BAB II KONSEP NEGARA INTEGRALISTIK
1.
PIDATO SOEPOMO Berikut adalah isi pidato Soepomo yang dibacakan pada tanggal 31 Mei
1945 berdasarkan yang tertulis pada notulen rapat sidang BPUPKI 27.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia Sidang Pertama Rapat Besar tanggal 31 Mei 1945
Waktu
:
Tempat
: Gedung Tyuuoo Sangi-In (sekarang Departemen Luar Negeri)
Acara
: - Pembicaraan tentang Dasar Negara Indonesia (lanjutan) - Pembicaraan tentang Daerah Negara dan Kebangsaan Indonesia.
Ketua
: Dr K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Anggota, Soepomo: Paduka Tuan Ketua, hadirin yang terhormat! Soal yang kita bicarakan ialah bagaimanakah akan dasar-dasarnya Negara Indonesia Merdeka. Tadi oleh beberapa pembicara telah dikemukakan beberapa faktor dari beberapa Negara, syarat-syarat mutlak (faktor-konstitutif) dari suatu 27
___________, Lahirnya PANCASILA Kumpulan Pidato BPUPKI, Yogyakarta:Media Pressindo, 2006, hal. 56-80.
Universitas Sumatera Utara
Negara. Syarat-syarat mutlak untuk mengadakan Negara dipandang dari sudut hukum dan dari sudut formeel, (jurisprudence), yaitu harus ada daerah (territory), rakyat, dan harus ada perintah yang daulat (souverein) menurut hukum internasional. Akan tetapi, syarat-syarat mutlak ini tidak mengenai dasar kemerdekaan dari Negara dalam arti sosiologi dan arti politik. Juga suatu syarat mutlak yang telah dibicarakan dalam sidang ini ialah tentang pembelaan tanah air. Maka pembelaan tanah air sangat penting adanya dan tentang ini saya setuju dengan nasihat-nasihat dan anjuran-anjuran dari pihak Pemerintah Bala tentara, yaitu dari Paduka Tuan Soomubutyoo yang telah dimuat dalam surat kabar Asia Raya dan setuju juga dengan pandangan yang baru tadi diuraikan oleh anggota yang terhormat Tuan Abdulkadir. Tentang syarat mutlak lain-lainnya. Pertama tentang daerah, saya mufakat dengan pendapat yang mengatakan, “Pada dasarnya Indonesia, yang harus meliputi batas Hindia-Belanda”. Akan tetapi jikalau, misalnya daerah Indonesia lain, umpamanya negeri Malaka, Borneo Utara hendak ingin juga masuk lingkungan Indonesia, hal itu kami tidak keberatan. Sudah tentu itu bukan kita saja yang akan menentukan, akan tetapi juga pihak saudara-saudara yang ada di Malaka dan Borneo Utara. Tentang syarat mutlak kedua, hal rakyat sebagai warga Negara. Pada dasarnya ialah sebagai warga Negara yang mempunyai kebangsaan Indonesia, dengan sendirinya bangsa Indonesia asli. Bangsa peranakan, Tionghoa, India, Arab yang telah berturun-temurun tinggal di Indonesia dan baru saja diuraikan oleh anggota yang terhormat Dahler, mempunyai kehendak
yang sungguh-
sungguh untuk turut bersatu dengan bangsa Indonesia yang asli; harus diterima
Universitas Sumatera Utara
sebagai warga-negara dengan diberi kebangsaan Indonesia (nasionaliteit Indonesia). Yang penting juga kita harus menjaga supaya tidak ada ”dubbele onderdaanscap” dan menjaga jangan ada “staatloosheid”. Hal yang sebagian tergantung juga dari sistem undang-undang dari Negara lain-lain. Sebagai pokok dasar kewarganegaraan Indonesia ialah ius sanguinis (prinsip keturunan) dan ius soli (prinsip teritorial). Syarat mutlak yang ketiga, ialah pemerintah daulat menurut hukum internasional. Jikalau kita hendak membicarakan tentang dasar system pemerintahan yang hendak kita pakai untuk Negara Indonesia, maka dasar sistem pemerintahan yang hendak kita pakai untuk Negara Indonesia, maka dasar sistem pemerintahan itu bergantung kepada staatsidee, kepada “begrip” (pengertian – red.) “staat” (Negara) yang hendak kita pakai untuk pembangunan negara Indonesia akan didirikan? Oleh anggota terhormat Moh. Hatta dan lain-lain pembicara dikemukakan tiga soal ialah: Pertama, apakah Indonesia akan berdiri sebagai persatuan Negara (eenheidsstaat) atau Negara serikat (bondstaat) atau sebagai persekutuan Negara (statenbond). Kedua, dipersoalkan hubungan antara Negara dan agama, Ketiga, apakah republik atau monarki. Menurut pendapat saya, hadirin yang terhormat, sebelum kita membicarakan soal persatuan negara, atau negara serikat, Republik atau Monarkhi terlebih dahulu kita harus membeicarakan soal
Universitas Sumatera Utara
yang disebut negara itu, negara menurut dasar pengertian pengertian apa, oleh karena segala pembentukan susunan negara itu tergantung
daripada dasar
pengertian negara (staatsidee) tadi. Tentang persatuan negara atau negara serikat atau tentang republik atau monarki, itu sebetulnya menurut pendapat saya, soal bentuk susunan negara. Maka saya sekarang hendak membicarakan dasarnya negara Indonesia Merdeka. “Negara” menurut dasar pengertian (staatsidee) apa? Sebagaimana Tuan-tuan telah mengetahui, dalam ilmu negara kita, mendapati beberapa teori, beberapa aliran pikiran tentang negara. Marilah dengan singkat kita meninjau teori-teori negara itu. 1. Ada suatu aliran pikiran yang menyatakan bahwa negara itu terdiri atas dasar teori perseorangan, teori individualistis. Sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes dan John Locke (abad ke-17), Jean Jacques Rousseau (abad ke-18), Herbert Spencer (abad ke-19), H.J. Laski (abad ke 20). Menurut aliran pikiran ini, negara ialah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh seseorang dalam masyarakat itu (contract social). Susunan hukum negara yang berdasar individualism terdapat di negeri Eropa Barat dan di Amerika. 2. Aliran pikiran lain tentang negara ialah teori “golongan” dari negara (class theory) sebagai diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin. Negara dianggap sebagai suatu alat dari suatu golongan (suatu klasse) untuk menindas klasse lain. Negara ialah alatnya golongan yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan-
Universitas Sumatera Utara
golongan lain yang mempunyai kedudukan yang lembek. Negara kapitalis ialah perkakas bourgeoisi untuk menindas kaum buruh, oleh karena itu para Marxis menganjurkan revolusi politik dari kaum buruh untuk merebut kekuasaan negara agar kaum buruh dapat ganti menindas kaum bourgeoisi. 3. Aliran pikiran lain dari pengertian negara ialah teori yang dapat dinamakan teori integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain (abad ke-18 dan abad ke-19). Menurut pikiran ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Sekarang Tuan-tuan akan membangunkan negara Indonesia atas aliran pikiran mana?
Universitas Sumatera Utara
Kami hendak mengingatkan lagi nasihat P.T. Soomubutyoo bahwa pembangunan negara bersifat barang yang bernyawa. Oleh karena itu, corak dan bentuknya harus disesuaikan dengan keadaan umum pada masa sekarang dan harus mempunyai keistimewaan yang sesuai dengan keadaan umum tadi. Kecuali itu P.T. Soomubutyoo juga member nasihat janganlah kita meniru belaka susunan negara lain. Contoh-contoh negara lain hendaknya menjadi peringatan saja, supaya bangsa Indonesia jangan sampai mengulang kegagalan yang telah dialami oleh bangsa lain, atau paling banyak hanya mengambil contoh-contoh yang sungguh patut dipandang sebagai teladan. Sungguh benar, dasar dan bentuk susunan dari suatu negara itu berhubungan erat dengan riwayat hukum (rechtsgeschichte) dan lembaga social (sociale structuur) dari negara itu. Berhubung dengan itu apa yang baik dan adil untuk negara lain, oleh karena keadaan tidak sama. Tiap-tiap negara mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung dengan riwayat dan corak masyarakatnya. Oleh karena itu, politik pembangunan negara Indonesia harus disesuaikan dengan “sociale structuur” masyarakat Indonesia, yang nyata pada masa sekarang, serta harus disesuaikan dengan panggilan zaman, misalnya cita-cita negara Indonesia dalam lingkungan Asia Timur Raya. Dengan mengingat ini, marilah kita melihat contoh-contoh dari negara lain. Dasar susunan hukum negara Eropa Barat ialah perseorangan dan liberalisme. Sifat perseorangan ini, yang mengenai segala lapangan hidup (sistem undang-undang ekonomi, kesenian, dan lain-lain), memisah-misahkan manusia sebagai seseorang dari masyarakatnya, mengasingkan diri dari segala pergaulan
Universitas Sumatera Utara
yang lain. Seorang manusia dan negara yang dianggap sebagai seseorang pula, selalu segala-galanya itu menimbulkan imperialisme dan sistem memeras (uitbuitings systeem) membikin kacau-balaunya dunia lahir dan batin. Tuan-tuan telah mengerti sendiri bahwa sifat demikian harus kita jauhkan dari pembangunan negara Indonesia, bahkan Eropa sendiri pada waktu sekarang mengalami krisis rohani yang maha hebat berhubung dengan jiwa rakyat Eropa telah jemu kepada keangkaramurkaan, sebagai akibat semangat perseorangan tersebut. Dasar susunan negara Soviet Rusia pada masa sekarang ialah dictator dari proletariat. Boleh jadi dasar itu sesuai dengan keistimewaan keadaan social dari negeri Rusia, akan tetapi dasar pengertian negara itu bertentangan dengan sifat masyarakat Indonesia yang asli. Lain negara ialah negara Jerman nasional sosialis sebelum menyerah dalam peperangan sekarang. Negara itu berdasar atas aliran pikiran negara totaliter, das Ganze der politischen Einheit des Volkes (integrate theory). Prinsip “pimpinan” (fuhrung) sebagai kernbegriff (ein totaler fuhrerstaat) dan sebagai prinsip yang dipakainya juga ialah persamaan darah dan persamaan daerah (blut and boden theorie) antara pimpinan dan rakyat. Tuan-tuan yang terhormat, dari aliran pikiran
nasional sosialis ialah
prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya cocok dengan aliran pikiran ketimuran. Kita sekarang meninjau negara Asia ialah dasar negara Dai Nippon. Negara Dai Nippon berdasar atas persatuan lahir dan batin yang kekal antara
Universitas Sumatera Utara
Yang Maha Mulia Tennoo Heika, negara, dan rakyat Nippon seluruhnya. Tennoo adalah pusat rohani dan seluruh rakyat. Negara bersandar atas kekeluargaan. Keluarga Tennoo yang dinamakan “Konshitu” ialah keluarga yang terutama. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat sesuai pula dengan corak masyarakat Indonesia. Setelah kita meninjau dengan ringkas contoh-contoh dari sifat negerinegeri lain, maka tadi dengan sepatah dau patah kata kami mengatakan apa yang tidak sesuai dan apa yang sesuai dengan lembaga social (struktur sosial) dari masyarakat Indonesia yang asli. Sebagai Tuan-tuan telah mengetahui juga, struktur sosial Indonesia yang asli tidak lain ialah ciptaan kebudayaan Indonesia, ialah buat aliran pikiran atau semangat kebatinan bangsa Indonesia. Maka semangat kebatinan, struktur kerohanian dari bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai seseorang, golongan manusia manusia dalam suatu masyarakat, dan golongan-golongan lain dari masyarakat itu, dan tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia seluruhnya dianggap mempunyai tempat dan kewajiban hidup (darma) sendiri-sendiri menurut kodrat alam dan segala-galanya ditujukan kepada keimbangan lahir dan batin. Manusia sebagai seseorang tidak terpisah dari seseorang lain atau dari dunia luar, golongan-golongan manusia. Malah segala golongan makhluk, segala sesuatu bercampur-baur dan bersangkut-paut, segala sesuatu berpengaruh-pengaruhi, dan kehidupan mereka bersangkut paut.
Universitas Sumatera Utara
Inilah ide totaliter, ide integralistik dari bangsa Indonesia yang berwujud juga dalam susunan tata negaranya yang asli. Menurut sifat tata negara Indonesia yang asli, yang sampai zaman sekarang pun masih dapat terlihat dalam suasana desa baik di Jawa, maupun di Sumatera dan kepulauan-kepulauan Indonesia lain, maka para pejabat negara ialah pemimpin yang bersatu-jiwa dengan rakyat dan para pejabat negara senantiasa wajib memegang teguh persatuan keseimbangan dalam masyarakatnya. Kepala desa, atau kepala rakyat wajib menyelenggarakan keinsafan keadilan rakyat, harus senantiasa memberi bentuk (gestaltung) kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat. Oleh karena itu kepala rakyat “memegang adat” (kata pepatah Minangkabau) senantiasa memperhatikan segala gerak-gerik dalam masyarakatnya. Dan untuk maksud itu, senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya supaya pertalian batin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara. Dalam suasan persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antara golongangolongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong royong, semangat kekeluargaan. Maka teranglah Tuan-tuan yang terhormat, bahwa jika kita hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun.
Universitas Sumatera Utara
Menurut aliran pikiran ini, kepala negara dan badan-badan pemerintah lain harus bersifat pemimpin yang sejati, penunjuk jalan kea rah cita-cita luhur, yang diidam-idamkan oleh rakyat. Negara harus bersifat "badan penyelenggara", badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Dalam pengertian ini, menurut teori ini yang sesuai dengan semangat Indonesia yang asli, negara tidak lain ialah seluruh masyarakat atau seluruh rakyat Indonesia sebagai persatuan yang teratur dan tersusun. Dalam pengertian ini, negara tidak bersikap atau bertindak sebagai seseorang yang mahakuasa, yang terlepas dari seseorang-seseorang manusia dalam daerahnya dan yang mempunyai kepentingan sendiri, terlepas dari kepentingan warga-warga negaranya sebagai seseorang (paham individualis). Tuan-tuan yang terhormat, menurut pengertian "negara" yang integralistik, sebagai bangsa yang teratur, sebagai persatuan srakyat yang tersusun, maka spada dasarnya tidak akan ada dualisme "staat dan individu", tidak akan ada pertentangan antara susunan staat dan ssusunan hukum individu, tidak akan ada dualisme "staat and staatsfreie gesellschaft", tidak akan membutuhkan jaminan grund und freiheitsrechte dari individu contra staat. Oleh karena individu tidak lain adalah suatu bagian organic dari staat. Dan sebaliknya oleh karena staat bukan suatu sbadan kekuasaan atau raksasa politik yang berdiri di luar lingkungan suasana kemerdekaan seseorang. Paduka Tuan Ketua, seseorang filosof Inggris, bernama Jeremy Bentham (akhir abad ke-18) mengajarkan bahwa staat menuju kepada "the greatest happiness of the greatest number”, akan tetapi pikiran ini berdasar atas pikiran individualisme. Menurut aliran pikiran tentang negara yang saya anggap sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan semangat Indonesia asli tadi, negara tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, pun tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat), akan stetapi mengatasi segala golongan dan segala sseseorang mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat seluruhnya. Tuan-tuan yang terhormat, hendaknya jangan salah paham. Teori negara integralistik atau negara totaliter ini tidak berarti bahwa negara tidak akan memperhatikan adanya golongan-golongan sebagai golongan, atau tidak akan memperdulikan manusia sebagai seseorang. Bukan itu maksudnya! Aliran pikiran ini mempunyai sifat concrete dan reel, tidak meng-abstraheer segala keadaan (seperti sifat teori individualism). Negara akan mengakui dan menghormati adanya golongan-golongan dalam masyarakat yang nyata, akan tetapi setiap orang dan segala golongan akan insaf kepada kedudukannya sebagai bagian organik dan negara seluruhnya, wajib meneguhkan persatuan dan harmoni antara segala bagian-bagian itu. Negara persatuan tidak berarti bahwa negara atau pemerintah akan menarik segala kepentingan masyarakat ke dirinya untuk dipelihara sendiri, akan tetapi menurut alas an-alasan yang “doelmatig” akan membagi-bagi kewajiban negara kepada badan-badan pemerintahan di pusat dan di daerah masing-masing atau akan memasrahkan sesuatu hal untuk dipelihara oleh suatu golongan atau seseorang, menurut masa, tempat, dan soalnya. Paduka Tuan Ketua, setelah saya menguraikan dasar-dasar yang menurut hemat saya hendak dipakai untuk membangun negara Indonesia, maka saya
Universitas Sumatera Utara
sekarang hendak menguraikan kensekuensi dari teori negara tersebut terhadap pada soal-soal: 1. Perhubungan negara dan agama, 2. Cara pembentukan pemerintahan. 3. Hubungan negara dan kehidupan ekonomi.
Sebelum saya membicarakan soal-soal ini, saya mengingatkan kepada Tuan-tuan, bahwa bukan saja negara yang berdasar persatuan itu akan sesuai dengan corak masyarakat Indonesia, akan tetapi negara yang bersifat persatuan itu telah menjadi cita-cita pergerakan politik Indonesia pada zaman dahulu sampai sekarang. Saya hendak memperingatkan kepada Tuan-tuan pasal 2 dari Panca Dharma yang telah diterima oleh Chuuoo Sangi-In bahwa kita hendak mendirikan negara Indonesia yang merdeka, bersatu. Jadi, cita-cita ini tepat dan sesuai dengan corak masyarakat Indonesia yang asli. Bagaimanakah dalam negara yang saya gambarkan tadi hubungan antara negara dan agama? Oleh anggota yang terhormat Tuan Moh. Hatta telah diuraikan dengan panjang-lebar bahwa dalam negara persatuan di Indonesia hendaknya urusan negara dipisahkan dari urusan agama. Memang disini terlihat ada dua paham ialah paham dari anggota-anggota ahli agama yang menganjurkan supaya Indonesia didirikan sebagai negara Islam. Dan anjuran lain sebagaimana telah diajurkan oleh Tuan Moh. Hatta ialah negara persatuan nasional yang memisahkan urusan negara dan Islam; dengan lain kata: bukan negara Islam. Apa sebabnya disini saya
Universitas Sumatera Utara
mengatakan “bukan negara Islam?” Perkataan ”negara Islam”, lain artinya daripada perkataan “negara berdasar atas cita-cita luhur dari agama Islam”. Apakah perbedaannya akan saya terangkan. Dalam negara yang tersusun sebagai “negara Islam”, negara tidak bias dipisahkan dari agama. Negara dan agama ialah satu, bersatu padu. Islam, sebagaimana Tuan-tuan telah mengetahui ialah suatu sistem agama, sosial, dan politik, yang bersandar atas Quran sebagai pusat dan sumber dari segala susunan hidup manusia Islam. Telah diuraikan, bahwa negara Turki – sekarang kita melihat lagi contohcontoh dari negara-negara lain – sebelum tahun 1924 M ialah negara Islam semata-mata. Semenjak tahun 1924 Turki mangganti sifat negaranya dan bukan menjadi negara Islam lagi. Betul agama rakyat Turki ialah Islam, akan tetapi sebagai negara, menurut sistem pemerintahannya, Turki bukan negara Islam lagi. akan tetapi negara Mesir, Irak, Iran, Saudi Arabia ialah negara-negara Islam. Apakah kita hendak mendirikan negara Islam di Indonesia? Tadi saya mengingatkan anjuran dari pemerintah bahwa kita jangan meniru belaka contohcontoh dari negara lain, akan tetapi hendaklah Tuan-tuan mengingat kepada keistimewaan masyarakat Indonesia yang nyata. Dengan ini saya hendak mengingatkan kepada Tuan-tuan bahwa menurut letaknya Indonesia di dunia, Indonesia mempunyai sifat yang berlainan dengan geografi negara-negara Irak, Iran, Mesir, atau Syria; negara-negara yang bersifat ke-Islaman (corpus Islamicum).
Universitas Sumatera Utara
Indonesia berada di Asia Timur dan akan menjadi anggota dari lingkungan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya. Dari lingkungan itu anggota yang lainlain, misalnya negara Nippon, Tiongkok, Manchukuo, Filipina, Thai, Birma ialah bukan negara Islam. Betul peristiwa itu bukan suatu alasan yang dengan sendirinya harus menolak pembentukan negara Indonesia sebagai negara Islam, itu bukan. Tetapi itu suatu faktor penting yang harus diperingati juga. Saya hendak mengingatkan juga kepada Tuan-tuan bahwa di negaranegara Islam sendiri pun, misalnya di negara Mesir, Iran, dan Irak sampai sekarang masih ada beberapa aliran pikiran yang mempersoalkan cara bagaimana akan menyesuaikan hukum syariah dengan kebutuhan internasional, dengan kebutuhan modern, dengan aliran zaman sekarang. Tadi saya mengatakan bahwa dalam negara Islam negara tidak bisa dipisah-pisahkan dari agama, dan hukum syariah itu dianggap sebagai perintah Tuhan untuk menjadi dasar, untuk dipakai oleh negara. Dalam negara-negara Islam, misalnya di negara Mesir dan lain-lain yang menjadi soal ialah apakah hukum syariah dapat dan boleh diubah, diganti, disesuaikan menurut kepentingan internasional, menurut aliran zaman? Ada suatu golongan yang terbesar yang mengatakan bahwa itu tidak diperbolehkan tetapi ada lagi golongan yang mengatakan: bias disesuaikan dengan zaman baru. Umpamanya saja seorang ahli agama terkenal, yaitu kepala dari sekolah tinggi Al-Azhar di Kairo, Muhamad Abduh, yang termashur namanya – dan ia mempunyai murid di sini juga – mengatakan, ”Memang hukum syariah bias diubah dengan cara “ijmak”, yaitu permusyawaratan, asal saja tidak bertentangan dengan Quran dan dengan Hadis.” Ada lagi yang mempunyai pendirian yang lebih radikal, seperti Ali Abdul Razik,
Universitas Sumatera Utara
yang mengatakan bahwa agama terpisah daripada hukum yang mengenai kepentingan negara. Dengan pendek kata, dalam negara-negara Islam masih ada pertentangan pendirian tentang bagaimana seharusnya bentuk hukum negara supaya sesuai dengan aliran zaman modern, yang meminta perhatian dari negaranegara yang turut berhubungan dengan dunia internasional itu. Jadi, seandainya kita di sini mendirikan negara Islam, pertentangan pendirian itu akan timbul juga di masyarakat kita dan barangkali Badan Penyelidik ini pun akan susah memperbincangkan soal itu. Akan tetapi, Tuan-tuan yang terhormat, akan mendirikan negara Islam di Indonesia berarti tidak akan mendirikan negara persatuan. Mendirikan negara Islam di Indonesia berarti mendirikan negara yang akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, yaitu golongan Islam. Jikalau di Indonesia didirikan negara Islam, maka akan timbul soal-soal "minderheden" soal golongan agama yang kecil-kecil, golongan agama Kristen, dan lain-lain. Meskipun negara Islam akan menjamin dengan sebaik-baiknya kepentingan golongan-golongan lain itu, akasn tetapi golongan-golongan agama kecil itu tentu tidak bisa mempersatukan dirinya dengan negara. Oleh karena itu, cita-cita negara Islam itu tidak sesuai dengan cita-cita negara persatuan yang telah diidam-idamkan oleh kita semuanya dan juga yang telah dianjurkan oleh Pemerintah Balatentara. Oleh karena itu, saya menganjurkan dan saya mufakat dengan pendirian yang hendak mendirikan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter seperti yang saya uraikan tadi, yaitu negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, akan tetapi yang akan mengatasi segala golongan dan akan mengindahkan dan menghormati keistimewaan dari segala golongan, baik
Universitas Sumatera Utara
golongan yang besar maupun golongan yang kecil. Dengan sendirinya dalam negeri nasional yang bersatu itu, urusan agama akan terpisah dari urusan negara dan dengan sendirinya dalam negara nasional yang bersatu itu urusan agama akan diserahkan kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan. Dan dengan sendirinya dalam negara demikian seseorang akan merdeka memeluk agama yang disukainya. Baik golongan agama yang terbesar maupun golongan yang terkecil, tentu akan merasa bersatu dengan negara (dalam bahasa asing "zal zich thuis voelen" dalam negara) Hadirin yang terhormat! Negara nasional yang bersatu itu tidak berarti bahwa negara itu akan bersifat "a- religious". Bukan negara nasional yang bersatu itu akan memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur, akan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Maka negara demikian itu, dan hendaknya negara Indonesia juga memakai dasar moral yang luhur, yang dianjurkan juga oleh agama Islam. Sebagai contoh, dalam negara Indonesia itu hendaknya dianjurkan supaya para warga negara cinta kepada tanah air, ikhlas akan diri sendiri dan suka berbakti kepada tanah air; supaya mencintai dan berbakti kepada pemimpin dan kepada negara; supaya takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu sisngat kepada Tuhan. Itu semuanya harus dianjur-anjurkan, harus dipakai sebagai dasar moral dari negara nasional yang bersatu itu. Dan saya yakin bahwa dasar-dasar itu dianjurkan oleh agama Islam.
Universitas Sumatera Utara
Sekarang saya akan bicara soal yang berhubungan dengan bentuk susunan negara. Apakah negara persatuan (eensheidsstaat) atau negara serikat (bondstaat) atau negara persekutuan (federatie)? Dengan sendirinya negara secara federasi kita tolak. Karena dengan mengadakan federasi itu, bukanlah mendirikan satu negara, tetapi beberapa negara. Sedang kita hendak mendirikan satu negara. Jadi tinggal membicarakan "eenheidsstaat" atau "bondstaat". Jika benar bahwa bondstaat itu juga satu negara belaka, maka lebih baik kita tidak memakai setiket "eenheidsstaat" atau "bondstaat", oleh karena perkataan-perkataan itu menimbulkan salah paham. Sebagaimana telah diuraikan oleh anggota yang terhormat Tuan Moh. Hatta, maka dalam negara itu soal sentralisasi atau desentralisasi pemerintahan tergantung daripada massa, tempat, dan soal yang bersangkutan. Maka dalam negara Indonesia yang berdasar pengertian negara integralistik itu, segala golongan rakyat, segala daerah yang mempunyai keistimewaan sendiri akan mempunyai tempat dan kedudukan sendiri-sendiri sebagai bagian organik dari negara seluruhnya. Soal pemerintahan apakah yang akan diurus oleh pemerintah pusat dan soal apakah yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah, baik daerah besar
maupun
daerah
kecil;
itu
semuanya
akan
tergantung
daripada
"doelmatigheid", berhubungan dengan waktunya, tempatnya dan juga soalnya. Misalnya soal ini, pada masa ini, dan pada tempat ini lebih baik diurus oleh pemerintah daerah. Sedangkan soal itu, pada masa itu, dan tempat itu lebih baik diurus soleh pemerintah pusat. Jadi dalam negara totaliteratau integralistik, negara akan ingest kepada segala keadaan, hukum negara akan memperhatikan segala keistimewaan dari golongan-golongan yang bermacam-macam adanya
Universitas Sumatera Utara
ditanah air kita itu. Dengan sendirinya dalam negara yang terdiri atas pulau-pulau yang begitu besar, banyak soal-soal pemerintahan yang harus diserahkan kepada pemerintah daerah. Sekian tentang bentuk susunan negara. Sekarang tentang soal republik atau monarki? Tuan-tuan yang terhormat! Menurut hemat saya soal republik atau monarki itu tidak mengenai dasar susunan pemerintahan. Yang penting hendaknya kepala negara bahkan semua badan pemerintahan mempunyai sifat pemimpin negara dan rakyat seluruhnya. Kepala negara harus sanggup memimpin rakyat seluruhnya. Kepala Negara harus mengatasi segala golongan dan bersifat mempersatukan negara dan bangsa. Apakah kepala negara itu akan diberi kedudukan sebagai raja atau presiden, atau sebagai adipati seperti di Birma, atau sebagai "fuhrer", itu semuanya stidak mengenai dasar susunan pemerintahan. Baik raja, atau presiden, atau fuhrer, atau atau kepala negara yang bergelar ini atau itu, misalnya bergelar "Sri Paduka yang Dipertemuan Besar" atau bergelar lain, ia harus menjadi pemimpin negara yang sejati. Ia harus bersatu jiwa dengan rakyat seluruhnya. Apakah kita akan mengangkat seseorang sebagai kepala negara dengan hak turun-temurun, atau hanya suntuk waktu tertentu, itulah hanya mengenai bentuk susunan pimpinan negara yang nanti akan kita selidiki dalam badan ini. Caranya mengangkat pemimpin negara itu hendaknya janganlah diturut cara pilihan secara sistem demokrasi Barat itu berdasar atas paham perseorangan. Tuan-tuan sekalian hendaknya insaf kepada konsekuenssi dari pendirian menolak dasar perseorangan itu. Menolak dasar individualisme berarti menolak
Universitas Sumatera Utara
juga sistem parlementarisme, menolak sistem yang menyamakan manusia satu sama lain seperti angka-angka belaka yang semuanya sama harganya. Untuk menjamin supaya pimpinan negara terutama kepala negara terusmenerus bersatu jiwa dengan rakyat, dalam susunan pemerintah negara Indonesia, harus dibentuk sistem badan permusyawaratan. Kepala negara akan terus bergaul dengan badan permusyawaratan supaya senantiasa mengetahui dan merasakan rasa keadilan rakyat dan cita-cita rakyat.bagaimana akan bentuknya badan ermusyawaratan itu ialah satu hal yang harus kita selidiki, akan tetapi hendaknya jangan memakai sistem individualisme. Bukan saja kepala negara, akan tetapi pemerintah daerah pun sampai kepala daerah yang kecil-kecil, misalnya kepala desa, harus mempunyai sifat pemimpin rakyat yang sejati. Memang dalam masyarakat desa yang asli, kepala desa mempunyai sifat pemimpin rakyat yang sejati. Kepala adat atau kepala desa menyelenggarakan kehendak rakyat, senantiasa memberi gestaltung kepada keinsafan keadilan rakyat. Jika kepala negara Indonesia akan bersifat demikian, maka kepala negara itu akan mempunyai sifat Ratu Adil, seperti yang diidam-idamkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Sekarang tentang hubungan antara negara dan perekonomian. Dalam negara yang berdasar integraslistik, yang berdasar persatuan maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem "sosialisme negara (staatssocialisme). Perusahaanperusahaan yang penting akan diurus oleh negara sendiri, akan tetapi pada hakikatnya negara yang akan menentukan di mana dan di masa apa dan perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau yang akan diserahkan kepada suatu badan hukum prive atau kepada seseorang; itu
semua tergantung daripada kepentingan negara,
Universitas Sumatera Utara
kepentingan rakyat seluruhnya. Dalam negara Indonesia baru, dengan sendirinya menurut
keadaan
sekarang,
perusahaan-perusahaan
sebagai
lalu-lintas,
electriciteit, perusahaan alas rimba harus diurus oleh negara sendiri. Begitupun tentang hal tanah. Pada hakikatnya negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang yang penting untuk negara akan diurus oleh negara sendiri. Melihat sifat masyarakat Indonesia sebagai masyarakat pertanian, maka dengan sendirinya tanah pertaniasn menjadi lapangan hidup dari kaum tani dan negara harus menjaga supaya tanah pertanian itu tetap dipegang oleh kaum tani. Dalam lapangan ekonomi, negara akan bersifat kekeluargaan. Juga oleh karena kekeluargaan itu sifat masyarakat Timur yang harus kita pelihara sebaikbaiknya. Sistem tolong-menolong, sistem kooperasi hendaknya dipakai sebagai salah satu dasar ekonomi negara Indonesia. Dasar totaliter dari negara kebangsaan yang bersatu itu mempunyai akibatakibat pula dalam lapangan-lapangan lain, akan tetapi akan kepanjangan, jikalau saya membicarakan soal-soal dari lapangan-lapangan lain itu. Sekian saja Paduka Tuan Ketua, tentang dasar-dasar yang hendaknya dipakai untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka. Atas dasar pengertian negara sebagai persatuan bangsa Indonesia yang tersusun atas sistem hukum yang bersifat integralistik tadi, di mana negara akan berwujud dan bertindak sebagai penyelenggara keinsafan keadilan rakyat seluruhnya, maka kita akan dapat melaksanakan negara Indonesia yang bersatu dan adil, seperti sudash termuat dalam Panca Dharma, pasal 2, yang berbunyi,"Kita mendirikan negara Indonesia, yang (makmur, bersatu, berdaulat) adil." Maka negara hanya bisa adil, jikalau negara itu menyelenggarakan rasa keadilan rakyat dan menuntun rakyat kepada
Universitas Sumatera Utara
cita-cita yang luhur, menurut aliran zaman. Negara Indonesia yang berdasar atas semangat kebudayaan yang asli, dengan sendirinya akan bersifat negara Asia Timur Raya. Dan negara Indonesia yang terbentuk atas aliran pikiran persatuan yang saya uraikan tadi, pun akan dapat menjalankan dharmanya (kewajibannya) dengan semestinya sebagai anggota daripada kekeluargaan Asia Timur Raya. Terima kasih!
2.
NEGARA INTEGRALISTIK MENURUT SOEPOMO Negara Indonesia merupakan negara yang berbentuk negara kesatuan. Para
founding fathers telah menetukan arah masa depan yang akan dijalankan oleh bangsa Indonesia. Pada saat dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) cikal bakal negara nantinya berbentuk apa telah menjadi salah satu pokok pembicaraan para aktor BPUPKI tersebut. Diantaranya adalah Muhammad Yamin, Soepomo
dan Soekarno
yang
menyampaikan gagasan mereka. Konsep negara integralistik pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli hukum adat yaitu, Prof. Dr. Mr. R. Soepomo SH. di Sidang Pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau disebut juga dengan sidang Dokuritsu Junbi Cosakai pada tanggal 31 Mei 1945. 28 Adanya konsep integralistik yang ditawarkan oleh Soepomo merupakan suatu bentuk pilihan bentuk negara yang nantinya akan diaplikasikan sebagai bentuk negara yang akan dipakai setelah Indonesia merdeka. Bukan hanya 28
Marsilam Simanjuntak, loc.cit., hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
Soepomo, tetapi juga Muhammad Yamin dan Soekarno. Para founding fathers berdebat panjang lebar dalam menentukan bentuk negara, mengingat bahwa konstitusi memang sangat penting dan bentuk negara menjadi hal utama dalam peraturan, yaitu pasal pertama. Hal ini juga mengingat pilihan bentuk negara tersebut akan terimplementasi ke dalam pasal-pasal lain. Pada saat sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau sidang BPUKI yang dihadiri diantaranya Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Ir. Soekarno dan anggota sidang lainnya, para founding fathers menyampaikan ide-ide mereka tentang pilihan bentuk negara melalui pidato-pidato yang mereka bacakan di depan sidang. Diantaranya mereka yang berpidato yaitu Mr. Muhammad Yamin sendiri pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada dua hari berikutnya tanggal 31 Mei 1945 dilanjutkan oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo dan terakhir pidato oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang juga dikenal dengan lahirnya Pancasila.
3.
KONSEP NEGARA
3.1.
Sejarah Negara Sejak kapankah ada istilah "negara" mulai ada? Hal ini menjadi
pertanyaan kapan tepatnya konsep negara muncul yang belum terjawab dengan detail dan pada akhirnya dipakai di hampir semua negara yang ada di dunia ini, terutama negara Indonesia sendiri. Pemikiran tentang negara pertama kali muncul pada bangsa Yunani Kuno tepatnya di Athena 29 pada sekitar abad ke-5 sebelum Masehi. Kemudian muncul lagi pertanyaan, apa yang menyebabkan timbulnya pemikiran untuk membuat
29
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 1980, hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
"negara"? ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut: 30 1. Adanya sifat agama yang tidak mengenal ajaran Tuhan yang ditetapkan sebagai kaidah (kanon). 2. Keadaan geografi
negara tersebut
yang
menjuruskan kepada
perdagangan dan perantauan sehingga bangsa Yunani sempat bertemu dan bertukar pikiran dengan bangsa-bangsa lain. 3. Bentuk negaranya, yaitu Republik-Demokrasi, sehingga rakyat memerintah sedikit dengan tanggung-jawab sendiri. 4. Kesadaran bangsa Yunani sebagai kesatuan. 5. Empat faktor diatas sebelumnya menjadikan orang-orang bangsa Yunani sebagai orang-orang ahli pikir dan bernegara. 31
Pemikiran Socrates yang banyak diungkap oleh muridnya, Plato bahwa bentuknya negara Yunani kuno masih merupakan suatu Polis. Pada awal terbentuknya hanyalah sebuah benteng yang berada di sebuah bukit. Kemudian orang lain yang ingin hidup aman menggabungkan diri dengan tinggal disekeliling benteng tersebut dan minta perlindungan yang pada akhirnya perluasan wilayah benteng tersebut pun terjadi. Kemudian kelompok inilah yang berikutnya disebut Polis. Jadi negara pada waktu itu tidak lebih dari sebuah kota kecil saja. Polis tersebut bukan saja mengatur kehidupan polis itu tetapi juga kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu Polis dianggap identik dengan masyarakat, dan
30
Ibid., hal. 12-13. Lihat juga Jhr Dr. J.J. Von Schmid; Ahli-ahli Pemikir Besar tentang Negara dan Hukum, terjemahan Mr. R. Wiratno dan Mr. Djamaluddin Dt. Singomangkuto, P.T. Pembangunan, Djakarta, 1954, hal. 10. 31
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dianggap identik dengan negara (organisasi) yang masih berbentuk Polis itu. 32 Ada berbagai tafsiran para ahli mengenai pengertian negara. Pada dasarnya awal terbentuknya negara merupakan atas kesepakatan sekumpulan masyarakat pada satu wilayah teritorial mereka. Negara menjadi organisasi yang berfungsi sebagai sarana dalam menciptakan kesejahteraan ditengah-tengah masyarakat tersebut. Namun Protagoras, seorang tokoh Sofis, mengatakan bahwa negara dicipta oleh manusia itu sendiri. 33 Kehidupan manusia yang sendiri cenderung mendapat gangguan dan kesulitan yang belum tentu dapat diselesaikan sendiri sehingga sekumpulan manusia tersebut menyadari hidup sendiri sangat sulit dan disaat membentuk kelompok, gangguan dan kesulitan dapat diminimalisir. Berbeda lagi dengan Plato bahwa kesulitan bukan hanya dari luar kelompok tetapi dari dalam kelompok itu juga. 34 Sejak ilmu politik mengalami perkembangan yang sangat pesat, negara menjadi salah satu objek kajian yang penting. Namun, memasuki akhir tahun 1950-an sampai dengan 1970-an, konsep negara sempat hilang dimana konsep kelompok kepentingan, partai politik, perilaku politik, kepemimpinan, analisis kebijakan dan pembangunan politik lebih menarik perhatian para akademisi. 35 Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik yang merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara juga menjadi alat dari masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia serta
32
Soehino, Loc.cit., hal. 15. J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, Jakarta: Rajawali Pers, 1991, hal. 61. 34 Ibid, hal. 62. 35 Ramlan Surbakti, Perspektif Kelembagaan Baru Mengenai Hubungan Negara dan Masyarakat, Jurnal Ilmu Politik. No. 14, 1993, hal. 3. 33
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. 36 Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan maupun oleh negara itu sendiri. Dengan demikian negara dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari masyarakat ke arah tujuan bersama. Oleh karena itu, tugas negara adalah: 37 1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial atau bertentangan satu sama lain supaya tidak terjadi antagonisme yang membahayakan. 2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongangolongan
ke
arah
tercapainya
tujuan-tujuan
dari
masyarakat
seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosial-asosial kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasional.
Pada akhirnya apa yang disebut negara selalu mengalami perkembangan dan pertumbuhan hingga pada titik klimaks kesempurnaan apa yang disebut negara. Berikut adalah pandangan konsep negara dari sudut pandang beberapa ahli: 38 1. Plato (427 - 348 s.M.) mengatakan, bahwa Negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju, ber-evolusi, terdiri dari orang-orang (individuindividu).
36
Ramlan Surbakti, Loc.cit., hal. 14. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 39. 38 Samidjo, Ilmu Negara, Bandung: CV. Armico, 1986, hal.28-29. 37
Universitas Sumatera Utara
2. Grotius disebut juga Hugo De Groot (1583 - 1645) mengatakan, bahwa Negara adalah ibarat suatu perkakas yang dibuat manusia untuk melahirkan keberuntungan dan kesejahteraan umum. 3. Thomas Hobbes (1588 - 1679) mengatakan bahwa Negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh orang banyak beramai-ramai, yang masingmasing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan perlindungan bagi mereka. 4. J.J. Rousseau (1712 - 1778) mengatakan bahwa negara adalah perserikatan dari rakyat
bersama-sama
yang
melindungi dan
mempertahankan hak masing-masing diri dan harta benda anggotaanggota yang tetap hidup dengan bebas merdeka. 5. Karl Marx (1818 - 1883) berpendirian lagi, mengatakan bahwa Negara adalah suatu alat kekuasaan bagi manusia (penguasa) untuk menindas kelas manusia yang lainnya. 6. Logemann, mengatakan bahwa Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan (= pertambatan kerja/werk verband) yang mempunyai tujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu masyarakat. Organisasi itu suatu pertambatan jabatan-jabatan (ambt, funksi) atau lapangan-lapangan kerja (werkkring) tetap.
Berbeda lagi halnya dengan beberapa perumusan mengenai negara berdasarkan beberapa ahli sebagai berikut: 39
39
Miriam Budiardjo, Loc.cit., hal. 39-40.
Universitas Sumatera Utara
1. Roger H. Soltau: menurutnya bahwa negara merupakan satu sarana untuk mengatasi masalah bersama berdasarkan wewenang yang dimiliki. 40 2. Harold J. Laski: mengemukakan bahwa negara merupakan satu kumpulan masyarakat yang bersatu atau terintegrasi disamping memiliki kekuasaan yang bersifat memaksa dan sah diatas kepentingan individu ataupun kelompok dalam masyarakat tersebut. 41 3. Max Weber berpendapat negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. 42 4. Robert M. MacIver mengatakan bahwa negara merupakan satu bentuk organisasi untuk menertibkan masyarakat melalui peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang dipilih oleh masyarakat dan dipercayakan masyarakat dalam suatu wilayah. 43
Dari beberapa pengertian ataupun pandangan para ahli mengenai konsep negara dapat diterjemahkan bahwa negara merupakan satu integrasi masyarakat yang memiliki kekuasaan memaksa menurut aturan hukum yang disesuaikan dengan masyarakat dan dijalankan melalui pemerintah yang dipilih dan dipercaya masyarakat. Adanya kecenderungan memaksa dalam sistem negara tersebut tidak
40
Lihat juga Roger F. Soltau, Au Introduction to Politics (London: Longmans, 1961), hal.
1. 41
Lihat juga Harold J. Laski, The State in Theory and Practice (New York: The Viking Press, 1947), hal. 8-9. 42 Lihat juga Max Weber, From Max Weber: Essays in Sosiology, trans., ed. And with an introd. by H.H. Gerth and C. Wright Mills. ("A Galaxy Book, GB 13"; New York: Oxford University Press, 1958), hal. 78. 43 Robert M. MacIver, The Modern State (London: Oxford University Press, 1955), hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
lebih dalam menciptakan suatu bentuk masyarakat yang ideal dan membentuk negara yang sempurna. Seiring dengan perkembangan negara juga mengalami penyempurnaan di setiap negara.
3.2.
Sifat Negara Pada dasarnya negara memiliki sifat dasar yang menunjukkan kedaulatan
dari organisasi masyarakat tersebut. Seperti pendapat para ahli, pada umumnya sifat memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua. 44 1. Sifat Memaksa, maksudnya di sini bahwa dengan adanya pemaksaan secara tidak langsung dari perundang-undangan yang harus ditaati sehingga masyarakat dapat ditertibkan. Hal ini bisa langsung dilihat ketika aparat pemerintah seperti polisi, tentara dan lain sebagainya menjalankan tugasnya. Aplikasi lainnya pada peraturan misalnya bisa dilihat pada ketentuan tentang pajak. Setiap warganegara harus membayar pajak dan orang yang menghindari kewajiban ini dapat dikenakan denda, atau sdisita miliknya atau di beberapa negara malahan dapat dikenakan hukuman kurungan. 2. Sifat Monopoli, dalam hal ini negara memiliki hak untuk menetukan apa yang baik untuk masyarakat dan menolak apapun yang menimbulkan hal buruk bagi masyarakat dalam hal menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Misalnya seperti akhir-akhir ini yang sedang marak di negara Indonesia, ketika bermunculan kepercayaankepercayaan baru. Secara langsung negara menetapkan untuk melarang
44
Miriam Budiardjo, Loc.cit., hal. 40-41.
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan yang menyimpang dari kehidupan masyarakat terutama kepercayaan yang mengganggu kemyamanan masyarakat atau bahkan negara. 3. Sifat Mencakup Semua (all-encompassing, all-embracing). Semua peraturan perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak) berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar ruang-lingkup aktivitas negara, maka usaha negara ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal. Lagipula, menjadi warganegara tidak berdasarkan kemauan sendiri (involuntary membership) dan hal ini berbeda dengan asosiasi lain di mana keanggotaan bersifat sukarela.
Disebut suatu bentuk negara adalah ketika organisasi masyarakat tersebut telah memenuhi persyaratan berdirinya apa yang disebut negara. Unsur dominan yang seharusnya dimiliki ketika menjadi negara diantaranya adalah masyarakat atau warga negara atau penduduk; wilayah atau daerah teritorial; kekuasaan; pemerintah; dan adanya pengakuan dari negara lain.
3.3.
Unsur Negara Menurut konvensi Montevideo, salah satu kota di negara Uruguay, pada
tahun 1933 dimana diadakan konvensi hukum internasional yang menyatakan bahwa jika ingin mendirikan sebuah negara harus mempunyai empat unsur konstitutif, yaitu sebagai berikut: 45
45
Samidjo, Loc. Cit., hal. 31-51.
Universitas Sumatera Utara
1. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga negara), nationalen, staatsburgers, atau bangsa-bangsa (staatsvolk). Disebut penduduk warga negara, ketika semua orang yang pada suatu waktu menempati satu wilayah negara. Bila di lihat dari segi hukum penduduk yang juga lazim disebut rakyat merupakan warganegara (staatsburgers) dalam suatu negara yang mempunyai ikatan hukum dengan negara tertentu atau dengan pemerintah. 2. Harus ada wilayah (tertentu) atau lingkungan kekuasaan. Wilayah merupakan unsur mutlak (unsur konstitutif) dari negara. Jika "penduduk" atau warganegara merupakan dasar personil suatu negara, maka "wilayah" merupakan landasan materiil atau landasan fisiknya negara. Luas wilayah negara ditentukan oleh perbatasanperbatasannya dan di dalam batas-batas itu negara menjalankan yurisdiksi territorial atas orang dan benda yang berada di dalam wilayah itu, kecuali beberapa golongan orang dan benda yang dibebaskan dari yurisdiksi itu, misalnya perwakilan diplomatic negara asing dengan hartas benda mereka. 3. Harus
ada
kekuasaan
tertinggi
(penguasa
yang
berdaulat),
pemerintah yang berdaulat. Pemerintahan mutlak dimiliki oleh sebuah negara untuk mengatur dan mengendalikan negara tersebut. Pemerintah lain, negara lain, tidak berkuasa di wilayah dan terhadap rakyat negara itu. Kekuasaan seperti itu merupakan kedaulatan (sovereinity). Sehingga dalam
Universitas Sumatera Utara
suatu negara kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi yang berlaku bagi segenap rakyat dan wilayah negara tersebut. 4. Kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lainnya. Adapun maksud dari kesanggupan berhubungan dengan negaranegara lainnya yaitu satu kemampuan untuk mengadakan kerjasama ataupun sejenis lainnya baik dalam bidang ekonomi, pertahanan, politik, budaya dan lain sebagainya. 5. Pengakuan (deklaratif). Pengakuan negara yang satu terhadap negara yang lain adalah untuk memungkinkan hubungan antara negara-negara itu (misalnya hubungan diplomatik, hubungan perdagangan, hubungan kebudayaan dan lain-lain). Pengakuan maksudnya adalah merupakan hanya menerangkan dimana negara yang telah ada diakui oleh negara yang mengakui itu. Setidaknya ketika negara itu telah diakui ada maka tidak akan ada pengklaiman atas negara tersebut terhadap kelompok lain.
3.4.
Tujuan Negara Kesenangan dan kebahagiaan hidup adalah tujuan hidup manusia dan hal
ini berkaitan dengan tujuan yang harus dicapai oleh sebuah negara. Plato menyatakan jika manusia selalu mencari kesenangan dan kebahagiaan maka fungsi negara atau tujuan negara secara tidak langsung harus mengupayakan
Universitas Sumatera Utara
kesenangan dan kebahagian itu dan dengan dengan demikian fungsi negara yang paling menonjol ialah fungsi kesejahteraan. 46 Berbeda halnya dengan apa yang dinyatakan oleh Roger H. Soltau, bahwa negara bertujuan untuk memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berkembang melalui kreativitas mereka yang pada akhirnya hal tersebut menunjang perkembangan hidup masyarakat dan dalam hal ini negara menjamin hal itu berlangsung dengan baik. 47 Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa tercantum cita-cita atau tujuan negara Indonesia, yaitu: "Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,...dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh shikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan Suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 48 Namun, di samping itu pada umumnya tujuan negara adalah: 1. Melaksanakan penertiban; untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai "stabilisator"
46
J.H. Rapar, Loc. Cit., hal. 63. Miriam Budiardjo, Loc.cit., hal. 45, dalam Harold J. Laski, The State in Theory and Practice (New York: The Viking Press, 1947), hal. 12. 48 UUD RI Tahun 1945 (Pembukaan). 47
Universitas Sumatera Utara
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. 3. Pertahanan; hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar, untuk itu negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan. 4. Menegakkan keadilam; hal ini dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan.
Apapun ideologi dari sebuah negara tersebut, terpulang kembali pada dasarnya bahwa negara didirikan dengan tujuan untuk menciptakan kebahagiaan dan kesenangan atau mensejahterakan sesuai pengaplikasain setiap pemerintah dan aturan negara yang berlaku, sama halnya seperti yang dinyatakan oleh Plato.
3.5.
Bentuk Negara Bentuk negara ada dua jenis yang paling umum dikenal, yaitu sebagai
berikut: 49 1. Negara Kesatuan 50 Apa yang disebut dengan negara kesatuan lebih cenderung dikenal dengan uni (Inggris) atau eenheidstaats (Jerman). Negara kesatuan merupakan negara yang terdiri dari satu negara saja dan hanya dipimpin satu pemimpin negara saja walau sebesar apapun wilayah negara tersebut. Pada negara kesatuan pembagian wewenang organisasi dari bagian-bagian pada negara kesatuan pada dasarnya semua telah ditentukan oleh pembuat undang-undang di pusat. Kemudian wewenang secara
49
Miriam Budiardjo, Loc.cit, hal. 140-141. Sulardi dan Cekli S. Pratiwi, Mengukuhkan Negara Kesatuan, Malang: UMM Press, 2002, hal. 38. 50
Universitas Sumatera Utara
terperinci terdapat pada propinsi-propinsi, dan residu powernya ada pada pemerintah pusat negara kesatuan. Untuk lebih mengenal bentuk negara kesatuan pada umumnya dapat dikenali melalui ciri-cirinya sebagai berikut: 1.
Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, mewujudkan kesatuan unity.
2.
Negara kesatuan hanya mempunyai satu negara dengan hanya mempunyai satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatur bagi seluruh daerah negara.
3.
Negara kesatuan merupakan negara tunggal yang monosentris (berpusat satu).
4.
Hanya ada satu pusat kekuasaan yang memutar seluruh mesin pemerintahan dari pusat sampai ke pelosok-pelosok, hingga segala sesuatunya dapat diatur secara sentral, seragam dan senyawa dalam keseluruhannya.
5.
Pengaturan oleh pusat kepada seluruh daerah tersebut lebih bersifat koordinasi saja namun tidak dalam pengertian bahwa segala-galanya diatur dan diperintahkan oleh pusat. 51
2. Negara Federal Kata federal pertama kali berasal dari bahasa Latin feodus yang berarti serikat atau aliansi. 52 Secara umum negara federasi merupakan negara yang tersusun daripada beberapa negara yang semula berdiri 51
Lihat juga Diponolo, G.S., Ilmu Negara, jilid II, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, hal.
52
Sulardi dan Cekli S. Pratiwi, Loc.cit,. hal. 21.
16.
Universitas Sumatera Utara
sendiri-sendiri, yang kemudian negara-negara itu mengadakan ikatan kerja sama yang efektif, tetapi di samping itu, negara-negara tersebut masih ingin mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri. 53 Menurut
Krunenburg
bahwa
pembagian
wewenang
antara
pemerintah pusat federal dengan pemerintah negara bagian terjadi dengan dua cara, yaitu sebagai berikut: 54
a.
Pouvoir Constituant Bahwa negara-negara bagian berwenang untuk membuat UndangUndang-nya sendiri, menentukan bentuk organisasinya masingmasing dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan konstitusi dari negara federal seluruhnya.
b.
Residu Power atau Reserved Power Bahwa wewenang pembuat Undang-Undang pemerintah Pusat Federal ditentukan secara terperinci, sedangkan wewenang lainnya ada pada negara-negara bagiannya.
Adapun ciri-ciri dari negara nederal adalah sebagai berikut: 55 1.
Adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan negaranegara bagian menurut sistem enumerasi kekuasaan.
53
Soehino, Loc.cit., hal. 225. Koesnardi dan Hermaily, Pengantar Hukum Tata Negara, Pusat studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UI, 1983, hal. 169. 55 Sulardi dan Cekli S. Pratiwi, Loc.cit,. hal. 37. 54
Universitas Sumatera Utara
2.
Berlakunya dua konstitusi yaitu konstitusi negara federal dan konstitusi negara bagian.
3.
Adanya penerapan sistem pemisahan kekuasaan dalam tiga bidang kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif yang mempunyai kedudukan sama tinggi.
4.
Adanya peradilan yang dapat menyelesaikan adanya perselisihan antara federal dan negara bagiannya.
Universitas Sumatera Utara