahan terhadap tarik, sehingga paduan antara keduanya menghasilkan kekompakan struktur, yang didukung oleh kuatnya penghubung geser yang dipasangkan.
2.3
Aplikasi Baut Angkur Baut angkur sebagai penghubung geser banyak diaplikasikan ke lapangan.
Penggunaan baut angkur sebagai penghubung geser digunakan umumnya untuk peralatan mekanikal elektrikal seperti tiang listrik, AC, rambu lalu lintas, furing plafon dan sebagainya. Belakangan ini para engineer banyak mempergunakan angkur pada konstruksi, seperti angkur pada retaining wall, angkur pada tiang pedestal baja, dan pada sambungan-sambungan konstruksi baja. Baut angkur yang digunakan sudah dipabrikasi dengan spesifikasi produk masing-masing penyedia jasa. Baut angkur yang dibautkan pada stuktural harus diberi chemical anchor sebagai bahan aditif agar daya rekat antara baut angkur dan struktural semakin kuat dan mengurangi pull out pada sambungan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
10
2.4
Klasifikasi Baut Angkur Mekanisme beban transfer angkur menentukan karakteristik kinerja angkur.
Angkur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu cast in place dan post installed. 2.4.1 Cast in place Sebelum melakukan pengecoran beton, baut angkur dipasang pada posisi tertentu sesuai dengan perencanaan. Setelah posisi baut angkur diatur, cor beton dituangkan ke dalam bekisting yang sudah disediakan. Tipe-tipe baut angkur yang dipasang secara cast in place ada beberapa tipe diantaranya tipe J, U dan L yang terlihat seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Baut angkur cast in place tipe J, U dan L
Universitas Sumatera Utara
11
Cast-in-place post-tensionable system Pada Gambar 2.2 ditunjukkan bagaimana pemasangan baut angkur yang dirancang pada sistem baut cast in place dan setelah set beton, angkur dilakukan pratekan.
Gambar 2.2 Baut angkur cast in place tipe post-tensionable system
2.4.2 Post installed Pada sistem pemasangan baut angkur secara post installed berbeda dengan cast in place. Pada pemasangan baut angkur secara post installed dimana beton sudah mengeras, tetapi baut angkur belum terpasang pada struktur beton tersebut. Sehingga diperlukan adanya penambahan baut angkur. Biasanya hal ini dilakukan, karena adanya perkuatan struktur atau renovasi struktur. Baut angkur tipe post installed diklasifikasikan dalam empat kelompok yakni: a.
Self drilling anchor Self drilling anchor dikenal dengan screw anchor, dimasukkan ke dalam beton dengan menggunakan bor.
b.
Bonded anchor Beton yang sudah mengeras terlebih dahulu dilubangi dengan ukuran diameter lubang yang lebih besar daripada baut angkurnya. Sebelum baut angkur dimasukkan ke dalam lubang, diberikan cairan perekat chemical
Universitas Sumatera Utara
12
anchor guna memberi perekat antara baut dengan betonnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Bounded anchor
c.
Expantion anchor Expantion anchor dimasukkan ke dalam lubang yang sudah dibor. Luasan lubang tergantung pada lebarnya cone pada ujung baut angkur tersebut. Setelah dimasukkan, akan terjadi desakan dengan beton, kemudian expansion sleeve akan berekspansi (mengembang) kearah horizontal, dan sisa lubang diberi perekat dengan menggunakan chemical anchor yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 dan 2.5.
Gambar 2.4 Torque expantion anchor
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.5 Expantion anchor
d.
Undercut anchor Pada bagian bawah undercut anchor berbentuk lonceng. Pada saat anchor sleeve mengembang, bagian bawah akan terpotong, seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Undercut anchor
2.5
Tipe Keruntuhan Baut Angkur Tipe keruntuhan baut angkur akibat beban geser yang dipikul baut antara lain
seperti pada gambar di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
14
2.5.1 Tipe keruntuhan pada beton akibat gaya tarik Akibat gaya tarik yang diberikan, dengan kekuatan baut yang lebih tinggi daripada betonnya, maka kegagalan akan terjadi pada beton seperti terlihat pada Gambar 2.7 dimana posisi baut berada di tengah dan beton terangkat ke atas.
Gambar 2.7 Tipe keruntuhan beton terangkat dengan baut angkur
Sedangkan pada Gambar 2.8 dimana posisi baut berada di pinggir beton, keruntuhan yang terjadi beton pada bagian pinggir terangkat ke atas.
Gambar 2.8 Tipe keruntuhan beton terangkat dengan baut angkur pada sisi ujung beton
Universitas Sumatera Utara
15
2.5.2 Tipe keruntuhan pada baut akibat gaya tarik Akibat gaya tarik yang diberikan, dengan kekuatan beton yang lebih tinggi daripada bautnya, maka kegagalan akan terjadi pada baut seperti terlihat pada Gambar 2.9 dimana baut terputus sebagian.
Gambar 2.9 Tipe keruntuhan baut angkur patah
Sedangkan pada Gambar 2.10 keruntuhan yang terjadi pada baut akibat gaya tarik , dimana baut terlepas keseluruhan dari betonnya.
Gambar 2.10 Tipe keruntuhan baut angkur terlepas keseluruhan
Universitas Sumatera Utara
16
Pada Gambar 2.11 gaya tarik yang diberikan mengakibatkan baut terlepas sebagian dari betonnya, sehingga pada bagian ujung baut (cone) nya tertinggal di dalam beton.
Gambar 2.11 Tipe keruntuhan baut angkur terlepas sebagian
2.5.3 Tipe keruntuhan pada beton akibat gaya geser Akibat gaya geser yang diberikan pada sisi ujung beton, dimana sambungan antara beton dan bautnya kuat sehingga beton di dalamnya yang pecah dan mengakibatkan keruntuhan seperti Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Tipe keruntuhan akibat geser pada sisi ujung beton
Universitas Sumatera Utara
17
Pada Gambar 2.13 baut mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan betonnya, sehingga apabila diberikan gaya geser maka baut akan tetap utuh sedangkan beton akan terkoyak.
Gambar 2.13 Tipe keruntuhan akibat geser
2.5.4 Tipe keruntuhan pada baut akibat gaya geser Pada Gambar 2.14 beton dan baut mempunyai kekuatan yang sama sehingga karena baut bersifat daktail, baut akan terus berdeformasi hingga apabila beban geser diberikan terus-menerus maka lama kelamaan baut akan putus.
Gambar 2.14 Tipe keruntuhan akibat gaya geser Sumber : Wiston Wayne Clendennen II, B.S.C.E - 1994
Universitas Sumatera Utara
18
2.6
Defenisi Besi Beton Dan Komposisi Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan produk besi beton yang
bersifat sebagai penghubung gesernya. Untuk itu, ada baiknya mengenalkan besi beton dan komposisinya terlebih dahulu. Besi beton atau yang dikenal dengan istilah baja tulangan beton yakni baja yang berbentuk bulat sebagai filler pada penampang beton yang terbuat dari bahan baku billet dan diproduksi dengan cara hot rolling. Bahan baku billet terdiri dari beberapa komposisi kimia, antara lain:
Besi (Fe)
Karbon (C)
Mangan (Mn)
Silikon (Si)
Krom (Cr)
Nikel (Ni)
Vanadium (V)
Tembaga (Cu)
Timah (Sn)
Gambar 2.15 Komposisi besi beton
Universitas Sumatera Utara
19
2.7
Jenis Besi Beton Dalam penggunaannya, besi beton dibagi kepada dua jenis: 1.
BjTP (Baja Tulangan beton Polos) Baja tulangan beton polos ini berbentuk bulat, tidak mempunyai sirip dan mempunyai permukaan yang rata. Baja tulangan beton polos biasanya digunakan pada bangunan-bangunan sederhana, misalnya bangunan rumah sederhana. Baja tulangan beton polos ini sering disebut dengan besi polos, seperti pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Baja tulangan beton
2.
BjTS (Baja Tulangan beton Sirip) Baja tulangan beton sirip ini berbentuk khusus dan mempunyai sirip melintang dan rusuk memanjang, fungsinya untuk meningkatkan daya lekat dan menahan gerakan membujur dari batang terhadap beton. Baja tulangan beton sirip banyak digunakan pada bangunan dengan spesifikasi mutu yang tinggi misalnya pada bangunan-bangunan bertingkat, bangunan pelabuhan,
Universitas Sumatera Utara
20
retaining wall, dan lain sebagainya. Baja tulangan beton sirip ini sering disebut dengan besi ulir, seperti pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Baja tulang beton sirip
Beberapa bentuk baja tulangan beton sirip antara lain: a.
Jenis bamboo (Bamboo type) Tulanngan jenis ini mempunyai sirip yang mirip dengan bambu, seperti yang terlihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Baja tulangan beton sirip jenis bamboo
b.
Jenis tulangan ikan (Fish bone type) Tulangan jenis ini mempunyai sirip yang mirip dengan tulang ikan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Baja tulangan beton sirip jenis tulangan ikan
Universitas Sumatera Utara
21
c.
Jenis sirip curam (Tor type) Tulanngan jenis ini, mempunyai sirip yang curam dengan sudut sirip lebih kecil dari jenis lainnya, seperti yang terlihat pada Gambar 2.20.
Gambar 2.20 Baja tulangan beton sirip jenis sirip curam Sumber : SNI 07-2052-202 tentang baja tulangan beton
2.8
Syarat Mutu
2.8.1 Sifat Tampak Sifat tampak yang terdapat pada besi beton antara lain: a. Tidak boleh mengandung serpihan, lipatan, retakan, gelombang. b. Hanya diperbolehkan berkarat ringan pada permukaan.
2.8.2 Bentuk Baja tulangan polos dan sirip mempunyai perbedaan-perbedaan sebagai berikut: a. Baja tulangan beton polos, ciri-cirinya: 1. Harus rata. 2. Tidak mempunyai sirip. b. Baja tulangan beton sirip, ciri-cirinya: 1. Sirip harus teratur. 2. Rusuk memanjang yang searah dan sejajar dengan sumbu batang.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Terdapat sirip-sirip lain arah melintang sumbu batang. 4. Sirip-sirip melintang mempunyai bentuk, ukuran dan jarak yang sama. 5. Sirip melintang tidak boleh membentuk sudut < 450 terhadap sumbu batang. 6. Apabila mempunyai sudut 450 < α < 700, arah sirip melintang pada satu sisi atau kedua sisi dibuat berlawanan. 7. Bila α > 700, sirip arah yang berlawanan tidak diperlukan.
2.9
Sifat Mekanis Adapun sifat mekanis dari baja tulangan baton sirip seperti yang terlihat pada
Tabel 2.1. Tabel 2.1 Sifat mekanisme baja tulangan beton sirip Kelas Baja Tulang an
Nomor Batang Uji
BjTS 30
No.2 No.3
BjTS 35
No.2 No.3
Batas ulur Kgf/mm2 (N/mm2)
Uji Tarik Kuat tarik Kgf/mm2 (N/mm2)
Minimum 30 (295) Minimum 30 (345)
Minimum 45 (490) Minimum 50 (490)
Regang an (%)
Uji Lengkung Sudut Diameter lengkung Lengkung
18 20
1800
d < 16 = 3xd d > 16 = 4xd
18 20
1800
d > 16 = 3xd 16
40 = 5xd
Minimum Minimum 16 1800 5xd 40 57 18 (390) (500) BjTS 50 No.2 Minimum Minimum 12 1800 d < 25 = 5xd No.3 50 57 14 d > 25 = 6xd (490) (620) Catatan : Batang uji Tarik no.2 untuk diameter < 25 mm dan batang uji Tarik no.3 untuk diameter > 25 mm. BjTS 40
No.2 No.3
Universitas Sumatera Utara
23
Sedangkan sifat mekanis daripada baja tulangan beton polos, seperti yang terlihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Sifat mekanisme baja tulangan beton polos Kelas Baja Tulang an
Nomor Batang Uji
Uji Tarik Batas ulur Kuat Kgf/mm2 tarik (N/mm2) Kgf/mm2 (N/mm2)
BjTP 24
No.2 No.3
Minimum 24 (235)
Minimum 39 (380)
20 24
1800
3xd
BjTP 30
No.2 No.3
Minumum 30 (295)
Minimum 45 (440)
18 20
1800
d > 16 = 3xd d > 16 = 4xd
Regang an (%)
Uji Lengkung Sudut Diameter lengkung Lengkung
2.10 Tipe-Tipe Penghubung Geser Dari Besi Beton Tipe-tipe penghubung geser dari besi beton antara lain berbentuk spiral, tipe I, tipe L dan tipe U terbalik. Pada Gambar 2.21 besi beton berbentuk spiral.
Gambar 2.21 Tipe penghubung geser spiral
Pada Gambar 2.22 besi beton dibentuk menyerupai huruf I.
Gambar 2.22 Tipe penghubung geser tipe I
Universitas Sumatera Utara
24
Pada Gambar 2.23 besi beton dibentuk menyerupai huruf L.
Gambar 2.23 Tipe penghubung geser tipe L
Pada Gambar 2.24 besi beton dibentuk menyerupai huruf U terbalik.
Gambar 2.24 Tipe penghubung geser tipe U terbalik Sumber : Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil, Volume 2, No. 1, Pebruari 2013
2.11 Ketentuan Spasi Baut Angkur Dalam merencanakan sambungan, ada persyaratan jarak antara baut yang harus dipenuhi. Peraturan yang digunakan dalam hal ini menggunakan Peraturan ETAG 001 Edition 1997; Guideline for European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete; Annex C : Design Methods for Anchorages, 2010.
Universitas Sumatera Utara
25
Kelompok baut dengan rangkaian baut tunggal dengan posisi pada ujung beton maka ketentuan spasi baut angkur dengan pinggir beton dapat dilihat pada Gambar 2.25.
Gambar 2.25 Kelompok baut angkur tunggal
Di dalam penggunaannya, baut angkur dapat dipasang secara seri dan paralel. Di dalam peraturan ETAG juga disebutkan ketentuan spasi antara pinggir beton dengan baut, spasi antara baut ke baut dan tebalnya beton yang direncanakan. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar 2.26 dan 2.27.
Gambar 2.26 Kelompok baut angkur pada rangkaian seri
Universitas Sumatera Utara
26
Gambar 2.27 Kelompok baut angkur pada rangkaian paralel
2.12 Analisa Keruntuhan Baut Angkur Keruntuhan yang terjadi pada baut angkur terdapat dua macam keruntuhan, keruntuhan yang diakibatkan oleh gaya tarik dan gaya geser. Keruntuhan akibat gaya tarik disebabkan gaya yang diberikan sejajar dengan baut angkur. Sedangkan keruntuhan akibat gaya geser disebabkan beban yang diberikan tegak lurus dengan sumbu baut angkur. Menurut Peraturan ETAG 001 Edition 1997; Guideline for European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete; Annex C : Design Methods for Anchorages, 2010, kekuatan nominal dari baut angkur terhadap tarik diberikan pada persamaan (2.1).
N Rk,s
= As fuk [N]
(2.1)
Dimana:
N Rk,s
= kekuatan baut angkur
As
= luasan baut angkur
fuk
= tegangan tarik batas
Universitas Sumatera Utara
27
Daya dukung tarik yang dapat ditahan oleh baut angkur pada beton pada persamaan (2.2).
N 0Rk,c = k1 . f ck ,cube .h1ef.5
(2.2)
Dimana: Fck,cube [N/mm2]; hef [mm] k1 = 7,2 pada aplikasi beton retak k1 = 10,1 pada aplikasi beton tidak retak
Kekuatan nominal dari baut angkur terhadap geser diberikan pada persamaan (2.3).
VRk,s
= 0,5 As fuk
(2.3)
Daya dukung geser yang dapat ditahan oleh baut angkur pada beton pada persamaan (2.4). (2.4) Dimana: dnom
= diameter terluar baut angkur (mm)
hef
= kedalaman efektif baut angkur (mm)
fck,cube
= kuat desak beton karakteristik kubus 150
k1
= 1,7 pada aplikasi beton retak
k1
= 2,4 pada aplikasi beton tidak retak
150 mm (N/mm2)
Universitas Sumatera Utara
28
2.13 Finite Element Finite element dibuat sebagai suatu pendekatan numerik untuk memperoleh hasil dari suatu geometri. Suatu geometri yang kompleks dibagi atas beberapa elemen-elemen sederhana sehingga memudahkan proses pendekatan numeriknya. Tiap elemen memiliki masing-masing node yang terhubung dengan masing-masing elemen. Semakin banyak pembagian elemen-elemen yang dibuat maka semakin mendekati tingkat keakuratannya. Pada Gambar 2.28 menunjukkan elemen garis dengan dua node yang dipakai pada elemen balok.
Gambar 2.28 Elemen garis
Pada Gambar 2.29 menunjukkan elemen dua dimensi dengan node pada sudut elemen dan biasa digunakan pada plane stress/strain.
Gambar 2.29 Elemen dua dimensi
Universitas Sumatera Utara
29
Pada Gambar 2.29 menunjukkan elemen tiga dimensi dalam bentuk ruang, mempunyai node sesuai dengan bentuk ruangnya.
Gambar 2.30 Elemen tiga dimensi
Pada Gambar 2.31 menunjukkan elemen triangular dan quadrilateral untuk kasus asimetris.
Gambar 2.31 Elemen triangular dan quadrilateral. (Sumber : A first Course in Finite Element Method - Daryl L.Logan)
Pada kasus penelitian ini, penulis melibatkan tiga elemen material yaitu elemen beton, elemen baja dan besi beton. Pemodelan geometri pada program numerik ini harus tepat sesuai dengan elemen geometri yang kita gunakan. Geometri untuk elemen beton pada kasus ini menggunakan elemen solid65, sedangkan geometri elemen baja dan tulangan menggunakan elemen solid45.
Universitas Sumatera Utara
30
2.3.1 Solid65 Solid65 digunakan pada geometri struktur tiga dimensi. Elemen solid65 digunakan pada pemodelan struktur dengan menggunakan tulangan maupun tidak menggunakan tulangan. Elemen ini dapat menentukan keretakan pada beton baik yang diakibatkan oleh tarik maupun kehancuran akibat tekan. Elemen ini dapat digunakan pada pemodelan struktur beton dan komposit misalnya fiberglass, atau material geologi. Elemen ini terdiri dari delapan node dan mempunyai tiga derajat kebebasan pada setiap node nya yaitu arah x, y dan z, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.32.
Gambar 2.32 Geometri elemen solid65
2.3.2 Solid45 Elemen solid45 ini juga digunakan pada geometri solid tiga dimensi. Elemen solid45 juga mempunyai delapan node, dan setiap node nya mempunyai tiga derajat kebebasan arah x, y dan z. Elemen solid45 biasanya digunakan untuk pemodelan struktur beton tanpa menggunakan tulangan. Elemen ini mempunyai plastisitas, susut
Universitas Sumatera Utara
31
dan rangkak, kekakuan struktur, defleksi yang besar, dan kemampuan regangan yang besar, seperti yang terlihat pada Gambar 2.33.
Gambar 2.33 Geometri elemen solid45
2.14 Penelitian Terdahulu Penulis menggunakan beberapa referensi penelitian terdahulu sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian baru berkaitan dengan peneliti sebelumnya dan juga sebagai bahan perbandingan analisa pada proses penulisan tesis ini. Adapun referensi yang digunakan antara lain: 1.
Iswandi (2013), Studi Eksperimental Perilaku Baut Geser Angkur Pada Kolom Beton Akibat Beban Geser Murni. Dalam eksperimen ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas geser angkur yang disusun secara seri dan paralel, mengamati besarnya deformasi dan mekanisme keruntuhan yang terjadi. Susunan baut angkur yang dilakukan antara lain baut disusun dengan seri sebanyak 4 baut, paralel sebanyak 4 baut, dan kombinasi antara 2 baut secara seri dan 2 baut secara paralel.
Universitas Sumatera Utara
32
Baut angkur yang disusun secara seri pada saat mencapai beban maksimum mengalami keruntuhan seperti terlihat pada Gambar 2.34.
Gambar 2.34 Pola keruntuhan pada spesimen BU1 : 4 baut (4 seri)
Gambar 2.35 Pola keruntuhan pada spesimen BU2 : 4 baut (2 seri 2 paralel)
Gambar 2.36 Pola keruntuhan pada spesimen BU3 : 4 baut (4 paralel)
Pada Gambar 2.35 baut angkur disusun secara seri dan paralel, hasilnya baut angkur yang paling atas yang putus. Sedangkan pada Gambar 2.36 baut angkur yang disusun secara paralel, baut angkur pada saat kapasitas alat jack hydraulic maksimum belum juga mengalami putus. Dari ketiga benda uji dapat disimpulkan keruntuhan hanya terjadi pada angkur saja,
Universitas Sumatera Utara
33
semakin banyak susunan angkur diletakkan secara seri maka kemampuan menahan geser semakin kecil. 2.
G. Appa Rao & B. Sundeep, Strength of Bonded Anchors in Concrete in Direct Tension. Menganalisa tipe keruntuhan baut angkur pada beton dengan membuat variasi variable kekuatan beton, panjang angkur dan diameter angkur. Untuk mode kegagalan, pembebanan dihentikan pada saat beton pecah. Beton pecah membentuk sudut 45 derajat pada kedalaman 50 mm, sedangkan pada kedalaman 100 mm dan 150 mm sudut pecah betonnya bervariasi sekitar 30-40 derajat.
Gambar 2.37 Pola keruntuhan beton membentuk sudut 450 dengan kedalaman baut 50 mm
Pada percobaan ini, dibuat modifikasi kekuatan betonnya yakni 45 Mpa, 52 Mpa dan 62 Mpa. Semakin meningkat kekuatan beton, maka daya memikul beban juga makin besar. Untuk pengaruh kedalaman angkur, dibuat dengan panjang 50 mm, 100 mm dan 150 mm. Semakin dalam panjang angkur maka, kekuatan beban
Universitas Sumatera Utara
34
tarik juga makin meningkat. Menurut metode CCD (Concrete Capacity Design) beban daya dukung angkur meningkat sebagai fungsi hef1.5. Sesuai dengan metode ACI 349, beban daya dukung angkur meningkat sebagai fungsi dari hef2. Perbandingan hasil eksperimen dengan kedua metode CCD dan metode ACI 349 sangat mirip.. Pada kedalaman 50mm, kekuatan yang lebih tinggi daripada yang diberikan oleh metode CCD dan laporan ACI349. Namun, hasil eksperimen yang sangat dekat dengan yang ada pada metode CCD. Laporan ACI-349 sekitar 40-45%, sedangkan metode CCD beban daya dukung sekitar 25-30%. Pada kedalaman embedment yang lebih besar, kekuatan angkur jauh lebih dekat dengan metode CCD dengan deviasi dari 2 sampai 5%, sedangkan penyimpangan dari metode ACI-349 adalah 7 sampai 10%. Pengujian dengan variasi diameter dilakukan dengan kedalaman angkur 150 mm dengan kekuatan beton 52 Mpa menggunakan diameter 20 mm dan 30 mm. Belum ada pengaruh yang signifikan dari diameter angkur. Metode CCD tidak menyebutkan pengaruh diameter pada kapasitas angkur, sedangkan metode ACI 349 untuk menentukan kapasitas angkur termasuk diameter angkur.
Universitas Sumatera Utara