BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama “Drakula intelek” oleh Indrawan Modanggu sebagai kajian yang relevan. Penelitian ini mengungkap tentang tanggapan penonton dalam hal ini adalah mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penelitian ini menghasilkan tanggapan penonton tentang Tema, alur, karakter tokoh, bahasa atau sarana dialog, latar pertunjukan, serta amanat yang terkandung dalam pertunjukan drama “Drakula intelek” karya Indrawan Modanggu. Penelitian diatas jika dibandingkan dengan penelitian ini terdapat kesamaan metode dan pendekatan penelitian yang menggunakan metode kualitatif dan pendekatan resepsi. Akan tetapi pada penelitian ini juga memiliki perbedaan. Perbedaan ini adalah pada populasi dan sampel penelitian. Pada penelitian ini populasi dan sampel yakni mahasiswa Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik). Terlihat jelas bahwa populasi dan sampel yang di ambil dalam penelitian ini sangatlah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrawan Modanggu. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang memiliki kompotensi ilmu di bidang seni pertunjukan. Selain itu pertanyaanpertanyaan yang terdapat dalam instrumen penelitian lebih terfokus pada unsur-unsur yang tedapat dalam pertunjukan Drama “Terusir” karya Doelkepleh. Teknik analisis
data yang digunakan pada penelitian ini sama dengan penelitian yang dilkukan oleh Indrawan Modanggu di atas yakni analisis kualitatif yang bertujuan menjelaskan hasil penelitian dengan menggunakan kata-kata dan kuatitatif lebih memperjelas hasil dengan nilai presentasi dan tabel. 2.2 Resepsi Sastra Resepsi berarti penerimaan. Resepsi adalah terjemahan dari bahasa jerman yaitu Rezeptionaesthik. Resepsi sastra dikembangkan oleh Hans Robert Jauss. Hans Robert Jauss adalah salah seorang ahli sastra dari Universitas Konstanz di Jerman. Teori resepsi sastra Jauss adalah mengedepankan pada tanggapan pembaca. Penilaian pembaca terhadap karya sastra akan dipengaruhi oleh tingkat pengalaman dan pengetahuannya. Menurut Jauss (dalam Endraswara, 2011:299) dalam menghadapi sebuah karya sastra, pembaca sudah dibekali oleh pengalaman atau pengetahuan. Selanjutnya resepsi sastra juga di kembangkan oleh Wolfang Iser. Teori Iser ini dikenal dengan istilah estetika resepsi. Estetika resepsi terdiri dari dua kata yaitu estetika yang berarti ilmu yang mempelajari keindahan dan resepsi yang berarti tanggapan. Pradopo (1995:206) mengemukakan bahwa “yang dimaksud dengan estetika resepsi atau estetika tanggapan adalah estetika (ilmu keindahan) yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca tehadap karya sastra”. Estetika resepsi lebih memfokuskan pada efek dari pada pembaca dalam menyimak karya sastra. Iser (dalam Susanto, 2011:217) berpendapat bahwa “dalam membaca sebuah karya sastra pembaca akan di hadapkan oleh ruang-ruang yang
kosong. Ruang yang kosong ini akan dimasuki oleh interpretasi masing-masing pembaca”. Secara umum resepsi sastra berfungsi untuk memberikan hak seutuhnya terhadap bagaimana tanggapan pembaca terhadap sebuah karya sastra. Pembaca tidak lain adalah masyarakat yang menyimak karya sastra tersebut. Pandangan masyarakat terhadap karya sastra merupakan kritik agar karya sastra selalu berkembang. Pandangan masyarakat ini mempunyai perbedaan tergantung tinggat penerimaaan masyarakat itu sendiri. Segers (dalam Pradopo, 1995:208) berpendapat bahwa Perbedaan-perbedaan itu disebut perbedaan cakrawala harapan. Cakrawala harapan seseorang itu ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam menanggapi karya sastra. 2.3 Resepsi Pertunjukan Drama Resepsi pertunjukan drama adalah bagaimana peranan penonton dalam memerikan tanggapannya terhadap pentas drama. Dalam pertunjukan drama penonton akan menyaksikan segala aspek dalam pertunjukan drama mulai dari struktur hingga artistik. Akan ada berbagai macam pendapat penonton dalam hal menyimak drama sesuai dengan tingkat pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuannya masing-masing. Endraswara (2011:297) mengemukakan bahwa Kajian rasepsi drama merupakan suatu disiplin yang memandang penting peran audien dalam memberikan makna pentas drama. Sebuah pertunjukan drama memiliki aspek estetis dan komunikatif yang akan disajikan di atas panggung. Kedua aspek ini sangat penting disebabkan oleh
hubungan antara keduanya yang tidak bisa dipisahkan. Pada hakikatnya pertunjukan drama adalah proses dimana sutradara menyajikan bentuk-bentuk estetis dan komunikatif kepada penonton agar pertunjukan drama tersebut tidak jauh dari keberterimaan penonton. Hal ini berarti keberterimaan penonton dalam memaknai drama akan lebih dalam ketika pertunjukan itu memberikan sajian estetis dan komunikatif. Hal ini sejalan dengan pendapat
Endraswara (2011:299) yang
mengemukakan bahwa penonton yang akan memberikan resepsi memang sudah dibekali dengan bekal panggung, teks, dan sejumlah teori drama lain. Bekal audien itulah yang akan menentukan dan selanjutnya akan mengarahkan audiennya. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kajian resepsi pada pertunjukan drama adalah bagaimana peran penonton dalam memberikan tanggapannya terhadap keseluruhan unsur-unsur yang ada dalam pertunjukan drama tersebut. Meskipun terdapat berbagai pandangan dari setiap individu penonton dalam memberikan tanggapannya, akan tetapi itu akan menjadi bentuk apresiasi terhadap pertunjukan drama. Penonton dalam hal ini memiliki cakrawala harapan atau horison harapan masing-masing yang berbeda-beda. 2.4 Struktur Drama 2.4.1 Tema Tema tidak kalah pentingnya di dalam drama. Tema merupakan gambaran pusat sebuah karya sastra drama. Sebuah cerita di dalam drama ditentukan oleh tema. Pada hakekatnya tema dalam drama adalah sebuah gagasan yang akan memberikan tujuan atau arah yang dituliskan oleh seorang sastrawan drama. Dewojati (2010:172)
mengemukakan bahwa dalam drama, yang disebut tema pada dasarnya adalah “pemikiran”. Bedasarkan pendapat di atas, bisa diartikan bahwa tema adalah sebuah buah pikir atau gagasan penulis yang dihadirkan dalam bentuk naskah drama. 2.4.2 Plot Plot atau alur adalah aspek penting dalam drama yang mana plot adalah berupa tangga dramatik yang memberikan isi situasi dan kondisi berjalannya suatu drama dari awal hingga akhir. Dalam teori Aristoteles ada beberapa bagian dari plot drama yakni eksposisi, komplikasi, klimaks, resolusi, dan konklusi. Bagian-bagian ini yang nantinya akan memberikan penjajakan-penjajakan terhadap buah pikir dari drama yang akan dimainkan tersebut. Plot atau alur juga dapat dikatakan sebagai jalan untuk membuat penonton mengerti jalan cerita sebuah pertunjukan drama. Jalan ini akan mempengaruhi pola pikir dari penonton. Penonton akan mengikuti apa yang disebut dengan plot tersebut. Endraswara (2011:31) mengemukakan bahwa rasio penonton sering ikut bermain dalam mengapresiasi. Karena itu struktur tetap berpijak pada logika. 2.4.3 Karakter Karakter memiliki sifat dan kedudukan yang bisa dibedakan. Dalam naskah drama, karakter tokoh dapat dibedakan menjadi dua yakni tokoh penting (mayor) dan tokoh pembantu (minor). Berdasarkan kedudukan tokoh ini, dalam sebuah pertunjukan akan Nampak sebuah dinamika yang dimainkan oleh aktor. Peranan tokoh minor akan sangat membantu tokoh mayor dalam menghidupkan sebuah pementasan. Kronodle (dalam Dewojati, 2010:170) mengemukakan bahwa karakter
biasanya diciptakan dengan sifat kualitas yang khusus. Karakter tidak hanya berupa pengenalan tokoh memalui umur, bentuk fisik, penampilan, kostum, tempo/irama permainan tokoh, tetapi juga sikap batin tokoh yang dimilikinya. 2.5 Pertunjukan Drama Drama dalah karya sastra yang mempuyai dua dimensi yakni sastra dan pertunjukan. Kongkretisasi naskah drama dalam bentuk pertunjukan befungsi agar kedua dimensi tersebut bisa tercapai. Sebagai sebuah pertunjukan, drama memiliki unsur-unsur penting. Damono (dalam Dewojati, 2010:10) mengemukakan bahwa ada tiga unsur drama yang merupakan satu kesatuan yang menyebabkan drama itu dapat dipertunjukan. Unsur-unsur itu berupa unsur naskah, pementasan, dan penonton. kehilangan salah satu di antaranya mustahil drama akan menjadi suatu pertunjukan. Pada tahap selanjutnya adalah peranan penonton dalam pertunjukan drama. Selain menghibur para penonton, pertunjukan drama akan menjadi sebuah objek yang akan diapresiasi. Pada pertunjukan drama, peranan penonton sangatlah penting karena memang penontonlah sebagai subjek untuk penyampaian pesan yang terkandung di dalam pementasan tersebut. Kreatifitas sutradara dalam mengkomposisikan berbagai unsur yang ada dalam sebuah pertunjukan drama akan membawa penonton dalam hal menginterpretasikan pertunjukan drama tersebut dengan perspektifnya masingmasing. Pertunjukan drama memiliki beberapa unsur yang memegang arti penting dan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pertunjukan tersebut. Unsur-unsur ini antara lain adalah latar/setting pertunjukan, tata rias, tata lampu dan iringan musik.
2.5.1 Latar/setting Latar pertunjukan adalah sebuah imajinasi perwakilan suasana dunia nyata yang dimasukkan ke dalam panggung. Perwakilan dunia nyata ini sesuai dengan interpretasi dari sutradara. Pengolahan terhadap penataan latar panggung akan menjadi titik tersulit bagi sutradara karena tata panggung juga akan terkait dengan segala artistik yang ada dalam pertunjukan. Tata panggung yang memiliki daya artistik akan memberi kesan tersendiri bagi setiap penonton yang menyimak pertunjukan tersebut. Penciptaan dunia tiruan ke atas panggung adalah bentuk kreatifitas dari setiap pelaku seni yang terlibat dalam pertunjukan. Dunia tiruan ini tidak akan menampakkan secara menyeluruh tentang segala isi dunia nyata. Hal yang paling penting dalam peniruan ini adalah perwakilan dari isi dunia nyata tersebut yang bisa memberi kesan bahwa hal itu sudah menggambarkan dunia nyata. Sebagai contohnya adalah hutan. Seluruh isi hutan tidak perlu diciptakan ke atas panggung namun hanya beberapa perwakilan seperti pohon, ranting,-ranting dan lain sebagainya sesuai dengan
interpretasi
sutradara
dan
penata
artistik.
Endraswara
(2011:114)
mengemukakan bahwa setting panggung seperti ini sering disebut dengan setting panggung Naturalisme. Naturlisme yaitu melukiskan dekor sebagai imitasi (tiruan) alam. 2.5.2 Tata Rias dan Kostum Tata rias atau yang sering ddikenal dengan tata make up merupakan unsur pemberi isi terhadap karakter yang dimainkan oleh aktor. Apabila pemberian isi
terhadap karakter yang tidak didukung oleh riasan karakter yang sesuai maka akan berpengaruh pula pada watak dan peranan dari setiap tokoh dalam pertunjukan. Tata rias karakter memiliki jenis berbeda-beda sesuai dengan ketentuan naskah, salah satu jenis tata rias ini adalah rias lokal. Rias lokal dapat dipakai dalam pertunjukan drama yang mengangkat tema cerita rakyat seperti dalam naskah “Terusir” karya Doelkepleh yang menceritakan suku polahi yang berada di hutan. Endraswara (2011:99) mengemukakan bahwa tata rias lokal yaitu rias yang di tentukan oleh tempat atau hal yang menimpa peran saat itu. Misalnya rias di penjara, di sawah, di pasar dan sebagainya. Pada penataan kostum perlu pertimbangan yang berat pula bagi penata. Hal ini disebabkan kostum harus menggambarkan keadaan tokoh yang akan dimainkan. Penggunaan kostum tidak bisa hanya sekedar menyesuaikan saja tanpa memberi penjelasan. Kostum adalah elemen rias yang akan menampakan serta memperkuat karakter tokoh yang akan dimainkan. 2.5.3 Properti Penataan properti pentas biasanya dikerjakan oleh stage manager. Properti ada bermacam-macam klasifikasinya. Menurut Endraswara (2011:116) ada properti yang disebut dengan Set Props yaitu prabotan yang terletak pada lantai pentas dan Hand Props yakni peralatan pentas yang digunakan oleh aktor misalnya senjata dan lainlain.
2.5.4 Tata Lampu Sebuah pertunjukan seni tentu tidak akan lepas dari penataan cahaya. Penataan lampu bukan hanya berfungsi untuk menerangi tokoh. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh pelaku seni pertunjukan. Padahal penataan cahaya juga bisa memberikan sebuah makna keadaan adegan apakah adegan itu tegang, menyedihkan, menakutkan dan lain sebagainya. Penataan lampu memiliki beragam variasi sesuai interpretasi para pelaku seni pertunjukan untuk menambahkan efek suasana pertunjukan.
Endraswara
(2011:106)
mengemukakan
bahwa
lampu
dapat
memberikan pengaruh psikologis, dan juga dapat berfungsi sebagai ilustrasi (hiasan) atau petunjuk waktu dan suasan pentas. 2.5.5 Iringan Musik Musik merupakan bidang seni yang menggambarkan suasana seara imajiner. Dalam pertunjukan drama, menciptakan sebuah musik tentu mempertimbangkan dengan keadaan pentas. Iringan musik akan membantu memperkuat suasana pertunjukan. Pemusik tentu akan melihat secara dalam musik apa yang nantinya akan
membantu
menghidupkan
suasana
adegan.
Endraswara
(2011:47)
mengemukakan bahwa iringan dapat menjadi bagian lakon, tetapi lebih banyak berperan sebagai ilustrasi, baik sebagai pemuka seluruh lakon, pembuka adegan, pemberi efek pada lakon, maupun sebagai penutup lakon. Penataan iringan musik dalam pertunjukan drama akan menambah suasana menjadi lebih dalam. Pengaruh dari permainan iringan musik pun akan memengaruhi permainan para aktor. Hal ini dikarenakan iringan musik adalah
pemberi mood bagi psikologis para aktor. Komposisi antara musik, latar panggung, penataan tata rias dan kostum, serta penataan cahaya akan mempengaruhi setiap pertunjukan drama. Kesuksesan dari pertunjukan drama tentu dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut. Oleh karena itu setiap unsur dalam sebuah pertunjukan diharapkan akan selalu menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh setiap pelaku seni pertunjukan.