BAB II LANDASAN TEORI DAKWAH DAN MEDIA MASSA
2.1 Tinjauan Tentang Dakwah Islamiah 2.1.1 Pengertian Dakwah Islam Dakwah, baik sebagai gagasan maupun sebagai kegiatan, sangat terkait dengan ajaran amar ma’ruf nahi mungkar (menyuruh untuk mengerjakan kebaikan dan melarang untuk melakukan keburukan). Dua hal ini, kebaikan dan keburukan, selalu ada dalam kehidupan kita dan tampil sebagai suatu keadaan atau kekuatan yang berlawanan. Tugas kita dalam menegakkan dakwah adalah bagaimana memenangkan kebaikan dan kebajikan itu atas keburukan dan kemungkaran.(Daulay, 2001 : V). Dakwah ibarat lentera kehidupan yang memberi cahaya dan menerangi hidup manusia dari nestapa kegelapan. Tatkala manusia dilanda kegersangan spiritual, dengan rapuhnya akhlak, maraknya korupsi, kolusi dan manipulasi, dakwah diharapkan mampu memberi cahaya terang. Maraknya berbagai ketimpangan, kerusuhan, kecurangan, dan sederet tindakan tercela lainnya, disebabkan terkikisnya nilai-nilai agama dalam diri manusia. Tidak berlebihan jika dakwah merupakan bagian yang cukup penting bagi umat saat ini. (Daulay, 2001: 3) Secara etimologis perkataan dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti: seruan–ajakan–panggilan. Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan tersebut dikenal dengan panggilan da’i
yaitu orang yang menyeru. Mengingat bahwa proses memanggil atau menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan–pesan tertentu, maka dikenal mubaligh yaitu orang yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Dengan demikian, secara etimologis pengertian dakwah merupakan suatu proses penyampaian pesan–pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut. Sedangkan secara terminologis pengertian dakwah menurut H . Endang S.Anshari ada 2 (Tasmara, 1997:31-32) 1. Dakwah dalam arti terbatas ialah menyampaikan Islam kepada manusia secara lisan, maupun tulisan, ataupun secara lukisan. (panggilan, seruan, ajakan kepada manusia pada Islam) 2. Dakwah dalam arti luas ialah penjabaran, penterjemahan dan pelaksanaan Islam dalam perikehidupan manusia (termasuk didalamnya
politik,
ekonomi,
sosial,
pendidikan,
ilmu
pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dan sebagainya). Apabila kita katakan “Dakwah Islam“ maka yang kita maksudkan adalah “Risalah terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai wahyu dari Allah dalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan padanya, baik di depan atau di belakangnya, dengan kalamnya yang bernilai mukjizat, dan yang ditulis di dalam mushaf yang diriwayatkan dari Nabi SAW dengan sanad yang mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah". (Aziz, 2000 : 24)
Dakwah Islam ialah penyampaian ajaran Islam kepada manusia oleh orang muslimin sehingga dapat mempengaruhi atau meyakinkan agar orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah itu mau dengan senang hati tanpa paksaan menerima dan mengerjakan apa yang dikehendaki tuntunan Islam, dilakukan dengan segala usaha, pekerjaan, tindakan, kegiatan, operasi yang berencana dan terarah dengan menggunakan potensi tenaga dan dana baik dilakukan secara terbuka maupun tertutup. (Rahnip, 2000 : 23)
2.1.2 Kewajiban Dakwah Bagi seorang muslim, dakwah merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar–tawar lagi. Kewajiban dakwah merupakan sesuatu yang bersifat conditio sine quanon, tidak mungkin dihindarkan dari kehidupannya. Dakwah karenanya melekat erat bersamaan dengan pengakuan dirinya sebagai seorang yang mengidentifikasikan diri seorang penganut Islam, sehingga orang yang mengaku dirinya sebagai seorang muslim maka secara otomatis pula dia itu menjadi juru dakwah. Dakwah merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim bahkan tidak berlebihan kiranya apabila kita katakan bahwa tidak sempurna bahkan sulit kita katakan seseorang itu muslim apabila dia menghindari atau membutakan matanya dari tanggung jawabnya sebagai juru dakwah. (Tasmara, 1997:32–33).
Selain itu dakwah merupakan kewajiban syar’i, berdasarkan dalil–dalil sebagai berikut :
ﻋ ِﻦ ﻮ ﹶﻥ ﻬ ﻨﻳﻭ ﻑ ِ ﻭ ﺮ ﻌ ﻤ ﻭ ﹶﻥ ﺑِﺎﹾﻟ ﺮﻳ ﹾﺄﻣﻭ ﻴ ِﺮﺨ ﻮ ﹶﻥ ِﺍﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﻋ ﺪ ﻳ ﻣ ﹰﺔ ﻢ ﺍﹸ ﻨ ﹸﻜﻦ ِﻣ ﺘ ﹸﻜﻭﹾﻟ (104 : )ﺍﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ.ﻮ ﹶﻥ ﺤ ﻤ ﹾﻔِﻠ ﻢ ﺍﹾﻟ ﻫ ﻚ ﻭﺍﹸﻭﻟِﺌ ﻨ ﹶﻜ ِﺮﺍﹾﻟﻤ “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang–orang yang beruntung”. (Ali Imran: 104) Ayat ini secara jelas menunjukkan akan wajibnya berdakwah, karena ada lam amar didalam kalimat “wal takun”. Sedangkan kalimat “minkum” menunjukkan fardu kifayah, maka seluruh umat Islam diperintahkan agar sebagian umat mereka melaksanakan kewajiban ini. Ketika ada sekelompok orang yang melaksanakannya, maka dakwah telah menjadi fardu a’in bagi orang tertentu, berdasarkan syarat–syarat yang ada pada mereka sebagaimana juga kewajiban itu gugur terhadap yang lain. Jika tidak ada seorangpun yang melaksanakannya,maka dosalah mereka semua. Ini dilihat dari segi menghidupkan kewajiban ini dan terus melaksanakannya. Adapun ketika seorang muslim melihat kemungkaran yang dilakukan secara terang–terangan, maka Rosulullah SAW
telah
mewajibkan
seorang
muslim
untuk
mengubah
kemungkaran tersebut. (Aziz, 2000:33-34). Sebagaimana sabdanya :
ﻊ ﺘ ِﻄﺴ ﻳ ﹶﻓِﺎ ﹾﻥ ْﹶﱂ,ﺎِﻧ ِﻪﻊ ﹶﻓِﺒِﻠﺴ ﺘ ِﻄﺴ ﻳ ﹶﻓِﺎ ﹾﻥ ْﹶﱂ,ﻴ ِﺪ ِﻩ ِﺑﺮﻩ ﻐﻴ ﺍ ﹶﻓ ﹾﻠﻴﻨ ﹶﻜﺮﻣ ﻢ ﻨ ﹸﻜﺭﺍﹶﻯ ِﻣ ﻦ ﻣ .ﺎ ِﻥﻳﻤ ﹾﺍ ِﻻﻌﻒ ﺿ ﻚ ﹶﺍ ﻓﹶﺬِﻟ,ﹶﻓِﺒ ﹶﻘ ﹾﻠِﺒ ِﻪ “Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran, ubahlah ia dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika
tidak mampu, maka dengan hatinya, itulah selemah–lemah iman”. (HR. Muslim)
2.1.3 Tujuan Dakwah Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktifitas dakwah akan sia–sia, tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah, dimana antara unsur dakwah yang satu dengan yang lain saling membantu, mempengaruhi, berhubungan (sama pentingnya). Dakwah mempunyai tujuan yakni tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. 1. Tujuan umum dakwah (major obyektive) Tujuan umum dakwah merupakan sesuatu yang hendak dicapai dalam seluruh aktifitas dakwah. Ini berarti tujuan dakwah yaang masih bersifat umum dan utama, dimana seluruh gerak langkah
proses
kepadanya.Tujuan
dakwah
harus
umum dakwah
ditujukan
dan
diarahkan
sebagaimana yang telah
disinggung pada bagian definisi dakwah maupun yang telah disebutkan
dalam ayat suci
Alqur’an firman Allah sebagai
berikut; “Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau musyrik) kepada jalan yang benar yang diridlai Allah SWT agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia dan di akhirat”. Menurut anggapan sementara ini tujuan dakwah
yang utama itu menunjukkan pengertian bahwa dakwah kepada seluruh alam atau umat, baik yang sudah memeluk agama maupun yang masih dalam keadaan kafir atau musyrik. Arti umat atau kaum disini menunjukkan pengertian seluruh alam atau setidaktidaknya sealam dunia. 2. Tujuan khusus dakwah (minor objektive) Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian dari pada tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktifitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara yang bagaimana dan sebagainya secara terperinci. Sehingga tidak terjadi overlapping antara juru dakwah yang satu dengan yang lainnya hanya karena disebabkan karena masih umumnya tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu dibawah ini disajikan beberapa tujuan khusus dakw ah sebagai terjemahan dari major objektive yaitu: a. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan takwanya kepada Allah SWT. Artinya mereka diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala perintah Allah dan selalu meninggalkan larangan-Nya.
b. Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih mualaf. Mualaf
artinya
bagi
mereka-mereka
yang
masih
mengkhawatirkan tentang keislaman dan keimanannnya. c. Mengajak umat manusia yang belum beriman kepada Allah (memeluk agama Islam). d. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya. (Syukir, 1983: 49-58). Hakekat dakwah adalah mempengaruhi dan mengajak manusia untuk mengikuti (menjalankan) ideologi (pengajaknya). Sedangkan pengajak atau da’i sudah barang tentu ,memiliki tujuan yang hendak dicapainya. Proses dakwah tersebut agar mencapai tujuan yang efektif dan efisien, da’i harus mengorganisir komponen-komponen dakwah secara baik dan tepat . (Syukir, 1983: 165)
2.1.4 Radio Sebagai Media Dakwah Radio merupakan salah satu media dakwah. Radio adalah media massa yang sangat penting, oleh karena lebih banyak orang yang dapat menangkap atau mendengar radio daripada media lainnya seperti televise, surat kabar, majalah dan sebagainya. Juga siarannya akan lebih cepat sampai kependengarnya tanpa memandang perbedaan letak geografis. (Widjaja, 1997:79). Dalam perkembangannya sekarang ini radio tidak hanya berfungsi untuk mengirimkan berita tetapi juga sebagai media hiburan, media pendidikan, media komunikasi, media
dakwah dan sebagainya. Bisa kita analisa sendiri betapa banyak manfaat yang datang dari radio dan betapa banyak informasi yang datang dari padanya sehingga hampir setiap keluarga di desa sekalipun radio dimilikinya. Dari segi itu dakwah melalui radio akan sangat efektif dan efisien, maksudnya bahwa radio merupakan salah satu media yang baik dalam rangka untuk mensyiarkan ajaran Islam, disamping radio dapat dipancarkan ke berbagai penjuru yang jauh jaraknya sekalipun, juga radio hampir dimiliki oleh setiap keluarganya. Praktislah jika dakwah dilakukan melalui siaran radio berarti dakwah akan mampu menjangkau jarak komunikan yang jauh dan tersebar. Efektifitas dan efisiensi ini juga akan lebih terdukung jika da’i mampu memodifikasi dakwah dalam metode yang cocok dengan situasi dan kondisi siaran, apakah melalui metode ceramah, sandiwara ataukah melalui forum tanya jawab. (Abda, 1994: 93). Radio lebih sulit dari televisi, karena di televisi anda bisa menguraikan
pikiran
anda
pada
manusia,
disertai
dengan
menampakkan wajah dan isyarat tangan anda, rupa gerak dan jalan uraian bagi judul. Adapun di radio,suaralah satu-satunya yang sampai pada publik, karena itu suara haruslah tegas, suara disertai dengan jelas. Di radio kita mendapat kesempatan yang memudahkan untuk menyiapkan judul dan menyusunnya, haruslah dijaga supaya katakatanya mudah, alineanya singkat, menjauhkan kata-kata yang susah
mengucapkannya, dan menggantinya dengan kalimat yang gampang dan mudah, karena dalam bahasa arab terdapat banyak persamaan arti kata-kata. (Syihata 1986:62). Oleh karena itu sebagai media dakwah, radio juga mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu: a. Kelebihan radio antara lain: 1. Program radio dipersiapkan oleh seorang ahli, sehingga bahan yang disampaikan benar-benar berbobot. 2. Radio merupakan bagian dari budaya masyarakat. 3. Harga dan biaya cukup murah, sehingga masyarakat mayoritas memiliki alat itu. 4. Mudah dijangkau oleh masyarakat, artinya pendengar cukup di rumah. 5. Radio mampu menyampaikan kebijaksanaan, informasi secara tepat dan akurat. 6. Pesawat mudah dibawa kemana-mana. b. Kelemahan radio antara lain 1. Siaran hanya sekali didengar (tidak dapat diulang) kecuali memang dari pusat pemancarnya. 2. Terikat oleh pusat pemancarnya dan waktu siaran. Artinya siaran radio tidak setiap saat dapat didengar menurut kehendaknya (objek dakwah). 3. Terlalu peka akan gangguan sekitar, baik bersifat alami maupun teknis. (Syukir, 1983: 176-177).
Keuntungan lain dari radio siaran bagi komunikan ialah sifatnya yang santai. Orang bisa menikmati acara siaran radio sambil makan,
sambil
tidur-tiduran,
sambil
bekerja,
bahkan
sambil
mengemudikan mobil. Tidak demikian dengan media massa lainnya. Karena sifatnya auditori untuk didengarkan, lebih mudah orang menyampaikan pesan dalam bentuk acara yang menarik. Daya pikat untuk dapat melancarkan pesan yang ingin disampaikan penting artinya dalam proses komunikasi, terutama melalui media massa, disebabkan sifatnya yang satu arah. Daya pikat radio terletak pada suara, musik dan efek suara yang ditimbulkan, oleh karena itu seorang penyiar harus mempunyai suara yang baik selain itu harus didukung oleh efek suara yang baik pula. Komunikasi hanya dari komunikator kepada komunikan. Komunikator tidak mengetahui tanggapan komunikan. Kelemahan ini bagi radio ditambah lagi dengan sifatnya yang lain,yakni “sekilas dengar”. Pesan yang sampai pada khalayak hanya sekilas saja, begitu terdengar begitu hilang. Arus balik (feedback) tidak mungkin pada saat itu.
Pendengar yang tidak
mengerti atau ingin memperoleh penjelasan lebih jauh, tidak mungkin meminta kepada penyiar untuk mengulangi lagi. Karena kelemahankelemahan itulah maka radio siaran banyak dipelajari dan diteliti untuk mencari teknik-teknik yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut sehingga komunikasi melalui radio siaran lebih efektif. (Effendy, 1990:18-19).
Dalam era informasi keberadaan radio sangat dibutuhkan dalam upaya penyiaran dakwah Islam, karena radio memiliki posisi yang strategis dalam memberikan informasi pada masyarakat baik dari yang tua sampai yang muda. Agar tujuan tersebut tercapai secara efektif dan efisien maka juru dakwah harus mengorganisir segala komponen dakwah secara baik dan tepat. Salah satu dari adanya komponen tersebut adalah medianya (Syukir, 1983: 165). Radio
dianggap
sebagai
media
yang
efektif
untuk
menyampaikan pesan karena keunggulannya, yakni mempunyai radius penyiaran yang sangat luas, mudah dan murah, sehingga mampu untuk dibeli oleh masyarakat yang berpendapatan rendah sekalipun dan proses intra-komunikasi (penghayatan pesan dalam diri komunikan) akan berlangsung lebih lancer. Keunggulan yang dimiliki itulah para ahli komunikasi memberi gelar radio "The Fifth Estate" atau kekuasaan kelima (Effendy, 1986: 107) Dengan adanya kemajuan teknologi maka radio telah tersaingi dengan media massa yang lain seperti televisi. Oleh karenanya agar masyarakat tidak merasa bosan untuk mendengarkan radio, maka perlu adanya terobosan-terobosan baru dalam berbagai komponen, misalnya dari segi da'inya, penyiarannya, manajemennya dan sebagainya. Radio Raka boleh dibilang memiliki ide-ide yang cemerlang yang pada akhirnya di ikuti oleh semua radio yang ada di Kotamadia Tegal maupun Kabupaten Tegal.
Media radio dipandang sebagai “kekuatan kelima” setelah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers atau surat kabar. Disebut kekuatan kelima karena radio dianggap “adiknya” surat kabar. Yang menjadikan radio sebagai kekuatan kelima antara lain karena radio memiliki kekuatan langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan dan memiliki daya tarik tersendiri, seperti kekuatan suara, musik dan efek
suara.
Meskipun
komunikasi
yang
dilakukan
tergolong
komunikasi masa, namun “gaya” komunikasi radio harus berupa komunikasi personal atau antar pribadi karena pendengar radio meskipun banyak harus dianggap hanya seorang individu layaknya teman dekat. Salah satu prinsip siaran adalah “berbicara kepada seorang pendengar yang ada di depan kita”. Dibandingkan dengan media massa lain, media radio memiliki karakteristik khas sebagai berikut: 1. Auditori, radio adalah “suara” untuk didengar, karenanya isi siaran bersifat “sepintas lalu” dan tidak dapat diulang Pendengar tidak mungkin “menoleh ke belakang” sebagaimana pembaca koran yang bisa kembali kepada tulisan yang sudah dibaca atau mengulang bacaan. 2. Transmisi, proses penyebarluasan atau disampaikan kepada pendengar melalui pancaran 3. Mengandung gangguan, seperti timbul tenggelam (fading) dan gangguan teknis
4. Theatre of mind, radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan musik. (Romli, 2004:19-22)
2.2 Tinjauan Tentang Pemahaman Ajaran Islam 2.2.1 Pengertian pemahaman Diantara
hasil
terpenting
dakwah
pada
mad’u
ialah
berkembang dan meningkatnya pemahaman fiqh, (pengertian) dan pelaksanaan penerima dakwah terhadap amal islami dalam berbagai sektornya sesuai dengan tingkat pemahaman dan pengertiannya. Tanpa perkembangan dan peningkatan ini, penerima dakwah akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan amal islami. (Mahmud, 1995:366) Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan menangkap makna suatu bahan ajar. (Zaini, dkk, 2002:69). Hal itu dapat diperlihatkan dengan cara: 1. Menerjemahkan bahan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain (seperti dari huruf ke angka) 2. Menafsirkan bahan (menjelaskan atau meringkas) 3. Mengestimasi
trend
masa
depan
(seperti
memprediksi
konsekuensi atau pengaruh) Hasil pembelajaran untuk level ini satu langkah lebih tinggi dari sekedar hafalan, dan level ini merupakan tingkat pemahaman yang paling rendah. Berikut ini beberapa contoh LO (learning
objectives) untuk ranah kognitif pada level pemahaman (Zaini, dkk, 2002: 71-72) 1. Mahasiswa akan mampu menuliskan definisi learning objectives dengan kata-kata mereka sendiri. 2. Mahasiswa akan mampu membuat contoh LO untuk bidang studi mereka masing-masing. 3. Mahasiswa akan mampu menjelaskan criteria penyusunan LO dengan bahasa mereka sendiri. Kadang-kadang sangat sulit untuk membedakan level pengetahuan dan pemahaman. Kriteria yang dapat membedakan keduanya adalah pada bahasa yang mereka gunakan, elaborasi terhadap definisi atau kemampuan mereka memberikan contoh. Salah satu misi da'i terhadap penerima dakwah ialah menjelaskan kepada mad’u akan pentingnya amal jama’i dalam Islam. Selain itu da'i juga menempatkan penerima dakwah pada hakikat penting dalam Islam, bahwa Islam ialah ad-din jama'i artinya agama yang menyerukan dan memerintahkan persatuan, lebih mengutamakan amal jama'i daripada amal fardi (perseorangan). Salah satu contoh ialah sholat berjama'ah yang memiliki keutamaan dua puluh lima atau dua puluh tujuh derajat dibandingkan dengan sholat
sendirian.
Seorang
penerima
dakwah
yang
memiliki
pemahaman yang baik haruslah memahami tentang amal jama'i dan mampu menempatkan dirinya ditengah-tengah jamaah muslim yang
berjuang menegakkan Islam. Selain itu ia juga mengetahui kewajiban yang harus ditunaikannya dalam kedudukannya sebagai anggota jamaah sesuai dengan tuntunan Islam dan atas pertimbangan da'i yang menyertainya. Pemahaman mad'u terhadap hakikat dakwah harus melampaui pemahaman
terhadap
masyarakatnya.
Ia
dirinya
harus
sendiri,
benar-benar
keluarganya
memahami
dan
hak
dan
kewajibanya terhadap dunia Islam serta harus memahami yang sebaiknya ia lakukan terhadap lingkungan dan kelompok yang memusuhi Islam dan kaum muslimin. (Mahmud, 1995: 366-367)
2.2.2 Urgensi Pemahaman Salah satu persoalan asasi dalam gerakan jamaah Islam ialah pemahaman. Pemahaman yang menyatu merupakan keharusan guna terwujudnya
kesatuan
orientasi
perjuangan.
Karena
antara
pemahaman dan perjuangan terkait erat, sehingga dalam satu jamaah harus dihindari timbulnya berbagai aliran pemikiran. Imam Syahid Hasan Al Banna memberikan perhatiannya terhadap
persoalan
pemahaman
ini.
Ia
curahkan
segala
kemampuannya untuk meneguhkan Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW dalam wujudnya yang bersih dari segala bentuk penyimpangan, baik dalam masalah akidah, ibadah maupun tradisi, jauh dari pemisahan dan pengkaburan terhindar dari pertentangan-
pertentangan yang dapat memilah umat Islam menjadi berbagai kelompok dan golongan dan pengotoran hakikat Islam yang dilakukan untuk para musuh Islam baik dimasa lampau maupun pada masa-masa sekarang. (Masyhur, 2000:163) Dewasa ini sebagian pemeluk Islam melampaui batas dalam memegang petunjuk yang bersifat dhani atas petunjuk yang qathiy. Mereka melampaui batas dalam melakukan penakwilan secara akal, jauh dari hakikat sebenarnya. Mereka menduga bahwa penakwilan tersebut adalah ajaran agama, atau agama itu sendiri. Akibatnya dalam upaya menafsirkan Islam agar sesuai dengan perkembangan jaman,
muncullah
penghapusan
hudud,
gerakan dan
yang
menyerukan
pembolehan
riba.
sekulerisme, Inilah
yang
menghancurkan sendi-sendi agama. (Najjar, 1997:49) Atas dasar itulah pemahaman agama sangat perlu dilakukan. Pertama kali hendaknya diketahui hakikat agama: antara inti kehendak Ilahi yang maha suci dan pemahaman akal manusia atas kehendak Ilahi yang terdapat dalam tiga macam nas yaitu: pertama petunjuk yang sifatnya definitif, sehingga tidak mungkin dipahami kecuali dengan satu bentuk saja, yakni kehendak Ilahi yang meyakinkan. Kedua petunjuk yang sifatnya tidak pasti, petunjuk seperti ini memiliki kemungkinan mendapatkan penafsiran lebih dari satu. Ketiga, petunjuk yang bersifat umum atas maksud yang dikandungnya, ia memberi gambaran dalam berbagai bidang yang
belum ada nas yang tertulis secara langsung. Penguasaan atas hal-hal tersebut dapat melahirkan proses pemahaman ajaran agama secara benar, dan dapat membedakan antara ajaran agama dan hasil pemikiran manusia. Secara filosofis, pendirian ushul fiqh telah menampakkan kesadaran yang sangat mendalam terhadap persoalan ini. Ushul fiqh telah menempatkan pembahasan tentang ijtihad secara khusus dan mendiskusikan hakikat agama dalam pembahasannya. Apakah ia merupakan hakikat yang bersifat tetap dan terpisah dari pemahaman manusia, ataukah hanya tetap dalam kasus-kasus tertentu serta mengikuti pemahaman ijtihadi, sementara pemahaman terhadap hakikat tersebut juga berlaku untuk kasus-kasus yang lain. Kesimpulan pendapat para ahli ushul fiqh dalam persoalan ini ialah bahwa hukum-hukum Allah itu ada yang bersifat definitif (qath’iy) seperti sendi-sendi akidah,dan ilmu agama yang dianggap penting, yang terdiri atas hukum-hukum syariat yang ada nasnya dan indikasinya meyakinkan, dan ada pula yang bersifat zhanny mencakup hukum-hukum syariat yang ada nasnya tetapi ia dikategorikan sebagai prinsip petunjuk yang umum. Hukum-hukum yang bersifat definitif ialah hukum-hukum yang telah ditentukan dan bersifat tetap, dan hanya ada satu pandangan yang dianggap yakin dan benar. Jika ada orang yang ingin memahami agama yang berkaitan dengan hukum ini, lalu
pemahamannya sesuai dengan pandangan tersebut, maka dia dianggap tepat. Akan tetapi apabila pemahamannya salah, dia dianggap
melakukan
kesalahan
dalam
memahami
agama,
menyimpang darinya dan dianggap dosa karena melakukan kesalahan tersebut. Berdasarkan pemahaman seperti ini, maka tidak ada seorangpun berhak menakwilkan pemahaman yang terkandung dalam nas-nas agama yang berkaitan dengan hukum-hukum peribadatan, hukum pembagian warisan, ketentuan dan macam-macam hudud, lalu ia mengeluarkan penakwilan yang bertentangan dengan ketetapan dan cara pelaksanaan hukum yang bersifat definitif itu, kemudian mengklaim bahwa hasil pemahamannya termasuk ajaran agama Ilahi, menyebarkannya dan menjalani kehidupannya di atas landasan itu. (Najjar, 1997:49-51) Kemurnian
dakwah
adalah
sangat
penting
dalam
penyampaikannya kepada umat manusia. Sepanjang sejarah musuhmusuh Islam akan terus berusaha memasukkan bermacam-macam ajaran dan paham yang sesat dengan tujuan untuk menyesatkan dan mengosongkan ruhiah dan mencabut jiwa serta semangat Islam dari intinya. Oleh karena itu untuk memahami Islam dengan pemahaman yang murni, kita harus kembali kepada Alqur’an yang senantiasa dipelihara oleh Allah, kembali kepada sunah Rosul yang telah dikumpulkan dan disaring oleh imam-imam yang mulia. Imam-imam itu telah mendapat taufik dan hidayah serta kemudahan dari Allah
untuk bertakzim dengan sungguh-sungguh dibidang tersebut, sehingga mereka berhasil membersihkan sunah Rosulullah SAW dari segala pemalsuan yang sengaja dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Kita harus kembali mengikuti paham yang benar dan selamat, yaitu paham as salafus shahih dizaman Rosulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin. Kita telah melihat bahwa Imam Hasan al-Banna telah memberikan perhatian utama ketika beliau meletakkan pemahaman ini sebagai rukun pertama di dalam rukun bai’ah dan meletakkan usul dua puluh sebagai garis umum yang lengkap seperti yang tertulis di dalam Risalah At ta’lim. (Masyhur, 1994:22)
2.2.3 Klasifikasi Ajaran Islam Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Namun secara global dapat dikatakan bahwa materi dakwah Islam juga mencakup ajaran Islam yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok yaitu 1. Masalah keimanan (aqidah) Aqidah dalam Islam adalah bersifat i’tiqad batiniah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Masalah aqidah ini secara garis besar ditunjukkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:
ﻦ ﺆ ِﻣ ﻭﺗ ﻮ ِﻡ ﹾﺍ ﹶﻻ ِﺧ ِﺮ ﻴﻭﺍﹾﻟ ِﻠ ِﻪﺳﻭﺭ ِﺒ ِﻪﻭﻛﹸﺘ ﻼ ِﺋ ﹶﻜِﺘ ِﻪ ﻣ ﹶ ﻭ ﷲ ِ ﻦ ِﺑِﺎ ﺆ ِﻣ ﻤﺎ ﹸﻥ ﹶﺍ ﹾﻥ ﺗ ﻳْﹶﺍ ِﻻ ( )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ.ﺮ ِﻩ ﺷ ﻭ ﻴ ِﺮ ِﻩﺧ ﺪ ِﺭ ِﺑﺎﹾﻟ ﹶﻘ
“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, Rosul-rosul-Nya, hari akhir dan percaya adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk” (HR.Muslim)
Di bidang aqidah ini bukan saja pembahasannya tertuju pada masalah-masalah yang wajib diimani, akan tetapi materi dakwah meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya misalnya syirik (menyekutukan adanya Tuhan), ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya. (Syukir, 1983:60-61) Aqidah adalah ajaran tentang keimanan terhadap keesaan Allah swt. Pengertian iman secara luas menurut Daradjat, dkk, (1986:140) ialah keyakinan penuh yang dibenarkan oleh hati, diucapkan oleh lidah dan diwujudkan oleh amal perbuatan. Adapun pengertian iman secara khusus ialah sebagaimana yang terdapat dalam rukun iman. kompetensi iman seseorang yang sempurna antara lain menunjukkan sifat-sifat: 1. Segala perilaku merasa disaksikan oleh pencipta-Nya 2. Memelihara sholat dan amanat serta tidak mengingkari janji 3. Berusaha menghindari perbuatan maksiat 4. Mentaati segala perintah dan menjauhi larangan-Nya 5. Apabila memperoleh kebahagiaan, dia bersyukur 6. Apabila mendapat musibah, dia bersabar 7. Rela atas segala ketentuan Allah yang dilimpahkan kepadanya 8. Apabila mempunyai rencana, maka dia bertawakal kepada Allah (Daradjat,dkk, 1986:140-142)
Akidah dalam Islam selanjutnya harus berpengaruh ke dalam segala aktifitas yang dilakukan manusia, sehingga berbagai aktifitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungan ini Yusuf alQardawi (1977) mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Dengan demikian akidah Islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal shaleh. 2. Masalah Syari’ah Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dalam amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi saw:
ﺰﻛﹶﺎ ﹶﺓ ﻦ ﺍﻟ ﺆ ِﻣ ﻭﺗ ﻼ ﹶﺓ ﺼﹶ ﻢ ﺍﻟ ﻴ ِﻘﻭﺗ ﻴﺌﹰﺎﺷ ﻙ ِﺑ ِﻪ ﺸ ِﺮ ﻭ ﹶﻻﺗ ﷲ َ ﺍﺒﺪﻌ ﺗ ﻡ ﹶﺍ ﹾﻥ ﻼ ﺳ ﹶ ﹶﺍ ِﻻ ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺸﻴﻜﺎﻥ.ﺖ ﻴﺒﺞ ﺍﹾﻟ ﺗﺤﻭ ﺎ ﹶﻥﻣﻀ ﺭ ﻡ ﻮ ﺗﺼﻭ ﺿ ﹶﺔ ﻭ ﻤ ﹾﻔﺮ ﺍﹾﻟ “Islam adalah bahwasanya engkau menyembah kepada Allah swt dan janganlah engkau mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Mengerjakan sembahyang, membayar zakat yang wajib, berpuasa pada bulan ramadhan dan menunaikan ibadah haji di Mekah (HR.Asy-Syaikani)
Hadits tersebut di atas mencerminkan hubungan antara manusia dengan Allah swt. Artinya masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah syari’ah bukan saja terbatas pada ibadah kepada Allah, akan tetapi masalah-masalah yang berkenaan dengan pergaulan hidup antara sesama manusia diperlukan juga. Seperti hukum jual beli, berumah tangga, bertetangga, warisan, kepemimpinan dan amal-amal shaleh lainnya. Demikian juga larangan-larangan Allah seperti minumminuman keras, berzina, mencuri dan sebagainya termasuk pula masalah-masalah yang menjadi materi dakwah Islam (nahi anil munkar) (Syukir, 1983:61-62) Yang dimaksud dengan amal perbuatan manusia ialah segala amal perbuatan orang mukalaf yang berhubungan dengan bidang ibadah, muamalah, kepidanaan, dan sebagainya, bukan yang berhubungan dengan akidah atau kepercayaan. Ada perbedaan antara syari’ah dan hukum Islam atau fikih. Perbedaan tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang digunakan. Jika syari’ah didasarkan pada nas Al-Qur’an atau as-sunah secara langsung, tanpa memerlukan penalaran, sedangkan hukum Islam didasarkan pada dalil-dalil yang dibangun oleh para ulama melalui penalaran atau ijtihad dengan tetap berpegang pada semangat yang terdapat dalam syari’ah. Dengan demikian maka
syari’ah bersifat permanen, kekal dan abadi, fikih atau hukum Islam bersifat temporer dan dapat berubah. (Nata, 2002:250-251) 3. Masalah Budi Pekerti (Akhlaqul Karimah) Masalah akhlak dalam aktifitas dakwah (sebagai materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah-masalah keimanan dan keislaman, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman.(Syukir, 983:62-63) Sebab Rasulullah sendiri pernah bersabda yang artinya: “Aku (Muhammad)diutus oleh Allah di dunia ini hanyalah untuk menyempurnakan akhlak” (Hadits Shahih) Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata asalnya khuluqun yang berarti perangai, tabiat, adab atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, adab, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat. Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, jadi “orang yang berakhlak” berarti orang yang berakhlak baik.
Akhlak atau sistem perilaku dapat diajarkan melalui dua pendekatan: 1. Rangsangan-jawaban, dapat dilakukan dengan cara: a. Latihan b. Tanya jawab c. Mencontoh 2. Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang dapat dilakukan dengan cara: a. Dakwah b. Ceramah c. Diskusi Setelah
pola
perilaku
terbentuk
maka
sebagai
kelanjutannya akan lahir hasil-hasil dari pola perilaku tersebut yang berbentuk material maupun non material. Jadi akhlak yang baik itu ialah pola perilaku yang dilandaskan norma-norma yang berlaku dan memanifestasikan nilai-nilai iman, Islam dan ikhsan. (Daradjat, 1986:253-255)
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemahaman Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah pemahaman. Pemahaman menurut Nana Sudjana adalah pemahaman menyangkut kemampuan menangkap makna dari suatu
konsep. (Sudjana, 1989: 51). Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun tidaklah berarti bahwa pengetahuan tak perlu ditanyakan, sebab untuk dapat memahami perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori: 1. Tingkat pertama atau terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan Merah Putih, menerapakan prinsipprinsip listrik dalam memasang sakelar. 2. Tingkat
kedua
adalah
pemahaman
penafsiran,
yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, menbedakan yang pokok dan yang bukan pokok. 3. Tingkat ketiga atau tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi kasus ataupun masalahnya. (Sudjana, 1991: 24) Kemampuan pemahaman seseorang berbeda dengan orang lain. Ada banyak faktor yng mempengaruhi pemahaman seseorang yaitu, faktor intern (faktor yang berasal dari dalam individu itu
sendiri) dan faktor ekstern (faktor yang berasal dari luar individu atau faktor lingkungan). a. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Faktor intern dapat digolongkan menjadi beberapa bagian antara lain: 1. Faktor kematangan Kematangan
dicapai
oleh
individu
dari
proses
pertumbuhan fisiologisnya. Kematangan terjadi akibat adanya perubahan-perubahan kuantitatif di dalam struktur jasmani dibarengi dengan perubahan-perubahan kualitatif terhadap struktur tersebut. Kematangan memberikan kondisi dimana fungsi-fungsi fisiologis termasuk sistem syaraf dan fungsi otak untuk berkembang. Dengan berkembangnya fungsi-fungsi otak dan sistem syaraf, hal ini akan menumbuhkan kapasitas mental seseorang mempengaruhi hal belajar seseorang itu. 2. Faktor usia kronologis Pertambahan dalam hal usia selalu dibarengi dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Semakin tua usia individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologisnya. Anak yang lebih tua akan lebih kuat, lebih sabar, lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas berat, lebih mampu mengarahkan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lebih
lama, lebih memiliki koordinasi gerak kebiasaan kerja dan ingatan yang lebih baik daripadsa anak yang lebih muda. Usia kronologis
merupakan
faktor
penentu
daripada
tingkat
kemampuan belajar individu. 3. Faktor perbedaan jenis kelamin Hingga pada saat ini belum ada petunjuk yang menguatkan tentang adanya perbedaan skill, sikap, minat, temperamen, bakat dan pola-pola tingkah laku sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin. Ada bukti bahwa perbedaan pola tingkah laku antara laki-laki dan wanita merupakan hasil daripada perbedaan tradisi kehidupan, dan bukan semata-mata karena perbedaan jenis kelamin. Seandainya variabel tradisi sosial diabaikan, orang dapat mengatakan bahwa laki-laki lebih cakap daripada wanita. Fakta menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara pria dan wanita dalam hal intelegensi. Barangkali yang dapat membedakan antara pria dan wanita adalah dalam hal peranan dan perhatiannya terhadap sesuatu pekerjaan, dan inipun merupakan akibat dari pengaruh cultural. 4. Pengalaman sebelumnya Lingkungan mempengaruhi perkembangan individu. Lingkungan banyak memberikan pengalaman kepada individu. Pengalaman yang diperoleh oleh individu ikut mempengaruhi
hal belajar yang bersangkutan, terutama pada transfer belajarnya. Hal ini terbukti, bahwa anak-anak yang berasal dari kelas-kelas
sosiual
menengah
dan
tinggi
mempinyai
keuntungan dalam belajar verbal di sekolah sebagai hasil dari pengalaman sebelumnya. 5. Kapasitas mental Dalam
tahap
perkembangan
tertentu,
individu
mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada sistem syaraf dan jaringan otak. Kapasitas-kapasitas seseorang dapat diukur dengan tes-tes intelegensi dan tes-tes bakat. Kapasitas adalah potensi untuk mempelajari serta mengembangkan berbagai ketrampilan atau kecakapan. Akibat daripada hereditas dan lingkungan, berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa intelegensi. Karena latar belakang hereditas dan lingkungan masing-masing individu berbada, maka
intelegensi
Intelegensi
masing-masing
seseorang
ikut
invidupun
menentukan
bervariasi.
prestasi
belajar
seseorang itu. 6. Kondisi kesehatan jasmani Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang badannya sakit akibat penyakit-penyakit
tertentu serta kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Cacat-cacat fisik juga mengganggu hal belajar. 7. Kondisi kesehatan rohani Gangguan serta cacat-cacat mental pada seseorang sangat mengganggu hal belajar orang yang bersangkutan. Bagaimana orang dapat belajar dengan baik apabila ia sakit ingatan, sedih, frustasi atau putus asa? 8. Motivasi Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif dan tujuan sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi adalah penting bagi proses belajar, karena motivasi menggerakkan
organisme,
mengarahkan
tindakan,
serta
memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu.(Soemanto, 1990:113-115) b. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri. Faktor ekstern dapat digolongkan menjadi dua antara lain: 1. Faktor keluarga Yang dimaksud disini ialah perimbangan perhatian orang tua atas tugas-tugasnya, terhadap tugas-tugas inipun harus menyeluruh. 2. Faktor pendidikan Mengenai peranan pendidikan terhadap perkembangan anak ini kurang mendapat penelitian yang tegas. Sebab
interaksi sosial yang berlaku di sekolah biasanya tidak sedemikian mendalam dan kontinu seperti yang terjadi dalam rumah tangga. Selain itu penelitian mengenai peranan sekolah dalam perkembangan sosial anak-anak lebih sulit diadakan secara terperinci seperti yang dapat diadakan pada keluarga. Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh sekolah terhadap perkembangan pribadi orang, ialah bahwa pada umumnya pendidikan sekolah itu mempertinggi taraf intelegensi orang.
2.2.5 Pengaruh Siaran Dakwah Islam Dengan Pemahaman Ajaran Islam Dari landasan teoritik masing-masing variabel di atas, maka setelah dianalisis ada hubungan atau keterkaitan antara siaran dakwah Islam dengan pemahaman ajaran Islam. Dimana apabila kita sering mendengarkan siaran dakwah Islam maka kemungkinan besar dapat menambah pemahaman ajaran Islam. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa media dakwah memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan. Artinya proses dakwah tanpa adanya media masih dapat mencapai tujuan yang semaksimal mungkin. Sebenarnya media dakwah ini bukan saja berperan sebagai alat bantu dakwah, namun bila ditinjau dakwah sebagai suatu sistem, yang mana sistem ini terdiri dari beberapa komponen yang satu
dengan lainnya saling berkaitan, bantu membantu dalam mencapai tujuan. Maka dalam hal ini media dakwah mempunyai peranan atau kedudukan yang sama dibanding dengan komponen lain, seperti metode dakwah, obyek dakwah dan sebagainya. Apalagi dalam penentuan strategi dakwah yang memiliki azas efektifitas dan efisiensi, peranan media dakwah menjadi tampak jelas. (Syukir, 1983:164). Efektifitas dan efisiensi berdakwah di radio akan lebih terdukung jika da’i mampu memodifikasi dakwah dalam metoda yang cocok dengan situasi dan kondisi siaran, apakah melalui metode ceramah, sandiwara ataukah melalui forum tanya jawab. (Abda, 1994:93). Hal ini dikarenakan seorang da’i tidak dapat melihat secara langsung ekspresi gerak maupun rupa dari komunikan. Berangkat dari hal di atas, penelitian ini dapat diklasifikasikan dalam model Jarum
Hipodermik. Model ini muncul selama dan
setelah perang dunia I. dalam bentuk eksperimen, penelitian dengan model ini dilakukan Hovland dan kawan-kawan untuk meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Boleh dikatakan inilah model penelitian komunikasi yang paling tua (tetapi masih populer di Indonesia). Model ini mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan media) amat berperan dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut model jarum hipodermik, karena dalam model ini dikesankan seakaan-akan
komunikasi "disuntikkan" langsung ke dalam jiwa komunikan. Model ini sering juga disebut "bullet theory" (teori peluru), karena kumunikan dianggap secara pasif menerima berondongan pesanpesan komunikasi. Bila kita menggunakan komunikator yang tepat, pesan yang baik, atau media yang benar, komunikan dapat diarahkan sekehendak kita. (Rakhmat, 1985:69). Dengan demikian menurut anggapan penulis bahwasanya media dakwah ini, harus dalam keseluruhan aktifitas (kegiatan) dakwah walaupun itu bersifat sederhana dan sementara.
2.3 Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto, 1999:67). Dalam penelitian ini diajukan hipotesis yaitu jika format dalam siaran dakwah Islam baik, maka kemungkinan besar ada pengaruh yang positif terhadap pemahaman ajaran Islam pendengarnya.