BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 KURS 2.1.1 Pengertian Kurs valuta asing atau foreign exchange rate diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi di Bank Sentral atau Bank Indonesia. Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang mengalami apresiasi atau kenaikan terhada[p mata uang lainnya. Umumnya berasal dari negara-negara industri maju, seperti USD, JPY, EURO, dan AUD. Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relative tidak stabil dan sering mengalami deprsi atau penurunan nilai terhadap nilai mata uang lainnya. Umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang seperti Rupiah-Indonesia, PesoThailand, dan Rupee-India. Total valas yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta dari suatu negara disebut juga sebagai cadangan devisa. Cadangan tersebut dapat diketahui dari posisi Balance of Payment (BOP) atau neraca pembayaran internasionalnya. Makin banyak devisa yang dimiliki oleh pemerintah dan penduduk suatu negara maka berarti akan makin besar
Universitas Sumatera Utara
kemampuan negara tersebut dalam melakukn transasksi ekonomi dan keuangan internasional dan makin kuat pula nilai mata uang negara tersebut. Adapun yang memperngaruhi nilai kurs adalah: a.
Permintaan dan penawaran mata uang asing tersebut.
b.
Tingkat Bunga.
c.
Tingkat inflasi
d.
Produksi dan pendapatan.
e.
Neraca pembayaran internasional.
f.
Kebijakan pemerintah
g.
Spekulasi
2.1.2 Sistem Kurs Pada masa kini hampir seluruh negara yang ada di dunia tidak menggunakan sistem kurs yang murni. Negara-negara yang melakukan hubungan ekonomi internasional dengan negara lain menggunakan ssstem kurs campuran yang memadukan sebagian karakteristik sistem kurs baru dan sebagian lagi dengan sistem kurs mengambang yang masing-masing mnemiliki komposisi paduan karakteristik yang berbeda. Sistem kurs campuran antara lain: a. Sistem kurs terbatas. Sistem kurs ini biasanya memungkinkan fluktuasi kurs sampai batas tertentu. Sistem kurs yang didasarkan pada batas-batas fluktuasi atau system kurs terbatas dimana negara-negara dapat menetukan sendiri nilai patokan kursnya, kemudian membiarkan mata uangnya bergerak di atas/di bawah nilai patokan
Universitas Sumatera Utara
tersebut secara terbatas. Kelebihan dari sistem kurs terbatas adalah dimana otoritas moneter di berbagai negara masih tetap memungkinkan untuk melakukan intervensi. Otoritas moneter hanya perlu sesekali melakukan intervensi terhadap pasar valuta asing apabila kurs mata uang domestiknya bergerak terlalu jauh sehingga cenderung melampaui batas-batas yang telah ditetapkan. b.
Sistem kurs baku yang dapat disesuaikan. Sistem kurs baku yang dapat disesuaikan (adjustable peg system) lebih menitikberatkan pada nilai patokan kurs daripada batas-batas nilai inflasi. Dalam sistem ini yang sering diubah ialah nilai patokannya sehingga sistem ini mengirim uang bagi negara-negara untuk melakukan devaluasi ataupun revaluasi (mengoreksi neraca pembayaran).
c.
Sistem kurs baku merayap. Dalam sistem ini nilai patokan masih boleh diubah. Namun setiap perubahan diusahakan sekecil mungkin. Sistem ini memungkinkan dilakukannya perubahan nilai patokan dalam frekuensi tinggi bahkan secara berkala. Misalnya, sekali dalam sebulan perubahan ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai tingkat ekuilibrium.
d.
Sistem kurs mengambang terkendali. Fluktuasi kurs yang terlalu tajam atau terlalu sering terjadi cenderung makin surutnya arus perdagangan dan investasi internasional. Dalam system kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system) ini, otoritas moneter di masing-masing negara dibebani kewajiban untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
intervensi terhadap pasar-pasar valas dalam rangka mendukung inflasi jangka pendek dan mencegah kecenderungan jangka panjangnya. Dalam system kurs ini masih diperlukan adanya cadangan internasional sedangkam dalam sistem kurs mengambang bebas tidak diperlukan cadangan internasional karena ketidakseimbangan dalam neraca pemayaran secara otomatis dikoreksi oleh perubahan-perubahan kurs. Koreksi ini dapat berjalan secara lancer apabila pasar valas bersifat stabil sehingga intervensi pemerintah maupun cadangan internasional sama sekali tidak diperlukan.
2.1.3 Mekanisme Pasar Valas Bursa atau pasar valas diartikan sebagai suatu tempat atau sistem dimana perorangan, perusahaan dan bank dapat melakukan transasksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan dan penjualan atau penawaran atas valas. Misalnya, Indonesia ingin mengimpor barang konsumsi dari Cina seharga US$1050 juta. Karena pembayaran harus dilakukan dalam bentuk US$, maka Indonesia sebagai importir, Indonesia harus menggunakan cadangan devisanya untuk melakukan pembayaran dalam bentuk US$ tersebut. Jumlah nilai yang dibayarkan Indonesia terhadap Cina harus sesuai dengan kurs US$ yang berlaku pada waktu tersebut. Transaksi penjualan dan pembelian kurs valas dapat dilakukan dengan cara spot rate-spot market dan forward rate-forward market. Spot market adalah bursa valas dimana dilakukan transaksi jual dan beli valas dengan kurs spot dalam jangka waktu 2 x 24jam. Spot market diartikan sebagai suatu bursa valas setempat, misalnya di Jakarta,
Universitas Sumatera Utara
Tokyo, New York, Paris, Hong Kong, dan di tempat lain, dimana berlaku spot rate, yaitu nilai kurs valas yang berlaku di tempat-tempat tersebut untuk jangka waktu maksimum 2x24jam. Pada umumnya international spot transaction interbank market untuk US$ dapat berlangsung dengan cara cepat (online and real time) karena diselenggarakan atau diselesaikan dengan sistem komputer yang dikenal dengan CHIPS (Clearing House Interbank Payments System) yang dioperasikan oleh New York Clearing House Association. Sedangkan nilai kurs yang ditetapkan sekarang atau saat ini disebut dengan kurs forward, dimana kurs forward ini digunakan dalam kurs market sehingga transasksi pembelian dan penjualan valas diberlakukan untuk waktu yang akan datang (future period) antara lebih dari 2 x 24jam hingga biasanya satu tahun atau 12 bulan. Forward rate dan forward market ini timbul karena adanya ketidakpastian dan fluktuasi kurs, terutama semenjak berlakunya sistem kurs mengambang (floating exchange rate system) setelah Dekrit presiden Nixon pada tanggal 15 Agustus 1971 yang antara lain menyatakan bahwa nilai mata uang US$ tidak dikaitkan lagi dengan emas. Sebelumnya berdasarkan persetujuan Bretton Woods tahun 1944, sistem moneter internasional didasarkan pada sistem kurs tetap atau (fixed exchange rate system) dimana US$ dapat ditukardan dijamin sepenuhnya dengan emas dengan ketentuan US$35 sama dengan satu ons emas. Semenjak diberlakukan sistem kurs mengambang tersebut maka banyak perusahaan dan perbankan, termasuk badan usaha pemerintah yang mengunakan forward market untuk mengadakan forward contact guna melindungi transaksi perdagangan dan keuangan internasionalnya dari resiko kerugian serta para pedagang valas yang mencari
Universitas Sumatera Utara
keuntungan dari fluktuasi kurs. Ada empat pelaku transaksi dalam pasar valas dilihat dari tingkatan yang berbeda, yaitu: a. Pada tingkatan yang pertama yaitu para pelaku transaksi tradisional seperti wisatawan, importir, eksportir, investor dan sebagainya yang melakukan transaksi secara langsung. b. Pada tingkatan yang kedua yakni bank-bank komersial yang bertindak sebagai perantara
atau
lembaga
kliring
atau
antara
pemakai
atau
sumber
permintaan/para penghimpun sumber penawaran valas. Bank-bank komersial merupakan inti atau pusat pasar valas karena hampir semua transaksi internasional dalam nilai yang cukup besar melibatkan kegiatan pencatatan debet ataupun kredit pada bank-bank komersil di berbagai pusat keuangan dunia. Perdagangan valas di sesama bank disebut interbank trading yang nilainya cukup besar sehingga menjadi kegiatan utama dalam pasar valas. c. Pada tingkatan ketiga adalah para pialang valas yang bertindak sebagai perantara pada bank-bank komersial untuk menukarkan berbagai jenis mata uang di kalangan bank-bank itu sendiri. Mereka berperan utama dalam pasar antar bank atau pasar mata uang asing berskala besar. d. Pada tingkatan keempat adalah bank sentral yang bertindak sebagai pembeli dan penjual valas pada suatu negara. Peranan bank sentral adalah untuk mengurangi atau menambah cadangan valas atau sewaktu-waktu melakukan intervensi di pasar valas dengan tujuan untuk menstabilkan kurs.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Sistem Bretton Woods Satu pelajaran yang diperoleh dari tahun 1930 bahwa sistem nilai tukar yang berfluktuasi bebas ataupun system nilai tukar tetap akan dimungkinkan setiap Negara dapat melakukan devaluasi untuk memulihkan keseimbangan neraca pembayarannya, walaupun tindakan devaluasi ini tidak pasti memulihkan keseimbangan neraca pembayarannya. Untuk mencapai suatu sistem nilai tukar yang tertib agar memudahkan arus bebas perdagangan setelah Perang Dunia II, maka banyak wakil berbagai negara mengadakan pertemuan di Bretton Woods tahun 1944 yang disponsori oleh Amerika Serikat dan Inggris. Sistem Bretton Woods memiliki tiga sasaran pokok, yaitu: a.
Menciptakan seperangkat aturan yang akan memelihara nilai tukar tetap dalam waktu jangka pendek.
b.
Menjamin bahwa perubahan nilai tukar (nilai tukar mata uang suatu negara) akan dapat dilakukan bilaman terjadi defisit ataupun surplus yang mendasar pada neraca pembayarannya.
c.
Memastikan bilamana terjadi devaluasi pada suatu negara tidak akan diikuti oleh devaluasi pada negara lain, sehingga persaingan devaluasi antar negara dapat dihindarkan. Sifat yang mendasari system ini adalah Dollar Amerika Serikat, dimana Dollar ini
akan disimpan oleh negara lain sebagai valuta asing yang dapat ditukar langsung dengan emas pada harga yang telah ditentukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Sedangkan pemerintah negara lain menetapkan harga mata uang negaranya dan membandingkannya dengan US Dollar. Dasar inilah yang membuat sistem ini merupakan standar emas karena mata uang asing (US$) secara langsung atau tidak langsung dapat ditukarkan dengan
Universitas Sumatera Utara
emas. Bila mata uang suatu negara mengalami penawaran yang lebih besar, penguasa moneter akan menjual emas, Dollar dan Poundsterling. Sebaliknya, jika suatu negara mengalami permintaan yang lebih besar, penguasa moneter akan membeli emas, Dollar dan Poundsterling. Sistem Bretton Woods bekerja cukup baik selama hampir 20 tahun, kemudian sistem ini dikacaukan oleh serangkaian krisis yang mencerminkan kelemahan sistem ini. Runtuhnya sistem ini disebabkan oleh: a.
Spekulasi Poundsterling Inggris. Pada tahun 1950-an dan 1960-an ekonomi Inggris lebih rawan mengalami inflasi dibandingkan ekonomi Amerika dan neraca pembayaran Inggris mengalami defisit. Para pemegang Poundsterlingpun merasa kuatir, mereka beranggapan bahwa pemerintah Inggris tidak mampu menjaga konvertibilitas pound terhadap Dollar dengan nilai tukar tertentu. Sehingga timbullah gerakan spekulasi untuk menjual mata uamg ini sebelum mata uang ini didevaluasi. Tahun 1967, pounds didevaluasi di tengah krisis spekulasi. Banyak negara yang mengalami defisit mengikuti jejak devaluasi ini.
b.
Spekulasi Dollar Amerika Serikat. Dalam sistem Bretton woods, apabila Amerika melakukan devaluasi terhadap mata uangnya maka akan mengakibatkan naiknya harga emas terhadap Dollar. Devaluasi ini didorong oleh defisitnya neraca pembayaran Amerika tahun 1967 sehingga menghasilkan spekulasi. Pada tahun 1968, negara pedagang utama terpaksa berhenti mematok harga emas di pasar bebas, akibat tekanan spekulasi untuk membeli emas yang tidak dapat ditahan. Sehingga terjadi dua harga emas
Universitas Sumatera Utara
yaitu harga emas resmi dipergunakan penguasa monter untuk menyelesaikan utang dengan mentransfer emas dan harga emas pasar bebas yang ditentukan oleh kuatnya permintaan dan penawaran swasta tanpa campur tangan bank sentral. Dengan adanya harga emas pasar bebas ini, maka para spekulan beralih ke mata uangnya yang nilainya masih rendah terhadap US$ sehingga kemampuan bank sentral untuk mempertahankan nilai tukar yang telah dipatok dalam mengahadapi arus dana yang cepat sangat diragukan.
2.2 Impor. 2.2.1 Pengertian Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang-barang dan atau jasa ke dalam sebuah pasar suatu negara baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai barang-barang modal atau bahn baku produksi dalam negeri. Semakin besar impor suatu negara dari satu sis dianggap baik guna memenuhi kebutuhan akan barang ataupun jasa. Namun, di sis lain hal tersebut berpeluang mematikan produksi barang atau jasa sejenis yang ada di dalam negeri dan juga dapat menguras cadangan devisa negara tersebut.
2.2.2 Kebijakan Impor. Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap importir dari luar negeri dimana akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran
usaha dalam
negeri
yang
ditujukan
untuk
melindungi/mendorong
pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa negara dimana pada sisi
Universitas Sumatera Utara
berlawanan, tujuan utama yaitu kebutuhan masyarakat juga dapat terpenuhi. Kebijakankebijakan tersebut terdiri dari, antara lain: a. Kebijakan Tariff Barrier: 1. Pembebasan bea masuk/tariff rendah adalah antara 0-5%: dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital seperti beras, mesin-mesin vital, alat-alat pertahanan/kemanan militer, dan sebagainya. 2. Tarif sedang antara >5-20%: dikenakan untuk barang setengah jadi dan barangbarang lain yang belum cukup diproduksi dalam negeri. 3. Tarif tinggi >20%: dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan kebutuhan pokok. Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, sistem/cara pemungutan tariff bea masuk ini dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Bea harga (Ad Volorem Tariff) Besarnya pemungutan bea masuk atas barang impor ditentukan oleh tingkat persentase tarif dikalikan harga CIF dari barang tersebut (BM = %tarif x Harga CIF). Misalnya, harga CIF suatu barang X = $100 dan tariff bea masuknya 10%, sedangkan kurs = Rp.10000/USD. Maka pungutan bea masuknya = 10% x $100 x Rp10000 = Rp.100000. Bea ini memiliki bersifat proporsional. Keuntungannya adalah: 1. Dapat mengikuti perkembangan tingkat harga/inflasi. 2. Terdapat diferensisasi harga produk seseuai dengan kualitasnnya.
Universitas Sumatera Utara
Kerugiannya adalah: 1. Memberikan beban yang cukup berat bagi administrasi pemerintahan, khususnya bea cukai karena memerlukan data dan perincian harga barang yang lengkap. 2. Sering
menimbulkan
perselisihan
dalam
penetapan
harga
untuk
perhitungan bea masuk antara importer dan bea cukai, sehingga dapat menimbulkan kemacetan stagnasi/kemacetan arus barang di pelabuhan a. Bea spesifik (Specific Tariff) Pungutan bea masuk ini didasarkan pada ukuran atau satuan tertentu dari barang impor. Di Indonesia sistem tarif ini digunakan sebelum tahun 1991. misalnya bea masuk untuk: • Semen : Rp.3000 per ton. • Sepatu : Rp.14500 per pasang. • Piring : Rp.5000 per lusin. • Jeruk :Rp.500 per kg. Keuntungannya adalah: 1. Mudah dilaksanakan karena tidak memerlukan perincian harga barang sesuai kualitasnya. 2. Dapat digunakan sebagai alat nkontrol proteksi industri dalam negeri. Kerugiannya adalah: 1. Pengenaan tarif dirasakan kurang-tidak adil karena tidak membedakan harga/kualitas. 2. Hanya dapat digunakan sebagai alat control proteksi yang bersifat statis.
Universitas Sumatera Utara
b. Bea campuran (Compound Tariff) Pungutan bea masuk ini merupakan campuran antara system bea spesifik dan bea harga. Menurut tujuannya, kebijakan tarif bea masuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a.
Tarif proteksi, yaitu pengenaan tariff bea masuk yang tinggi untuk mencegah/membatasi impor barang tertentu.
b.
Tarif revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara.
Berdasarkan tujuan tersebut maka fungsi tarif bea masuk adalah: a.
Fungsi
mengatur
(regulerend),
yaitu
untuk
mengatur
perlindungan
kepentingan/ekonomi industri dalam negeri. b.
Fungsi budgeter, yaitu sebagai salah satu sumber penerimaan negara.
c.
Fungsi demokrasi, yaitu penetapan tarif bea masuk melalui persetujuan DPR.
d.
Fungsi pemerataan, yaitu untuk pemerataan distribusi pendapatan nasional, misalnya dengan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk barang mewah.
b. Kebijakan Nontariff Barrier: Kebijakan nontariff barrier adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Secara garis besar Nontariff Barrier dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Pembatasan Spesifik (specific limtitation): a. Larangan impor secara mutlak. b. Pembatasan impor atau quota system. c. Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu.
Universitas Sumatera Utara
d. Peraturan kesehatan/karantina. e. Peraturan pertahanan dan kemanan negara. f. Peraturan kebudayaan. g. Perizinan impor/import licenses. h. Embargo 2. Peraturan bea cukai (customs administration rules) a. Tatalaksana impor tertentu (procedure). b. Penetapan harga pabean (customs value). c. Penetapan kurs valas dan pengawasan devisa. d. Consulat formalities e. Packaging/labeling regulations. f. Documentations needed. g. Quality and testing standard. h. Pungutan administrasi i.
Tariff classification.
3. Government participation 1. Kebijakan pengadaan pemrintah. 2. Subsidi dan insentif impor. 3. Countervailing duties. 4. Domestic assistance programs. 5. Trade-diverting. 4. Import charges 1. Import deposits
Universitas Sumatera Utara
2. Suplementary duties .
3. Variable levies Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan
barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen. Menurut ketentuan GATT/WTO, sistem kuota ini hanya dapat digunakan dalam hal sebagai berikut: 1. Untuk melindungi hasil pertanian. 2. Untuk menjaga keseimbangan Balance of Payment. 3. Untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional. Macam-macam kuota impor: 1. Absolute/unilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara sepihak (tanpa negoisasi). 2. Negotiated/bilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas kesepakatan atau perjanjian. 3. Tarif kuota, yaitu pembatasan impor yang dilakukan dengan mengkombinasikan sistem tarif dan sistem kuota. 4. Mixing quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertentu untuk melindungi industri dalam negeri. Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain-lainh yang bertujuan: 1. Menambah produksi dalam negeri. 2. Mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri.
Universitas Sumatera Utara
3. Menjual dengan harga yang lebih murah daripada produk impor. Kebijakan subsidi ini merupakan proteksi terhadap industri dalam negeri yang tentunya mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan cara proteksi lainnya, yaitu: 1. Subsidi biasanya diberikan untuk barang kebutuhan pokok masyarakat banyak. 2. Subsidi biasanya bersifat transparan dan dapat dikontrol oleh masyarakat.
2.2.3 Rintangan-Rintangan Impor yang Bersifat Teknis. Walaupun sekarang ini sudah banyak dilakukan penurunan tariff proteksi oleh banyak Negara yang terkait dengan penerapan era perdagangan bebas, termasuk dalam perdagangan antarnegara ASEAN (AFTA), namun sebenarnya apakah perdagangan yang betul-betul bebas akan terwujud masih merupakan suatu pertanyaan. Masalahnya adalah bahwa sekarang ini semakin banyak negara atau kelompok negara (Uni Eropa) yang menghalangi kelancaran impor yang disebut rintangan-rintangan non-tarif. Misalnya, baru-baru ini suatu peraturan di dalam perdagangan internasional yang dikaitkan dengan keamanan adalah undang-undang antiterorisme biologi oleh pemerintah AS. Dengan ketentuan ini, produk-produk makanan dan minuman yang akan masuk ke AS harus diseleksi dulu oleh pemrintah AS. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah produk-produk tersebut membawa virus yang dapat mengakibatkan wabah penyakit tertentu. UU tersebut dikeluarkan pada tanggal 12 Juni 2002. ketentuan ini tentu akan menghambat kelancaran atau bahkan mengurangi volume ekspor produk-produk makanan dan minuman atau komoditas-komoditas pertanian ke AS, termasuk dari Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya, hambatan terhadap impor dengan alasan keselamatan konsumen di negara pengimpor akan semakin banyak, selain UU tersebut, termasuk baru-baru ini flu burung. Hal ini akan mengahmbat perdagangan internasional untuk ayam dan bahkan produk-produk turunannya. Juga ekspor udang dari Indonesia mengalami NTB, khususnya ke pasar Jepang dan UE. Pemerintah Jepang dan UE menerapkan kebijakan yang mengharuskan udang yang diimpor dari Asia terbebas dari kandungan antibiotic chlorampenicol, oxytetracylin, chlortetracycline, nitrofuransi dan furazolidon. Bahkan pemerintah Jepang mulai 1 Januari 2004 semakin memperketat impor udang dari Indonesia. Kandungan antibiotic oxytetracylin dan chlortetracycline pada komoditas itu yang biasanya hanya 0.05 part per million (ppm) akan ditekan lebih rendah menjadi 0.01 ppm guna melindungi konsumen udang di negara tersebut. Masalah yang sama juga dialami oleh ekspor kayu dari Indonesia untuk keperluan konstruksi ke pasar Eropa. Para eksportir diwajibkan mencantumkan EC Marking mulai 1 April 2004. EC Marking merupakan pernyataan bahwa produk manufaktur yang diproduksi telah memenuhi persyaratan fundamental mengenai kesehatang, kemanan serta proteksi lingkungan. NTB lainnya yang muncul sejak tahun lalu adalah peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah AS mengenai penggunaan bahan kemasan dari kayu bagi produk-produk yang masuk ke pasar Negara tersebut, walaupun sebagian produsen telah menggunakan kemasan bukan kayu. Peraturan baru yang telah dinotifikasi ke WTO pada Mei 2003 itu mewajibkan setiap produk kayu untuk kemasan yang tidak diproses atau dimanufaktur harus mendapat pemanasan dan fumigasi dengan methyl bromide. Hal ini dilakukan
Universitas Sumatera Utara
untuk mencegah wabah kumbang jenis pine shoot beetle dan longhorned beetle, yang memilih kayu sebagai wadah untuk berkembang biak. AS dan Kanada serta Meksiko menerapkan peraturan ini secara serentak sejak 1 Januari 2004. bahkan UE berencana menerapkan pertauran tersebut sebelum akhir tahun 2003 lalu. Berdasarkan data dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, tabel di bawah ini memberikan informasi mengeani produk-produk yang dilarang impornya karena isu lingkungan, termasuk kayu lapis dari Indonesia. Hal ini sangat merugikan Indonesia karena kayu lapis merupakan salah satu produk ekspor unggulan dari Indonesia dari kategori nonmigas selama ini. UE menganggap bahwa hutan di Indonesia nyaris hilang, dan oleh sebab itu negara-negara anggota UE dilarang membeli kayu dan produkproduknya dari Indonesia. Tabel 2.1: Produk-Produk yang Dilarang Impornya oleh Negara-Negara yang Terkait dengan Kebijakan Pelestarian Lingkungan Produk
Ikan tuna (dan produknya)
Larangan
Impor/dibatasi
Negara yang
Negara
Melarang
Produsen
AS
Kanada, Meksiko
Udang dan produknya
Impor
AS
-
Ikan herring dan salmon yang
Ekspor
Kanada
-
Rokok dan tembakau
Impor
Thailand
-
Daging dan produknya yang telah
Impor
UE
-
belum diproses
Universitas Sumatera Utara
disuntik hormon pertumbuhan Ikan salmon
Impor
Australia
-
Produk pertanian
Impor
Jepang
-
Kayu
Impor
UE
Indonesia
Kayu lapis
Impor
Jepang
Indonesia
Sumber: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Walupun belum ada suatu studi yang komprehensif hingga saat ini mengenai ekstra biaya yang muncul dari penerapan NTBs seperti di atas bagi eksportir, namun dapat diduga sebagai suatu hipotesis bahwa biaya ekonomi tersebut sangat besar, bahkan pada tingkat makro bisa melebihi kerugian akibat pengenaan tarif impor. Alasannya dalam sistem tarif ada kepastian sehingga si eksportir dari awal sudah bisa menyesuaikan dengan harga jualnya. Dalam kata lain, selama barabgnya tetap laku walaupun harga jualnya di negara importir meningkat akibat dikenakan bea masuk, tidak ada masalah bagi eksportir, ekspornya jalan terus. Sedangkan dalam sistem NTBs yang sangat bervariasi, bisa sangat menyulitkan si penjual, dan bahkan akibat terlalu ketatnya peraturan di negara pembeli bisa membuat ekspornya terhenti atau ditolak sama sekali.
2.2.4 Tren Perkembangan Tarif dan NTBs Belakangan Ini. Dengan berakhirnya peraturan Uruguay (PU) yang ditandai dengan berdirinya WTO pada tahun 1994, maka dapat dikatakan bahwa secara resmi dunia memulai proses menuju era perdagangan bebas, yang akan diberlakukan di seluruh dunia paling lambat tahun 2020. sebenarnya, jauh sebelum tercapainya kesepakatan WTO tersebut, sudah banyak negara yang mulai melakukan reformasi tarif. Hal ini dapat dilihat dari penurunan
Universitas Sumatera Utara
tarif impor di dunia sebagai suatu pangsa dari nilai impor di semua wilayah dalam 25 tahun terakhir, tetapi lebih nyata di negara-negara dari kelompok OECD. Di wilayahwilayah lainnya tidak ada perubahan yang nyata hingga akhir tahun 1980-an, dan setelah itu semua wilayah menunjukkan suatu penurunan. Tabel 2.2: Pemasukan Tarif Impor Secara Kolektif Sebagai Persentase dari Impor Periode Wilayah
1975 1980 1985 1990 1995
Tahun Terakhir
Semua Negara
22.4 22.5 22.0 21.0 18.9
Uni Eropa
3.2
1.8
1.2
0.5
0.1
0
Jepang
2.6
2.4
1.7
1.3
1.3
13
AS
1.5
1.4
1.6
1.6
1.4
1.0
Negara maju lain
9.2
6.9
5.8
4.0
1.6
1.3
Cina
tad
tad
tad
13.8
8.8
9.5
India
16.4 22.0 26.7 28.8 24.4
18.5
Indonesia
10.3
4.0
3.1
NSB lain yang sudah maju
24.4 23.5 21.0 20.4 17.9
14.2
NSB yang masih
35.9 36.2 37.4 35.0 33.8
32.0
7.2
3.2
6.4
16.2
terbelakang/miskin* Keterangan: *NSB yang sudah maju seperti India, Cina, Indonesia, Malaysia, Thailand. Sedangkan NSB yang masih terbelakang seperti di Afrika dan Asia Selatan selain India. Sumber: World Development Indicators CD Rom 2003, dikutip dari de Cordoba dkk (2004).
Universitas Sumatera Utara
Dua hal penting yang disepakati bersama di dalam PU adalah pemotongan tarif impor terhadap produk-produk pertanian dan menhilangkan rintangan-rintangan terhadap perdagangan internasional untuk tekstil dan produk-produk lainnya, khususnya pakaian jadi di dalam Multi-Fibre Agreement (MFA) paling lambat pada akhir tahun 2004. Kesepakatan tersebut mengharuskan negara-negara maju memotong bea masuk impor sebesar 1/3 dan NSB yang sudah maju sebesar 1/4, dan ini dicapai dengan negoisasi garis per garis dari tarif. Pada akhirnya, negara maju dan NSB yang sudah maju memotong sekitar 30% dari garis-garis tarif mereka (Tulus Tambunan, 2004) Akan tetapi, dalam kenyataan, hasil yang muncul dari kesepakatan di dalam PU adalah kelangsungan bias yang tidak proporsional dalam proteksi terhadap ekspor dari NSB (yang sudah maju maupun belum) lewat batas-batas tertinggi dan ekskalasi dari tariff (UNTACD, 2003c ). Pentingnya batas-batas maksimum dari tarif atas produkproduk yang penting bagi ekspor dari NSB tetap menjadi suatu prioritas di dalam agenda perdagangan multilateral. Hasil penelitian dari de Cordoba dkk (2004) menunjukkan hampir 10% dari garis-garis tarif negara-negara maju tiga kali lebih besar dari rata-rata nasional. Tabel 2.3: Batas-Batas Tertinggi dari Tarif Sebagai Persentase dari Garis-Garis dari Tarif Batas Tertinggi
Yang Diterapkan
Negara-negara maju
8.2
9.9
NSB yang sudah maju
0.4
3.5
NSB yang belum maju
0.4
0.7
Skenario
Sumber: data dari UNTACD TRAINS data base, dikutip dari tabel 3 de Cordob dkk (2004)
Universitas Sumatera Utara
Hasil dari studi mereka juga menunjukkan bahwa ekskalasi tarif merupakan suatu fenomena yang umum dan signifikan pada ekspor dari NSB yang muncul dari PU. NSB yang sangat tergantung pada ekspor dari komoditi-komoditi primer menghadapi mengahadapi suatu beban di dalam usaha mereka ke produk-produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Peningkatan dalam tarif-tarif sepanjang rantai produksi terutama sangat berpengaruh pada tahap tengah yang menghasilkan produk-produk setengah jadi. Tabel 2.4: Ekskalasi Tarif: Rata-Rata Tarif yang Diterapkan Menurut Tahap dari Proses Produksi (%) Primer
Tengah
Akhir
Negara-negara maju
0.6
3.0
3.4
NSB yang sudah maju
6.0
9.1
8.0
NSB yang belum maju
6.9
18.0
12.0
2.3 Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 2.3.1. Pengertian. Produk Domestik Bruto menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa pemilik faktor produksi tersebut. Semua faktor produksi yang beralokasi dalam perekonomian tersebut outputnya diperhitungkan dalam PDB. Akibatnya, PDB kurang memberikan gambaran tentang berapa sebenarnya output yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi miliki perekonomian domestik. Nilai PDB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan. Misalnya, PDB tahun
Universitas Sumatera Utara
2000 adalah hasil perkalian antara harga barang pada tahun 2000 dengan jumlah produksi tahun 2000. Contoh, dalam perekonomian yang hanya memproduksi satu jenis produk yaitu baju. Selama tahun 2000 baju diproduksi sebanyak 1000 potong. Bila harga jual baju per potong Rp 120,00, maka PDB 2000 sebesar Rp 120.000,00. Jika PDB tahun 1999 nilainya adalah Rp 100.000,00 dapatkah diambil kesimpulan bahwa perekonomian tahun 2000 lebih baik disbanding tahun 1999? Atau dapatkah dikatakan telah terjadi pertumbuhan output sebesar 20% per tahun? Dalam hal ini, kita harus berhati-hati! Nilai PDB yang lebih besar tidaklah berarti jumlah output otomatis lebih besar. Perekonomian 2000 dikatakan lebih baik dibanding perekonomian 1999, bila jumlah output yang dihasilkan di tahun 2000 lebih banyak disbanding tahun 1999. Andaikan harga sepotong baju tahun 1999 adalah Rp 80,00, maka jumlah pakaian yang diproduksi tahun 1999 adalah 1250 unit (Rp 100000,00 : Rp 80,00). Ternyata, walaupun nilai PDB 2000 lebih besar daripada nilai PDB 1999, namun outputnya lebih sedikit. Naiknya nilai PDB 2000 disebabkan oleh naiknya harga baju selama tahun 2000 dari RP 80,00 menjadi Rp 120,00 per potong. Kenaikan harga sebesar 50%. Inilah yang disebut dengan perhitungan PDB berdasarkan harga berlaku. Karene menambahkan laju inflasi pada tahun tersebut. Sedangkan perhitungan PDB berdasarkan harga konstan menghilangkan pengaruh inflasi. Dimana, harga konstan yang dimaksud adalah harga yang dianggap berubah. Untuk memperoleh PDB harga konstan, maka kita harus menentukan tahun dasar yang merupakan tahun dimana perekonomian berada dalam kondisi baik/stabil.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Cara Perhitungan PDB. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah: PDB = C + I + G + ( X – M ) Dimana, C (konsumsi) adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, I (investasi) oleh sektor usaha, G (government) adalah pengeluaran oleh pemerintah dan (X-M) melibatkan luar negeri. Sementara rumus umum dengan pendekatan pendapatan dari faktor produksi: PDB = sewa + upah + bunga + laba Dimana, sewa adalah pendapatan pemilik modal dan laba untuk pengusaha. Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan hasil yang angka sama. Namun, karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan maka yang sering digunakan adalah pendekatan pengeluaran.
2.3.3. Manfaat dan Keterbatasan Perhitungan PDB. Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk. Angka tersebut dikenal dengan PDB perkapita. Biasanya makin tinggi angka PDB perkapita, kemakmuran rakyat dianggap makin tinggi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menggunakan PDB perkapita untuk menyusun kategori tingkat kemakmuran suatu negara. Berdasarkan standar tahun 1992, sebuah negara dikatakan miskin bila PDB perkapitanya lebih kecil daripada US$ 450,00. Berdasarkan standar ini, maka sebagian negara-negara di dunia dapat dikatakan miskin. Suatu negara dapat dikatakan makmur (kaya) jika PDB
Universitas Sumatera Utara
perkapitanya lebih besar daripada US$ 8000,00. Jika menggunakan standar ini, hanya sebagian kecil negara-negara di dunia ini yang dianggap kaya. Perhitungan PDB ataupun PDB perkapita juga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan sosial masyarakat. Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik. Ada hubungan yang positif antara PDB perkapita dengan kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB perkapita maka kesejahteraan sosial makin membaik. Jika PDB perkapita makin tinggi, maka daya beli masyarakat, kesempatan kerja serta masa depan perekonomian makin membaik, sehingga gizi, kesehatan, pendidikan dan kebebasan memilih pekerjaan dan masa depan kondisinya akan semakin meningkat, apabila disertai dengan pemerataan distribusi pendapatan. Namun dalam perhitungan PDB maupun PDB perkapita juga terdapat kelemahan yang tidak dapat menjamin seratus persen kebenarannya dalam realita. Kelemahan tersebut adalah: 1. PDB kurang memberikan gambaran yang lebih rinci tentang kondisi kemakmuran suatu negara dan tidak terlalu memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Misalnya, walaupun perekonomian Amerika Serikat salah satu negara termakmur di dunia dengan PDB (tahun 1997) sebesar US$ 29.080,00 (64 kali lebih tinggi dari batas ukuran miskin), namun negara tersebut masih bergelut dalam masalah kemiskinan dan pengangguran. Faktor utama yang memicu masalah tersebut adalah distribusi pendapatan. Pada tahun 1996 sekitar 46% aset finansial dikuasai oleh sekitar 1% penduduk. Karena untuk faktor produksi nontenaga kerja, terutama uang dan modal, distribusi penguasaanya relatif sangat buruk.
Universitas Sumatera Utara
2. Masalah mendasar perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi non material. Sebab PDB hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan fisik/materi yang dapat diukur dengan uang. PDB tidak menghitung output yang tidak terukur dengan uang, misalnya ketenangan batin yang diperoleh dengan menyandarkan hidup pada norma-norma agama/spiritual. 3. PDB Indonesia, pada khususnya, yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hanya mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu, statistik PDB belum mencerminkan seluruh kegiatan perekonomian suatu negara. Misalnya sektor informal, seperti upah pembantu rumah tangga, kegiatan petani buah yang langsung menjual produknya ke pasar.
2.3.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern oleh W.W Rostow Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi menurut Profesor W.W Rostow merupakan tahap pertumbuhan ekonomi yang memakai pendekatan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Ia membedakan adanya lima tahap pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1. Masyarakat tradisional. Pada masa ini, umumnya, banyak tanah dapat digarap, skala dan pola perdagangan dapat diperluas, manufaktur dapat dibangun dan produktivitas pertanian dapat ditingkatkan sejalan dengan peningkatan penduduk dan pendapatan
nyata.
Tetapi
fakta
menunjukkan
bahwa
keinginan
untuk
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern secara teratur dan sistematis bertumbuh pada adanya suatu batas (pagu) yaitu tingkat iutput
Universitas Sumatera Utara
perkapita yang dapat dicapai. Bukan karena tidak adanya daya cipta dan pemabaharuan, namun karena tidak adanya saranan dan pandangan terhadap hal tersebut. Struktur sosial masyarakat seperti itu bersifat jenjang, hubungan darah dan keluarga memainkan peranan yang menentukan., kekuasaan politik terpusat di daerah, di tangan bangsawan pemilik tanah yang didukung oleh sekelompok serdadu dan pegawai negeri. Lebih dari 75% penduduk bergerak di bidang pertanian. Pertanian biasanya menjadi sumber utama pendapatan negara dan bangsawan, yang kemudian dihamburkan untuk pembanguan candi atau monumen lain serta pesta penguburan atau perkawinan atau untuk perang. 2. Prasyarat untuk tinggal landas. Tahap
kedua
ini
merupakan
masa transisi
dimana
prasyarat-prasyarat
pertumbuhan swadaya dibangun atau diciptakan dan secara perlahan diciptakan. Prasyarat tinggal landas didorong atau didahului oleh empat kekuatan yaitu renesans/era pencerahan, kerajaan baru, dunia baru dan agama baru/reformasi. Kekuatan ini menempatkan “penalaran” (reasoning), dan “ketidakpercayaan” (scepticism) sebagai pengganti “kepercayaan” (faith) dan “kewenangan” (authority), mengakhiri feodalisme dan membawa ke kebangkitan negara kebangsaan, menanamkan semangat pengembaraan yang menghasilkan berbagai penemuan baru dan pembaharuan serta timbulnya kaum borjuasi-golongan elit- di kota-kota dagang baru. Kekuatan ini bersifat instrumental di dalam melahirkan perubahan sikap, harapan, struktur dan nilai-nilai social. Singkatnya, prasyaratprasyarat tersebut muncul tidak dari dalam tapi merupakan desakan dari luar. Pendidikan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern.
Universitas Sumatera Utara
Manusia –manusia baru yang mau bekerja keras muncul memasuki sektor ekonomi swasta atau pemerintah atau kedua-duanya, manusia baru yang bersedia menggalakkan tabungan dan mengambil resiko dalam mengejar keuntungan modernisasi. Investasi meningkat di bidang perhubungan, pengankutan dan di bidang bahan mentah yang mempunyai daya tarik bagi negara lain sehingga jangkauan ke dalam dan keluar negeri meluas. Dimana-dimana muncul perusahaan manufaktur yang menggunakan metode baru. Hal-hal ini dipengaruhi moleh perluasan modal, revolusi teknologi di bidang pertanian dan perluasan impor (termasuk impor modal yang dibiayai oleh produksi yang efisien dan pemasaran sumber alam untuk ekspor). Peranan faktor sosial dan politik berfungsi sebagai kekutan potensial dalam melakukan masa transisi tersebut. 3. Tinggal landas. Tahap tinggal landas merupakan titik yang menentukan di dalam kehidupan suatu masyrakat. Rostow juga mendefinisikan tinggal landas sebagai revolusi industri yang bertalian secara langsung dengan perubahan radikal di dalam metode produksi yang dalam jangka waktu singkat menimbulkan konsekuensi yang menentukan periode tinggal landas diduga tidak memakan waktu yang lama, kirakira hanya dua dasawarsa. Syarat tinggal landas adalah: a. kenaikan laju investasi produktif, misalnya 5-10% dari pendapatan nasional/produk nasional neto. b. Perkembangan salah satu atau beberapa sector manufaktur penting dengan laju pertumbuhan yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
c. Hadirnya secara cepat kerangka politik, sosial, dan organisasi yang menampung hasrat ekspansi di sektor modern tersebut dan memberikan daya dorong pertumbuhan. Syarat lain tinggal landas adalah perkembangan salah satu atau bebrapa sektor penting dalam perekonomian. Rostow menganggap perkembangan sektor penting itu sebagai “tulang punggung analitis” dari tahap pertumbuhan ekonomi tersebut. Biasanya ada tiga sektor di dalam suatu perekonomian, yaitu: a. Sektor pertanian primer : kemungkinan inovasi atau menggarap sumber baru atau yang belum tergarap menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada sektor ekonomi lainnya. b. Sektor pertanian suplementer : pertumbuhan pesat terjadi sebagai konsekuensi
perkembangan
sektor
pertanian
primer
tersebut.
Pembangunan kereta api, misalnya adalah suatu sektor pertumbuhan primer dan perluasan industri di bidang besi, batu bara dan baja dapat dianggap sebagai sektor suplementer. c. Sektor pertanian turunan : pertumbuhan terjadi dalam kaitan yang agak tetap dengan pertumbuhan di bidang pendapatan nasional, penduduk, produksi industri atau beberapa variabel lain yang secara keseluruhan meningkat agak cepat. 4. Dorongan menuju kedewasaan. Rostow mendefinisikan sebagai tahap ketika masyarakat telah dengan efektif menerapkan serentetan teknologi modern terhadap keseluruhan sumber daya mereka. Itu merupakan satu pertumbuhan swadaya jangka panjang yang
Universitas Sumatera Utara
merentang melebihi masa empat dasawarsa. Teknik produksi baru menggantikan teknik yang lama. Berbagai sector penting baru tercipta, tingkat investasi neto lebih dari 10% pendapatan nasional dan perekonomian mampu menahan segala goncangan yang tak terduga. Pada waktu suatu negara berada dalam tahap kedewasaan teknologi ada tiga perubahan penting terjadi, yaitu: a. Sifat tenaga kerja berubah. Ia berubah menjadi terdidik, orang lebih suka tinggal/hidup di kota daripada didesa, upah nyata mulai meningkat dan para pekerja mengorganisasikan diri untuk mendapatkan jaminan sosial dan ekonomi yang lebih besar. b. Watak para pengusaha berubah. Pekerja kasar berubah menjadi manajer efisien yang halus dan sopan. c. Masyarakat
merasa
bosan
pada
kewajiban
internasioanl
dan
menginginkan sesuatu yang baru menuju perubahan yang lebih jauh. 5. Era konsumsi tinggi. Abad konsumsi massa besar-besaran ditandai dengan migrasi ke pinggiran kota, pemakaian mobil secara meluas, barang konsumsi dan peralatan rumah tangga yang tahan lama. Pada tahap ini, keseimbangan perhatian masyarakat beralih dari penawaran kepada permintaan, dari persoalan produksi kepada persoalan konsumsi dan kesajahetraan dalam arti luas. Tetapi ada tiga kekuatan yang nampak cenderung meningkatkan kesejafteraan di dalam tahap purna-dewasa ini, yaitu: a. Penerapan kebijaksanaan nasional guna meningkatkan kekuasaan dan pengaruh melampaui betas-batas nasional.
Universitas Sumatera Utara
b. Ingin memiliki satu negara dengan kesejahteraan dengan pemerataan pendapatan nasional yang lebih adil melalui pajak progresif, peningkatan jaminan sosial dan fasilitas hiburan bagi para pekerja. c. Keputusan untuk membangun pusat perdagangan dan sektor penting seperti mobil, rumah murah dan berbagai peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik dan sebagainya. Kecenderungan kepada konsumsi besar-besaran, barang yang tahan lama, ketiadaan pengangguran dan peningkatan kesadaran akan jaminan sosial membawa kepada laju peretumbuhan penduduk yang semakin tinggi.
Universitas Sumatera Utara