BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR 1. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar Setiap
anak didik
datang ke sekolah tidak lain kecuali untuk
belajar dikelas agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudiaan hari. Sebagian besar waktu tang tersedia harus digunakan oleh anak didik untuk belajar; tidak mesti ketika di sekolah, di rumahpun harus ada waktu yang disediakan untuk kepentingan belajar .Tiada hari tanpa belajar adalah ungkapkan yang tepat bagi anak didik. Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih oleh setiap anak didik jika mereka dapat belajar dengan wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan. Namun, sayangnya ancaman, hambatan, dan gangguan dialami oleh anak didik tertentu. Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar. Pada tingkat tertentu memang ada yang anak didik yang dapat mengatasi kesulitan belajarnya, maka bantuan guru atau orang lain sangat diperlukan oleh anak didik.1 Dari sinilah diperlukan adanya diagnosis untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa serta untuk mencari pemecahannya. Apa sebenarnya diagnosis kesulitan belajar itu? untuk itu akan dibahas satu persatu dalam bab ini. a. Pengertian Diagnosis Diagnosis merupakan istilah teknis (terminologi) yang kita adopsi
dari
bidang
medis.
Menurut
Thorndike
dan
Hagen,
sebagaimana dikutip oleh Abin Syamsuddin Makmun dalam bukunya Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, diagnosis dapat diartikan sebagai:
1
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta,2002), hlm. 199.
16
17
1. Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weaknees, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symptons). 2. Studi yang seksama terhadap fakta menemukan
karakteristik
atau
tentang suatu hal untuk kesalahan-kesalahan
dan
sebagainya yang esensial; 3. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal. Dari ketiga pengertian tersebut di atas, dapat kita maklum bahwa di dalam konsep diagnosis, secara implisit telah tersimpul pula konsep prognosisnya. Dengan demikian, di dalam pekerjaan diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan
suatu upaya untuk meramalkan (predicting)
kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.2 b. Belajar Menurut Slameto Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.3 Menurut Arno F. Wittig dalam bukunya Psychology Of Learning mengatakan bahwa learning is defined as a relatively permanent change in behavior that occurs as a result of experience.4 (Belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang permanen, sebagai hasil dari pengalaman).
2
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. 5, hlm. 307. 3 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 2. 4 Arno F. Wittig, Psychology Of Learning, (New York: McGraw-Hill, 1981), hlm. 127.
18
Menurut W.S. Winkel belajar adalah suatu aktivitas mental, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman ,keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.5 Sedangkan belajar menurut Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid dalam bukunya Al Tarbiyah Waturuqu al Tadris :
اﻟ ﺘﻌﻠﻢ ه ﻮ ﺕﻐﻴﻴ ﺮ ﻓ ﻰ ذه ﻦ اﻟﻤ ﺘﻌﻠﻢ ﻳﻄﻠ ﺮء ﻋﻠ ﻰ ﺧﺒ ﺮة ﺳ ﺎﺑﻘﺔ ﻓﻴﺤﺪث ﻓﻴﻬﺎ ﺕﻐﻴﻴﺮا 6
...ﺟﺪﻳﺪا
(Belajar adalah suatu perubahan pada diri seseorang yang belajar karena pengalaman lama, kemudian dengan pengalaman tadi terjadi perubahan baru). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar yang dihasilkan dari pengalaman dan latihan. c. Kesulitan Belajar Setelah
mengetahui
apa
itu
belajar,
berikutnya
adalah
mengetahui definisi dari kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability.7 Menurut Syaiful Bahri Djamarah, kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana siswa tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar.8 Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, kesulitan belajar adalah suatu keadaan dimana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya.9
5
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo, 1991), hlm. 36. Sholeh Abdul Majid dan Abdul Aziz Abdul Majid, At Tarbiyah Waturuqu al Tadris, Juz I (Makkah: Darul Ma'arif, t.th.), hlm. 169. 7 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), hlm. 6. 8 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 201. 9 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet. 1, hlm. 74. 6
19
d. Diagnosis Kesulitan Belajar Dengan mengaitkan kedua pengertian dasar di atas, kita dapat mendefenisikan diagnosis kesulitan belajar sebagai suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitankesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data/informasi
selengkap
dan
memungkinkan untuk mengambil
seobjektif
mungkin
sehingga
kesimpulan dan keputusan serta
mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.10 2. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, internal, dan eksternal. Penyebab pertama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi
neurologis: sedangkan
penyebab utama problematika belajar (learning problems) adalah faktor eksternal, yaitu antara lain tanpa strategi
pembelajaran yang keliru,
pengolahan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan
(reinforcement) yang tidak
11
tepat.
a. Faktor internal Faktor internal, adalah faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri, baik fisik maupun mental. Seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan lain sebagainya. Aspek-aspek tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap hasil tidaknya seorang dalam belajar, faktor jenis ini, berwujud juga sebagai kebutuhan dari individu yang bersangkutan.12 Faktor-faktor internal meliputi: 1. Faktor jasmaniah terdiri dari a) Faktor kesehatan
10
Abin Syamsuddin Makmun, Op. Cit., hlm. 309. Mulyono Abdurrohman, Op. Cit. , hlm. 13. 12 Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990),, 11
hlm. 51.
20
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas dari penyakit.13 Untuk dapat belajar dengan baik, bisa berkonsentrasi dengan optimal, faktor kesehatan perlu dipelihara dengan sebaik-baiknya.14 b) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh / badan. Dengan keadaan seperti ini dapat mempengaruhi belajar siswa.15 2. Faktor psikologis a) Intelegensi Intelegensi adalah salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar seseorang; terlebihlebih pada waktu anak masih sangat muda, intelegensi sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. 16 b) Perhatian Untuk dapat belajar dengan baik, seseorang anak harus ada perhatian terhadap materi pelajaran yang dipelajarinya. Apabila pelajaran yang disajikan tidak menarik maka timbullah rasa bosan, malas untuk belajar, sehingga prestasi dalam belajarnya menurun.17 c) Minat Minat adalah kecenderungan
yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan belajar. Minat mempunyai pengaruh yang besar terhadap bahan pelajaran, jika yang dipelajari tidak sesuai maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bahan pelajaran yang menarik minat 13
Slameto. Op. Cit. hlm. 54. Ibid., hlm. 59. 15 Slameto. Op. Cit. hlm. 55. 16 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm, 122 . 17 Mahfudh Shalahuddin, Op. Cit. hlm. 61. 14
21
siswa, lebih mudah dipelajari
dan disimpan karena minat
18
menambah motivasi belajar. d) Bakat
Disamping intelegensi bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses hasil belajar siswa. belajar pada
bidang
yang
sesuai
dengan
bakat
memperbesar
kemungkinan berhasilnya usaha itu.19 e) Motivasi Seseorang itu akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi.20 f) Kematangan Kematangan adalah keseimbangan antara potensi-potensi jasmaniah maupun rohaniyah.
Agar dalam mengajarkan
sesuatu yang baru dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkan; potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu. 21 g) Kesiapan Adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Kesiapan itu perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.22
18
Slameto, Op. Cit., hlm. 57. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit. hlm, 162. 20 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali, 1990), Cet. 3. hlm, 39. 21 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 19997), hlm. 102. 22 Slameto, Op. Cit. hlm, 59. 19
22
3. Faktor kelelahan Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan terjadi karena terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagianbagian tertentu. Kelelahan rohani; dapat dilihat dari kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan rohani dapat terjadi terus menerus memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi semua masalah selalu sama/ konstan tanpa ada variasi.23 b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri seseorang yang berasal dari lingkungan mereka.24 Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Dalam lingkunganlah anak didik berinteraksi dalam rantai kehidupan yang disebut ekosistem. Selama hidup anak didik tidak akan bisa menghindarkan diri dari lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Interaksi dari dengan lingkungan yang berbeda ini selalu terjadi dalam mengisi kehidupan anak didik. Lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap belajar anak didik di sekolah.25 Faktor eksternal ini dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
23
Slameto, Op. Cit, 59 Mahfudh Shalahuddin, Op. Cit. hlm. 51. 25 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit. hlm. 142, 143. 24
23
1. Faktor keluarga Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan fundamental sifatnya . di situlah anak dibesarkan, memperoleh penemuan awal dan belajar yang memungkinkan perkembangan selanjutnya bagi dirinya. Dan di situ pula anak pertama-tama memperoleh kesempatan menghayati pertemuan-pertemuan dengan sesama manusia. Dan keluarga merupakan pusat ketenangan hidup dan pangkalan (home base) yang paling vital.26 Faktor lingkungan keluarga ini meliputi: a) Cara orang tua mendidik Dalam kegiatan belajar, seorang anak perlu didorong dan pengertian orang tua. Oleh karena itu cara orang tua mendidik besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya karena keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama.27 Dalam hal ini maka pihak orang tua berkewajiban memberikan pengertian dan dorongan, serta semaksimal mungkin membantu dalam memecahkan masalah-masalah serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak dalam belajar di sekolah.28 Dengan demikian peran orang tua sebagai pembimbing dan pendidik di dalam keluarga
memegang
peranan
penting
untuk
membantu
memecahkan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami anak. b) Relasi antar anggota keluarga Hubungan antar anggota keluarga yang kurang intim, akan menimbulkan suasana yang kaku dan tegang dalam keluarga, yang menyebabkan anak kurang bersemangat untuk belajar. Oleh karena itu, suasana keluarga yang akrab,
26
Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah Administrasi Pendidikan Mikro, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 16. 27 Slameto, Op. Cit,. hlm. 60. 28 Mahfudh Shalahuddin, Op. Cit. hlm. 64.
24
menyenangkan dan penuh rasa kasih sayang, akan memberikan motivasi yang mendalam pada anak.29 c) Suasana rumah Suasana rumah dimaksudkan sebagai suatu atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah yang gaduh/ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana rumah yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antar anggota keluarga atau dengan keluarga lain menyebabkan anak menjadi bosan dirumah, suka keluar rumah, akibatnya belajarnya kacau. Selanjutnya agar anak dapat belajar dengan baik perlulah diciptakan suasana rumah yang tenang dan tenteram. d) Keadaan ekonomi keluarga Dalam kegiatan belajar, seorang anak memerlukan sarana-sarana atau fasilitas-fasilitas belajar. Dan fasilitas belajar itu hanya dapat dipenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga miskin/kurang mampu, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajar anak juga terganggau. 30 Jika keadaannya demikian anak perlu diberikan pengertian agar anak mengetahui keadaan ekonomi keluarga sehingga anak menyadari keadaan tersebut.
29 30
Ibid., hlm. 63. Slameto, Op. Cit,. hlm. 63.
25
e) Pengertian orang tua Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua, bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah.31 f) Latar belakang Kebudayaan Secara khusus, Kebudayaan dapat dipandang sebagai semua cara hidup (way of life) yang dipelajari dan diharapkan, yang sama-sama diikuti kelompok
oleh para anggota tertentu.32
masyarakat
kelompok/keluarga
mempunyai
dari suatu
Dan
kebiasaan
disetiap
dan
tingkat
pendidikan yang berbeda yang akan mempengaruhi sikap anak dalam
belajar.33
Maka,
kepada
anak-anak
hendaknya
ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.34 2. Faktor sekolah Lingkungan sekolah adalah lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga. Sekolah didirikan oleh masyarakat atau negara untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi memberi bekal persiapan hidup berupa pengajaran bagi anak-anaknya.35 Tapi dalam lingkungan sekolah banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap belajar siswa, yang mencakup: a) Metode mengajar 31 32
376.
33
Ibid., hlm. 64. Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional. t.th). hlm. 375-
Slameto, Loc. Cit. Mahfudh Shalahuddin, Loc. Cit. 35 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 123,124. 34
26
Banyak metode belajar-mengajar yang dikenal guru. Akan tetapi, bagaimana menggunakan suatu metode dengan pendekatan keterampilan agar dapat menunjang siswa belajar aktif masih menjadi problem.36 Oleh karena itu pemilihan metode mengajar yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Seperti halnya guru kurang persiapan dalam dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru menyajikannya tidak jelas, atau penggunaan metode mengajar yang monoton atau tidak bervariasi akan membuat siswa menjadi jenuh, cepat bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus diusahakan yang tepat, efisien, variatif dan seefektif mungkin.37 b) Kurikulum Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh/diselesaikan anak didik untuk memperoleh Ijazah. Tujuan dari kurikulum adalah agar anak didik menguasai mata pelajaran38. Kurikulum yang kurang baik seperti kurikulum yang terlalu padat, di atas kemampuan siswa tentunya akan berpengaruh tidak baik terhadap belajarnya.39 c.) Relasi guru dengan siswa Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, banyak dipengaruhi
komponen-komponen
belajar
mengajar.
Diantaranya yaitu hubungan guru dengan siswa. Hubungan guru dengan siswa di dalam proses belajar mengajar merupakan
faktor
yang
sangat
menentukan,
karena
bagaimanapun bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun 36
Abdul Rachman Saleh, Pendidikan Agama dan Pengembangan Watak Bangsa, (Jakarta: RajaGrafindo, 2005), hlm. 185. 37 Slameto, Op. Cit., hlm. 65. 38 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1991),hlm. 4. 39 Slameto, Op. Cit., hlm. 65-66.
27
sempurnanya
metode
yang
dipergunakan,
namun
jika
hubungan guru dan siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu keluaran yang tidak diinginkan.40 Begitu juga sebaliknya jika hubungan guru dan siswa merupakan hubungan yang harmonis maka dalam proses penyampaian pelajaran dapat dioptimalkan. Dengan demikian proses belajar mengajar akan dapat efektif jika terbina suatu hubungan serta komunikasi yang baik dan harmonis antara guru dan murid, proses ini adalah mata rantai yang menghubungkan antara guru dan murid.41 g) Relasi siswa dengan siswa Sebagaimana
diketahui
bahwa
sebagian
siswa
mempengaruhi sikap dan tingkah laku siswa lain di sekolah. Oleh karena itu guru yang kurang bisa mendekati siswa dan kurang bijaksana, maka tidak akan bisa mengetahui, bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa bebas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing individu tidak tampak.42 h) Disiplin sekolah Kedisiplinan erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup
kedisiplinan
guru
dalam
mengajar
dengan
melaksanakan tata tertib kedisiplinan pegawai/karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah.43 Dengan menerapkan kedsiplinan didalam sekolah, maka akan menciptakan kondisi belajar yang
40
Sardiman A.M., Op. Cit., hlm. 144. Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, Cara Mengatasi Kesulitan Dalam Kelas, terj.. Mudjito, (Rajawali Press: Jakarta,1990), hlm. 3. 42 Mahfudh Shalahuddin, Op. Cit. hlm. 64. 43 Slameto, Op. Cit., hlm. 67. 41
28
kondusif. Dengan terciptanya suasana yang kondusif di dalam sekolah maka proses belajar akan lancar. i) Media pendidikan Memang sebuah kenyataan, bahwa pada saat sekarang, dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belajar anak dalam jumlah yang besar pula, seperti: buku-buku di perpustakaan, laboratorium, atau media-media lainnya.44 j) Waktu sekolah Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar, waktu itu dapat pagi hari, siang, sore, atau malam hari. Waktu sekolah juga dapat mempengaruhi balajar siswa. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah di siang hari atau sore hari, sebenarnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Di mana siswa harus beristirahat tetapi terpaksa masuk sekolah, sehingga mereka mendengarkan pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya. Kesulitan ini disebabkan karena siswa sukar berkonsentrasi dan berpikir pada kondisi badan yang lemah. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh positif terhadap belajar.45 k) Standar pelajaran diatas ukuran Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang terpenting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.46 l) Keadaan gedung Suasana gedung sekolah yang kurang menyenangkan. Misalnya suasana bising, karena letak sekolah berdekatan dengan jalan raya, tempat lalu lintas hilir mudik, berdekatan dengan rumah penduduk, dekat pasar, bengkel, pabrik, dan 44
Mahfudh Shalahuddin, Op. Cit. hlm. 65. Slameto, Op. Cit., hlm. 68. 46 Ibid., hlm. 69. 45
29
lain-lain, sehingga anak sukar berkonsentrasi dalam belajar.47 Begitu juga dengan banyaknya siswa yang luar biasa jumlahnya, keadaan sekolah pada dewasa ini terpaksa kurang.48 Hal ini juga akan mengganggu konsentrasi belajar siswa. m) Metode belajar Cara belajar siswa sedikit banyak akan mempengaruhi terhadap hasil belajarnya, karena cara belajar yang benar, seperti siswa yang belajar teratur setiap hari dan terprogram tentunya akan berdampak positif pada hasil belajarnya, begitu juga sebaliknya cara belajar yang salah akan berdampak buruk. n) Tugas rumah Waktu belajar terutama adalah di sekolah, di samping untuk belajar waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan lain-lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai lagi untuk kegiatan yang lain.49 3. Faktor Masyarakat Jika keluarga adalah komunitas masyarakat terkecil, maka masyarakat adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang terbesar50 Lingkungan masyarakat memberi pengaruh kepada siswa karena keberadaannya dalam lingkungan ini. Faktorfaktornya antara lain: a) Kegiatan siswa dalam masyarakat Di samping belajar, siswa juga mempunyai kegiatankegiatan lain di luar sekolah, misalnya dalam kegiatan karang taruna, bimbingan belajar, les piano, menari, olah raga dan lain sebagainya. Apabila masalah-masalah tersebut dilakukan
47
Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 206. Mahfudh Shalahuddin, Loc. Cit. 49 Slameto, Loc. Cit. 50 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 209. 48
30
dengan berlebih-lebihan maka, jelas akan menghambat dalam kegiatan belajar. Maka dari itu orang tua perlu memperhatikan kegiatan-kegiatan anak-anaknya, supaya jangan hanyut ke dalam kegiatan yang tidak menunjang belajarnya.51 b) Mass media Yang termasuk mass media adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku-buku, komik-komik dan lain-lain. Semuanya itu ada dan beredar dalam masyarakat. Mass media yang baik memberi mempengaruhi yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa. Maka perlulah kiranya siswa mendapatkan bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik dalam keluarga sekolah dan masyarakat. c) Teman bergaul Pengaruh teman bergaul siswa memang lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti akan mempengaruhi yang bersifat buruk juga. 52 d) Bentuk kehidupan masyarakat Kehidupan masyarakat yang berada disekitar rumah di mana anak itu berada, adalah mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan
anak.
Jika
seandainya siswa berada di lingkungan yang rajin belajar, secara otomatis anak akan terpengaruh dan anakpun akan belajar dengan rajin. Sebaliknya, jika anak hidup dalam lingkungan yang setiap malam hanya bermain dadu, disko,
51 52
Mahfudh Shalahuddin, Op. Cit., hlm. 67. Slameto, Op. Cit., hlm. 70, 71.
31
maka anak-anak itu pun akan cepat sekali terpengaruh olehnya.53 3. Cara Mengenal Siswa Yang Mengalami Kesulitan Belajar Siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah siswa yang tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan karena adanya beberapa faktor sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Dari faktor-faktor tersebut sehingga dapat diketahui gejala-gejala yang bisa diamati oleh orang lain, guru, ataupun orang tua. Beberapa gejala sebagai indikator adanya kesulitan belajar anak didik dapat dilihat dari petunjuk-petunjuk berikut: a. Menujukkkan prestasi belajar rendah, di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok siswa dikelas. b. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan . padahal anak didik sudah berusaha belajar dengan keras, tetapi nilainya selalu rendah. c. Siswa Lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal. Misalnya mengerjakan soal dalam waktu lama baru selesai. d. Anak didik menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, berpura-pura, berdusta, mudah tersinggung dan sebagainya. e. Anak didik menunjukkan tingkah laku yang tidak seperti biasanya ditunjukkan kepada orang lain. Dalam hal ini misalnya anak didik menjadi pemurung, pemarah, selalu bingung, selalu sedih, kurang gembira, atau mengasingkan diri dari kawan-kawannya. f. Anak didik yang Tergolong mempunyai IQ tinggi, yang secara potensial mereka seharusnya meraih prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataannya mereka mendapatkan prestasi yang rendah.
53
Mahfudh Shalahuddin, Loc. Cit.
32
g. Anak didik yang selalu menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata pelajaran. Tetapi di lain waktu prestasi belajarnya menurun gratis.54 Burton sebagaimana dikutip oleh Abin Syamsuddin Makmun dalam bukunya Psikologi Kependidikan memberikan ciri-ciri kesulitan belajar sebagai berikut: a. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran yang tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu, seperti yang telah ditetapkan oleh guru (criterium referenced). Dalam konteks sistem pendidikan di Indonesia angka nilai batas (passing grade, grade-standard -basis) ini adalah angka 6 atau 60 atau C (60% dari tingkat ukuran yang diharapkan atau ideal). b. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan tingkat kemampuannya: intelegensi, bakat). Ia diramalkan akan (predicted) akan dapat mengerjakannya atau mencapai suatu prestasi, namun ternyata tidak sesuai dengan kemampuannya. c. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada masa perkembangan tertentu, seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm-referenced). d. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat (prerequisite) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya.55 4. Diagnostik Sebagai Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar Tidak banyak siswa yang suka atau mengetahui kegagalan yang dialaminya. Namun tak dapat dipungkiri, bahwa banyak sekali siswa yang mengalami kesulitan belajar itu, seperti tidak lulus ujian, mendapat angka yang buruk dan lain-lain. 56
54
Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 212-213. Abin Syamsuddin Makmun, Op. Cit., hlm. 307-308. 56 Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito, 1990), Edisi Ketiga, hlm. 127. 55
33
Dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya dan mencari pemecahannya.57 Pemecahan
kesulitan
belajar
dapat
dilakukan
dengan
cara
melakukan diagnosis. Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur
yang
terdiri
dari
atas
langkah-langkah
tertentu
yang
diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai "diagnostik" kesulitan belajar.58 Memang pada kenyataannya tes diagnostik kesulitan belajar kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes itu akan dapat diketahui letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah ditemukan, maka guru atau pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan guna menolong siswa tersebut.59 Prosedur Diagnosis Prosedur diagnostik banyak sekali model dan caranya, diantaranya yaitu prosedur Weener dan Senf yang dikutip oleh Wardani dan dikutip lagi oleh Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, sebagai berikut:: a. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran. b. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar. c. Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar. d. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa. e. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar.60
57
Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 215. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 10, hlm. 174. 59 Syarif Hidayat, " Tes Diagnostik Atasi Siswa Sulit Belajar", http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0604/14/0310.htm, hlm. 2. 60 Muhibbin Syah, Op. Cit. 58
34
Selain itu, menurut Mulyono Abdurrahman dalam Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, setidaknya ada tujuh prosedur yang harus dilalui dalam melakukan diagnosis, yaitu: (1) identifikasi, (2) Menentukan prioritas, (3) Menentukan potensi, (4) Penguasaan bidang studi yang perlu diremidiasi, (5) Menentukan gejala kesulitan, (6) analisis berbagai faktor yang terkait dan (7) Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.61 Berikut akan dijelaskan seperti berikut ini. a. Identifikasi Sekolah yang ingin ,menyelenggarakan program pengajaran remedial yang sistematis hendaknya melakukan identifikasi untuk menentukan memerlukan
anak-anak pelayanan
yang
memerlukan
pelajaran
atau
remedial.
berpotensi Pelaksanaan
identifikasi dapat dilakukan dengan memperhatikan laporan guru kelas atau sekolah sebelumnya, hasil tes intelegensi, atau melalui instrumen informal, misalnya dalam bentuk observasi, tes hasil belajar, tes identifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar. Berdasarkan informasi tersebut, sekolah dapat memperkirakan berapa jumlah anak yang memerlukan pelayanan pengajaran remedial. b. Menentukan prioritas Tidak semua anak yang oleh sekolah dinyatakan sebagai Berkesulitan belajar memerlukan pelayanan khusus oleh guru remedial, lebih-lebih jika guru remedial masih sangat terbatas. Oleh karena itu sekolah perlu menentukan prioritas anak mana yang diperkirakan dapat diberi pelayanan pengajaran remedial oleh guru kelas atau guru bidang studi. Anak-anak yang Berkesulitan belajar yang Tergolong berat mungkin yang perlu memperoleh prioritas utama untuk memperoleh pelayanan pengajaran remedial.
61
Mulyono Abdurrahman, Op. Cit., hlm. 21.
35
c. Menentukan potensi Potensi yang dimiliki anak pastilah berbeda-beda. Biasanya potensi anak didasarkan pada tes intelegensi. Oleh karena itu setelah identifikasi anak berkesulitan belajar dilakukan, maka untuk menentukan potensi anak diperlukan tes intelegensi. 62 Selain daripada itu untuk menentukan potensi anak dapat dilakukan dengan meneliti pekerjaan rumah, meneliti tugas kelompok, dan melakukan tes prestasi/hasil belajar.63 Salah satu dari tes ini dapat digunakan untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh anak. d. Penguasaan bidang studi yang perlu diremidiasi Berdasarkan analisis yang dilakukan tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang studi tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan pengajaran remediasi.64 Salah satu karakteristik yang anak yang berkesulitan belajar adalah prestasi belajar yang rendah yang dengan hasil nilai yang berada dibawah rata-rata (mean).65 Dan dari identifikasi ini guru dapat menentukan bidang studi serta anak mana yang sedang mengalami kesulitan belajar. e. Menentukan gejala kesulitan Pada langkah ini guru remedial perlu melakukan observasi dan analisis cara belajar anak. Cara anak mempelajari suatu bidang studi sering dapat memberikan informasi diagnostik tentang sumber penyebab yang orisinil dari suatu kesulitan. f. Analisis berbagai faktor yang terkait Pada langkah ini guru remedial melakukan analisis terhadap hasil belajar-hasil pemeriksaan ahli-ahli lain seperti dokter, konselor, dan pekerja sosial. Berdasarkan dari analisis tersebut guru remedial dapat menggunakannya sebagai landasan dalam 62
Ibid., hlm. 21-22. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 216. 64 Muhibbin Syah, Op. Cit., hlm. 176. 65 Mulyono Abdurrahman, Op. Cit., hlm. 22. 63
36
menentukan strategi belajar pengajaran remedial yang efektif dan efisien.66 g. Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial Setidaknya ada tiga langkah yang harus dilakukan untuk menyusun rekomendasi pengajaran remedial, yaitu: a) Prognosis Dalam
prognosis
dilakukan
kegiatan
penyusunan
program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar. Adapun tahapan-tahapan dalam prognosis adalah sebagai berikut: 67 1) Who
: Siapakah yang memberikan bantuan kepada anak? Siapakah yang harus mendapat bantuan?
2) What
:
Materi apa yang diperlukan? Alat bantu apa yang harus dipersiapkan? Pendekatan dan metode apa yang digunakan
dalam
memberikan
bantuan kepada anak? 3) When
:
Kapan
pemberian
itu
diberikan
kepada anak? 4) Where
:
Di mana pemberian itu dilaksanakan? Anak didik mana yang diprioritaskan
5) Which
:
mendapatkan bantuan lebih dahulu? Bagaimana pemberian bantuan itu
6) How
66 67
:
dilaksanakan?
Dengan
cara
pendekatan
individual
ataukah
pendekatan
kelompok?
Bentuk
Ibid., hlm. 22-23. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 218-219.
37
treatmen
yang
yang
bagaimana
mungkin diberikan kepada anak? b) Treatment (perlakuan) Perlakuan di sini maksudnya adalah bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosa tersebut. Bentuk treatmen yang mungkin dapat diberikan, adalah: •
Melalui bimbingan belajar kelompok,
•
Melalui bimbingan belajar individual
•
Melalui pengajaran remedial dalam bidang studi tertentu,
•
Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalahmasalah psikologis,
•
Melalui bimbingan orang tua, dan pengatasan kasus sampingan yang mungkin ada. Siapa yang memberikan treatment,
tergantung kepada
garapan yang harus dilaksanakan. Kalau yang harus diatasi terlebih dahulu itu ternyata penyembahan penyakit kanker yang diderita oleh anak, maka sudah barang tentu seorang dokterlah yang berwenang menanganinya. Sebaliknya memberikan
kalau
bentuk
pengajaran
remedial
treatmennya dalam
bidang
adalah studi
Pendidikan Agama Islam (PAI), maka guru PAI-lah yang lebih tepat untuk melaksanakan treatment tersebut, dan sebaliknya.68 c) Evaluasi Evaluasi di sini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, atau gagal sama sekali.69 68 69
Abu Ahmadi, dan Widodo Supriyono, Op. Cit., hlm. 94. Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 220.
38
Alat yang digunakan untuk Evaluasi ini dapat berupa tes prestasi belajar. Kalau ternyata treatment yang diterapkan tersebut tidak berhasil, maka perlu ada pengecekan ke belakang faktor-faktor apa yang mungkin mejadi penyebab kegagalan treatment tersebut.70 B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 37 ayat (1) ditegaskan bahwa isi kurikulum pendidilan dasar dan menengah wajib memuat, antara lain pendidikan agama.71 Dan dalam pasal 30 ayat 2 menjelaskan bahwa pendidikan keagamaan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.72 Dalam menjelaskan pengertian pendidikan agama Islam (PAI), terlebih dahulu dikemukakan pengertian pendidikan. Pendidikan menurut Noeng Muhajir, yang dikutip oleh Muntholi’ah adalah upaya terprogram dari pendidik secara pribadi untuk membantu subyek berkembang ke tingkat yang normatif lebih baik, yang normatif bukan hanya tujuan tetapi juga cara/jalannya.73 Sedangkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, Bab I, pasal 1 ayat (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, 70
Abu Ahmadi, dan Widodo Supriyono, Op. cit., hlm. 95. ………, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media Wacana, 2003), hlm. 27. 72 Ibid., hlm. 23. 73 Muntholi’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: Gunung Jati, 2002), Cet. 1, hlm. 17. 71
39
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa.74 Menurut Syaikh Mustafa al-Ghulayani mengatakan pendidikan adalah:
اﻟﺘ ﺮﺑﻴﻪ ه ﻲ ﻏ ﺮس اﻻﺧ ﻼق اﻟﻔﺎﺿ ﻠﺔ ﻓ ﻰ ﻧﻔ ﻮس اﻟﻨّﺎﺷ ﺌﻴﻦ وﺳ ﻘﻴﻬﺎ ﺑﻤ ﺎء اﻹرﺷ ﺎد واﻟﻨ ﺼﻴﺤﺔ ﺡﺘ ﻰ ﺕ ﺼﺒﺢ ﻡﻠﻜ ﺔ ﻡ ﻦ ﻡﻠﻜ ﺎت اﻟ ﻨﻔﺲ ﺛ ﻢ ﺕﻜ ﻮن ﺛﻤ ﺮﺕﻬﺎ اﻟﻔﺎﺿ ﻴﻠﺔ واﻟﺨﻴ ﺮ 75
.ﺐ اﻟﻌﻤﻞ ﻟﻨﻔﻊ اﻟﻮﻃﻦ َّ وﺡ
(“Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air”.) Ada banyak sekali definisi tentang pendidikan agama Islam antara lain, yaitu: Menurut Abdul Rachman Saleh, pendidikan agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik/murid agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaranajaran Islam serta menjadikannya way of life (jalan kehidupan).76 Menurut Tayar Yusuf yang dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani, dalam PAI Berbasis Kompetensi, mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah SWT.77 Sedangkan dalam kurikulum 2004, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber 74
utamanya kitab Al Qur'an dan Hadits, melalui kegiatan
……., Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, OP. Cit., hlm. 9. Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm.175. 76 Abdul Rachman Saleh, Didaktik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 19-20. 77 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 204), hlm. 130. 75
40
bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.78 2. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat, yaitu dasar yuridis/hukum dan dasar religius. a. Dasar yuridis/hukum Dasar pelaksanaan pendidikan berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut, yaitu: 1) Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. 2) Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD 45 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.79 3) Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap. MPR No. IV/MPR/1973, yang menyatakan bahwa pendidikan agama diajarkan sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi negeri.80 Yang kemudian dikokohkan dalam Tap. MPR No. IV/MPR/1978, dan Ketetapan MPR No. II/MPR/1983, dan diperkuat lagi oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).81
78
Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Kurikulum 2004 SMP Mata Pelajaran Agama Islam, (Jakarta: Depdiknas, 2003), hlm. 340. 79 Abdul Majid dan Dian Andayani, Op. Cit., hlm. 132. 80 Abdul Rachman Saleh, Op. Cit., hlm. 21. 81 Abdul Majid dan Dian Andayani, Loc. Cit.
41
Serta dalam UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Pasal 12, Ayat (1): a. setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.82 Dengan adanya dasar yuridis ini, maka eksistensi Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah telah sangat kokoh. Di samping ketentuan hokum yang secara tegas menjamin dan mewajibkan adanya PAI disetiap jalur dan jenjang pendidikan, pemerintah juga telah sungguh-sungguh membantu pelaksanaan PAI di sekolah.83 Dan dengan adanya UU sistem pendidikan nasional yang baru ini, pelaksanaan pendidikan agama Islam harus dilaksanakan walaupun siswa itu belajar di sekolah non Islam. b. Dasar religius Dasar religius antara lain yaitu: 1. Al Qur'an surat Al Mujadilah ayat 11
...ﺟﺎ ت َ ﻦ ُأ ْو ُﺕﻮا أ ﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ َد َر َ ﻦ ﺁ َﻡ ُﻨﻮا ِﻡ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َوأ ﱠﻟ ِﺬ ْﻳ ِ ﷲ أ ّﻟ ِﺬ ْﻳ ُ َﻳ ْﺮ َﻓ ِﻊ أ... Artinya
82
: "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat".84
……., Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Op. Cit., hlm.15. Chabib Thoha, dan Abdul Mu’ti, “PBM-PAI di Sekolah, Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam di Sekolah: Sebuah Pengantar”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Cet. 1, hlm. xiv. 84 Depag RI, Al Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2001), Cet 10, hlm. 434. 83
42
2. Al Qur'an surat Ali Imran ayat 104
ن ِﺑﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌ ُﺮوف َ ﺨﻴﺮ َو َﻳﺄ ُﻡ ُﺮو َ ن ِإَﻟ ﻰ أﻟ َ ﻋﻮ ُ ﻦ ِﻡ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ُأ ﱠﻡ ٌﺔ َﻳ ْﺪ ْ َو ْﻟ َﺘ ُﻜ... ...ﻦ أﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜﺮ ِﻋ َ ن َ َو َﻳ ْﻨ َﻬ ْﻮ Artinya
:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar".85
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam Ma'ruf Musthafa Zurayq mengatakan bahwa "Agama adalah spirit bagi manusia. Guru seharusnya bisa menanamkan spirit agama dalam diri anak. Agama harus menjadi sumber inspirasi bagi anak dalam menapaki kehidupan dunia ini".86 Pesan ini setidaknya mampu menjabarkan fungsi dari pendidikan agama Islam, agar spirit dari agama itu mampu merasuk dalam diri peserta didik. Fungsi pendidikan agama Islam di sekolah adalah: a. Pengembangan Yaitu, pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT seta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah dilakukan dalam lingkungan keluarga.87 Dengan demikian sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. b. Penanaman nilai Yaitu, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan dunia dan akhirat.88 85
Ibid., hlm. 50. Ma'ruf Musthafa Zurayq, Sukses Mendidik Anak, terj. Badruddin, (Jakarta: Serambi, 2003), hlm. 88. 87 Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Loc. Cit. 88 Abdul Majid dan Dian Andayani, Op. Cit., hlm. 134. 86
43
c. Penyesuaian mental Yaitu, penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui pendidikan agama Islam.89 d. Perbaikan Yaitu,
untuk
memperbaiki
kesalahan-kesalahan,
kekurangan-
kekurangan dan kelemahan-kelemahan peseta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari. e. Pencegahan Yaitu, untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. f. Pengajaran Yaitu, pengajaran ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan non-nyata), sistem dan fungsionalnya. g. Penyaluran Yaitu, untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan bagi orang lain.90 4. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam a. Tujuan pendidikan agama Islam Tujuan pendidikan merupakan hal yang dominan dalam pendidikan, sebagaimana ungkapkan Breiter yang dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani, "pendidikan adalah persoalan tujuan dan fokus. Mendidik anak berarti bertindak dengan tujuan agar mempengaruhi perkembangan anak sebagaimana seseorang secara utuh".91 Dengan adanya tujuan maka arah kemana pendidikan akan dibawa menjadi jelas.
89
Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Loc. Cit. Abdul Majid dan Dian Andayani, Op. Cit., hlm. 134-135. 91 Ibid., hlm. 136. 90
44
Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peseta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia yang muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan dalam kurikulum PAI SMP dijelaskan bahwa, tujuan pendidikan meningkatkan
agama Islam adalah untuk menumbuhkan dan keimanan,
melalui
pemberian
dan
pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan, seta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT seta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara
serta
untuk
dapat
melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.92 Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu: 1) Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam 2) Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran Islam 3) Dimensi penghayatan atau pengalaman
batin yang dirasakan
peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam 4) Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami, dan dihayati atau diinternalisasikan oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan, dan menaati ajaran dan nilainilainya dalam kehidupan sehari-hari. .93
92
Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Loc. Cit. Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 3, hlm. 78. 93
45
Dari tujuan serta dimensi-dimensi pendidikan agama Islam tersebut di atas dapat diketahui bahwa, pendidikan agama Islam mengacu pada penanaman nilai-nilai dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi peserta didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak.94 b. Ruang lingkup pendidikan agama Islam Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara: •
Hubungan manusia dengan Allah SWT
•
Hubungan manusia dengan sesame manusia, dan
•
Hubungan
manusia
dengan
alam
(selain
manusia)
dan
lingkungan.95 Adapun ruang lingkup bahan/materi pelajaran pendidikan agama Islam SMU/Aliyah, pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu: al-Qur’an-Hadis, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam).96 Tapi pada kurikulum 2004 ini, materi pelajaran dikelompokkan menjadi lima unsur pokok, yaitu: Al-Quran, Keimanan. Akhlak, fiqh/ibadah, dan tarikh.97 C. Kajian Penelitian Yang Relevan Sepengetahuan penulis, penelitian ini merupakan penelitian yang pertama tentang diagnosis kesulitan belajar. Akan tetapi peneliti menemukan penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu penelitian skripsi Pahing Muslih, yang berjudul “UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS V YANG BERPRESTASI RENDAH PADA
94
Abdul Majid dan Dian Andayani, Op. Cit. hlm. 136 Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Loc. Cit. 96 Muhaimin, et. al., Op. Cit., hlm. 79. 97 Abdul Majid dan Dian Andayani, Op. Cit. hlm. 155. 95
46
MATA PELAJARAN PAI (STUDI TINDAKAN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI GAJI 01 KEC. TEGOWANU, KAB. GROBOGAN)”. Dalam penelitian yang dilakukan Pahing Muslih, beliau melakukan perbaikan dan pemecahan masalah minat belajar siswa dengan melakukan bimbingan belajar yang dilaksanakan setelah pulang sekolah selama dua bulan. Pada hasil akhir, dengan dilaksanakannya bimbingan belajar kepada siswa-siswa yang memiliki minat belajar rendah terhadap mata pelajaran PAI terdapat perubahan yang berarti dengan meningkatnya minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI. Dengan berhasilnya Pahing Muslih dalam meningkatkan minat belajar PAI maka berhasil pula penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan.98 Dari penelitian yang dilakukan oleh Pahing Muslih di atas, nantinya akan penulis gunakan sebagai sandaran teoritis dan komparasi dalam mengupas berbagai masalah penelitian yang peneliti lakukan. D. Hipotesis Tindakan 1. Hipotesis Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan berhasilnya upaya yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pada mata pelajaran PAI di kelas III SMU Unggulan Pondok Pesantren Nurul Islami Wonolopo Mijen Semarang, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar PAI. 2. Tindakan Penelitian a. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap siswa di SMU Unggulan Pondok Pesantren Nurul Islami Wonolopo Mijen Semarang.
98
Pahing Muslih, “Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas V Yang Berprestasi Rendah Pada Mata Pelajaran PAI (Studi Tindakan Pada Siswa Kelas V SD Negeri Gaji 01 Kec. Tegowanu, Kab. Grobogan)”, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2005).
47
b. Faktor yang Diteliti Kesulitan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi empat macam, seperti yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik dalam bukunya , Metode Belajar dan KesulitanKesulitan Belajar yaitu:99 (1) faktor-faktor yang bersumber dari diri sendiri, (2) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah, (3) faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga dan (4) faktorfaktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat. Keempat faktor inilah yang akan menjadi indikator-indikator dalam penelitian ini. a. Faktor-faktor yang bersumber dari diri siswa, terdiri dari: 1) Tidak mempunyai tujuan belajar yang jelas 2) Kurangnya minat terhadap bahan pelajaran 3) Kesehatan yang sering terganggu. 4) Kebiasaan belajar. b. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah. terdiri dari: 1) Cara memberikan pelajaran 2) Kurangnya bahan-bahan bacaan 3) Bahan pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan. 4) Penyelenggaraan pengajaran terlalu padat. c. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga, terdiri dari: 1) Masalah kemampuan ekonomi. 2) Masalah broken home. 3) Rindu kampung. 4) Bertamu dan menerima tamu. 5) Kurangnya kontrol orang tua. d. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat. terdiri dari: 1) Gangguan dari jenis kelamin lain. 2) Bekerja disamping belajar di sekolah. 99
Oemar Hamalik, Op. Cit., hlm. 17.
48
3) Aktif berorganisasi. 4) Tidak dapat mengatur waktu. 5) Tidak mempunyai teman belajar. 3. Rencana Tindakan Adapun rencana kegiatan yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: •
Membuat lembar observasi tentang bagaimana upaya untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pada mata pelajaran PAI.
•
Secara bersama-sama guru dan peneliti melakukan kolaborasi membuat perencanaan pengajaran yang membangkitkan keterampilan intelektual siswa.
•
Mendesain
apakah
upaya-upaya
yang
telah
dilakukan
ada
signifikansinya terhadap Peningkatan prestasi belajar. 4. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan upayaupaya yang telah ditempuh dalam meningkatkan prestasi belajar pada siswa yang Berkesulitan belajar. Adapun perencanaan ini adalah memakai empat tahap: •
Merencanakan
•
Melakukan Tindakan
•
Observasi
•
Merefleksi
5. Observasi Dalam tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan penelitian tindakan ini dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan. 6. Refleksi Hasil yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan dianalisis. Dari hasil observasi guru dapat merefleksi diri tentang kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.