BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pasar Modal
Pasar modal merupakan tempat berlangsungnya suatu kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya. Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para investor selain alternatif investasi lainnya, seperti : menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya. (Bruce Lliyd:2002)
Tahun 1995, mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automatic Trading System). Suatu system perdagangan di lantai bursa yang secara otomatis mematch kan antara harga jual dan beli saham. Sebelum diberlakukannya JATS, transaksi dilakukan secara manual. Misalnya dengan menggunakan “papan tulis” sebagai papan untuk memasukkan harga jual dan beli saham. Seiring dengan kemajuan teknologi, bursa kini menggunakan sistem Remote Trading, yaitu sistem perdagangan jarak jauh. Pada tanggal 22 Juli 1995, Sejak itu Indonesia hanya memiliki dua bursa efek: BES dan BEJ. Bursa Efek Jakarta melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya pada akhir 2007 dan pada awal 2008 berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia. (Bruce Lliyd:2002)
6
2.2 Indeks Harga Saham
Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut juga Jakarta Composite Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham.
Perhitungan Indeks merepresentasikan pergerakan harga saham di pasar/bursa yang terjadi melalui sistem perdagangan lelang. Nilai Dasar akan disesuaikan secara cepat bila terjadi perubahan modal emiten atau terdapat faktor lain yang tidak terkait dengan harga saham. Perhitungan IHSG dilakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan perdagangan setiap harinya. Dalam waktu dekat, diharapkan perhitungan IHSG dapat dilakukan beberapa kali atau bahkan dalam beberapa menit, hal ini dapat dilakukan setelah sistem perdagangan otomasi diimplementasikan dengan baik.
7
Indeks Sektoral
Inilah komponen - komponennya yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Ada 9 sektor yang mencantumi komponen-komponennya yaitu Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Industri Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan dan Perdagangan dan sektor khusus.Semua emiten yang tercatat di BEI juga tercatat tergantung dengan tipe usahanya dan likuidasinya
Indeks LQ45
Indeks LQ 45 adalah nilai kapitalisasi pasar dari 45 saham yang paling likuid dan memiliki nilai kapitalisasi yang besar hal itu merupakan indikator likuidasi. Indeks LQ 45, menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan Likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus Indeks LQ 45 hanya terdiri dari 45 saham yang telah terpilih melalui berbagai kriteria pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi. Saham-saham pada indeks LQ 45 harus memenuhi kriteria dan melewati seleksi utama sebagai berikut : 1. Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar reguler 2. Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir) 3. Telah tercatat di BEJ minimum 3 bulan 4. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler.
8
Jakarta Islamic Index (JII)
Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga rata-rata saham untuk jenis sahamsaham yang memenuhi kriteria syariah. Perhitungan JII dilakukan oleh BEJ dengan menggunakan metode perhitungan indeks yang telah ditetapkan yaitu dengan bobot kapitalisasi pasar (market cap weighted). Perhitungan indeks ini juga mencakup penyesuaian - penyesuaian (adjustments) akibat berubahnya data emiten yang disebabkan adanya corporate action.
Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek.
9
2.3
Return Saham Dalam kegiatan investasi, investor selalu menginginkan peningkatan
pengembalian dari kegiatan investasi yang dilakukan, return merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi. Return investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu return realisasi dan return ekspektasi. Menurut Jogiyanto (2003, hal 109), defenisi return realisasi dan return ekspektasi adalah : “Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur return dari perusahaan. Data historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan resiko di masa datang. Sedangkan return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Ekspektasi ini biasanya digunakan sebagai dasar analisa teknikal yaitu menggunakan pola pergerakan harga saham masa lalu untuk memprediksi harga saham di masa datang.” Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur capital gain sebagai pengukuran return saham. Capital gain (loss) merupakan selisih antara nilai pembelian saham dengan nilai penjualan saham. Pendapatan yang berasal dari capital gain disebabkan oleh harga jual saham lebih besar dari pada harga belinya. Capital gain terjadi jika harga pasar yang dinilai sekarang lebih tinggi dari harga perolehannya. Sedangkan Capital losses merupakan kerugian pemegang saham karena yang dimilikinya dijual pada harga yang lebih rendah dari harga belinya.
10
Capital gain atau capital loss ini dikaitkan dengan pertumbuhan pada pendapatan pertahun. Keuntungan yang diharapkan diperoleh dengan formula : (Pit )– (Pit – 1) R it = (Pit – 1) Keterangan: R it
= Return Saham
P it
= Harga Saham Periode 1
P it – 1 = Harga saham periode sebelumnya
Jika harga saham sekarang (P1) lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya (Pt-1) maka pemegang saham mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang saham akan mengalami capital loss. Dalam penelitian ini return saham yang digunakan adalah capital gain (loss). Capital gain (loss) merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya. (Suad Husnan, 2005) Tingkat pengembalian yang diinginkan investor dapat diartikan sebagai tingkat pengembalian minimum yang diperlukan untuk menarik investor agar membeli atau
memegang
surat–surat
berharga tertentu.
Definisi
ini
mempertimbangkan biaya kesempatan investor dalam melakukan investasi, artinya jika suatu investasi dilakukan maka investor harus melepaskan pengembalian yang diperoleh dari investasi alternatif terbaik berikutnya. (Jogiyanto, 2003).
11
2.4
Beta Saham Risiko adalah kemungkinan bahwa nilai atau investasi akan berbeda
dengan yang diharapkan atau kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan. (Suad Husnan, 2005) Risiko adalah suatu kemungkinan kegagalan atau munculnya hasil yang tidak baik. (Jogiyanto, 2003) Dari berbagai pendapat di atas, saya simpulkan definisi risiko ialah suatu kemungkinan adanya penyimpangan atau kegagalan tingkat keuntungan yang sesungguhnya dari tingkat keuntungan yang diharapkan.
Risiko sistematis (systematic risk) Suad Husnan (2005: 162) mengemukakan bahwa : “Risiko sistematis ini disebut risiko pasar karena fluktuasi ini disebabkan oleh factor-faktor yang mempengaruhi semua perusahaan yang beroperasi, misalnya inflasi, resesi, peraturan perpajakan, kebijakan moneter dan sebagainya yang mempengaruhi harga saham”. Risiko yang sistematik merupakan risiko yang keseluruhan dipasar dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi.
Risiko tidak sistematis (unsystematic risk) Yaitu risiko yang hanya mempengaruhi satu atau sekelompok perusahaan. Risiko tidak sistematik ini dapat dikurangi dengan diversifikasi. Karena risiko ini untuk suatu perusahaan, yaitu hal yang buruk terjadi dalam suatu perusahaan
12
dapat diimbangi dengan hal baik yang terjadi di perusahaan lain, misal perusahaan pesaing, perubahan teknologi bagian produksi, pemogokan buruh dan sebagainya. Gambar 2. 1 Gambaran risiko sistematis dan risiko tidak sistematis E(Rp) Risiko tidak sistematis
Risiko sitematis
β( Rp)
Sumber: Suad Husnan (2005: 162)
Beta merupakan koefisien yang mengukur resiko relative suatu sekuritas terhadap portofolio pasar keseluruhan saham. Beta diidentifikasi sebagai kemiringan atau slope antara return pasar terhadap return sekuritas. Perbedaan kemiringan beta menyebabkan sensivitas yang berbeda terhadap indeks return pasar.
Rit = αi+βi. RMt+εit Keterangan : E(Ri,t) =expected return sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. αit
= alpha saham sekuritas ke-I pada periode peristiwa ke-t.
βi
= beta saham i
Rmt
= return pasar
εit
= kesalahan residu untuk setiap persamaan regresi tiap perusahaan ke-i
pada bulan ke-t 13
Saham yang mempunyai nilai Beta = 1 , artinya bahwa setiap 1 % perubahan return pasar baik naik ataupun turun, maka return saham atau portofolio juga akan bergerak sama besarnya mengikuti return pasar.
Saham yang mempunyai nilai Beta > 1, mengindikasikan bahwa saham bersifat agresif, artinya tingkat kepekaan saham tersebut terhadap perubahan pasar sangat tinggi atau dapat juga dikatakan memiliki resiko yang lebih besar dari tingkat resiko rata rata pasar.
Saham yang mempunyai Beta < 1, mengindikasikan bahwa saham bersifat defensive, artinya saham tersebut kurang peka terhadap perubahan pasar dan memiliki resiko dibawah rata rata pasar.
Beta dapat diestimasi secara manual dengan memplot garis diantara titik titik return atau dengan tehnik regresi. Jika menggunakan teknik regresi maka variable dependennya adalah return return sekuritas dan variable independennya adalah return return pasar.
14
2.5
Penelitian Terdahulu
Berikut ini dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi penelitian ini : 1) Bhardwaaj & Brooks, 1993 Penelitian ini melakukan pengujian pengaruh beta portofolio pada kondisi pasar yang berbeda, yaitu pasar bullish dan bearish, terhadap return portofolio. Pembentukan portofolio dilakukan berdasarkan ukuran perusahaan, yang diproksi dengan market value of equity (MVE), sedangkan jumlah anggotanya sebanyak 5% dari keseluruhan sampel yang diambil. Portofolio 1 menunjukkan portofolio yang dibentuk dari perusahaan yang ukurannya terkecil, sedangkan portofolio 20 menunjukkan ukuran terbesar. Teknik analisis yang digunakan menggunakan model constant risk market (Rpt = a + bRmt + ei) dan dua model time varying risk market (1] Rpt = abull + (abear - abull)D1 + bbull Rmt + (bbear - bbull) RMtD1 + ept dan 2] Rpt = a0 + b1RmtD1 + b2RmtD2 + ept). Periode pengamatan selama 756 bulan selama 1926 – 1988, di pasar NYSE dan AMEX. Data yang digunakan diperoleh dari CRSP (Center for Research in Security Prices). Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan signifikan risiko sistematis dan abnormal return berdasarkan ukuran perusahaan antara kondisi bullish dan bearish. 2) Eduardus Tandelilin (2001) Penelitian ini menguji pengaruh beta saham yang dihitung pada dua jenis kondisi pasar (bullish dan bearish) terhadap return. Pembentukan portofolio dilakukan berdasarkan ukuran risiko perusahaan yang dikoreksi dengan metode
15
Fowler dan Rorke satu lag dan satu lead dengan jumlah anggota sebanyak 15 saham. Data yang digunakan data harga penutupan saham bulanan dan IHSG yang diperoleh dari JSX monthly statistic dan ICMD. Periode pengamatan selama Jan 1994–Des 1998, jumlah sampelnya sebanyak 92 saham. Teknik analisis yang digunakan adalah constant risk market (Rpt = a + bRmt + ept) dan time varying risk market model 1 (Rpt = abull + (abear - abull)D1 + bbull Rmt + (bbear - bbull) RMtD1 + ept). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengujian beta portofolio saham periode bullish dan bearish lebih mampu menjelaskan return portofolio secara lebih signifikan dibanding dengan beta yang dihitung dengan constant risk market. 3) Syahib Natarsyah(2000) Penelitian ini melakukan pengujian pengaruh Return Saham pada kondisi pasar yang berbeda, yaitu pasar bullish dan bearish, terhadap ROA, ROE, DPR,DER, PBV dan Beta. Teknik analisis yang digunakan adalah
Return=
b0+b1ROA+b2RO E+b3DPR+b4DER +b5PBV+b6Beta. Secara umum hasil penelitian ini memberikan hasil Semua variabel independen signifikan berpengaruh terhadap return saham, kecuali DPR dan PBV. 4) Clinebell, Squires and Stevens, 1993 Penelitian ini melakukan replikasi penelitian Fabozzi dan Francis (1977), yaitu melakukan pengujian pengaruh koefisien regresi return pasar, yang merupakan ukuran risiko sistematis, terhadap return saham dengan teknik analisis single index market model (rit = αi + βiRMt + eit) dan two factor model dengan
16
binary dummy variable (rit = α1i + A2iDt + β1iRMt + B2iDtRMt + eit). Pada penelitian ini, penentuan kondisi bullish dan bearish dilakukan dengan tiga pendekatan yang semua diuji, yaitu pendekatan Bull & Bear Markets (BB), Up & Down Markets (UD), dan Substantial Up & Down Months (SUD). Periode penelitian dilakukan di NYSE dan AMEX dengan interval selama enam tahunan, yaitu 1966–1971, 1972–1977, 1978–1983, 1984–1989 (artinya setiap enam tahun sekali dilakukan pembentukan sampel baru untuk dianalisis), sedangkan data diperoleh dari Compustat dan CRSP. Secara umum hasil penelitian ini memberikan hasil yang bervariasi berdasarkan definisi kondisi pasar dan berdasarkan periode penelitian. Intersept atau konstanta (α) pada single index market model ditemukan stabil pada kondisi pasar yang berbeda (bullish dan bearish). Namun demikian beta saham sebagai ukuran risiko sistematis cenderung tidak stabil pada pasar yang berbeda. Jika menggunakan data CRSP beta stabil pada definisi BB selama periode 1966–1971 dan 1977–1983. kesimpulan yang dikemukakan adalah pendefinisian periode bullish dan bearish sangat berpengaruh terhadap hasil estimasi kestabilan beta, dimana definisi beta yang menunjukkan paling stabil adalah BB.
17
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu N o
1
2
3
Peneliti
Bhardwaaj & Brooks ( 1993)
Eduardus Tandelilin (2001)
Syahib Natarsyah (2000)
Variabel
Model analisis
Beta (bullish dan bearish) Return portofolio
Constant risk market (Rpt = a + bRmt + ei) dan dua model time varying risk market (1] Rpt = abull + (abear abull)D1 + bbull Rmt + (bbear bbull) RMtD1 + ept dan 2] Rpt = a0 + b1RmtD1 + b2RmtD2 + ept).
Beta (bullish dan bearish Return portofolio
constant risk market (Rpt = a + bRmt + ept) dan time varying risk market model 1 (Rpt = abull + (abear - abull)D1 + bbull Rmt + (bbear - bbull) RMtD1 + ept).
Return Saham ROA ROE DPR DER PBV dan Beta
Return=b0+b1RO A+b2ROE+b3DP R+b4DER+b5PB V+b6Beta
18
Hasil Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan signifikan risiko sistematis dan abnormal return berdasarkan ukuran perusahaan antara kondisi bullish dan bearish. Hasil lain yang dapat dikemukakan adalah perusahaan berukuran kecil memiliki kinerja yang lebih buruk dibandingkan perusahaan besar pada bulanbulan diluar Januari. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengujian beta portofolio saham periode bullish dan bearish lebih mampu menjelaskan return portofolio secara lebih signifikan dibanding dengan beta yang dihitung dengan constant risk market.
Semua variabel independen signifikan berpengaruh terhadap return saham, kecuali DPR dan PBV
4
Clinebell, Squires and Stevens, 1993
Return pasar return saham
single index market model (rit = αi + βiRMt + eit) dan two factor model dengan binary dummy variable (rit = α1i + A2iDt + β1iRMt + B2iDtRMt + eit).
Sumber: Berbagai jurnal
19
Secara umum hasil penelitian ini memberikan hasil yang bervariasi berdasarkan definisi kondisi pasar dan berdasarkan periode penelitian. Intersept atau konstanta (α) pada single index market model ditemukan stabil pada kondisi pasar yang berbeda (bullish dan bearish). Namun demikian beta saham sebagai ukuran risiko sistematis cenderung tidak stabil pada pasar yang berbeda. Jika menggunakan data CRSP beta stabil pada definisi bull and bear selama periode 1966 – 1971 dan 1977–1983. Apabila menggunakan data Compustat beta stabil hanya pada tahun 1966 – 1971. Kesimpulan yang dikemukakan adalah pendefinisian periode bullish dan bearish sangat berpengaruh terhadap hasil estimasi kestabilan beta, dimana definisi beta yang menunjukkan paling stabil adalah bull and bear. atau dengan kata lain, analisis pengujian beta portofolio pada kondisi pasar yang berbeda, sebaiknya tidak menggunakan definisi kondisi pasar bull and bear.