BAB II LANDASAN TEORI
II.1.
Teori Valuta Asing
II.1.1. Pengertian Valuta Asing Pasar uang dan pasar modal di Indonesia kini telah didenominasi oleh mata uang lokal (Rupiah) dan mata uang asing (valuta asing). Valuta Asing (valas) atau foreign exchange (forex) ataupun foreign currency itu sendiri memiliki beberapa definisi yang disajikan oleh beberapa ahli, yaitu : 1. Menurut Hamdy Hadi (1997:15), valuta asing adalah mata uang asing yang difungsikan sebagai alat pembayaran untuk membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan juga mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral. 2. Menurut Eng, Lees dan Mauer (1998:84), A foreign currency is Any asset or financial claim denominated in a foreign currency. 3. Menurut Jose Rizal Joesoef (2008:4), valuta asing adalah mata uang asing atau alat pembayaran luar negeri 4. Menurut Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn (2009:492), A foreign currency is a currency other than the entity’s functional currency. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa valuta asing merupakan pertukaran mata uang suatu negara terhadap negara lainnya. Dengan adanya perbandingan nilai antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain yang menimbulkan suatu nilai, dapat disebut foreign exchange rate (kurs valuta asing).
II.1.2.
Bentuk Perdagangan Valuta Asing Menurut Haris Wibisono (2005), di dalam transaksi valuta asing terdapat
beberapa bentuk transaksi yang sering terjadi. Bentuk perdagangan atas foreign exchange terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu: 9
a. b.
c.
Spot exchange, di mana transaksi terjadi dengan pelepasan pada value date, biasanya dua hari kerja setelah transaksi terjadi. Foreign exchange, transaksi pengiriman mata uang dilakukan pada suatu tanggal tertentu di masa yang akan datang, kurs ditentukan pada saat kontrak disetujui. Jatuh tempo kontrak forward biasanya satu, dua, tiga, atau enam bulan. Swap, yang merupakan transaksi pembelian dan penjualan secara simultan (terus-menerus) pada tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda.
II.1.3. Sistem Kurs Valuta Asing Di setiap negara memiliki suatu sistem kurs valuta asing yang biasanya ditentukan oleh kebijakan yang dianut oleh pemerintah di masing-masing negara. Menurut Floyd A. Beam, terdapat tiga system kurs yang dapat merefleksikan harga pasar yang berfluktuasi untuk mata uang berdasarkan penawaran dan permintaan dan faktor lain di dunia pasar mata uang yaitu free or floating, fixed, dan controlled. (Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn, 2009:460-461). Dari pendapat tersebut menyatakan bahwa terdapat tiga sistem kurs valuta asing yang dipakai suatu negara, yaitu: a. Sistem kurs bebas (floating), dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap valuta asing. b. Sistem kurs tetap (fixed), dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau menjual valuta asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan. c. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled), dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam menentukan alokasi dari penggunaan valuta asing yang tersedia. Warga negara tidak bebas untuk campur tangan dalam transaksi valuta asing. Capital inflows dan ekspor barang-barang menyebabkan tersedianya valuta asing. Selain itu, berdasarkan Triyono (2008), terdapat lima jenis sitem kurs utama yang berlaku, yaitu: a. Sistem kurs mengambang, kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter apabila ada terdapat campur tangan pemerintah maka 10
b.
c.
d.
e.
sistem ini termasuk mengambang terkendali (managed floating exchange rate). Pada sistem kurs tertambat, suatu negara menambatkan nilai mata uangnya dengan sesuatu atau sekelompok mata uang negara lainnya yang merupakan negara mitra dagang utama dari negara yang bersangkutan, ini berarti mata yang negara tersebut bergerak mengikuti mata uang dari negara yang menjadi tambatannya. Sistem kurs tertambat merangkat, di mana negara melakukan sedikit perubahan terhadap mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak kearah suatu nilai tertentu dalam rentang waktu tertentu. Keuntungan utama dari sistem ini adalah negara dapat mengukur penyelesaian kursnya dalam periode yang lebih lama jika di banding dengan sistem kurs terambat. Sistem sekeranjang mata uang, keuntungannya adalah sistem ini menawarkan stabilisasi mata uang suatu negara karena pergerakan mata uangnya disebar dalam sekeranjang mata uang. Mata uang yang dimasukan dalam keranjang biasanya ditentukan oleh besarnya peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Sistem kurs tetap, dimana negara menetapkan dan mengumumkan suatu kurs tertentu atas mata uangnya dan menjaga kurs dengan cara membeli atau menjual valas dalam jumlah yang tidak terbatas dalam kurs tersebut. Bagi negara yang sangat rentan terhadap gangguan eksternal, misalnya memiliki ketergantungan tinggi terhadap sektor luar negeri maupun gangguan internal, seperti sering mengalami gangguan alam, menetapkan kurs tetap merupakan suatu kebijakan yang beresiko tinggi.
II.1.4. Jenis Perubahan Nilai Kurs Valuta Asing Dalam melakukan transaksi valuta asing, nilai kurs mengalami perubahan setiap saat. Perubahan nilai kurs valuta asing umumnya berupa: a.
A presiasi atau depresiasi Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang sepenuhnya tergantung pada kekuatan pasar (permintaan dan penawaran valuta asing) baik dalam negeri maupun luar negeri.
b.
Devaluasi atau revaluasi
11
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.
Dari definisi diatas, perubahan nilai kurs yang biasa terjadi sehari-hari (depresiasi) hampir sama dengan devaluasi, akan tetapi devaluasi adalah penurunan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara mendadak, dan ada perbedaan selisih kurs yang besar antara sebelum dan sesudah devaluasi. Hal ini berlaku juga untuk apresiasi dan revaluasi. Perubahan rate mata uang asing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai (value) perusahaan khususnya pada perusahaan yang memiliki intensitas internasional. Pengaruh signifikan terjadi ketika perusahaan melakukan transaksi dengan mata uang asing, misalnya meminjam hutang dengan Dollar Amerika Serikat (USD). Ketika perusahaan akan membayar hutang serta bunga pinjaman, perusahaan harus mentranslasi mata uang fungsional ke mata uang USD dan mengakibatkan selisih kurs. Selisih kurs yang terjadi bisa menjadi keuntungan (gains) atau kerugian (losses) bagi perusahaan. Gains or losses ini akan muncul pada laporan laba rugi komprehensif perusahaan yang akan menambah atau mengurangi laba perusahaan. Perusahaan yang tidak dapat mengantisipasi kerugian akibat dari nilai tukar mata uang asing dapat mengalami kebangkrutan. (Tan, Lee; 2009:320).
II.1.5. Transaksi Dalam Valuta Asing Transaksi dalam valuta asing sering terjadi di Indonesia dimana terdapat mata uang asing yang digunakan disetiap kejadian atau peristiwa ekonomi khususnya di
12
dalam perusahaan. Terdapat beberapa definisi mengenai transaksi dalam valuta asing, yaitu: 1. Menurut SAK (1999:10.2), suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing. 2. Menurut Frederick (2002:210), foreign currency transactions (transaksi mata uang asing) yaitu: Transactions whose terms are stated in a currency other than the entity’s functional currency. 3. Menurut Shim, Siegel, Dauber (2010:13.76), foreign currency transactions are those denominated in a currency other than the company’s functional currency. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka transaksi dalam mata uang asing adalah transaksi yang terjadi dengan menggunakan dua/lebih mata uang yang berbeda, dan memerlukan penyelesaian juga dalam mata uang yang berbeda pula. Standar Akuntansi Keuangan menggolongkan transaksi yang termasuk dalam Transaksi Valuta Asing PSAK 10 (2010:10.1) menyatakan transaksi dalam valuta asing dapat terjadi dengan dua cara, yaitu: kegiatan usaha luar negeri (foreign operation) dan transaksi dengan menggunakan mata uang asing (foreign activities). Kegiatan usaha luar negeri yaitu suatu anak perusahaan (subsidiary), perusahaan asosiasi (associates), usaha patungan (joint venture) atau cabang perusahaan pelapor, yang aktivitasnya dilaksanakan di suatu negara di luar negara perusahaan pelapor. Kegiatan usaha tersebut dapat merupakan suatu bagian integral dari suatu perusahaan pelapor atau suatu entitas asing. Entitas asing (foreign entity) adalah suatu kegiatan usaha luar negeri (foreign operation), yang aktivitasnya bukan merupakan suatu bagian integral dari perusahaan pelapor. PSAK 10 (2010:10.8-10.9) menyatakan bahwa suatu transaksi mata uang asing adalah:
13
suatu transaksi yang didenominasikan atau memerlukan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi-transaksi yang timbul ketika suatu entitas: a. Membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasikan dalam suatu mata uang asing. b. Meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana ketika jumlah yang merupakan hutang atau tagihan didenominasi dalam suatu mata uang asing; atau c. memperoleh atau melepas aset atau mengadakan atau menyelesaikan liabilitas, yang didenominasikan dalam mata uang.
II.1.6. Selisih Kurs Valuta Asing Transaksi yang menggunakan valuta asing membutuhkan nilai tukar atau kurs sebagai dasar perhitungan konversi ke mata uang fungsional perusahaan. Terdapat beberapa definisi mengenai nilai tukar tersebut, yaitu: 1. Menurut Eng, Lees dan Mauer (1998:99), foreign exchange rate is the price of foreign currency measured in domestic money. 2. Menurut jurnal Jusuf Kasrori (2003:2), kurs adalah harga yang harus dibayar dengan uang sendiri untuk memperoleh satu unit uang asing. 3. Menurut Mankiw (2008:386), exchange rate is the rate at which a person can trade the currency of one country for the currency of another. 4. Menurut Bambang Wijayanta dan Aristanti Vidyanigsih (2008:56), kurs valuta asing adalah perbandingan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. 5. Menurut Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn (2009:459), an exchange rate is the ratio between a unit of one currency and the amount of another currency for which that unit can be exchanged at a particular time. 6. Menurut Brigham, Ehrhardt (2010:694), An exchange rate specifies the number of units of a given currency that can be purchased for one unit of another currency. Dengan adanya pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kurs valuta asing adalah rasio nilai pertukaran dua mata uang yaitu dari mata uang suatu negara terhadap negara lainnya. Pengertian lain yang dijabarkan mengenai selisih kurs menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam PSAK 10 (2010:10.4) adalah:
14
“Selisih yang dihasilkan dari penjabaran sejumlah tertentu satu mata uang ke dalam mata uang lain pada kurs yang berbeda.”
II.1.7. Ekposur Nilai Tukar Mata Uang Asing Sebuah perusahaan bisnis dikatakan memiliki eksposur nilai tukar asing jika perubahan kurs mata uang asing mempengaruhi aliran kas operasi atau item dalam laporan keuangannya. Eksposur nilai tukar asing tersebut terbagi dua jenis yaitu accounting dan operating (economic) exposures (Tan, Lee, 2009:323). Accounting exposure bersifat kuantitatif dan secara langsung berdampak pada laporan laba rugi atau neraca. Operating exposures di sisi lain, tidak mudah diukur dan mencerminkan dampak dari perubahan nilai tukar yang nyata pada operasi perusahaan di pasar input, di mana perusahaan memperoleh bahan, dan pasar output, di mana menjual produk jadi. Operating exposures merupakan konsep ekonomi yang mempengaruhi posisi kompetitif perusahaan dan akhirnya nilai perusahaan.dibanding konsep akuntansi, dan dampak dari operating exposures tidak dapat diestimasi secara andal. Accounting exposures adalah risiko perubahan nilai tukar sebagai akibat dari suatu perusahaan: 1. masuk ke dalam transaksi mata uang asing yang menghasilkan hak dan kewajiban kontraktual, seperti piutang atau hutang dalam mata uang asing. 2. harus menerjemahkan laporan keuangan mata uang asing dari kegiatan usaha luar negeri (anak perusahaan asing, kantor cabang, usaha patungan, dan perusahaan asosiasi) dari mata uang lokal ke mata uang pelaporan kelompok untuk tujuan menyusun laporan keuangan konsolidasi.
15
Accounting exposures dibagi menjadi dua jenis, yaitu transaction exposure dan translation exposure. Transaction exposure langsung muncul sebagai konsekuensi dari transaksi mata uang asing dari bisnis perusahaan. Biasanya, transaksi ini terjadi pada satu tanggal dan diselesaikan di kemudian hari, misalnya, mata uang asing pada piutang dan hutang. Sebagai akibat dari pergerakan nilai tukar asing antara kedua tanggal ini, sebuah keuntungan atau kerugian pertukaran (transaction gain or loss) muncul dan akan dicatat pada pembukuan perusahaan. Transaction exposure mempengaruhi arus kas perusahaan. Sebaliknya, keuntungan dan kerugian translasi (translation differences) tidak mempengaruhi arus kas. Translasi tersebut timbul karena persyaratan untuk menerjemahkan laporan keuangan yang disusun dalam mata uang asing ke mata uang presentasi konsolidasi.
II.2.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 10 Standar Akuntansi Keuangan merupakan pedoman untuk penyajian laporan
keuangan perusahaan yang disusun dan disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan dan kemudian diterapkan di Indonesia. Munculnya standar akuntansi ini dikarenakan perkembangan dan perubahan lingkungan global yang menuntut adanya transparansi pada laporan keuangan. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi
dengan
International
Financial
Reporting
Standards
(IFRS).
(www.iaiglobal.or.id). Standar Akuntansi Keuangan terdiri dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang digunakan perusahaan sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan. Standar akuntansi digunakan agar informasi yang diberikan oleh perusahaan 16
dapat relevan dan dibandingkan dengan perusahaan lain sehingga investor asing pun dapat menanamkan modalnya ke dalam instrumen keuangan khususnya saham dari perusahaan go public di Indonesia. PSAK 10 (revisi 2010) merupakan salah satu bagian dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang telah disusun dan disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan dalam rangka memenuhi perubahan ekonomi yang membuat perusahaan melakukan transaksi dalam mata uang asing (valuta asing). PSAK 10 sebelumnya telah disusun pada tahun 1994 dengan judul “Transaksi dalam Mata Uang Asing”, akan tetapi dalam rangka melakukan konvergensi IFRS pada standar internasional yaitu International Accounting Standards (IAS), Dewan Standar Akuntansi Keuangan melakukan perubahan atau revisi pada PSAK 10 tahun 2010 dengan mengadopsi IFRS dan kemudian disahkan dengan judul “Pengaruh Perubahan Nilai Kurs Mata Valuta Asing” yang efektif diberlakukan tanggal 1 Januari 2012. PSAK 10 (revisi 2010): Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing menggantikan PSAK 10 (1994): Transaksi Dalam Mata Uang Asing, PSAK 11 (1994): Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing, dan PSAK 52 (1998): Mata Uang Pelaporan, ISAK 4 (1997) Interpretasi atas paragraf 20 PSAK 10. Secara umum perbedaan PSAK 10 (revisi 2010) Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing dengan PSAK 10 (1994) Transaksi Dalam Mata Uang Asing, PSAK 11 (1994) Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing, dan PSAK 52 (1998) Mata Uang Pelaporan, dan ISAK 4 (1997) Interpretasi atas paragraf 20 PSAK 10 tentang alternatif perlakuan yang diizinkan atas selisih kurs adalah sebagai berikut:
17
Tabel II.1 Perbedaan PSAK 10 (revisi 2010) dan PSAK 10 (1994) PSAK 10 (1994), PSAK 11 (1994), Perihal PSAK 10 (revisi 2010) PSAK 52 (1998), dan ISAK 4 (1997) Ruang Lingkup Mengecualikan transaksi Tidak ada pengecualian tersebut. derivatif dan saldo dalam ruang lingkup PSAK 55 (revisi 2006). Penjabaran hasil dan posisi Tidak ada pengecualian tersebut. keuangan ke dalam suatu mata uang pelaporan. Tidak diterapkan pada PSAK 10 : Mengatur akuntansi akuntansi lindung nilai (hedge) hedge sebatas selisih kurs dalam pada mata uang asing, transaksi hedge. termasuk lindung nilai dari investasi neto dalam kegiatan usaha luar negeri. Perubahan Entitas menerapkan prosedur Tidak ada pengaturan tersebut. dalam mata penjabaran untuk mata uang uang fungsional yang baru secara fungsional prospektif sejak tanggal perubahan. Pengukuran - Pengukuran mata uang Pengukuran dan penyajian mata dan penyajian menggunakan mata uang uang menggunakan Rupiah. Entitas mata uang fungsional. dapat menggunakan mata uang - Penyajian mata uang dapat selain Rupiah jika mata uang menggunakan mata uang tersebut memenuhi kriteria sebagai selain mata uang fungsional. mata uang fungsional. Kapitalisasi Tidak ada kapitalisasi selisih Selisih kurs yang disebabkan selisih kurs kurs akibat depresiasi atau devaluasi atau depresiasi luar biasa devaluasi luar biasa. diman tidak mungkin dilakukan lindung nilai dikapitalisasi ke aset yang bersangkutan. Prosedur Tidak diatur secara eksplisit. Terdapat pengaturan prosedur untuk Pengukuran pengukuran kembali kembali (remeasurement).
II.2.1.
Mata Uang Fungsional Mata uang fungsional merupakan mata uang yang digunakan didalam lingkungan
ekonomi utama dimana suatu entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi utama dimana 18
sebuah entitas beroperasi adalah lingkungan dimana entitas tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas. Suatu entitas perlu mempertimbangkan faktorfaktor dibawah ini yang terbagi menjadi dua indikator yaitu indikator utama dan indikator kedua dalam menentukan mata uang fungsionalnya pada PSAK 10 (2010:10.4) paragraf 9 dan 10 dinyatakan sebagai berikut: Indikator Utama: 1. mata uang: a. yang paling mempengaruhi harga jual untuk barang dan jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang dimana harga jual untuk barang dan jasa didenominasikan dan diselesaikan); dan b. dari suatu negara yang kekuatan persaingan dan perundang- undangannya sebagian besar menentukan harga jual dari barang dan jasanya. 2. mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan biaya-biaya lain dari pengadaan barang atau jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang dimana biaya-biaya tersebut didenominasikan dan diselesaikan). Indikator Kedua: Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan berikut ini juga dapat memberikan bukti dari mata uang fungsional suatu entitas: 1. mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan (antara lain penerbitan instrumen hutang dan instrumen ekuitas) dihasilkan 2. mata uang dalam mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan. Dari penjelasan diatas, yang dimaksud dengan kekuatan persaingan dan perundang undangannya sebagian besar menentukan harga jual dari barang dan jasanya adalah suatu keadaan dimana perusahaan dapat mengatasi semua tekanan yang terjadi baik dari internal maupun eksternal. Analisis kekuatan persaingan dapat menggunakan Analisis Kekuatan Porter menurut McGuigan, Moyer, Harris (2010:342), yaitu: 1.
The threat of subtitutes (ancaman produk substitusi), yang ditentukan oleh harga produk subtitusi, switching cost, dan kualitas produk.
19
2.
The threat of entry (ancaman pendatang baru), yang dapat ditentukan dengan hambatan masuk ke dalam industri, antara lain, hambatan harga, respon incumbent, biaya yang tinggi, pengalaman incumbent dalam industri, keunggulan biaya, differensiasi produk, akses distribusi, kebijakan pemerintah dan switching cost.
3.
The power of buyers (kekuatan tawar-menawar pembeli), yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain differensiasi, konsentrasi, kepentingan pembeli, tingkat pendapatan, pilihan kualitas produk, akses informasi, dan switching cost.
4.
The power of suppliers (kekuatan tawar menawar pemasok), yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat konsentrasi pasar, diversifikasi, switching cost, organisasi pemasok dan pemerintah, The intensity of rivalry (persaingan di dalam industri), yang ditentukan oleh
5.
berbagai faktor, yaitu pertumbuhan pasar, struktur biaya, hambatan keluar industri, switching cost, pengalaman dalam industri, dan perbedaan strategi yang diterapkan. Masing-masing dari kekuatan tersebut memiliki dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. Gambar dibawah ini menjelaskan mengenai masing-masing kekuatan yang dapat mempengaruhi perusahaan, sebagai berikut: Gambar II.2.1.1 Analisis Kekuatan Persaingan Porter
20
(sumber: “The Five Competitive Forces that Shape Strategy", Harvard Business Review, p.86-104) Selain kedua indikator diatas, terdapat faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan mata uang fungsional dari suatu kegiatan usaha luar negeri, dan apakah mata uang fungsionalnya sama seperti mata uang entitas pelapor (entitas pelapor, dalam konteks ini, merupakan entitas yang memiliki kegiatan usaha luar negeri sebagai entitas anak, cabang, entitas asosiasi atau ventura bersama) sebagai berikut: 1.
apakah aktivitas-aktivitas dari kegiatan usaha luar negeri dilaksanakan sebagai suatu perpanjangan dari entitas pelapor, bukan dilaksanakan dengan otonomi yang signifikan.
2.
Contoh aktivitas kegiatan usaha luar negeri yang dilaksanakan sebagai perpanjangan dari entitas pelapor adalah ketika kegiatan usaha luar negeri hanya menjual barang-barang yang diimpor dari entitas pelapor dan mengirimkan hasilnya ke entitas pelapor. Contoh aktivitas kegiatan usaha luar negeri yang dilaksanakan
dengan
otonomi
yang
signifikan
adalah
ketika
operasi
mengakumulasikan kas dan pos-pos moneter lainnya, mengadakan pengeluaran, menghasilkan pendapatan dan mengatur pinjaman, yang secara substansial menggunakan mata uang lokalnya. 3.
tinggi rendahnya proporsi kegiatan usaha luar negeri terhadap transaksi dengan entitas pelapor.
4.
apakah arus kas dari kegiatan usaha luar negeri secara langsung mempengaruhi arus kas entitas pelapor dan apakah arus kas tersebut siap tersedia untuk dikirimkan ke entitas pelapor.
21
5.
apakah arus kas dari aktivitas-aktivitas kegiatan usaha luar negeri cukup untuk membayar kewajiban instrumen hutang yang ada ataupun yang diperkirakan dapat terjadi tanpa ada nya dana yang disediakan oleh entitas pelapor.
II.2.2.
Pos-Pos Moneter Dan Pos-Pos Non-Moneter Pada PSAK 10 (revisi 2010), terdapat pembagian pos dalam mentranslasi
mata uang asing kedalam mata uang fungsional, yaitu pos moneter dan pos non-moneter. Pos-pos tersebut digunakan untuk mengelompokan akun-akun yang membutuhkan penyesuaian ditanggal pelaporan dan akun-akun yang tidak membutuhkan penyesuaian pada tanggal pelaporan. Pada dasarnya akun yang masih membutuhkan penyesuaian diklasifikasikan kedalam pos moneter dimana akun terkait membutuhkan pembayaran yang menggunakan kas dan setara kas. Terdapat beberapa pengertian mengenai pos moneter, menurut PSAK 10 (2010:10.4) adalah “Unit mata uang yang dimiliki serta aset dan liabilitas yang akan diterima atau dibayarkan dalam jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan.”. Sementara itu menurut Wahlen, Stickney, Baginski, Bradshaw, (2010:105): “Represents amount of cash the firm can expect to receive or pay in te future.”. Berdasarkan PSAK 10 (2010:10.8), fitur utama dari suatu pos moneter adalah hak untuk menerima (atau kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan. Dari penjelasan diatas, akun-akun yang dapat diklasifikasikan kedalam pos moneter adalah kas, piutang dagang, hutang dagang, dan akun lainnya yang membutuhkan penyelesaian dengan kas atau setara kas, seperti yang termasuk didalamnya adalah pensiun dan imbalan kerja lainnya harus dibayar dalam kas, 22
kewajiban diestimasi yang harus diselesaikan secara kas, dan dividen kas yang diakui sebagai kewajiban. Demikian juga, suatu kontrak untuk menerima (atau menyerahkan) suatu jumlah variabel dari instrumen ekuitas yang dimiliki oleh entitas atau suatu jumlah variabel dari suatu aset yang nilai wajarnya harus diterima (atau diserahkan) setara dengan suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan, adalah merupakan suatu pos moneter. Di samping itu juga terdapat pos non-moneter yang digunakan untuk mengklasifikasikan akun-akun yang tidak membutuhkan penyesuaian pada tanggal pelaporan. Menurut Subramani (2011), pos non-moneter merupakan pos yang tidak memiliki hak atau kewajiban untuk menerima atau membayar untuk memberikan jumlah yang tetap atau telah ditentukan unit mata uang. Fitur utama dari dari suatu pos non-moneter adalah tidak adanya hak untuk menerima (atau kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan. Contoh yang termasuk didalamnya: uang muka untuk barang dan jasa (misalnya sewa dibayar dimuka), goodwill, aset tidak berwujud, persediaan, aset tetap, dan kewajiban diestimasi yang harus diselesaikan dengan penyerahan aset nonmoneter.
II.2.3. Pelaporan Transaksi Mata Uang Asing ke Dalam Mata Uang Fungsional Pada transaksi dengan menggunakan mata uang asing, suatu entitas perlu melakukan pencatatan atas transaksi tersebut. Untuk mencatat transaksi tersebut terdapat beberapa pengakuan yang harus dipatuhi oleh perusahaan, yaitu sebagai berikut: 1.
Pengakuan Awal
23
Seperti yang telah dijelaskan diatas, suatu transaksi mata uang asing dapat terjadi ketika entitas melakukan penjualan, pembelian, menjual asset, meminjam atau memberikan pinjaman dalam mata uang asing. Pada PSAK 10 (2010:10.8) dinyatakan bahwa pengakuan awal dimana suatu transaksi mata uang asing harus dicatat dalam mata uang fungsional, dengan menerapkan jumlah mata uang asing, nilai tukar spot yaitu kurs untuk realisasi segera antara mata uang fungsional dan mata uang asing pada tanggal transaksi. Berdasarkan PSAK 10 (2010:10.9), tanggal suatu transaksi adalah tanggal pada saat pertama kali, suatu transaksi memenuhi untuk kriteria pengakuan sesuai dengan SAK. Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs aktual pada tanggal transaksi sering digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata untuk seminggu atau sebulan mungkin dapat digunakan untuk semua transaksi dalam mata uang asing yang terjadi selama periode tersebut. Bagaimanapun, jika nilai tukar berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode adalah tidak tepat.
2.
Pengakuan pada Akhir Pelaporan Berdasarkan PSAK 10 (2010:10.9), dari transaksi mata uang asing yang terjadi
maka pada akhir setiap periode pelaporan: a.
pos moneter mata uang asing harus dijabarkan menggunakan kurs penutup;
b.
pos non-moneter yang diukur dalam biaya historis, dalam suatu mata uang asing harus dijabarkan menggunakan nilai tukar pada tanggal transaksi; dan
c.
pos non-moneter yang diukur pada nilai wajar, dalam mata uang asing harus dijabarkan menggunakan nilai tukar pada tanggal ketika nilai wajar ditentukan.
24
Jumlah tercatat dari suatu pos ditentukan sejalan dengan Pernyataan lain yang relevan. Sebagai contoh, aset tetap dapat diukur dengan nilai wajar atau biaya historis sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap. Apakah jumlah tercatat ditentukan berdasarkan biaya historis ataupun berdasarkan nilai wajar, jika jumlah nya ditentukan dalam mata uang asing maka kemudian dijabarkan kedalam mata uang fungsional sesuai Pernyataan ini. Jumlah tercatat beberapa pos ditentukan dengan membandingkan dua atau lebih jumlah. Contohnya, jumlah tercatat persediaan adalah nilai yang lebih rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi bersih sesuai dengan PSAK 14: Persediaan. Demikian pula, sesuai dengan PSAK 48: Penurunan Nilai Aset, jumlah tercatat suatu aset di mana terdapat indikasi penurunan nilai adalah nilai yang lebih rendah antara jumlah tercatatnya sebelum mempertimbangkan kemungkinan rugi penurunan nilai dan jumlah yang dapat dipublihkan kembali. Ketika suatu aset adalah non-moneter dan diukur dalam suatu mata uang asing, jumlah tercatatnya ditentukan dengan membandingkan: a.
biaya perolehan atau jumlah tercatat (yang mana yang tepat), dijabarkan dengan nilai tukar pada tanggal ketika jumlah itu ditentukan (yaitu nilai pada tanggal transaksi untuk suatu pos yang diukur dalam biaya historis); dan
b.
nilai realisasi bersih atau jumlah yang dapat dipulihkan kembali (yang mana yang tepat), dijabarkan dengan nilai tukar pada tanggal ketika nilai itu ditentukan (misalnya kurs penutup pada akhir periode pelaporan). Pengaruh dari perbandingan ini mungkin bahwa suatu kerugian penurunan nilai
diakui dalam mata uang fungsional tetapi tidak diakui dalam mata uang asing, atau sebaliknya. Ketika beberapa nilai tukar tersedia, kurs yang digunakan adalah kurs di mana arus kas masa depan digambarkan oleh transaksi atau kurs di mana suatu saldo 25
mungkin dapat diselesaikan jika arus kas tersebut telah terjadi pada tanggal pengukuran. Jika kemungkinan pertukaran antara dua mata uang terkadang kurang, kurs yang digunakan adalah kurs pertama berikutnya pada saat nilai tukar dapat dibuat. 3.
Pengakuan Selisih Kurs Selisih nilai tukar yang timbul pada penyelesaian pos moneter atau pada
penjabaran pos moneter pada kurs yang berbeda dari kurs pada saat pos moneter tersebut dijabarkan pada pengakuan awal selama periode atau pada periode laporan keuangan sebelumnya, harus diakui dalam laba atau rugi dalam periode pada saat terjadinya, kecuali mengenai pernyataan lain yang mensyaratkan keuntungan atau kerugian harus diakui dalam pendapatan komprehensif lain. Pos moneter yang timbul dari transaksi mata uang asing dan terdapat perubahan dalam nilai tukar antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian, terjadilah sejumlah selisih nilai tukar. Ketika transaksi diselesaikan dalam suatu periode akuntansi yang sama seperti saat transaksi itu terjadi, semua selisih nilai tukar diakui dalam periode itu. Namun ketika transaksi diselesaikan dalam periode akuntansi berikutnya, selisih nilai tukar yang diakui dalam setiap periode sampai pada tanggal penyelesaian, ditentukan dengan perubahan pada nilai tukar selama masing-masing periode. Suatu keuntungan atau kerugian pada suatu pos non-moneter diakui dalam pendapatan komprehensif lain, setiap komponen perubahan dari keuntungan atau kerugian itu harus diakui dalam pendapatan komprehensif lain. Sebaliknya, ketika keuntungan atau kerugian pada suatu pos non-moneter diakui dalam laba atau rugi, setiap komponen perubahan dari keuntungan atau kerugian tersebut harus diakui dalam laba atau rugi.
26
Selisih nilai tukar yang timbul pada suatu pos moneter yang membentuk bagian dari investasi neto suatu entitas pelapor dalam suatu kegiatan usaha luar negeri harus diakui dalam laba atau rugi dalam laporan keuangan terpisah dari entitas pelapor atau laporan keuangan individual dari kegiatan usaha luar negeri, yang mana yang tepat. Dalam laporan keuangan yang memasukkan kegiatan usaha luar negeri dan entitas pelapor (misalnya laporan keuangan konsolidasian ketika kegiatan usaha luar negeri adalah suatu entitas anak), selisih nilai tukar harus diakui awalnya dalam pendapatan komprehensif lain dan dikelompokkan kembali dari ekuitas ke laba atau rugi pada saat pelepasan investasi neto. Ketika suatu pos moneter membentuk bagian dari investasi neto suatu entitas pelapor dalam suatu kegiatan usaha luar negeri dan didenominasikan dalam mata uang fungsional dari entitas pelapor, suatu selisih nilai tukar muncul dalam laporan keuangan individual kegiatan usaha luar negeri. Jika pos moneter tersebut didenominasikan dalam mata uang fungsional dari kegiatan usaha luar negeri itu, selisih nilai tukar muncul di dalam laporan keuangan terpisah suatu entitas. Jika pos moneter tersebut didenominasikan dalam suatu mata uang selain mata uang fungsional baik entitas pelapor atau kegiatan usaha luar negeri, suatu selisih nilai tukar muncul dalam laporan keuangan terpisah entitas pelapor dan dalam laporan keuangan individual kegiatan usaha luar negeri. Selisih nilai tukar tersebut diakui dalam pendapatan komprehensif lain pada laporan keuangan yang mencakup kegiatan usaha luar negeri dan entitas pelapor (yaitu laporan keuangan yang didalamnya kegiatan usaha luar negeri dikonsolidasikan, dikonsolidasikan secara proporsional atau dihitung dengan menggunakan metode ekuitas).
27
Ketika entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatannya dalam suatu mata uang selain mata uang fungsionalnya, pada waktu entitas menyiapkan laporan keuangannya, semua jumlah harus dijabarkan ke dalam mata uang fungsional sesuai dengan kriteria yang dijelaskan sebelumnya. Hal ini menghasilkan jumlah yang sama di dalam mata uang fungsionalnya seperti yang seharusnya sudah terjadi seandainya pospos tersebut telah dicatat diawal dalam mata uang fungsional. Contohnya, pos moneter dijabarkan ke dalam mata uang fungsional menggunakan kurs penutup, dan pos nonmoneter yang diukur berdasarkan nilai historis dijabarkan menggunakan nilai tukar pada tanggal transaksi saat diakuinya pos tersebut.
II.2.4. Perubahan dalam Mata Uang Fungsional Pada PSAK 10 (revisi 2010) diterapkan perubahan secara prospektif dan retrospektif untuk beberapa item di dalam laporan keuangan. Penerapan prospektif adalah suatu penerapan dampak perubahan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain yang terjadi setelah tanggal perubahan kebijakan tersebut. Di samping itu juga untuk penerapan dampak perubahan estimasi akuntansi pada periode berjalan dan periode mendatang yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut. Perubahan estimasi akuntansi dapat berakibat hanya pada laba atau rugi periode berjalan, atau laba atau rugi periode berjalan dan periode mendatang. Selain penerapan prospektif, terdapat penerapan retrospektif dimana penerapan ini adalah suatu penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain seolah-olah kebijakan tersebut telah diterapkan. Entitas memerlukan untuk mencatat perubahan kebijakan akuntansi akibat dari penerapan awal suatu PSAK sebagaimana yang diatur dalam ketentuan transisi dalam PSAK tersebut, atau entitas mengubah kebijakan akuntansi secara sukarela karena 28
tidak diatur masa transisinya Dalam standar PSAK 10, penerapan prospektif terdapat pada goodwill yang timbul atas akuisisi dari kegiatan operasi luar negeri dan penyesuaian nilai wajar untuk jumlah tercatat aset dan kewajiban yang timbul dari akuisisi kegiatan operasi luar negeri tersebut diperlakukan sebagai aset dan kewajiban operasi asing serta kapitalisasi selisih kurs akibat devaluasi yang parah (ISAK 4). PSAK 10 (revisi 2010) harus diterapkan secara retrospektif untuk semua perubahan lain yang dihasilkan dari penerapan standar ini. Ketika terdapat perubahan dalam mata uang fungsional suatu entitas, entitas harus menerapkan prosedur penjabaran untuk mata uang fungsional yang baru secara prospektif sejak tanggal perubahan itu. Pengaruh dari perubahan dalam mata uang fungsional diperlakukan secara prospektif. Dalam kata lain, suatu entitas menjabarkan semua pos-pos ke dalam mata uang fungsional yang baru menggunakan nilai tukar pada tanggal perubahan itu. Hasil dari jumlah yang dijabarkan untuk pos non-moneter dianggap sebagai biaya historis entitas. Selisih nilai tukar yang timbul dari penjabaran kegiatan usaha luar negeri, yang sudah diakui sebelumnya di dalam pendapatan komprehensif lain tidak dikelompokkan ulang dari ekuitas ke dalam laba atau rugi sampai pelepasan kegiatan usaha tersebut.
II.2.5. Penggunaan Mata Uang Pelaporan selain Mata Uang Fungsional Pada dasarnya mata uang fungsional digunakan sebagai mata uang pelaporan dikarenakan mata uang fungsional merupakan mata uang yang menggambarkan aktivitas bisnis serta kondisi perusahaan yang sebenarnya. Menurut PSAK 10 (2010:10.14) paragraf 38, entitas dapat menyajikan laporan keuangan dalam mata uang (atau beberapa mata uang) selain mata yang fungsionalnya. Jika mata yang penyajian berbeda dari mata yang fungsional entitas, maka entitas menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke 29
dalam mata yang penyajian. Misalnya, jika suatu kelompok usaha berisi entitas individual dengan mata uang fungsional yang berbeda, maka hasil dan posisi keuangan setiap entitas dinyatakan dalam suatu mata uang bersama sehingga laporan keuangan konsolidasian disajikan. Pada umumnya mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan di Indonesia adalah rupiah. Apabila mata uang fungsional perusahaan adalah Dollar Amerika Serikat dan digunakan sebagai mata uang pelaporan di Indonesia maka PSAK memperbolehkan mata uang tersebut digunakan sebagai mata uang pelaporan. Standar mengenai penjabaran dalam mata yang penyajian ini juga didukung dengan peraturan pemerintah Indonesia terkait pelaporan perpajakan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 24/PMK 011/2012 pasal 3 ayat (h) dinyatakan bahwa “Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”. Hasil dan posisi keuangan dari suatu entitas yang mata uang fungsionalnya bukan mata uang dari suatu ekonomi hiperinflasi harus dijabarkan ke dalam mata uang pelaporan yang berbeda menggunakan prosedur sebagai berikut: 1.
aset dan liabilitas untuk setiap laporan dari posisi keuangan yang disajikan (yaitu termasuk komparatif) harusdijabarkan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan dari posisi keuangan itu.
2.
pendapatan dan beban untuk setiap laporan laba rugi komprehensif atau laporan laba rugi terpisah yang disajikan (yaitu termasuk komparatif) harus dijabarkan menggunakan nilai tukar pada tanggal transaksi; dan
30
3.
semua hasil dari selisih nilai tukar harus diakui dalam pendapatan komprehensif lain. Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati nilai tukar pada tanggal
transaksi, contohnya suatu kurs rata-rata untuk periode itu, sering digunakan untuk menjabarkan pos-pos pendapatan dan beban. Bagaimanapun, jika nilai tukar berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode adalah tidak tepat. Selisih nilai tukar yang terkait bagian 1 diatas dalam pengakuan pendapatan komprehensif lain, dapat dihasilkan dari: a.
penjabaran pendapatan dan beban dengan nilai tukar pada tanggal transaksi dan aset serta kewajiban dengan kurs penutup.
b.
penjabaran saldo awal aset neto dengan kurs penutup yang berbeda dari kurs penutup sebelumnya. Selisih nilai tukar ini tidak diakui dalam laba atau rugi karena perubahan dalam
nilai tukar memiliki sedikit atau tidak memiliki pengaruh langsung terhadap arus kas sekarang dan masa depan dari kegiatan usaha. Jumlah kumulatif dari selisih nilai tukar disajikan dalam suatu komponen terpisah dari ekuitas sampai pelepasan kegiatan usaha luar negeri tersebut.
II.2.6. Pengaruh Pajak atas Semua Selisih Nilai Tukar Keuntungan atau kerugian pada transaksi mata uang asing dan selisih nilai tukar yang timbul pada penjabaran hasil dan posisi keuangan dari suatu entitas (termasuk suatu kegiatan usaha luar negeri) ke dalam suatu mata uang yang berbeda mungkin memiliki pengaruh pajak. PSAK 46 diterapkan ke pengaruh pajak ini.
31
Di samping itu, terdapat beberapa peraturan di Indonesia mengenai pengakuan selisih
kurs,
yaitu
Undang-Undang
No.
17
Tahun
2000
dan
SKMK
No.597/KMK.04/1997 tanggal 21 Nopember 1997 perihal perlakukan Pajak Penghasilan terhadap Selisih Kurs valuta asing dalam tahun 1997. Dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2000, pengakuan selisih kurs pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan taat azas. Apabila transaksi berdasarkan: - Kurs tetap, laba atau rugi diakui pada saat realisasi - Kurs tengah Bank Indonesia atau tanggal neraca (spot rate), laba atau rugi diakui pada setiap periode akuntansi. Berdasarkan SKMK No.597/KMK.04/1997 tanggal 21 Nopember 1997 perihal perlakukan Pajak Penghasilan terhadap Selisih Kurs valuta asing dalam tahun 1997, digariskan bahwa wajib pajak yang menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs sebenarnya berlaku pada akhir tahun: -
Dapat membebankan seluruh kerugian selisih kurs baik yang telah direalisir maupun yang belum direalisir
-
Dialokasikan atau diamortisasikan dalam jangka waktu selama-lamanya 5 (lima) tahun sejak tahun pajak 1997 dalam jumlah yang sama setiap tahunnya.
II.2.7.
Pengungkapan Bagian ini dalam kasus suatu kelompok, acuan ‘mata uang fungsional’ berlaku
untuk mata uang fungsional dari entitas induk. Suatu entitas mengungkapkan:
32
1.
jumlah dari selisih nilai tukar yang diakui dalam laba rugi kecuali untuk selisih nilai tukar yang timbul pada instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajarnya melalui laba atau rugi sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006), dan
2.
selisih nilai tukar neto diakui dalam pendapatan komprehensif lain dan diakumulasikan
dalam
komponen
ekuitas
terpisah,
dan
juga
harus
mengungkapkan rekonsiliasi dari selisih nilai tukar tersebut pada awal dan akhir periode. Ketika mata uang pelaporan berbeda dari mata uang fungsional, fakta tersebut harus dinyatakan, bersama dengan pengungkapan mata uang fungsional dan alasan untuk menggunakan suatu mata uang pelaporan yang berbeda. Ketika terdapat suatu perubahan dalam mata uang fungsional dari entitas pelapor maupun dari suatu kegiatan usaha luar negeri yang signifi kan, fakta tersebut dan alasan untuk perubahan dalam mata uang fungsional harus diungkapkan. Ketika entitas menyajikan laporan keuangannya dalam suatu mata uang yang berbeda dari mata uang fungsionalnya, entitas harus menjelaskan bahwa laporan keuangan mereka tunduk pada SAK hanya jika entitas mematuhi semua persyaratan dari setiap Pernyataan dan setiap Interpretasi dari Pernyataan yang berlaku termasuk metode penjabaran yang telah dijelaskan diatas. Entitas terkadang menyajikan laporan keuangannya atau informasi keuangan lainnya dalam suatu mata uang yang bukan mata uang fungsionalnya tanpa memenuhi persyaratan-persyaratan diatas. Contohnya, suatu entitas dapat melakukan konversi hanya terhadap pos-pos tertentu dari laporan keuangannya atau suatu entitas yang mata uang fungsionalnya bukan mata uang dari suatu ekonomi hiperinflasi dapat melakukan
33
konversi terhadap laporan keuangannya ke dalam mata uang lain dengan menjabarkan semua pos-pos dengan kurs penutup terkini. Ketika entitas menyajikan laporan keuangan atau informasi keuangan lainnya di dalam suatu mata uang yang berbeda baik dari mata uang fungsionalnya maupun dari mata uang pelaporannya, dan persyaratan-persyaratan diatas tidak dipenuhi, entitas harus: 1.
mengidentifikasikan secara jelas informasi sebagai informasi tambahan untuk membedakannya dari informasi yang tunduk dengan PSAK;
2.
mengungkapkan mata uang di mana informasi tambahan tersebut disajikan; dan
3.
mengungkapkan mata uang fungsional entitas dan metode penjabaran yang digunakan untuk menentukan informasi tambahan.
34