BAB II LANDASAN TEORI A.
Pengertian, Tujuan dan FungsiKoperasi 1.
Pengertian Koperasi Banyak definisi atau pengertian tentang koperasi. Dalam akar katanya, koperasi berasal dari Bahasa Latin coopere atau cooperatian dalam Bahasa Inggris. Co berarti bersama dan operation berarti bekerja. Jadi, cooperation berarti bekerjasama. Dalam hal ini, bekerjasama yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama.1 Namun terminologi kerjasama sangat luas dan terdapat dalam bidang keilmuan. Kerjasama dalam bidang ekonomi disebut economic cooperation. Dalam ilmu ekonomi terapan, bentuk ‘kerjasama’. Dalam bidang sosial, kerjasama dalam sebuah kelompok masyarakat disebut cooperative society. Dalam ilmu sosial , ‘kerjasama’ adalah suatu organisasi sebagai salah satu unsur dinamika kehidupan bermasyarakat. Secara antropologis, ‘kerjasama’ adalah salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memelihara kelangsungan hidup suatu masyarakat. Dalam perspektif hukum, ‘kerjasama’ adalah suatu badan hukum yang mengandung hak-hak dan kewajibankewajiban.2
1
Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, (Jakarta: CV Rafi Maju Mandiri, 2012). Hal
61-62 2
Ibid, hal 62
i
Jika operasi yang mula-mula tumbuh itu merupakan suatu gerakan spontan, maka kemudian orang mulai bertanya, apakah koperasi itu? Dan mulailah orang memberikan isi dan definisi kepada koperasi. Bermacam-macam definisi telah diberikan kepada koperasi dan jika kita teliti lebih lanjut, maka tampak bahwa definisi itu berkembang, sejalan dengan perkembangan zaman. Definisi dini umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti definisi yang diberikan oleh Dr. Fay (1908), yang menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.3 Disamping menunjukan adanya unsur “untuk golongan lemah”, definisi dari Dr. Fay juga mengandung unsur-unsur kerja sama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dan adanya unsur demokrasi, yang dapat dilihat dari pernyataan bahwa imbalan jasa kepada anggota diberikan sesuai dengan jasa-jasa atau partisipasi anggota dalam perkumpulan. Dalam bukunya Drs. Hendrojogi, M.Sc. menurut UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Koperasi adalah badan usaha yang
3
Hendrojogi, op. Cit., hal. 20
ii
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya derdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekekuargaan.4 2.
Tujuan Koperasi Menurut UU No. 25 Tahun 1992, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.5 Namun, jika dirinci, koperasi sejatinya memiliki nilai-nilai keutamaan
yang
melandasi
bertumbuh-kembangnya
idealisme
koperasi. Lebih dari sekedar motif ekomomi, Bung Hatta dalam berbagai kesempatan menegaskan idealisme koperasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut:6 a.
Rasa solidaritas.
b.
Menanam sifat individualita (tahu akan harga diri).
c.
Menghidupkan kemauan dan kepercayaan pada diri sendiri dalam persekutuan untuk melaksanakan self-help dan autoaktiva guna kepentingan bersama.
d.
Mendidik cinta kepada masyarakat, yang kepetingannya harus didahulukan dari kepentingan diri sendiri atau golongan sendiri.
4
Ibid, hal 342 Ibid, hal 343 6 Bernhard Limbong, op. Cit., hal. 66 5
iii
e.
3.
Menghidupkan rasa tanggungjawab moril dan sosial.
Fungsi Koperasi Tugas utama perusahaan koperasi adalah menunjang kegiatan usaha para anggotanya dalam rangka meningkatkan kepentingan perekonomian para anggotanya melalui pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkanya, yang sama sekali tidak tersedia di pasar, atau ditawarkan dengan harga, mutu, atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan dari pada yang ditawarkan pada anggota di pasar atau oleh badan-badan resmi. Angaran perusahan koperasi
dapat
menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh perekonomian para anggotanya secara efisien, maka perusahaan koperasi harus melaksanakan fungsi-fungsi yang menghasilkan peningkatan potensi pelayanan yang bermanfaat bagi para anggotanya.7 a.
Menbangun dan mengembangakan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
b.
Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan.
7
Ibid, hal. 67
iv
c.
Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
B.
Manajemen Koperasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia 1.
Manajemen Koperasi Manajemen berasal dari bahasa Inggris: managenent dengan kata kerja to manage, diartikan secara umum sebagai mengurusi. Manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari angota organisasi dan dari sumbersumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.8 Pengertian
manajemen
itu
dapat
menunjuk
kepada
orang/sekelompok orang atau bisa kepada proses. Dalam hal yang disebut pertama, manajemen koperasi itu terdiri dari: rapat anggota, pengurus dan manajer. Ada hubungan timbal balik antara ketiga unsur tersebut, dalam arti bahwa tidak satu unsur pun akan bisa bekerja secara efektif tanpa dibantu atau didukung oleh unsur-unsur lainnya.9
8
Widjajakusuma, M. Karebet & Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen Syariah, (Jakarta: Khairul Bayan, 2002), hal. 14 9 Hendrojogi. Op.cit,. hal 135
v
a.
Unsur-unsur Koperasi 1)
Rapat Anggota Secara hukum anggota koperasi adalah pemilik dari koperasi dan usahanya, dan anggotalah yang mempunyai wewenang mengendalikan koperasi bukan pengurus dan bukan pula manajer. Oleh karena itu tidaklah salah kalau dikatakan bahwa kunci dari keberhasilan koperasi terletak pada anggota. Para anggota koperasi bertemu pada waktuwaktu tertentu pada suatu rapat, yang selanjutnya disebut rapat anggota, waktu-waktu mana telah diatur dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga.
2)
Pengurus Anggota koperasi perorangan pada dasarnya tidak boleh ikut dalam manajemen koperasi secara langsung. Partisipasi mereka dalam manajemen koperasi dapat disalurkan
melalui
rapat
anggota
dengan
memilih
pengurus yang tepat atau melalui cara-cara seperti yang telah di sepakati bersama. Pengurus , yang telah menerima pelimpahan wewenang dari anggota itu mewakili anggotaanggota dalam pengelolaan koperasi dan karenanya harus menjabarkan kebijaksanaan dan keputusan-keputusan yang telah diambil dalam rapat anggota secara lebih terinci disertai dengan rencana/langkah-langkah operasionalnya
vi
dangan di bantu oleh manajer. Adapun menjadi tanggung jawab dari pengurus untuk mengamankan dan melindungi kepentingan anggota. 3)
Pengawas Melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kebijaksanaan dan pengelola koperasi. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Pengawas dapat melakukan tugas audit sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh rapat anggota. 4)
Manajer Orang yang bertanggung jawab langsung kepada pengurus. Bertanggung jawab atas semua kegiatankegiatan dalam operasional koperasi.
b.
Fungsi Manajemem koperasi Selain sebagai tool atau alat, manajemen memiliki dua unsur lainnya, yaitu subyek pelaku dan obyek tindakan. Subyek pelaku manajemen tindak lain adalah manajer itu sendiri. Sedangkan obyek tindakan manajemen terdiri atas organisasi, SDM, dana, operasi/produksi, pemasaran, waktu dan obyek lainnya.
vii
Manajemen perencanaan
memiliki
(planning),
empat
fungsi
pengorganisasian
standar
yaitu
(organizing),
pengarah (actuating), dan pengawasan (controlling).10 1)
Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan suatu proses menentukan sasaran yang ingin dicapai, tindakan yang seharusnya dilaksanakan,
bentuk
organisasi
yang
tepat
untuk
mencapainya dan SDM yang bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Semua dasar dan tujuan manajemen haruslah terintegrasi, konsisten dan saling menunjang satu sama lain. Untuk menjaga konsistensi kearah pencapaian tujuan manajemen maka setiap usaha itu harus didahului oleh proses perencanaan yang baik. Suatu perencanaan yang baik harus dilakukan melalui proses kegiatan yang meliputi forecasting, objective, policies, programes, procedures, dan budget.11 2)
Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian pada hakekatnya mengandung pengertian sabagai proses penetapan struktur peran-peran melalui penentuan aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dan bagian-
10
Widjajakusuma, op.cit., hal. 16 Muhamad , Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: EKONISIA, 2004), hal. 21
11
viii
bagiannya, pengelompokan aktivitas-aktivitas, penugasan kelompok-kelompok aktivitas kepada manajer-manajer, pendelegasian wewenang dan informasi, baik horizontal maupun vertikal dalam struktur organisasi.12 3)
Pengarahan (actuating) Dalam
membahas
fungsi
pengarahan,
aspek
kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang penting. Sehingga definisi fungsi pengarahan selalu dimulai dan dinilai
cukup
hanya
dengan
mendefinisikan
kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai seni atau proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok.13 4)
Pengawasan (controlling) Pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan, dan pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan.14
2.
Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang mengfokuskan diri pada unsur
12
Widjajakusuma, op.cit., hal 127 Ibid, hal. 165 14 Muhamad, op.cit., hal 35 13
ix
sumber daya manusia. Adapun tugas MSDM untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya.definisi
MSDM
sebagai
suatu
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensai, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.15 a.
Perencanaan Sumber Daya Manusia Perencanaan tenaga kerja diartikan sebagai suatu cara untuk mencoba menetapkan keperluan tenaga kerja untuk suatu periode tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas dengan cara-cara
tertentu.
Perencanaan
ini
dimaksudkan
agar
perusahaan dapat terhindar dari kelangkaan sumber daya manusia pada saat dibutuhkan maupun kelebihan sumber daya manusia pada saat kurang dibutuhkan.16 b.
Analisis Pekerjaan Pekerjaan merupakan komponen dasar struktur organisasi dan merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi. Analisis pekerjaan merupakan suatu proses untuk menentukan isi suatu pekerjaan sehingga dapat dijelaskan kepada orang lain untuk tujuan manajemen. Isi pekerjaan hasil dari analisis pekerjaan
15
Husain Umar, Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, (Jakarta: PT. Germedia Pustaka Utama, 1999). Hal. 3 16 Ibid, hal. 5
x
dalam bentuk tulisan inilah yang sering disebut dengan deskripsi pekerjaan. c.
Rekrutmen, Seleksi, dan Orientasi Rekrutmen merupakan suatu kegiatan untuk mencari sebanyak-banyaknya calon tenaga kerja yang sesuai dengan lowongan yang tersedia. Sumber-sumber dimana terdapatnya calon karyawan tersebut dapat diperoleh melalui macam-macam sumber, misalnya lembaga pendidikan, Depertemen Tenaga Kerja, biro-biro konsultan, iklan di media massa dan tenaga kerja dari dalam organisasi organisasi sendiri. Proses seleksi pada dasarnya merupakan usaha yang sistematis yang dilakukan guna lebih menjamin bahwa mereka yang diterima adalah yang dianggap paling tepat, baik dengan kriteria yang telah ditetapkan ataupun jumlah yang dibutuhkan. Setelah proses seleksi selesai, pelamar yang diterima diangkat menjadi pegawai. Selanjutnya diperlukan proses orientasi.
Proses
orientasi
ini
dimaksudkan
untuk
memperkenalkan pegawai baru kepada situasi kerja dan kelompok kerjanya yang baru. Jadi kegiatan ini merupakan kegiatan dari sosialisasi, yaitu proses pemahaman sikap, standar, nilai, dan pola perilaku yang baru.
xi
C.
Moral Hazard Dalam teori ekonomi, moral hazard adalah situasi dimana satu pihak akan memiliki kecenderungan untuk mengambil risiko karena biaya yang dapat dikenakan tidak akan dirasakan oleh pihak mengambil risiko. Dengan kata lain, itu adalah kecendrunggan untuk menjadi berani mengambil risiko, mengetahui bahwa biaya potensial dan atau beban mengambil risiko tersebut akan ditanggung, secara keseluruhan atau sebagian, oleh orang lain. Sebuah moral hazard dapat terjadi dimana tindakan salah satu pihak dapat berubah sehingga merugikan pihak lain setelah transaksi keuangan telah terjadi.17 Sikap ketidakhati-hatian dalam menyalurkan dana pihak ketiga juga dapat dikategorikan sebagai tindakan moral hazard secara tidak langsung. Berdasarkan difinisi moral hazard tersebut kita dapat melihat kondisi kolepsnya beberapa bank di Indonesia pada saat krisis ekonomi terjadi dari sisi moral hazard. Kurangnya sikap kehati-hatian dari pikhak manajemen bank dalam menyalurkan dana DPK menimbulkan moral hazard secara tidak langsung kepada nasabah, sehingga meningkatkan rasio kredit macet. Selain itu pendistribusian risiko yang tidak merata juga bisa menjadi faktor terjadinya kasus pembiayaan bermasalah. Resiko yang harus diterima oleh pemilik dana lebih besar dari pada risiko yang diteriman oleh pihak bank.18
17
Ferry Prasetya, Teori informasi asimetris, Modul Ekonomi publik, (Malang: Universitas Brawijaya Malang, 2012) hal. 11 18 Mustofa Edwin Nasution dan Ranti Wiliasih, “ Profit Sharing dan Moral Hazard dalam Penyaluran Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah di Indonesia,” jurnal ekonomi pembanguinan.
xii
Moral hazard atau perilaku jahat dalam ekonomi adalah tindakan pelaku ekonomi yang menimbulkan kemudharatan (kerugian) baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Untuk menjustifikasikan apakah suatu tindakan ekonomi merupakan moral hazard ataukah bukan, perlu mempelajari prinsip-prinsip dari transaksi yang Islami, yang dihalalkan ataupun yang diharamkan. Prinsip transaksi Islami : a.
Ada kerelaan antara pihak yang bertransaksi
b.
Adil (keseimbangan dalam pandangan berbagai segi antara pelaku ekonomi/tidak menzalimi dan tidak dizalimi (la tazhlimuna wala tuzhlamun) dan terdapat empat batasan) : 1)
Tidak boleh ada mafsadah (no externalities) = tidak zalim terhadap lingkungan.
2)
Tidak boleh ada gharar (uncertainty with zero sum game) = tidak zalim terhadap pasangan pelaku transaksi.
3)
Tidak boleh ada maisir (uncertainty with zero sum game in utility exchange) = gharar akibat pertukaran manfaat.
4)
Tidak boleh ada riba (exchange of liability) = gharar akibat pertukaran kewajiban.
c.
Jelas (dalam status transaksi, ukuran, timbangan, kualitas, harga)
d.
Tidak memakan hak orang lain secara paksa
e.
Bermanfaat
xiii
Prinsip transaksi yang terlarang dalam Islam:
D.
a.
Terdapat unsur pemaksaan
b.
Terdapat unsur kezaliman
c.
Gharar/tidak jelas
d.
Memakan hak orang lain
e.
Mengandung mudharat
Karakter Nasabah 1.
Pengertian karakter Secara
etemologi
karakter
berasal
dari
bahasa
Yunani
charasseim, yang berarti mengukir atau dipahat. Suatu ukiran adalah melekat kuat diatas suatu benda yang diukir yang tidak mudah hilang, menghilangkan ukiran sama dengan menghilangkan benda yang diukir.19 Selain itu, karakter merupakan nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku individu itulah yang disebut karakter yang melekat dengan nilai dari perilaku tersebut. Karenanya tidak ada perilaku yang tidak bebas dari nilai. Hanya sejauh mana kita memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam perilaku individu yang memungkinkan dalam kondisi yang tidak jelas. Dalam arti bahwa nilai dari suatu perilaku sangat sulit dipahami oleh orang lain.20
19
Furqon Hidayatullah, Pendidikan karakter membangun peradaban bangsa, (Surakarta : Yuma pustaka, 2010), hal. 12. 20 Darma Kusuma dkk, Pendidikan Karakter, Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung : PT.Rosdakarya, 2011), hal. 11
xiv
Sedangkan menurut Ratna Megawati karakter ini mirip dengan akhlak yang berasal dari kata “ Khuluk ’’ yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal-hal yang baik. Al-Gazali juga berpandangan bahwa karakter (akhlak) adalah sesuatu yang bersemayam didalam jiwa yang dengannya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa
dipikirkan.21 Dalam konteks al-Quran karakter memiliki pengertian sebagai sebuah kecenderungan yang berubah menjadi sebuah sifat, sikap, dan tindakan. Mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa didalam diri manusia terdapat kecenderungan pada dua arah, yaitu kearah perbuatan fasik (menyimpang dari peraturan), kearah ketaqwaan ( mentaati peraturan).22 2.
Pengertian Nasabah Dalam peraturan Bank Indonesia No. 7/7/ PBI 2005 jo No. 10/10 PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah atau mitra adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan. Didalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan dimuat tentang jenis dan pengertian nasabah. Dalam pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank.
21
Abu Hamid al-Gazali, Ihya Ulunuddin, (Mesir : Daar al-Taqwa jld 2), hal. 94. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2005), hal. 141
22
xv
Komaruddin dalam ˝Kamus Perbankan˝ menyatakan bahwa ˝Nasabah adalah seseorang atau suatu perusahaan yang mempunyai rekening koran atau deposito atau tabungan serupa lainnya pada sebuah bank˝.23 3.
Karakter Nasabah Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakter nasabah atau mitra yaitu orang atau badan yang mempunyai rekening simpanan atau deposito atau tabungan atau pinjaman pada lembaga keuangan dimana orang atau badan tersebut mempunyai sifat, sikap dan tindakan yang jujur dan bertanggung jawab atau kebiasaan untuk melakukan hal-hal yang baik yang membedakan seseorang dari orang lain. Dalam melakukan penilaian kriteria-kriteria
serta aspek
penilainnya tetap sama. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standard penilain setiap lembaga keuangan. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh lembaga keuangan
untuk
mendapatkan
nasabah
yang
benar-benar
menguntungkan dilakukandengan analisis 5C. Adapun penjelasan untuk analisis pembiayaan dengan 5C adalah sebagai berikut: a.
Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.
23
Komarudin, Kamus Perbankan, (Jakarta : CV Rajawali, 1994), hal. 102.
xvi
b.
Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil.
c.
Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.
d.
Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank.
e.
E.
Condition artinya keadaan usaha nasabah prospek atau tidak.
Persaingan Usaha 1.
Pengertian Persaingan Usaha Persaingan berasal dari bahasa Inggris yaitu competition yang artinya persaingan itu sendiri atau kegiatan bersaing, pertandingan, kompetisi. sedangkan dalam kamus manajemen, persaingan adalah usaha-usaha dari dua pihak/lebih perusahaan yang masing-masing bergiat‚memperoleh pesanan dengan menawarkan harga/syarat yang paling menguntungkan. Persaingan ini dapat terdiri dari beberapa bentuk pemotongan harga, iklan/promosi, variasi dan kualitas, kemasan, desain, dan segmentasi pasar. Dalam kamus manajemen persaingan bisnis terdiri dari: a)
Persaingan sehat (healthy competition), persaingan antara perusahaan-perusahaan atau pelaku bisnis yang diyakini tidak akan menuruti atau melakukan tindakan yang tidak layak dan cenderung mengedepankan etika-etika bisnis.
xvii
b)
Persaingan gorok leher (cut throat competition) persaingan ini merupakan bentuk persaingan yang tidak sehat atau fair, dimana terjadi perebutan pasar antara beberapa pihak yang melakukan usaha yang mengarah pada menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan lawan, sehingga salah satu tersingkir dari pasar dan salah satunya menjual barang dibawah harga yang berlaku di pasar.
2.
Tujuan yang Mendorong Persaingan Usaha Persaingan merupakan kondisi ri’il yang dihadapi setiap orang di masa sekarang. Kompetisi dan persaingan tersebut bila dihadapi secara positif atau negatif, bergantung pada sikap dan mental persepsi kita dalam memaknai persaingan tersebut. Hampir tiada hal yang tanpa
kompetisi/persaingan,
seperti
halnya
kompetisi
dalam
berprestasi, dunia usaha bahkan dalam proses belajar. Persaingan merupakan semacam upaya untuk mendukuki posisi yang lebih tinggi di dalam dunia usaha. Bila jumlah pesaing cukup banyak dan seimbang, persaingan akan tinggi sekali karena masing-masing perusahaan memiliki sumber daya yang relatif sama. Bila jumlah pesaing sama tetapi terdapat perbedaan sumber daya, maka terlihat sekali mana yang akan menjadi market leader, dan perusahaan mana yang merupakan pengikut.24
24
Jopie Jusuf, Analisis Kredit untuk Account Officer (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 260.
xviii
Motivasi utama dalam kegiatan bisnis adalah laba yang didefinisikan sebagai perbedaan antara penghasilan dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Dalam kegiatan bisnis, mereka harus bisa menghadapi persaingan usaha yang lazim terjadi dalam dunia bisnis. Oleh karena itu diperlukan kekuatan-kekuatan atau daya saing sebagaimana disebutkan oleh Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, antara lain:25 a)
Daya saing produk-produk yang akan ditawarkan harus kualitasnya bisa bersaing dengan baik.
b)
Daya saing harga tidak mungkin memenangkan persaingan jika produk-produk yang dimiliki sangat mahal harganya.
c)
Daya saing marketing dunia marketing berbicara masalah pasarmaka hal yang terpenting adalah bagaimana menarik konsumen untuk membeli barang-barang yang telah diproduksi.
d)
Daya saing jaringan kerja (networking) suatu bisnis tidak akan memiliki daya saing dan akan kalah jika‚bermain sendiri, dalam hal ini bermakna tidak melakukan kerjasama, koordinasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga bisnis lainnya di berbagai bidang.
3.
Dampak Positif Adanya Persaingan Usaha Kompetisi merupakan persaingan yang merujuk kepada kata sifat siap bersaing dalam kondisi nyata dari setiap hal atau aktifitas
25
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah dalam Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, Cet I, 2002), hal. 44.
xix
yang dijalani. Ketika kita bersikap kompetitif maka berarti kita memiliki sikap siap serta berani bersaing dengan orang lain. Dalam arti yang positif dan optimis, kompetisi bisa diarahkan pada kesiapan dan kemampuan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan kita sebagai umat manusia. Kompetisi seperti ini merupakan motivasi diri sekaligus faktor penggali dan pengembang potensi diri dalam menghadapi bentuk-bentuk kompetisi, sehingga kompetisi tidak semata-mata
diarahkan
untuk
mendapatkan
kemenangan
dan
mengalahkan lawan.26 Dengan memaknai kompetisi yang seperti itu, kita menganggap kompetitor lain sebagai patner (bukan lawan) yang memotivasi diri untuk meraih prestasi. Inilah bentuk kompetisi yang dilandasi sifat sehat dan tidak mengarah kepada timbulnya permusuhan atau konflik, sehingga membahayakan kelangsungan dan keharmonisan kehidupan kita. Tuntunan dunia bisnis dan manajemen yang semakin tinggi dan keras mensyaratkan sikap dan pola kerja yang profesional. Persaingan yang semakin ketat juga seakan mengharuskan orang-orang bisnis untuk bersungguh-sungguh menjadi profesional bila mereka ingin sukses dalam profesinya. Persaingan dalam dunia bisnis mendorong pebisnis meningkatkan efisiensi dan kualitas produk untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain dan pelanggan merasa puas dengan produk tersebut. Selain itu persaingan usaha memiliki pengaruh positif 26
Muhammad Saman, Persaingan Industri PT. Pancanata Centralindo (Perspektif Etika Bisnis Islam), Skripsi (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universits Islam Negeri SyarifHidayatullah, 2010), hal. 19.
xx
terhadap pengembangan kreatifitas sumber daya manusia untuk menggunakan sumber daya yang ada secara optimal dan menghasilkan barang-barang yang bernilai tinggi dengan harga yang kompetitif. Persaingan membantu pemerintah menanggulangi kemiskinan akibat krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Dengan bermunculan usaha-usaha baru diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak sehingga masyarakat memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
F.
Manajemen Risiko 1.
Pengertian Manajemen Resiko Manajemen
risiko
adalah
mengidentifikasi,
mengukur,
memantau dan mengendalikan jalanya kegiatan usaha bank dengan tingkat
risiko
yang
wajar
secara
terarah,
terintegrasi,
dan
berkesinambungan. Dengan demikian, manajemen risiko berfungsi sebagai filter atau pemberi peringatan dini (early warning system) terhadap kegiatan usaha. Manajemen risiko diperlukan untuk27. a.
Mendukung pencapaian tujuan.
b.
Memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi, risiko yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai terhadap risiko.
27
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), cetakan ke 2, hal. 6.
xxi
c.
Mengurangi kemungkinan kesalahan fatal.
d.
Menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan dalam organisasi sehingga setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Dapat disimpulkan bahwa esensi manajemen risiko adalah
kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha tetap terkendali (manageable) pada batas atau limit yang dapat diterima serta menguntungkan. Manajemen risiko yang efektif membantu suatu organisasi untuk dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:28 a.
Strategi risiko dan control secarakomprehensif berdasarkan pertimbangan yang terkait pada: 1)
Toleransi
terhadap
resiko,
yaitu
kejelasan
tentang
beberapa besar risiko yang bersedia ditanggung dan risiko apa yang harus dihindari. 2)
Filosofi terhadap risiko, yaitu menentukan cara pandangan atas sikap dan tindakan terhadap risiko.
3)
Akuntabilitas risiko, yaitu kemampuan dalam penanganan risiko.
b.
Disiplin manajemen risiko pada seluruh entitas organisasi yang mencakup:
28
Ibid, hal. 7.
xxii
1)
Kesatuan
bahasa
dalam
mengartikan
risiko,
yaitu
penyatuan bahasa apakah risiko sebagai bahaya atau risiko sebagai bahaya atau risiko sebagai peluang. 2)
Pengetahuan manajemen risiko yang melekat pada setiap individu di dalam organisasi.
3)
Integrasi manajemen risiko di dalam kerangka kerja tata kelola perusahaan (corporate governance).
4)
Strategi penyesuaian risiko (risk adjusted) pada saat pengambilan keputusan.
5)
Kemampuan manajemen senior untuk memahami dampak risiko terhadap keuntungan dan nilai saham.
6)
Peningkatan indentifikasi portofolio dan rencana aksi (action plan).
2.
7)
Sistem peringatan dini dan respons bencana yang efektif.
8)
Peningkatan keamanan informasi.
Proses Manajemen Risiko Proses manajemen risiko merupakan tindakan dari seluruh entitas di dalam organisasi. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada tahap awal harus secara tepat mengenal dan memahami serta mengidentifikasi seluruh resiko, baik yang sudah ada maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru. Selanjutnya,
xxiii
perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalia risiko. Proses ini terus berkesinambungan sehingga manjadi sebuah lifeycle.29 Proses manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:30 a.
Identifikasi dan pemetaan risiko 1)
Menetapkan kerangka kerja untuk implementasi strategi risiko secara keseluruhan.
2)
Menentukan definisi kerugian.
3)
Menyusun dan melakukan implementasi mekanisme pengumpulan data.
4)
Membantu pemetaan kerugian ke dalam kategori risiko yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.
b.
Kuantifikasi atau menilai dan melakukan peringkat risiko 1)
Aplikasi teknik permodalan dalam mengukur risiko.
2)
Menentukan tingkat frekuensi dan tingkat kerungian dari risiko berdasarkan data historis yang tersedia.
3)
Perluasan dengan memanfaatkan tolak ukur, pemodalan, dan peramalan (forecasing) yang berasal dari luar organisasi atau eksternal. Sumber ekternal yang dimaksud berasal dari praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan di dalam industri.
29
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: AnalisisFiqihdanKuangan, (Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 2009), hal. 259. 30 Ferry N. Idroes, op.cit,. hal 8-10
xxiv
c.
Menegaskan profil resiko dan rencana manajemen risiko 1)
Identifikasi risiko organisasi, apakah manajemen secara umum terdiri dari penghindar risiko, penerima risiko atau pencari risiko.
2)
Identifikasi visi strategi dari organisasi. Organisasi berada dalam visi agresif untuk manajer peningkatan volume usaha mendukung pertumbuhan atau konservatif yang ingin menjaga kelangsungan usaha pada situasi aman dengan volume usaha dan keuntunga yang stabil.
d.
Solusi risiko atau implementasi terhadap risiko 1)
Hindari (Avoidance), keputusan yang diambil adal tindakan melakukan aktivitas yang dimaksud.
2)
Alihkan (Transfer), membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya terdapat biaya yang harus dikeluarkan atau berbagai keuntungan yang diperoleh. Pengalihan risiko juga termasuk penggunaan lembaga asumsi sebagai penanggung kerugian dengan membayar premi.
3)
Mitigasi risiko (Mitigate Risk), menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas preses serta aturan yang jelas terhadap pelaksanan aktivitas dan risikonya.
xxv
4)
Menahan risiko residual (Retention of Residual Risk), menerima risiko yang mungkin timbul dari aktivitas yang dilakukan. Kesediaan menerima risiko dikaitkan dengan ketersediaan penyangga jika kerugian dengan terjadi.
e.
Pemantauan, kaji ulang risiko dan kontrol 1)
Seluruh organisasi harus yakin bahwa strategi manajemen risiko telah diimplementasikan dan berjalan dengan baik.
2)
Melakukan
kaji
ulang
dengan
mengevaluasi
den
menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap implementasi kerangka menajemen risiko yang terintegrasi ke dalam strategi risiko keseluruhan. Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memperlakukan risiko, diantarnya:31 a)
Dihindari, apabila risiko tersebut masih dalam pertimbangan untuk diambil, misalnya karena tindak masuk ketegori risiko yang diinginkan bank atau karena kemungkinan jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang diharapkan.
b)
Diterima dan dipertahankan, apabila risiko berada pada tingkat yang paling ekonomis.
c)
Dinaikan, diturunkan atau dihilangkan, apabila risiko yang ada dapat dikendalikan dengan tata
31
M. Sulhan dan Ely Siswanto, Manajemen Bank: Konversional dan Syariah, (Malang: UIN Malang Press, 2008), Cet. 1, Hal. 150
xxvi
kelola yang baik, atau melalui pengoperasian exit strategy. d)
Dikurangi,
misalnya
dengan
mendiversifikasi
portofolio yang ada atau membagi (share) risiko dengan pihak lain. e)
Dipagari (hedge), apabila risiko dapat dilindungi secara artifcial misanya risiko dinetralisir sampai batas tertentu dengan instrumen derivatif.
3.
Manajemen Risiko Pembiayaan Manajemen risiko pembiayaan sangat berkaitan dengan riskiko karakter nasabh dan proyek, hal-hal yang berkaitan dengan karakter nasabah dapat dilihat dari aspek skill, reputation, dan origins. Ketiga faktor tersebut dapat dianalisi menjadi sub faktor berikut:32 a.
Faktor Skill (keterampilan) meliputi: kefamiliaran terhadap pasar, mampu mengoreksi risiko bisnis, mampu melakukan usaha yang berkelanjutan.
b.
Faktor Reputasi (reputation) meliputi : track recond baik sebagai karyawan, memiliki track record baik sebagai pengusaha, direkomendasikan oleh sumber terpercaya, dapat dipercaya, memiliki jaminan usaha.
32
Muhamad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), Hal. 365
xxvii
c.
Faktor asal-usul (origin) meliputi : memiliki hubungan keluarga atau persahabatan dengan investor, sebagai pembisnis yang sukses, berasal dari kelas sosial terpandang. Sedangkan untuk risiko proyek yang dibiayai dapat dilihat dari
ciri-ciri atau atribut proyek, yang harus diperhatikan untuk meminimalkan risiko adalah: a.
Sistem informasi akutansi (pelaporan)
b.
Tingkat return proyek
c.
Tingkat risiko proyek
d.
kapasitas hasil dari proyek
e.
jangka waktu kontrak
f.
jaminan yang disediakan
g.
tingkat kesehatan proyek
h.
prospek proyek
xxviii