BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kompetensi Konselor 2.1.1. Pengertian Kompetensi Konselor Menurut Permendiknas No. 27/2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK), menjelaskanbahwa ada tujuh belas kompetensi inti yang disebut sebagai Kompetensi Pola 17 yang lebih jauh dirinci menjadi 76 kompetensi. Ketujuhbelas kompetens iinti tersebut adalah: Tabel 2.1. KOMPETENSI KONSELOR KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI
A. KOMPETENSI PEDAGOGIK 1. Menguasai teori dan praktik
1.1
Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuan
1.2
Mengimplementasikan prinsipprinsip pendidikan dan proses pembelajaran
1.3
Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
2. Mengaplikasikan
2.1
Mengaplikasikan kaidah-kaidah
perkembangan fisiologis dan
perilaku manusia, perkembangan
psikologis serta perilaku
fisik dan psikologis individu
konseli
terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.2
Mengaplikasikan kaidah-kaidah
1
kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan dan konseling dalam upaya pendidikan 2.3
Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendididkan
2.4
Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.5
Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap sasaran pelayanan bembingan dan konseling dalam upaya pendidikan
3. Menguasai esensi pelayanan
3.1
Menguasai esensi bimbingan dan
bimbingan dan konseling
konseling pada satuan jalur
dalam jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan formal, nonformal dan
satuan pendidikan
informal 3.2
Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus
3.3
Menguasai esensi bembingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta tinggi
2
B. KOMPETENSI KEPRIBADIAN 4. Beriman dan bertakwa kepada
4.1
Tuhan Yang Maha Esa
Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4.2
Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain
4.3
Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur
5. Menghargai dan menjunjung
5.1
Mengaplikasikan pandangan positif
tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
dan dinamis tentang manusia
individualitas dam kebebasan
sebagai makhluk spiritual,
memilih
bermoral, sosial, individual, dan berpotensi 5.2
Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya
5.3
Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya
5.4
Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya
5.5
Toleran terhadap permasalahan konseli
6. Menunjukkan integritas dan
5.6
Bersikap demokratis
6.1
Menampilkan kepribadian dan
stabilitas kepribadian yang
perilaku yang terpuji (seperti jujur,
kuat
sabar, ramah, dan konsisten)
3
6.2
Menampilkan emosi yang stabil
6.3
Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan
6.4
Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stres dan frustasi
7. Menampilkan kinerja
7.1
berkualitas tinggi
Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif
7.2
Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri
7.3
Berpenampilan menarik dan menyenangkan
7.4
Berkomunikasi secara efektif
8.1
Memahami dasar, tujuan,
C. KOMPETENSI SOSIAL 8. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat
organisasi, dan peran pihak-pihak
bekerja
lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di tempat bekerja 8.2
Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja
8.3
Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi)
4
9. Berperan dalam organisasi
9.1
Memahami dasar tujuan dan
dan kegiatan profesi
AD/ART organisasi profesi
bimbingan dan konseling
bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi 9.2
Menaati kode etik profesi bimbingan dan konseling
9.3
Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi
10. Mengimplementasikan
10.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek
kolaborasi antar profesi
profesional bimbinga dan konseling kepada organisasi profesi lain 10.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling 10.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga para profesional dan profesional profesi lain 10.4 Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai dengan keperluan
D. KOMPETENSI PROFESIONAL 11. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami
11.1 Menguasai hakikat asesmen 11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai
kondisi, kebutuhan, dan
dengan kebutuhan pelayanan
masalah konseli
bimbingan dan konseling 11.3 Menyususn dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan
5
bimbingan dan konseling 11.4 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalahmasalah konseli 11.5 Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli 11.6 Memilih dan mengadministrasikan instumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan 11.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling 11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat 11.9 Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik asesmen 12. Menguasai kerangka teoretik dan praksisi bimbingan dan konseling
12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling 12.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling 12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling 12.4 Mengaplikasikan pelayanana bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja 12.5 Mengaplikasikan pendekatan /
6
model/jenis pelayanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling 12.6 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling 13. Merancang program bimbingan dan konseling
13.1 Menganalisis kebutuhan konseli 13.2 Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasarkan kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan 13.3 Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling 13.4 Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling
14. Mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif
14.1 Melaksanakan program bimbingan dan konseling 14.2 Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanaan bimbingan dan konseling 14.3 Memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli 14.4 Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling
15. Menilai proses dan hasil
15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses,
kegiatan bimbingan dan
dan program bimbingan dan
konseling
konseling
7
15.2 Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan konseling 15.3 Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait 15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling 16. Memiliki kesadaran dan
16.1 Memahami dan mengelola
komitmen terhadap etika
kekuatan dan keterbatasan pribadi
profesi
dan profesional 16.2 Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor 16.3 Mempertahankan objektifitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseli 16.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan 16.5 Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi 16.6 Mendahulukan kepentingan konseli dari pada kepentingan pribadi konselor 16.7 Menjaga kerahasiaan konseli
8
17. Menguasai konsep dan
17.1 Memahami berbagai jenis dan
praksisi penelitian dalam bimbingan dan konseling
metode penelitian 17.2 Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling 17.3 Melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling 17.4 Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendididkan dan bimbingan dan konseling
2.1.2. Sosok Utuh Kompetensi Konselor Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008), sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas 2 komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional. 1. Kompetensi Akademik Konselor Kompetensi akademik konselor yang utuh diperoleh melalui program S-1 Pendidikan Profesional Konselor Terintegritas (Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds.), (1990). Ini berarti untuk menjadi pengampu pelayanan di bidang bimbingan dan konseling, tidak dikenal adanya pendidikan profesional konsekutif sebagaimana yang berlaku di bidang pendidikan profesional guru. Kompetensi akademik seorang konselor profesional terdiri atas kemampuan: a. Mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani. Sosok kepribadian serta dunia konseling yang perlu didalami oleh konselor meliputi bukan saja kemampuan akademik yang selama ini dikenal sebagai inteligensi yang hanya mencakup kemampuan kebahasaan dan
9
kemampuan numerikal-matematik yang lazim dinyatakan sebagai IQ yang mengedepankan kemampuan berpikir analitik, melainkan juga seyogyanya melebar
kesegenap
spektrum
kemampuan
intelektual
manusia
sebagaimana dipaparkan dalam gagasan inteligensi multipel (Gardner, 1993), selain juga menghormati keberadaan kemampuan berpikir sistetik dan kemampuan berpikir praktikal disamping kemampuan berpikir analitik yang telah dikenal luas selama ini (Sternberg, 2003), motivasi dan keuletannya dalam belajar atau bekerja ( Perseverance, Marzano, 1992), yang diharapkan akan menerus sebagai keuletan dalam bekerja, kreativitas yang disandingkan dengan kearifan (a.l. Sternberg, 2003) serta kepemimpinan,
yang
dibingkai
dengan
kerangka
pikir
yang
memperhadapkan karakteristik konseli yang telah bertumbuh dalam latar belakang keluarga dan lingkungan budaya tertentu sebagai rujukan normatif beserta berbagai permasalahan serta solusi yang harus dipilihnya, dalam
rangka
memetakkan
lintasan
perkembangan
kepribadian
(developmental trajectory) konseli dari keadaannya sekarang kearah yang dikehendaki. Selain itu, sesuai dengan panggilan hidupnya sebagai pekerja di bidang profesi perbantuan atau pemfasilitasian (helping professions), dalam upayanya mengenal secara mendalam konseli yang dilayaninya itu, konselor selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragamaan,
serta
mengedepankan
kemaslahatan
konseli
dalam
pelaksanaan layanan ahlinya. b. Menguasai khasanah teoritik dan prosedural termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling. (Van Zandt, Z dan J. Hayslip, 2001) mencakup kemampuan: 1. Menguasai secara akademik teori, prinsip, teknik, prosedur dan sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.
10
2. Mengemas teori, prinsip dan prosedur serta sarana bimbingan dan konseling sebagai pendekatan, prinsip, teknik dan prosedur dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan. 3. Menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan. Untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan (Gysbers, N. C. dan P. Henderson, 2006), seorang konselor harus mampu: a. Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. b. Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. c.Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan penyesuaian-penyesuaian sambil jalan (mid-course adjustments) berdasarkan keputusan transaksional selama rentang proses bimbingan dan konseling dalam rangka memandirikan konseli (mind competence). d. Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan. Upaya peningkatan diri dapat dilakukan secara lebih sistematis dengan melakukan Penelitian Tindakan (Action Research), dengan mengakses berbagai sumber informasi termasuk yang tersedia di dunia maya, selain melalui interaksi kesejawatan baik yang terjadi secara spontan-informal maupun yang diacarakan secara lebih formal, sampai dengan mengikuti pelatihan serta pendidikan lanjut. 2. Kompetensi Profesional Konselor Penguasaan kompetensi profesional konselor terbentuk melalui latihan menerapkan kompetensi akademik dalam bidang bimbingan dan konseling yang telah dikuasai itu dalam konteks otentik di sekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang relevan melalui program pendidikan profesi konselor.
11
2.1.3. Karakter atau Sifat yang harus di miliki oleh Guru BK Menurut S. A. Harmin dan B. P. Paulson (Sukardi, 1983) mengenai karakter atau sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru pembimbing, yaitu : penuh pemahaman, sikap bersimpati, ramah-tamah, memiliki rasa humor (Sense of Humor), stabil, sabar, objektif, tulus ikhlas, bijaksana, jujur, berpandangan luas, baik hati, menyenangkan, tanggap terhadap situasi sosial dan bersikap tenang. Menurut Carleghuff (dalam Sutrinah, 2004) menyebutkan juga bahwa ada 9 sifat kepribadian dalam sikap konselor yang dapat mengembangkan orang lain yaitu : 1. Empati, yaitu kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya. 2. Respek, yaitu menunjukkan secara tidak langsung bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Artinya konselor menerima bahwa setiap konseli
memiliki hak memilih, memiliki kebiasaan kemauan, dan,
mampu membuat keputusan sendiri. 3. Keaslian(Genuinness), yaitu kemampuan konselor menyatakan dirinya secara bebas dan mendalam, tanpa ragu-ragu, tidak memainkan peranan, tidak mempertahankan diri, dan tidak ada pertentangan antara apa yang ia katakan dan apa yang ia lakukan. 4. Konkrit (Concretnass), yaitu pernyataan ekspresi khusus mengenai perasaan dan pengalaman orang lain. dalam hubungan
Konselor akan selalu memelihara keserasian
dengan orang lain dan mencegah konseli untuk melarikan
diri masalah yang ia hadapi. 5. Kofrontaasi (Confrontation), yaitu dapat dilakukan jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dialami, atau antara apa yang ia katakan pada suatu saat dengan apa yang ia katakan sebelumnya. 6. Membuka diri, adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat, dan, pengalamanpengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli. Pembukaan diri hendaknya dilaksanakan dalam waktu yang tepat dan pantas.
12
7. Kesanggupan (Potency), merupakan suatu kharisma, suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kekuatan pribadi konselor. Konselor yang memiliki potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadi, mampu menguasai diri dan mampu menyalurkan patensinya dan memberi rasa aman pada konseli. 8. Kesiapan (Immediacy), adalah suatu hubungan perasaan antara konseli dan konselor pada waktu ini dan saat ini. Tingkat Immediacy yang tinggi terjadi pada saat diskusi dan analisis yang terbuka mengenai hubungan antara konseli dan konselor dalam situasi konseling. 9. Aktualisasi diri (Self actualization), memiliki korelasi yang tinggi terhadap keberhasilan konseling. Aktualisasi diri menunjukkan secara tak langsung bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya secara langsung, karena ia mempunyai kekuatan untuk mencapai tujuan hidupnya. Tetapi dalam kenyataan di lapangan, tidak sedikit para siswa yang tidak mau datang ke ruang bimbingan dan konseling, bukan karena guru BKnya yang kurang keilmuannya dalam bidang bimbingan, tetapi karena mereka memiliki kesan bahwa pembimbing tersebut bersifat kaku atau kurang ramah sehingga siswa merasa tidak dekat dengan guru BK. Terkadang muncul beberapa konsep negatif tentang ciri-ciri kepribadian guru BK di sekolah. Hal ini diungkapkan oleh Mapiare (1984) sebagai berikut : 1. Bimbingan merupakan bantuan kepada murid yang salah suai. Akibatnya bimbingan cenderung hanya bersifat penyembuhan saja dan mengabaikan sifat pencegahan dan pengembangan. 2. Bimbingan sama dengan pemberian nasehat. Pemberian nasehat berasal dari satu pihak saja, pelaksanaannya didominasi oleh pemberi nasehat dan terdapat unsur penghargaan langsung yang cenderung bersifat paksaan. Di dalam bimbingan ada teknik pemberian nasehat tetapi porsinya sangat kecil. 3. Pembimbingan
bukanlah obat mujarap bagi segala masalah pendidikan.
Guru mengirim siswa kepada konselor karena sering beranggapan bahwa pembimbing dapat memecahkan semua persoalan yang dialami oleh siswa.
13
4. Pembimbing dicap sebagai hakim karena selalu memberikan sanksi terhadap kesalahan siswa. 5. Pembimbing dianggap sebagai pengawas karena pembimbing diberi beban untuk mendisiplinkan siswa. Hal ini jika dilakukan oleh guru pembimbing maka akan mengurangi keakraban murid dengan guru pembimbing dan mengaburkan peranan pembimbing dimata siswa. 6. Pembimbing menuntut kepatuhan pihak yang dibimbing. 7. Pembimbing dicap sebagai orang yang suka marah karena tak jarang dalam memberikan bimbingan selalu marah-marah terhadap siswa. 8. Pembimbing di pandang sebagai usaha penyembuhan penyakit jiwa.
2.1.4. Sikap-sikap yang Mesti Dimiliki Konselor Sekolah Menurut Endang Ertiati Suhesti (2012), ada beberapa sikap yang mesti diinternalisasikan ke dalam diri seorang konselor sekolah, yaitu sebagai berikut: 1. Sikap percaya diri Ach Syaifullah (2010:49), mengemukakan bahwa sikap percaya diri adalah sikap yang mencerminkan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menangani segala sesuatu yang ada dihadapannya dengan tenang.Kepercayaan diri sebagai modal dasar untuk menghadapi anak sehingga anak merasa lebih aman dan nyaman berhadapan dengan konselor sekolah yang memancarkan rasa percaya diri. 2. Sikap ramah dan tersenyum Sikap ramah adalah sikap yang menghargai orang lain dengan berperilaku murah senyum ataupun menyapa orang lain. Bisa menumbuhkan rasa dekat antara peserta didik dengan konselor sekolah. 3. Sikap disiplin Yaitu sikap yang mencerminkan kekonsistenan dalam berperilaku, sikap yang menghormati waktu. Seorang konselor sekolah tidak boleh menunda-nunda untuk menyelesaikan masalah peserta didik.
14
4. Sikap kreatif Sri Nawanti (2011:6) menjelaskan bahwa kunci dari kreatif adalah baru. Sikap kreatif disini lebih pada seorang konselor sekolah harus bisa kreatif dalam membawakan suasana dan menciptakan suasana. 5. Sikap up to date Dengan mengikuti perkembangan zaman, seorang konselor sekolah tidak kaget dengan kondisi peserta didiknya yang berbeda dari waktu ke waktu. 6. Sikap “nara sumber” Seorang konselor sekolah juga perlu berupaya layaknya seorang nara sumber, tahu banyak informasi yang diperlukan oleh konseli. 7. Sikap tegas Sikap tegas mutlak diperlukan bagi seorang konselor sekolah, karena sikap tegas ini sangat membantu membentuk karakter remaja untuk disiplin dan tahu aturan. 8. Sikap humoris yang terkontrol Sebagai konselor sekolah mau tidak mau mesti memiliki rasa humor, sebagai modal untuk menghadapi peserta didik yang terlihat tegang atau tekanan. 9. Sikap welcome Disela-sela kesibukan seorang konselor sekolah mengerjakan administrasi maupun kerjaan lain yang menyita perhatian, jangan lupa menyisihkan waktu untuk peserta didik. 10. Sikap pelayan Tugas seorang konselor sekolah adalah melayani peserta didik, sehingga ia harus siap siaga kapanpun untuk mereka. 11. Sikap penyadar siswa Dengan memiliki sikap penyadar peserta didik ini maka seorang konselor sekolah bisa menjadi benteng dan pengontrol bagi mereka agar perilakunya tetap terarah baik dan benar.
15
12. Sikap penyejuk hati siswa Sikap memberikan kesejukan kepada siswa akan menambah motivasi dan semangat juga kepercayaan diri, yang pada akhirnya akan memberikan kenyamanan dalam hal belajar.
13. Sikap dapat dipercaya Sikap yang memegang teguh pada hal-hal yang telah berada di pundaknya. Konseli mempercayai konselor sekolah sehingga ia dapat menuangkan seluruh isi hatinya dengan nyaman tanpa ada rasa curiga. 14. Sikap penjaga rahasia Sikap penjaga rahasia salah satu implementasi dari sikap dapat dipercaya dalam menjaga kerahasiaan. Konselor harus dapat mengontrol dan memilah mana yang menjadi rahasia dan hal-hal mana yang dapat didiskusikan dengan teman sejawat. 15. Sikap mau mendengarkan konseli dengan tulus Sikap mau mendengarkan konseli dengan tulus sangat perlu dimiliki konselor sekolah, agar pelaksanaan konseling dapat berjalan dengan optimal dalam menggali sebab-sebab yang menjadi permasalah konseli 16. Sikap menyayangi Dengan memberikan kasih sayang, dalam diri siswa akan tumbuh perasaan nyaman dandapat tempat yang aman untuk mengadu semua yang mereka resahkan. 17. Sikap peka dan cepat tanggap Sikap yang memperhatikan dan peduli kepada keadaan sekitar. Jika melihat keadaan di sekolah kurang kondusif, seorang konselor perlu peka untuk mengambil tindakan danperlu selalu mengamati perubahan-perubahan dan perkembangan yang terjadi pada setiap konselinya. 18. Sikap tekun dan ulet Saat menghadapi masalah konselinya, seorang konselor sekolah harus tekun dalam mengurai benang-benang yang menjadi penyebab masalah sehingga
16
akan mempermudahuntuk konselor dalam membantu mengatasi masalah konseli secara tepat dan akurat. 19. Sikap tenang Dengan sikap tenang yang dipancarkan oleh konselor, minimal akan membantu konseli merasa lebih tenang untuk mengahadapi masalah yang sedang merisaukan hatinya. 20. Sikap sabar Ketika menghadapi konseli, konselor jangan sampai terbawa emosi karena hal ini akan mempengaruhi cara menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh konseli. Sikap sabar ditandai dengan sikap yang tenang, kepala tetap dingin dan tidak terbawa emosi. 21. Sikap motivator Sikap yang selalu mencerminkan aura semangat baik gesture, ekspresi wajah maupun dari bahasa verbal. Seorang konselor adalah motivator yang baik, seorang yang selalu memberikan motivasi kepada setiap konselinya agar selalu bersemangat menghadapi kehidupan disetiap harinya. 22. Sikap inspiratif Sikap yang menonjolkan tentang perilaku-perilaku dan pemikiran positif, segar serta baru, kepercayaan diri yang penuh dan selalu diliputi aura semangat tinggi, sehingga siapapun yang melihat akan merasa tertarik dan tertantang untuk mengikutinya. Dengan sikap inspiratif yang selalu dipancarkan secara tidak langsung dapat memberi kekuatan kepercayaan diri kepada diri konseli. 23. Sikap tauladan Sikap yang bisa ditiru segala tindak tanduk dan tutur katanya. Sikap tauladan ini jika dipraktekkan konselor akan menjadi contoh langsung bagi para konseli, apa yang diperlihatkan oleh seorang konselor sekolah dan secara tidak langsung dapat membantu menyelesaikan masalah konseli. Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda, namun setidaknyauntuk menjadi seorang konselor sekolah tidak hanya diperlukan orang yang cerdas pemikirannya, tetapi perlu didukung oleh sikap-sikap efektif
17
seperti yang sudah dijelaskan diatas yang dibutuhkan konselor sekolah dalam melaksanakan praktik BK. 2.1.5. Kualitas Pribadi Konselor Menurut Cavanagh (dalam Syamsu Yusuf, LN dan A. Juntika Nurihsan, 2006), mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut: pemahaman diri (self-knowledge), kompeten, memiliki kesehatan psikologis yang baik, dapat dipercaya, jujur, kekuatan, bersikap hangat, responsif, sabar, kepekaan/sensitif, dan memiliki kesadaran yang holistik. Menurut Sukiman (2011:12), menambahkan bahwa ada tiga hal yang mempengaruhi kesuksesan seorang konselor sekolah dalam melaksanakan tanggungjawabnya yaitu kepribadian konselor sekolah, pengetahuan konselor tentang tingkah laku, dan keterampilan dalam menerapkan model pembelajaran dalam layanan.Lebih lanjut, Sukiman (2011), menjelaskan bahwa ada tujuh kompetensi pribadi yang mesti dimiliki konselor dalam mencapai kesuksesannya, yaitu: 1. Keterampilan interpersonal yang mumpuni. 2. Keyakinan dan sikap personal yang terpuji. 3. Kemampuan konseptual, meliputi kemampuan untuk memahami dan menilai masalah konseli, mengantisipasi konsekuensi tindakan di masa depan. 4. Ketegaran personal yaitu dengan membangun hubungan yang harmonis antara konselor dan konseli dalam batasan yang aman dan berusaha untuk tidak mempunyai prasangka sosial. 5. Menguasai teknik dalam menghadapi konseli. 6. Kemampuan untuk paham dan bekerja dalam sistem sosial.
18
7. Kemampuan terbuka untuk belajar dan bertanya terhadap latar belakang dan masalah konseli juga terbuka dalam pengetahuan baru. Jadi kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling. Seorang konselor sekolah perlu mawas diri pada sikapsikap dan sifat yang seharusnya diiternalisasikan kedalam dirinya ataupun membuang sikap dan sifat yang sekiranya tidak membantu dalam melaksanakan tanggungjawabnya. 2.2. Penelitian yang Relevan Penelitian
ini
mengacu
pada
penelitian Damsus
(2007),
dalam
penelitiannya yang berjudul Ciri-Ciri Kepribadian Guru Pembimbing Yang Dinginkan Siswa Kelas X Dan XI SMA Negeri 1 Waingapu, dapat diberikan kesimpulan bahwa: Ciri-ciri kepribadian guru pembimbing yang diinginkan siswa sesuai dengan yang ideal mengenai ciri-ciri kepribadian guru pembimbing. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase alternatif jawaban perlu dan sangat perlu yang diperoleh. Analisis data menunjukkan hasil sebagai berikut: 1) Kemampuan memberikan dukungan (94%). 2) Kemampuan menghargai pribadi (93,1%). 3) Kemampuan menjalin relasi dengan orang lain (92,7%). 4) Kemampuan menjalin komunikasi (91,2%). 5) Kemampuan berempati (91,2%). 6) Kepribadian yang hangat dan terbuka (90,4%). 7) Kepribadian yang dewasa (90%). 8) Wawasan yang luas (87,9%). 9) Sikap objektif dan fleksibel (86,7%). 10) Bebas dari kecenderungan menguasai siswa (86%). Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Feni Ariyati (2012), dalam penelitian yang berjudul Karakterstik Kepribadian Guru Pembimbing Yang Diinginkan Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Salatiga. Dapat diberikan kesimpulan bahwa: Karakteristik kepribadian guru pembimbing yang diinginkan oleh siswa, yaitu : 1) Kemampuan memberikan dukungan (94,00%). 2) Memiliki sikap 19
obyektif dan fleksibel (93,33%). 3) Bebas dari kecenderungan menguasai siswa (89,01%). 4) Berwawasan luas (86,06%).
5) Kepribadian yang hangat dan
terbuka (85,97%). 6) Bersikap dewasa (85,26%). 7) Mampu menghargai siswa (84,86%).
8) Menjalin komunikasi dengan siswa (77,55%). 9) Empati terhadap
siswa (76,89%).
10) Menjalin relasi terhadap siswa (70,98%).
20