BAB II KONVERSI AGAMA DARI ISLAM KE KATOLIK
Sebelum membahas tentang konversi agama yang dialami oleh Griguyus Agung Gari Susani, perlu adanya bagi penulis untuk menguraikan secara detail tentang hal-hal yang menyangkut tentang konversi agama itu sendiri. Seperti apa definisi dari konversi agama, serta menjelaskan proses terjadinya konversi agama, faktor penyebab konversi agama, dan pengalaman keagamaan dalam prespektif William James. Hal ini menjadi perlu karena sudah menjadi acuan dasar. A. Definisi Konversi Agama Konversi berasal dari kata conversio yang berarti, tobat, pindah, berubah. Sehingga dalam bahasa inggris convertion yang artinya berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religious to another).38 Kesimpulan dari arti kata tersebut bahwa konversi agama adalah adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang tersebut terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau pindah ke agama lain. Perubahan
keyakinan
dalam
beragama
bukan
berarti
pindah
agama.Perubahan keyakinan lebih kepada goncangannya keyakinan seseorang terhadap suatu agama, baik itu kemudian diikuti dengan keyakinan terhadap agama baru atau tidak. Perubahan keyakinan tidak harus diikuti perpindahan
38
Sururin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 103. 22
23
agama, meskipun tidak jarang orang yang keyakinannya goyah lebih memilih agama baru yang diyakininya. Perubahan keyakinan dapat terjadi dua bentuk:
Pertama, perubahan
persial adalah perubahan keyakinan pada satu atau lebih ajaran agama. Biasanya keyakinan persial ini menggambungkan antara agama yang sebulumnya dengan agama yang menarik perhatiannya sekarang. Kedua, perubahan keyakinan total adalah perubahan keyakinan secara menyeluruh dari agam yang dianut sebelumnya menuju kepada agama yang baru. Perubahan yang terakhir ini lebih potensial mengakibatkan beralihnya seseorang kepada agama lain.39 Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat sesorang berada. Selain itu konversi agama yang dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri: pertama, adanya perubahan arah pandang dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya. Kedua, perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak. Ketiga, perubahan tersebut bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri. Keempat, selain faktor kejiwaan dan kondisi lingkungan maka perubahan itupun disebabkan faktor petunjuk dari Yang Maha Kuasa.40
Rudi Cahyono, “Dinamika Emosi dan Pengalaman Spiritual Beragama: Studi Kualitatif Pengalaman Perubahan Keyakinan Beragama”, INSAN, Vol 13 no.01 (April 2011). 40 Sururin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, 54. 39
24
Perasaan yang berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk mengatasi kesulitan tersebut harus dicari jalan keluarnya. Pada umumnya apa bila gejala tersebut sudah dialami oleh seseorang atau kelompok maka dirinya menjadi lemah dan pasrah ataupun timbul semacam peledakan perasaan untuk menghindarkan diri dari pertentangan batin itu ketenangan batin akan terjadi dengan sendirinya bila yang bersangkutan telah mampu memilih pandangan hidup yang baru. Pandangan hidup yang dipilih tersebut merupakan petaruh bagi masa depannya sehingga ia merupakan pegangan baru dalam kehidupan selanjutnya.41 Pengaruh agama dalam kehidupan seseorang adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi dan rasa puas. Pengaruh positif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat. Agama dalam kehidupan seseorang selain menjadi motivasi juga merupakan harapan. Agama berpengaruh dalam mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktifitas, karena perbuatan yang di lakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu, agama mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban.42 Agama menyangkut kehidupan batin manusia. Oleh karena itu kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sacral dan dunia ghaib.
41 42
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 252. Ibid, Jalaluddin, 225.
25
Dari kesadaran agama dan pengalaman agama ini pula kemudian muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang.43 Jika nilai-nilai agama yang mereka pilih untuk dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka. Menjalankan agama yang dianutnya, sehingga jarang sikap keberagamaan menimbulkan ketaatan yang lebihdan menjurus ke fanatisme.44 Banyak contoh yang mengenai kasus terjadinya konversi agama pada orang-orang biasa. Bahkan para alim ulama juga mengatakan bahwa pendidikan agama yang selama ini mereka dapatkan tidak cukup untuk menguatkan iman mereka dan mempertahankan agama diri dari agama asalnya. Perkembangan pada masa kecil, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarganya, di sekolah maupun di masyarakat lingkungan. Semakin banya pengalaman yang bersifat agama, maka sikap tindakan kelakuan menghadapi hidup sesuai dengan ajarannya.45 B. Faktor-faktor Terjadinya Konversi Peristiwa konversi agama sudah sering teradi di dalam kehidupan manusia.Peristiwa tersebut tentunya terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi. Sesungguhnya untuk menentukan faktor apa yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya konversi agama itu memang tidak mudah, tetapi
43
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 211 Ibid, Jalaluddin, 211. 45 Zakiah Daraja, Ilmu Jiwa Agama, 66. 44
26
demikian ada beberapa faktor yang tampaknya terjadi dan terdapat dalam setiap peristiwa konversi agama, diantaranya yaitu:46 a. Para Ahli Agama Melihat bahwa pengaruh supernatural yang dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang maupun kelompok. Sebenarnya faktor yang mendorong terjadinya konversi agama adalah mendapatkan petunjuk dari Allah (mendapatkan hidayah dari Allah) akan tetapi, terasa sulit untuk membuktikan secara empriris, meskipun kita sudah mempercayainya bahwa mendapatkan petunjuk dari Ilahi sangat memegang peranan penting dalam perubahan perilaku seseorang.
ۚۡ۞ّلَيۡسَ عََليۡكَ هُدَىٰهُمۡ وَّلَٰكِّنَ ٱّللَهَ َيهۡدِي مَّن يَشَآءُۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِّنۡ خَيۡرٖ فَلِأَنفُسِكُم وَمَا تُنفِقُونَ إِّلَا ٱبۡتِغَآءَ َوجۡهِ ٱّللَهِۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِّنۡ خَيۡرٖ يُوَّفَ إِّلَيۡكُمۡ وَأَنتُمۡ ّلَا ٢٧٢ ن َ تُظۡلَمُو “bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) yang dikehendakinya”47
Ayat tersebut menjelaskan bahwa, setiap orang mempunyai kewajiban untuk mendapatkan petunjuk, akan tetapi Allah SWT memberikan Taufiq kepada orang yang telah dikehendakinya.
46 47
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, 107-108. Al-Qur’an:2:272.
27
b. Para ahli Sosiologi Terjadinya konversi agama disebabkan oleh pengaruh sosial. Dijelaskan kembali oleh Clark bahwa pengaruh-pengaruh tersebut adalah: Pertama, Hubungan antara pribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun nonagama. Seperti orang yang ingin menikah tetapi diantara salah satu dari mereka agamanya berbeda, jalan keluar satu-satunya adalah melakukan konversi agama. Kedua, Kebiasaan yang rutin.Seperti menghadiri upacara keagamaan atau pertemuan-pertemuan yang sifatnya keagamaan baik di lembaga formal maupun nonformal. Ketiga, Anjuran dari propaganda dari orang-orang yang dekat seperti keluarga, sahabat, karib, dan sebagainya.Ada juga pengaruh seperti pemimpin agama, pengaruh perkumpulan berdasarkan hobi, pengaruh kekuasaan pemimpin. c. Ahli Psikologi Menyebutkan bahwa terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis. Seperti ada tekanan batin, dan menjadi dorongan seseorang untuk mencari jalan keluar. Konversi agama secara psikologis, agama sebagai kumpulan memerankan peran penting proses konversi keseluruhannya. Hal ini merupakan sasaran menarik bagi sosiologi agama, seseorang yang mengalami pertobatan dan tidak akan tinggal diam. Ia didorong oleh keinginan untuk mencari komunitas keagamaan yang dianggap sanggup memberikan jawaban yang meredakan batinnya. Pada suatu ketika ia bertemu dengan suatu komunitas yang yang religious menawarkan diri sebagai tempat untuk membangun kehidupan baru dimana tersedia peran-peran baru yang memungkinkan
28
perkembangan aspirasinya. Jikalau dalam kelompok baru itu segala sesuatunya dirasa sesuai dengan keinginannya, maka dari itu ia merasa menemukan suatu cara yang diyakini sebagai keyakinan baru.48 Dengan ini terjadinya konversi agama tidak hanya mendapatkan dorongan dari faktor luar saja tetapi juga disebabkan oleh faktor intern. Diantaranya yaitu Pertama, Faktor Internal juga dibagi menjadi empat bagian yakni. Pertama, Dari segi psikologis tipe kepribadian ini sangat mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian William James mengemukakan bahwa tipe melankolis yang memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam dirinya. Kedua, Pembawaan. Menurut penelitian Guy E. Swanson ditemukan secara kecenderungan urutan kelahiran yang mempengaruhi konversi agama. Seperti anak sulung dan anak bungsu yang biasanya tidak mengalami tekanan batin. Sementara anak yang dilahirkan pada urutan tengah atau pada urutan sulung dan bungsu itu yang sering mengalami stres jiwa.49 Ketiga, Emosi. Orang-orang yang emosinya lebih besar atau sensitif, maka memungkinkan ia akan mudah terkena sugesti dari orang lain disaat ia sedang mengalami kegelisahan. Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Jiwa Agama yang dikutip oleh Zakiah Darajat mengatakan bahwa meskipun secara lahir tidak tampak, tapi tidak dibuktikan pada usia remaja yang tidak sedikit faktor emosi mempengaruhi akan terjadinya konversi agama.50
48
Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Rajawali, 1987), 85. William James, The Varietes Of Religious Eksperience, 248. 50 Darajat, Ilmu Jiwa Agama, 189. 49
29
Keempat, Kemauan. Orang yang akan melakukan konversi agama, dalam hatinya ia merasa ada sesuatau yang hilang atau ia merasa bersalah dan ingin lepas dari dosa.51 Maka dari itu seseorang ingin melakukan suatu hal sehingga ia lepas dari perasaan dosa tersebut. Untuk melakukan itu, ia butuh niat yang kuatan. Faktor ini sangat penting bagi seseotang yang melakukan konversi agama, karena seseorang yang merasa tegang dalam batin akan tetapi akan ada dorongan dengan niat, maka jalan keluar dari ketegangan tersebut tidak akan pernah terjadi termasuk harus pindah agama. Selain itu dengan adanya niat yang kuat untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Esa, akan membuatnya semakin gigih dalam menjalankan ajaran dalam agama islam. Faktor yang kedua yakni Faktor Eksternal. Konversi agama yang disebabkan oleh faktor eksternal ada tiga faktor yang dianggap memberikan pengaruh kepada seseorang untuk melakukan konversi agama: Pertama, Keluarga. Dari keadaan keluarga yang tidak normal yang membuat seseorang yang merasa tidak tenang sehingga memberikan dorongan untuk pindah agama. Dalam hal ini yang sering dipengaruhi terjadinya konversi agama yaitu: keretakan keluarga, tidak ada keseraian, berlainan agama, dalam keadaan kesulitan, kesepian, terkucilkan.52 Yang sering terjadi di kalangan masyarakat yaitu kawin yang berlainan agama dengan dasar kasih sayang dan cinta serta tidak ingin kehilangan maka ia rela untuk pindah agama.
51
Ibid, 189. Jalaluddin Ramayulis, Psikologi Agama, 251.
52
30
Kedua, Perubahan status.53 Adanya perubahan status yang secara tiba-tiba, bisa jadi memberikan pengaruh terjadinya konversi agama. Seperti halnya perkawinan beda agama, bercerai, masalah pekerjaan. Seseorang yang sedang mengalami sesuatu yang mendadak dan perubahan tersebut merupakan kondisi terpuruk baginya dan seblemunya ia tidak pernah mengalami, maka ia tidak bisa menghindari ketegangan batinntya, sehingga ia terdorong untuk mencari jalan keluar yang lebih intens. Ketiga, Kemiskinan atau ekonomi.54 Faktor kemiskinan ini sering kali terjadi di masyarakat awam yang miskin dan terpengaruh untuk memeluk agama yang menjanjikan dunia lebih baik, seperti kebutuhan sandang dan pangan yang mendesak, maka mereka lebih cenderung memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Oleh karena itu seseorang memiliki perekonomian yang mencukupi, maka sedikit kemungkinan terjadi konversi agama. Dari penjelasan diatas mengenai konversi agama yang telah diuraikan oleh beberapa ilmuan yang sesuai dengankajian keilmuannya, baik dari segi internal maupun eksternal, penulis menyimpulkan bahwa penyebab yang sering kali terjadi konversi agama adalah konflim kejiwaannya (batin) dan ketegangan yang disebabkan oleh keadaan tertentu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu faktor-faktor konversi agama harus tetap dicantumkan.
53
Jalaluddin Ramayulis, Psikologi Agama, 252. Sururin, Ilmu Jiwa agama, 109.
54
31
C. Proses Konversi Agama Proses konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung, bangunan lama yang dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain sama sekali dari bangunan sebelumnya. Demikian pula seseorang yang mengalami proses konversi agama.55 Setelah seseorang mengalami konversi agama, ia akan mengalami kesadaran yang tinggi, kalau boleh disebut, ia akan sampai pada kematangan beragama. 56 Menurut Zakiah Darajat, proses ini berbeda antara satu dengan yang lainnya, sesuai dengan pertumbuhan jiwa yang dilaluinya, serta pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak kecil, dengan suasana lingkungannya, dimana dia hidup dan pengalaman terakhir yang menjadi puncak dari perubahan keyakinan.57 Proses konversi agama menurut M.T.L Penido mengandung dua unsur:58Pertama, Unsur dari dalam, yaitu suatu proses yang terjadi pada seseorang maupun kelompok. Proses konversi dari dalam ini disebabkan oleh krisisyang terjadi dan keputusan yang diambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi. Terjadinya proses ini menurut gejala psikologi yang bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama sering dengan prosestersebut muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih. Kedua, Unsur dari luar, proses ini mengalami perubahan yang berasal dari luar atau kelompok sehingga ia mampu menguasai kesadaran orang atau 55
Jalaluddin ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, 58-59. Sururin, Ilmu Jiwa Agama, 113. 57 Darajat, Ilmu Jiwa Agama, 161. 58 Ibid, 109-110. 56
32
kelompok yang bersangkutan.yang berasal dari luar atau kelompok sehingga ia mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang bersangkutan. Proses ini ada kekuatan yang datang dari luar kemudian menekan pada pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan penyelesaian oleh dirinya. Kedua unsur tersebut kemudian akan mempengaruhi kehidupan untuk aktif berperan memilih penyelesaian yang mampu memberikan ketenangan batin kepada yang bersangkutan. Jadi, disini terlihat adanya pengaruh motivasi dari unsur tersebut terhadap batin. Jika pemilihan tersebut sudah serasi dengan kehendak batin maka tercipta suatu ketenangan. Jika proses konversi agama itu diteliti dengan seksama maka baik hal itu terjadi oleh unsur luar ataupun unsur dalam maupun terhadap individu atau kelompok maka akan ditemui persamaan.59 Zakiah Daradjat memberikan pendapatnya yang berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui lima tahap yaitu: Pertama, Masa Tenang, Kondisi jiwa seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Karena masalah agama belum mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan yang demikian dengan sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya, hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tentram. Kedua, Masa Ketidak Tenangan, Tahap ini berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya. Mungkin dikarenakan suatu krisis, musibah atau perasaan berdosa yang dialaminya. Hal ini menimbulkan semacam
59
Jalaluddin, Psikologi Agama, 253.
33
goncangan
dalam
kehidupan
batinnya
sehingga
mengakibatkan
terjadi
kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk: rasa gelisah, panic, putus asa, ragu dan bimbang. Perasaan yang seperti itu menyebabkan orang menjadi lebih sensitive dan sugisebel. Pada masa ini terjadi proses pemilihan terhadap ide atau kepercayaan baru untuk atasi konflik batinnya. Ketiga, Masa Konversi, Masa ini terjadi setelah konvlik batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggpa serasi atau timbulnya pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan dalam bentuk kesedian menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk ilahi. Karena di saat ketenangan batin itu terjadi dilandaskan atas suatu perubahan sikap kepercayaan yang bertentangan dengan sikap kepercayaan sebelumnya, maka terjadilah proses konversi agama. Keempat, Masa Tenang dan Tentram, Masa tenang dan tentram yang ini berbeda dengan tahap sebelumnya.Jika tahap pertama keadaan itu dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka ketenangan dan ketentraman pada tahap keempat ini yang ditimbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah diambil.Ia pun timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan konsep baru. Seperti yang tercantum dalam surat Al-A’rad (28):
٢٢ ُٱّلَذِيّنَ ءَامَنُواْ وَ َتطۡمَئِّنُ قُلُو ُبهُم بِذِكۡرِ ٱّلَلهِۗ أَّلَا بِذِكۡرِ ٱّلَلهِ َتطۡمَئِّنُ ٱّلۡقُلُوب
34
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”60
Apabila seseorang ragu dalam keadaan apapu maka akan hilang setelah mereka mendapat petunjuk dari Allah setelah sebelumnya ragu. Dengan dzikir mengingat Allah selalu ada dalam setiap kegiatannya, maka seseorang akan bebas dari kecemasan, ketentraman jiwa tidak akan mudah untuk didapat. Kelima, Masa Ekspresi Konversi, Sebagai ungkapan dari sikap menerima terhadap konsep baru dari ajaran agama yang diyakininya tadi, maka tidak tunduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan pernytaan konversi agama itu dalam kehidupan.61dijelaskan dalam surat Al-Kahfi 110:
َحىٰٓ إَِّلّيَ أَ َن َمآ إَِّٰل ُهكُمۡ إَِّلٰهٖ وَٰحِدٖۖ َفمَّن كَان َ قُلۡ إِ َن َمآ أَ َنا۠ بَشَرٖ مِثُۡلكُمۡ يُو عمَلٖا صَٰلِحٖا وَّلَا يُشۡ ِركۡ ِبعِبَا َدةِ رَِبهِ ٓۦ أَحَدَۢا َ َۡيرۡجُواْ ّلِ َقآءَ رَ ِبهِۦ فَلۡيَعۡمَل ١١١ “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “bahwa sesungghnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah
ia
mengerjakan
amalyang
saleh
dan
janganlah
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”62
60
Al-Qur’an, 13:28. Jalaluddin, Psikologi Agama, 254-255. 62 Al-Qur’an, 18:110. 61
ia
35
Maksudnya, beramal saleh berbuat kebaikan dan bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarganya dan orang lain dimana pun dia berada hanya demi karena Allah , juga termasuk dalam keimanan yang diajarkan oleh agama Islam. Untuk memberikan gambaran yang nyata dan mendalam mengenai proses konversi agama peristiwa sejarah agama dan kejadian dalam kehidupan seharihari cukup padat kasus serupa. D. Pengalaman Keagamaan Penyebab konversi Agama Prespektif William James William James adalah seorang ahli psikologi yang menjadi seorang filosof, yang cukup menonjol selama pergantian abad (dari abad ke-19 ke abad-20) saat berlangsungnya sebuah pergolokan kultural di Amerika Serikat. William James (1842-1910) berasal dari keluarga cendekiawan yang sejak lama menaruh perhatian pada agama dan hal-hal yang bersifat keruhanian.63 William James adalah professor psikologi Amerika.Dia dikenal sebagai dosen yang berdedikasi tinggi, orotor ulung, pemikir dan penulis monumental, dan aktivis sosioal.Dia mengajar di Harvard selama 35 tahun dan di Unversitas Callifornia.Sebelum menekuni psikologi dan filsafat, William James pernah belajar zoology, filosogi, dan memperoleh gelar doctor. William James lahir pada tanggal 11 januari 1842 dalam sebuah keluarga yang religious di kota New York dan meninggal pada musim panas di rumahnya di Chocorua, terkena serangan jantung.64
63
William James, The Varieties of Religious: Perjumpaan Dengan Tuhan, Terj. Gunawan Admiranto, (Bandung: Mizan Pustaka, 2004), 19. 64 William James, The Varieties of Religious Experience, 7.
36
Menjalani konversi, terlahir kembali menerima rahmat, mendapatkan pengalaman keagamaan, memperoleh kepastian, adalah berbagai ungkapan yang menunjukkan suatu proses baik yang berlangsung bertahap maupun cepat ketika pribadi yang sebelumnya mengalami keterbelahan dan sadar bahwa dirinya rendah, salah dan tidak berbahagia, menjadi menyatu dan merasa percaya diri, benar, bahagia, sebagai akibat menganutnya keyakinan terhadap realitas-realitas keagamaan.65 Agama (Religious) dan pengalaman religious (religious experience) adalah dua istilah kunci karya dari William James, tetapi yang dimaksud Jemes dengan agama berbeda dengan pengertian umum.James lebih menghargai kenyataan dan pengalaman-pengalaman keruhanian yang berkaitan dengan praktik keagamaan. Agama bagi James adalah segala perasaan, tindakan dan pengalaman pribadi manusia dalam kesendiriannya, sejauh mereka memahami diri mereka sendiri saat berhadapan dengan apapun yang mereka anggap sebagai ilahia. Jadi, agama dalam rumusan James paralel dengan pengalaman, penghayatan, dan tindakan keagamaan atau keruhanian yang sifatnya sangat unik dan personal dalam keterlibatan seseorang dengan sesuatu yang dianggapnya suci.Sedangkan pengalaman religious mencakup pemikiran, penghayatan, keyakinan, dambaan, dan perilaku yang berkaitan dengan hal-hal religious.66 Ketertarikan terhadap pengalaman keagamaan yang bersifat subjektif dan unik, juga mendorong sebagian pendukung psikologis untuk mengajinya dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Menurut William James pengalaman keagamaan 65
Ibid., 280. Ibid., 23.
66
37
seperti itu tetap saja fenomena yang tidak mungkin diabaikan, William James menegaskan bahwa penglaman-pengalaman religious tersebut berakar pada kondisi kesadaran mistis, yang bersifat unik dan personal, sehingga juga perlu pendekatan filsafat untuk menjadikannya azas-azas yang lebih umum.67 William James hendak memperjelas keabsahan kajian atas pengalamanpengalaman
keagamaan
tersebut
sebagai
bagian
dari
kajian
disiplin
psikologi.Sebagaimana telah disebutkan diatas, sebagian besar kalangan pendukung disiplin psikologi menolak memasukkan bahasan pengalaman keagamaan seperti ini sebagai bagian dari kajian psikologi, karena mereka anggap tidak memenuhi kriteria ilmiah.68 Menurut
William James
dalam
bukunya
pengalaman-pengalaman
religious, faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama adalah: Pertama, Pengaruh hubungan antar pribadi baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan atau bidang kebudayaan yang lainnya). Kedua, Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorng seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika dilakukan secara rutin sehingga pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal. Ketiga, Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang terdekat seperti family, dan sebagainya. Keempat, Pengaruh pemimpin keagamaan.
67
Komarudin, “Pengalaman Bersua Tuhan: Prespektif William James dan Al-Ghazali”, Walisongo, vol 20 no 2, (November 2012), 471-472. 68 Ibid., 473.
38
Hubungan yang paling baik dengan pemimpin adalah salah satu faktor pendorong konversi agama. Kelima, Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Maksudnya, seseorang yang berdasarkan hobinya dapat menjadi pendorong terjadinya konversi agama.
Keenam,
Pengaruh
kekuasaan
pemimpin.
Maksudnya
pengaruh
kepemimpinan yang berdasarkan kekuatan hukum masyarakat umumnya yang cenderung menganut agama yang dianut oleh kepala negara mereka.69 Dalam uraian William James yang berhasil meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama menyimpulkan sebagai berikut: Pertama, Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul peresepsi baru, dalam bentuk suatu ide yang bersemi secara mantap. Kedua, Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak (tanpa suatu proses).70 Berdasarkan gejala tersebut maka dengan meminjam istilah yang digunakan Starbuck ia membagi konversi agama menjadi dua tipe yaitu: Pertama, Tipe Volitional (perubahan bertahap), tipe ini terjadi secara berproses sedikit demi sedikit sehingga menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu sebagian besar terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran.
69
William James, Pengalaman-pengalaman Religious, cet 1, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003), 240-250. 70 Jalaluddin, Psikologi Agama, Edsi. 1 cet. 3(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 248249.
39
Kedua, Tipe Self-Surrender (perubahan drastis), konversi agama tipe ini adalah perubahan yang secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan ini pun dapat terjadi pada kondisi yang tidak taat menjadi taat, dari tidak percaya dan sebagainya. Pada tipe kedua ini William James mengakui adanya pengaruh petunjuk dari yang maha kuasa terhadap seseorang, karena gejala konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuhnya. Jadi, semacam ada petunjuk atau hidayah dari Tuhan.71 William James menegaskan bahwa meski terkadang banyak orang yang menafsirkan pengalaman untuk kehadiran sesuatu seperti diatas tidak dalam tafsiran secara teistik, yakni dengan istilah kehadiran Tuhan, tetapi tidak ada salahnya untuk menafsirkannya sebagai sebuah bentuk eksistensi dari ilahi. Yang pasti, menurut William James kasus-kasus kehadiran sesuatu seperti diatas telah membuktikannya adanya sesuatu didalam bangunan mental kita yang terkait dengan hadirnya suatu realitas yang bersifat lebih umum dan kabur dari pada realitas yang dicerna oleh indra tertentu kita. Meski diakui bahwa psikolog pun akan merasakan kesulitan dalam melacak kedudukan organi dari perasaan semacam itu.72 Mengenai pengalaman keagamaan sering kali tidak dapat dipaparkan dengan kata-kata karena berbeda dengan yang lainnya. Sepanjang sejarah
71
Jalaluddin, Psikologi Agama, 249. Komarudin, “Pengalaman Bersua Tuhan: Prespektif William James dan Al-Ghazali”, 475. 72
40
manusia, tidak sedikit pendukung argument pengalaman ini yang paling umum adalah kalangan mistik dan pengikut berbagai tradisi agama. Bahkan, William James mengatakan bahwa pengalaman keagamaan demikian penting sehingga ia percaya bahwa seluruh agama dan teologi yang teroganisasi pada kenyataan merupakan hasil sekunder dari kalangan-kalangan premier dan soliter tentang Tuhan.73 Ada beberapa cara untuk mengategorikan penglaman. Seperti halnya, mendengarkan deskripsi tentang api, melihat api, dan benar-benar api adalah tingkatan pnglaman yang berbeda salah satu metode menggunakan kondisi dalam: Pertama,
pengalaman
keagamaan,
kedua,
pengalaman
alamiah,
ketiga,
pengalaman pribadi non-keagamaan. Penggolongan ini sejalan dengan cara-cara dasar Tuhan menyingkapkan dirinya kepada manusia, yakni melalui kitab suci Tuhan dan risalah para Nabi, dunia alamiah, dan melalui apa yang terdapat “di dalam” yakni roh manusia dan kaitannya dengan Tuhan.74 Pengalaman keagamaan tersebut dapat diidentifikasikan dengan dua cara. Cara pertama dari deskripsi sejrah agama, sekte atau aliran pemikiran keagamaan itu sendiri. Cara kedua, dari kawasan potensial tempat pengalaman perorangan itu berlangsung.75 Paling tidak ada empat kriteria untuk mengetahui pengalaman keagamaan tersebut.kriteria berawal dari asumsi bahwa pengalaman keagamaan itu 73
Saiyad Fareed Ahmad, 5 Tantangan Abadi Terhadap Agama, cet 1, terj. Rudy Harisyah alam, (Bandung: Mizan 2004 ), 42. 74 Ibid, 43. 75 M. Amin Syukur dkk, Teologi Islam Terapan (Upaya Antisipasif Terhadap Hedonisme Kehidupan Modern), (Jakarta: Tiga Serangkai, 2004), 84.
41
merupakan tanggapan terhadap apa yang dihayati sebagai “Realitas Mutlak” yang dimaksud dengan realitas mutlak disini adalah suatu realitas yang meskipun tidak dapat tertangkap dengan alat-alat indrawi ia mutlak ada dan merupakan realitas yang senantiasa mengesankan dan menentang umat beragama. Ia adalah realitas yang tidak tampak menurut William James, dalam bahasa agama realitas tersebut adalah Tuhan yang senantiasa dirasakan keberadaannya oleh umat manusia sepanjang masa meskipun tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.76 Pengalaman keagamaan yang dikatakan sebagai tanggapan terhadap apa yang dialami sebagai realitas mutlak mencakup empat hal. Pertama, anggapan bahwa dalam pengalaman tersebut terdapat tingkat-tingkat kesadaran seperti pemahaman dan konsepsi. Kedua, tanggapan tersebut dipandang sebagai bagian dari suatu perjumpaan antara manusia dengan “Realita Mutlak” yang telah dialami oleh banyak orang sepanjang masa. Manusia bukan hanya homo sapiens tetapi juga homo Religious untuk menunjukan bahwa disamping adanya kenyataan manusia adalah makhluk berfikir dan sekaligus merupakan makhluk yang memiliki kecenderungan untuk beragama. Ketiga, pengahayatan terhadap “Realitas Mutlak” mengandung adanya hubungan dinamis sebab didalamnya terdapat adanya panggilan dan tanggapan, yang tidak dilepaskan dari adanya kenyataan bahwa realitas tersebut dihayati umat beragams sebagai misteri yang dahsyat.
76
Abdul Djamil, Penglaman Keagamaan Dalam Islam, (Jakarta: Tiga Serangkai, 2004), 85.
42
Keempat, dalam memahami pengalaman keagamaan harus dilihat wataknya yang bersifat situasional, dalam artian, pengalaman keberagamaan harus dipandang dari konteks tertentu.77
77
M. Amin Syukur dkk, Teologi Islam Terapan, 86-87.