Bab 1I Landasan Teori
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka. Dalam merancang suatu struktur bangunan harus diperhatikan kekakuan, kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya, serta
bagaimana
perilaku
struktur
untuk
menahan
beban
tersebut
(SNI 03-1726-2002). Berkaitan dengan kestabilan struktur, dalam hal ini kestabilan hubungan internal bagian-bagian struktur, apabila bagian struktur tidak tersusun atau terhubung dengan baik maka struktur secara keseluruhan dapat runtuh secara internal. Keruntuhan ini selalu disertai perpindahan di dalam struktur itu sendiri. Gaya-gaya horizontal seperti angin dan gempa, khususnya menyebabkan keruntuhan (Schodek, 1999).
Unsur struktur tekan yang memikul beban aksial murni adalah jarang. Semua kolom dibebani dengan momen, yang dapat ditimbulkan oleh kekangan ujung akibat pengecoran yang monolit dari balok-balok lantai dan kolom-kolom atau akibat pengaturan yang kurang sempurna (Wang dan Salmon, 1993)..
Dalam mendesain sistem struktural, bagaimana kestabilan lateral diperoleh merupakan hal dasar yang penting. Hal ini sangat penting diperhatikan untuk gedung dengan tinggi berapapun, akan tetapi lebih spesifik pada gedung bertingkat tinggi dengan bentuk gedung persegi panjang dimana antara panjang dan lebar bangunan berselisih jauh sehingga bentuk bangunan menjadi langsing II - 1
Bab 1I Landasan Teori
pada satu sisi hal ini akan berpengaruh terhadap daktilitas pada struktur, sehingga apabila terjadi gempa akan mengakibatkan bangunan mengalami goncangan yang sangat besar terhadap sisi bangunan yang langsing karena distribusi kekuatan bangunan tidak seragam sehingga memiliki gaya inersia yang besar terutama pada dinding penumpu yang dapat mengakibatkan pengaruh-pengaruh torsi sehingga terjadinya pelelehan yang berlebihan yang mengakibatkan kerusakan besar pada elemen struktur (Schodek, 1992).
2.2. Konsep dasar Perencanaan. 2.2.1. Analisa Gaya 2.2.1.1 Gaya Luar (Gaya Gempa) Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Beban gempa nominal, yang nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih yang terkandung didalam struktur tersebut. Menurut standar ini, peluang terlampauinya beban tersebut dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun adalah 10% dan gempa yang menyebabkan disebut gempa rencana (dengan periode ulang 500 tahun), tingkat daktilita struktur gedung dapat ditetapkan sesuai kebutuhan sedangkan faktor kuat lebik fı untuk struktur gedung umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama didalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan faktor kuat lebih fı (SNI-1726-2002). II - 2
Bab 1I Landasan Teori
2.2.1.2 Gaya Akibat Beban Gravitasi 1. Beban Mati Beban mati merupakan beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian dari gedung yang bersifat tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok, lantai, atap, penyelesaian, mesin dan peralatan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung, yang nilai seluruhnya adalah sedemikian rupa sehingga probabilitas untuk dilampauinya dalam kurun waktu tertentu terbatas pada suatu persentase tertentu. Pada umumnya probabilitas beban tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu 50 tahun dan ditetapkan dalam standarstandar pembebanan struktur gedung, dapat dianggap sebagai beban mati nominal (SNI-1726-2002).
2. Beban Hidup Beban hidup nominal yang bekerja pada struktur gedung merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung tersebut, baik akibat beban yang berasal dari orang maupun dari barang yang dipindahkan atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan bagian yang tetap dari gedung, yang nilai seluruhnya adalah rupa. Pada umumnya probabilitas beban tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun dan ditetapkan sebesar 10% namun demikian, beban hidup rencana yang biasa ditetapkan dalam standar pembebanan struktur gedung, dapat dianggap sebagai beban hidup nominal (SNI-1726-2002).
II - 3
Bab 1I Landasan Teori
2.2.2 Portal Bracing (Braced Frames) Untuk tujuan analisis dan deskripsi perilaku struktur portal pada struktur gedung bertingkat (multistory), terdapat dua tipe portal yaitu : 1. Rangka bracing (braced frames), dimana ketahanan utamanya terletak pada beban lateral, tekuk dan ketidakstabilan struktur portal seperti dalam system bracing vertikal. 2. Batang struktur portal harus dihitung berdasar seluruh kekuatan dan kekakuanya untuk menahan beban lateral dan ketidakstabilan struktur. Sebuah rangka bracing pada dasarnya lebih tepat didefinisikan sebagai kerangka dimana pengaruh dari beban yang bekerja pada struktur dicegah oleh elemen-elemen topangan struktur tersebut dan bukan oleh kerangka struktural itu sendiri (Salmon, 1996). Pada portal bracing, balok dan kolom mendukung beban gravitasi yang disalurkan oleh sistem lantai dan atap yang bersinggungan, sedangkan sistem bracing vertical mendukung beban lateral yang dikenakan pada struktur. Sistem bracing vertikal, selain mendukung beban gravitasi juga melakukan fungsi dalam struktur portal bracing : 1. Mencegah ketidakstabilan struktur akibat beban gravitasi dan kombinasi beban gravitasi dan beban lateral. 2. Mencegah kekakuan yang cukup untuk menahan beban lateral dan gaya geser. 3. Mencegah terjadinya tekuk akibat beban gravitasi.
II - 4
Bab 1I Landasan Teori
2.2.3 Sistem Bracing Vertikal konsentris Sistem bracing vertikal konsentris merupakan sistem bracing dimana sumbu utamanya bertemu atau saling memotong dalam satu titik. Sistem ini sangat cocok dipakai dalam perancangan karena akan memberikan kekuatan dalam menahan beban-beban yang bekerja. Sistem ini mempunyai 5 tipe bentuk bracing ditunjukkan pada gambar 2.2, yaitu bentuk " V ", " X ", " K ", " Λ" dan " Z " atau diagonal (AISC, 1992).
Model Λ
Model Z
Model V
Model X
Model K
Gambar 2.1 Model Bracing
Dari gambar diatas dapat diketahui karakteristik dari masing-masing model bracing mengenai keuntungan dan kerugianya dapat dilihat dalam lampiran dibawah ini :
II - 5
Bab 1I Landasan Teori
1. Bracing model type V, batang bracing dapat menahan momen balok pada tengah bentang sehingga menguranggi kapasitas balok efektif dan kapasitas yang terjadi, ditinjau dari pemakai segi material type model ini lebih efektif dibandingkan type lain karena tidak boros,kerugian dari type bracing model V jika ditinjau dari segi arsiktektural akan mengganggu pada penempatan opening (pintu dan jendela). 2. Bracing model type X, batang diagonal pada X-bracing dapat menahan gaya tarik dan gaya tekan seperti pada sebuah konstruksi rangka. Penempatan bracing X pada bangunan bertingkat harus konsisten sepanjang garis kolom mencegah kekakuan yang cukup untuk menahan beban lateral dan gaya geser. Keuntungan model bracing X yaitu semua batang dihitung sebagai batang tarik,ditinjau dari segi pemakai material model type ini sangat boros karena doubel atau rangkat,dan bila beban horisontal bekerja type bracing X bergetar 3. Bracing model type Z, batang bracing menahan pada ujung kolom dan balok sehingga beban yang terjadi akan didistribusikan ke semua elemen struktur sehingga jarak antara kolom dan balok menjadi lebih kecil. Keuntungan model bracing model Z dalam pemakaian material tidak bersifat boros dan dari segi pengerjaan akan lebih cepat karena libih mudah dikerjakan, kerugian model bracing Z yaitu kekakuan pada struktur relatif lebih kecil dikarenakan penampangnya langsing. 4.
Bracing model type K, batang bracing menahan pada ujung kolom dan pada tengah bentang kolom sehingga beban yang terjadi akan dibagi rata ke semua elemen struktur sehingga kolom menjadi lebih kaku karena II - 6
Bab 1I Landasan Teori
dikekang oleh batang bracing.Keuntungan model bracing model Z dalam pemakaian material tidak bersifat boros dan dari segi pengerjaan akan lebih cepat karena libih mudah dikerjakan, kerugian model bracing Z yaitu kekakuan pada struktur relatif lebih kecil dikarenakan penampangnya langsing. 2.2.3.1 Sistem Bracing Vertikal Λ Pada sistem penopang Λ seperti dalam Gambar 2.2, kedua batang diagonal akan sama-sama menahan beban horisontal. Beban gravitasi juga mengakibatkan gaya aksial pada tipe penopang Λ dan balok. Ketika penopang Λ menahan balok pada tengah bentang, akan mengurangi bentang balok efektif dan kapasitas momen plastis yang terjadi. Penggunaan bracing tipe penopang Λ juga lebih efektif karena bidang yang di tempati masih bisa di gunakan untuk opening pintu atau jendela. Penggunaan bracing pada bangunan tingkat tinggi diatas lima lantai sangat penting dalam membantu struktur menahan beban horizontal (beban gempa) dan bangunan menjadi lebih daktail (ASCE, 1971). .
Gambar 2.2 Model Bracing type Λ
II - 7
Bab 1I Landasan Teori
2.2.4 Metode Perhitungan Dengan LRFD Dua filosofi yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja adalah perencanaan berdasarkan tegangan kerja/working stress design (Allowable Stress Design/ASD) dan perencanaan kondisi batas/limit states design (Load and Resistance Factor Design/LRFD). Metode ASD sudah digunakan lebih dari 100 tahun lebih dan dalam 20 tahun terakhir, prinsip perencanaan struktur baja mulai beralih ke konsep LRFD yang jauh lebih rasional dengan berdasarkan ke konsep probabilitas. Dalam metode LRFD tidak diperlukan analisa probabilitas secara penuh, terkecuali untuk situasi-situasi tidak umum yang tidak diatur dalam peraturan.
2.2.5 Perancangan Sistem Bracing Vertikal Desain yang direkomendasikan sebagai konsep pembahasan meliputi efek dari beban lateral dan gaya geser P-Δ . pada kekakuan lateral dari sistem bracing vertikal ketika beban bekerja serta kekuatan dan stabilitas dari sistem bracing ketika beban rencana ultimit bekerja (ASCE, 1971). Hal ini perlu dikemukakan karena sistem bracing vertikal dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perancangan yang meliputi satu atau lebih truss kantilever vertikal dengan sambungan sendi guna menahan beban gravitasi dan beban lateral. Truss kantilever ini didesain dalam satu lajur menerus sehingga dapat diasumsikan sebagai dinding geser atau shear wall.
II - 8
Bab 1I Landasan Teori
Gambar 2.3 Batang bracing vertikal yang mengalami defleksi lateral tingkat. 1.
Defleksi lateral pada rangka akibat pemanjangan bracing
Gambar 2.4 Defleksi lateral pemanjangan bracing
II - 9
Bab 1I Landasan Teori
2.
Defleksi lateral pada rangka akibat pemendekan bracing
Gambar 2.5 Defleksi lateral pemendekan bracing 3.
Defleksi lateral pada rangka akibat pemanjangan dan pemendekan kolom
Gambar 2.6 Defleksi lateral pemanjangan dan pemendekan kolom.
2.2.6. Kelangsingan Batang Bracing SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Rumah Dan Gedung mensyaratkan kelangsingan batang bracing untuk Sistem Rangka Bracing Konsentrik Khusus harus memenuhi syarat kelangsingan dalam Persamaan 2.1.
(2.1)
II - 10
Bab 1I Landasan Teori
Dimana : k = faktor panjang tekuk c
L = panjang efektif komponen struktur (mm) R = jari-jari girasi komponen struktur Fy = tegangan leleh baja (MPa)
2.2.7. Analisis Portal 2.2.7.1. Sebagai Balok Kuat nominal momen dihitung dengan memperhatikan panjang bentang antar dua pengekang lateral yang berdekatan dengan batasan sebagai berikut. Kuat nominal lentur penampang dengan pengaruh tekuk lateral : 1. Bentang Pendek
Lb < Lp memakai persamaan 2.2
Mn = Mp ≤ 1,5 My Dengan : Mp = ZxFy
( 2.2)
Dimana : Zx = Modulus plastis F = Tegangan leleh y
2. Bentang menengah
Lp ≤ Lb ≤ lr memakai persamaan 2.3
( 2.3) Mr = S (F – F ) x
y
r
Dimana : S = Modulus elastisitas x
F = Tegangan pada sayap r
3. Bentang panjang
Lp > lr → terjadi torsional buckling. II - 11
Bab 1I Landasan Teori
Memakai persamaan (2.4-2.8) Mn = Mcr ≤ Cb Mr ≤ Mp
(2.4)
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.8)
2.2.7.1.1 Kontrol batas kompak Untuk menentukan kontrol batas kompak profil penampang memakai perhitungan sebagai berikut : 1. Pencegahan tekuk puntir lateral memakai Persamaan 2.9
2. Pencegahan tekuk lokal memakai Persamaan (2.10)
Penampang Kompak
II - 12
(2.10)
Bab 1I Landasan Teori
3. Pencegahan tekuk lokal badan memakai Persamaan 2.11
Penampang Kompak
(2.11)
4. Bila penampang tidak kompak maka: persamaan yang digunakan 2.12 (2.12)
2.2.7.1.2 Analisa Tegangan Geser Tegangan geser yang terjadi pada balok dapat dihitung dengan memakai Persamaan (2.12 – 2.14)
(2.12)
(2.1
(2.14) Dimana : Vn : Tegangan Geser F : Tegangan leleh maks badan yw
A t
w
w
: Luas badan profil : Tinggi badan
h : Tinggi penampang II - 13
Bab 1I Landasan Teori
2.2.7.2. Sebagai kolom Perhitungan berat dan gaya yang terjadi pada kolom dapat dihitung dengan Memakai Perhitungan sebagai berikut: 1.
Cek kelangsingan penampang memakai persamaan 2.15 λf = (2.15)
λp = 1. Kelangsingan struktur tekan mengunakan persamaan 2.16 λ=
(2.16)
2. Menentukan Tegangan kritis (Fcr) menggunakan persamaan 2.17 λx= Fcr =
λy=
λc = (2.17)
ω
3. Menentukan kuat tekan nominal menggunakan persamaan 2.18 Nn = Ag x Fcr
(2.18)
4. Cek luas penampang menggunakan persamaan 2.19 Nu ≤ ø Nn…..ok/tdk
(2.19)
2.3 Peraturan dasar Perancangan. 2.3.1. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002) 2.3.1.1 Gempa Rencana dan Kategori Gedung. Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara II - 14
Bab 1I Landasan Teori
umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun. Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I, yang diuraikan dalam Persamaan 2.20 I=I .I 1
(2.20)
2
di mana I adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa 1
berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung, sedangkan I adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda 2
ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut.
2.3.1.2 Konsep Perencanaan Gedung Tahan Gempa (Tjokrodimulyo, 2007) Struktur tahan gempa adalah struktur yang tahan (tidak rusak dan tidak runtuh) apabila terlanda gempa, bukan struktur yang semata-mata (dalam perencanaan) sudah diperhitungkan dengan beban gempa yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1.
Di bawah gempa ringan (gempa dengan periode ulang 50 tahun dengan probabilitas 60% dalam kurun waktu umur gedung) struktur harus dapat berespon elastik tanpa mengalami kerusakan baik pada elemen structural(balok, kolom, pelat dan pondasi struktur) dan elemen non structural (dinding bata, plafond dan lain lain). II - 15
Bab 1I Landasan Teori
2. Dibawah gempa sedang (gempa dengan periode ulang (50 – 100 tahun) struktur bangunan boleh mengalami kerusakan ringan pada lokasi yang mudah diperbaiki yaitu pada ujung-ujung balok dimuka kolom, yang di istilahkan sendi plastis struktur. Pada tahap ini disebut tahap First Yield yang merupakan parameter penting karena merupakan batas antara kondisi elastik (tidak rusak) dan kondisi plastik (rusak) tetapi tidak roboh, atau disingkat sebagai kondisi batas antara beban gempa ringan dengan gempa kuat. 3. Di bawah gempa kuat (gempa dengan periode ulang (200-500) tahun dengan probabilitas 20%-10% dalam kurun waktu umur gedung) resiko kerusakan harus dapat diterima tapi tanpa keruntuhan struktur. Jadi, kerusakan struktur pada saat gempa kuat terjadi harus didesain pada tempat-tempat tertentu sehingga mudah diperbaiki setelah gempa kuat terjadi.
2.3.1.3 Wilayah Gempa dan spektrum respons Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa, dimana wilayah wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Seperti dalam Tabel 2.1 dan Gambar 2.7
II - 16
Bab 1I Landasan Teori
Gambar 2.7 Respons Spektrum Gempa Rencana Wilayah Gempa 2
2.3.1.4 Beban gempa nominal statik ekuivalen. Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen. II - 17
Bab 1I Landasan Teori
Apabila kategori gedung memiliki Faktor I dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T , 1
maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut Persamaan 2.20 berikut :
(2.20) di mana C adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum 1
Respons Gempa Rencana untuk waktu getar alami fundamental T , sedangkan W 1
t
adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai. Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen F yang menangkap i
pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut Persamaan 2.21 berikut :
(2.21) di mana W adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, z i
i
adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral sedangkan n adalah nomor lantai tingkat paling atas. Untuk
keperluan
analisis
pendahuluan,
waktu
getar
alami
struktur dapatdidekati dengan persamaan 2.22 berikut : T = 0.085
untuk portal baja
II - 18
(2.22)
Bab 1I Landasan Teori
Nilai periode getar alami struktur dilakukan penyesuaian secara interatif menuju nilai T yang konvergen mendekati nilai T Rayleigh. Setelah itu, dilakukan analisis beban lateral ekivalen pada tiap lantainya. Periode getar alami struktur memiliki batasan maksimum untuk mencegah bangunan terlalu bersifat fleksibel. Untuk bangunan rangka baja ditetapkan batasan periode getar alami maksimum dapat dihitung menurut persamaan 2.23 berikut : T1 < ζ H3/4
(2.23)
Dengan ξ disesuaikan dengan wilayah gempa dan jenis struktur seperti pada table berikut
Tabel 2.2 Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami struktur gedung Setelah itu dilakukan analisis beban gempa dengan menggunakan etabs dan diperoleh perpindahan masing-masing lantai waktu getar alami fundamental (TI ) yang seharusnya pada struktur gedung yang beraturan dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh menurut persamaan 2.24 berikut : 6,3
∑
(2,24)
∑
II - 19
Bab 1I Landasan Teori
Pembatasan Waktu Getar Fudamental Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel, maka nilai waktu getar fundamental TI dibatasi menurut persamaan 2.25 berikut: TI < ζn
(2.25)
di mana : n : jumlah tingkat. 2.3.2 Kinerja Struktur Gedung. 2.3.2.1 Kinerja Batas Layan Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antartingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh Gempa Nominal yang telah dibagi Faktor Skala. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung menurut tidak boleh melampaui
kali tinggi tingkat yang bersangkutan
atau 30 mm bergantung yang nilainya terkecil.
2.3.2.2 Kinerja batas ultimit Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat II - 20
Bab 1I Landasan Teori
menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela delatasi). simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ yang dirumuskan dalam Persamaan 2.26 untuk struktur gedung beraturan : ξ = 0,7 R
(2.26)
dimana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut dan Faktor Skala. Simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. Jarak pemisah antar-gedung harus ditentukan paling sedikit sama dengan jumlah simpangan maksimum masing-masing struktur gedung. Dalam segala hal masing-masing jarak tersebut tidak boleh kurang dari 0,025 kali ketinggian taraf itu diukur dari taraf penjepitan lateral. Dua bagian struktur gedung yang tidak direncanakan untuk bekerja sama sebagai satu kesatuan dalam mengatasi pengaruh Gempa Rencana, harus dipisahkan yang satu terhadap yang lainnya dengan suatu sela pemisah (sela delatasi) yang lebarnya paling sedikit harus sama dengan jumlah simpangan masing-masing bagian struktur gedung pada taraf itu. Dalam segala hal lebar sela pemisah tidak boleh ditetapkan kurang dari 75 mm. Beban mati adalah berat semua bagian dari gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dari barang-barang yang dapat berpindah atau tidak tetap. sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. II - 21