BAB II KONSEP DIRI KEMAMPUAN MOTIP BERPRESTASI INTELIGENSI EMPATI DAN HUBUNGAN DENGAN PRESTASI BELAJAR 1. Variabel Kognitif dan Non Kognitif dan hubungannya terhadap Prestasi belajar Sejak lama disadari,bahwa prestasi belajar banyak ditentukan oleh banyak variabel. Dari banyak •variabel itu variabel kognitif atau intelektual merupakan faktor yang agak dominan • Kemampuan intelektual siswa,indek prestasi mereka di sekolah, hasil skor tes merupakan contoh dari variabel kognitif ( White,1969,h«57 ).Variabel non kognitif
atau
non intelektual dewasa ini makin lama makin meningkat dilihat sebagai hal yang penting dalara prestasi belajar, Meesick menulis bahwa "label" non kognitif dipergunakan untuk karakteristik kepribadian seperti sikap ( attitude) dan motif (motives).(1979,h.282). Sudah barang tentu konsep non kognitif itu sendiri tidak seluruhnya bersifat afeksi,karena di dalamnya masih terdapat juga hal-hal yang bersifat kognitif, misalnya konsep sikap ( Krech et al.1962 ). Dalam ringkasan kajian yang dilakukan oleh Cronbacli(1949), Henry(1950),Dyer(1955),Fishman(1957),Lavin(1965) dan Whitla(1968),diperoleh hasil bahwa skor tes akademi berkorelasi dengan "college grade point average",de' 24
i
*
25 ngan r 0.35 sampai 0.55 . Bila ditambahkan satu likuran penampilan sekolah menengah untuk skor tes ke mampuan,korelasi ganda untuk memprediksi rata-rata" college grade-point"bergerak terentang antara 0,40 sampai 0,80 dan cenderung rata-rata menjadi di sekitar 0.60 (Whitla,1969,h.84).Busham(1969)meneliti hubungan antara Intelligence Quotient( selanjutnya disingkat dengan IQ) di dalam memprediksi"grade point averageMpada 7 th Grade,dan diperoleh korelasi 0.646 jpada 9 th Grade dengan r 0.595 ; dan pada 12 th Grade adalah O.524. French(1963),Lunneborg dan Lunneborg(1966) berkesimpulan bahwa pengukuran intelektual memberikan sumbangan yang terbesar untuk memprediksi secara mutlak"college grade" .(Busham,1969»h.169). Lavin(1965Mengungkapkan bahwa korelasi yang tertinggi antara Intelligence Quotient dan prestasi belajar biasanya diperoleh tingkat sekolah menengah atas karena distribusi yang luas kemampuan siswa pada kelompok usia inijkorelasi yang paling tinggi berikutnya terdapat pada tingkat akademi.(Gilmore,1974,h.18). Tetapi Lavin akhirnya juga menyatakan bahwa sekitar separoh dari penampilan skolastik harus dijelaskan oleh faktor yang lain, selain diukur oleh tes IQ . Variabel non kognitif atau unsur kepribadian makin lama diakui sebagai salah satu hal yang penting dalam "human performance"(Sarason,1967 * h.243).
26 Laporan Coleman pada Eguality of gduoational Opportunity< 1966)dan Jeneen's(l969)sebenarnya telah mencoba: mengetengahkan issue kontraversial antara na ture dan Nurture ( bakat pembawaan dan pengaruh luar) ini( Dinnan,I977,h.271). Travers(1949)mencoba mem prediksi antara variabel non kognitif,minat terhadap "grade"dalara program perkuliahan (course). Rust
dan
Ryan mendapati bahwa mahasiswa dengan"overchievers" di perguruan tinggi cenderung mempunyai skor minat yang lebih tinggi di dalam jabatan atau pekerjaan yang memiliki prestise yang tinggi.(Whitla.1969,h, 89). Salah satu variabel non kognitif adalah kebiasaan belajar (study habits)dan sikap(attitudes), Brown dan * Holtzman(1955) mencoba menghubungkan antara variabel itu terhadap prediksi"college grade" dan diperoleh korelasi rata-rata(mean correlation) 40 untuk laki-laki dan wanita .Bila korelasi ganda dilaksanakan , yakni dengan menambahkan pengukuran kemampuan(ability) dan kebiasaan belajar dan sikap, maka diperoleh korelasi multipel sekitar 0.70., Variabel sikap,sebagai salah satu variabel non kognitif sering merupakan"prediktor"yang berarti ter hadap prestasi belajar.Bukan saja sikap dari siswa itu sendiri.Tetapi juga sikap dari guru,misalnya kesenangan guru dalam mengajarkan matematika
dapat
27 dikerelasikan terhadap prestasi belajar siswa. "Locus of control" dari Rotterd 966)yang menunjukkan kemampuan siswa -untuk dapat,,mengemudikan"perilakunya sendiri merupakan salah satu prediktor penting dalam prestasi belajar .Demikian juga tentang motif-diri,atau self-motivation(de Charms,1968;1976 Panelli,1977;Lefcourt,1976). Konsep diri sebagai variabel bebas. Sikap terhadap diri (self),khususnya diri sebagai siswa merupakan hal yang penting di dalam pen didikan baik sebagai variabel instrumental atau va riabel hasil dan secara luas diuji di dalam rubrik konsep-diri ('self-concept)atau konsep diri akademik (Diggroy,1966;Purkey,197 0;Shavelson,Hubner&Stanton, 1976;Wylie, 1974;Yamaraoto, 1972,dikutip melalui Mes sick,1979,h.285) Konsep-diri sebenarnya merupakan " a person's perception of himself"(Shavelson et al 1980,h, 25). Konsep-diri jika ditelusuri mempunyai sejarah yang panjang dalam psikologi,masuk di dalam teori kepribadian,misalnya dalam teori Cari Rogera dan Crordon Allportfdan juga muncul dalam teori Sosiologi,seperti yang dikemukakan oleh Cooley tentang" looking glass self"dan Herbert Mead tentang »self"(Pervin,1975»h.221;Sumadi Suryabrata,1983,h. 297-326;Sarason,1967,h.94;Gittler,195 2,h.277 iCuber 1959,h,276).Hall dan Lindzey(1957-memberikan batas-
28 an"self"sebagai"the person's attitudes and feelings about himself".Gitler(1952)yang melihatnya dari pendekatan sosiologi mengartikan"self "sebaga^'person1 s attitude toward himself.Herbert Mead(l956)berpendapat bahwa konsep-self (self-conpept) ditentiikan oleh perilaku yang timbul dari pengalaman sosial. Jadi Konsep diri dapat dilihat sebagai bagian' dari "feedback loop,affecting,and beeing affected by the individual' s experience in his social environment"(Shiffler et al.1977.h.549-359).Bagi Colley, proses berfikir yang terjadi berulang ulang di dalam fikiran masingmasing person ditandai oleh tiga fase yang terpisah step 1 s The imangination of how"Illappear to others. Step
do they interpret what they see ?Step
3
Feelings about himself(Cuber,1959»h.276-278).Apakah tahun tahun sekolah dasar merupakan waktu yang ber makna dalam campur tangan di dalam kehidupan seorang • ^
anak 1 Jawabannya adalah sederhana
:tahun tahun itu
merupakan hal yang penting ( crucial)di dalam pengembangan sikap positif terhadap self,orang lain,dan masyarakat
(Barr,1958jBlocher,1968;Coopersmith,1967
Farwell dan Peters,1957:Meeks,1962;Feters,Shertzer dan Hoose,1965,dikutip melalui Dinkmeyer et al,1975, h. 180).Hubungan antara"underachievementr,dan self-concept telah dikaji secara ekstensif( Fink,1962;Watten-
29 burg dan Clifford, 1964;Caplin, 1968 ). Combsd 964)me ringkaskan"underachievers"yang dibedakan dari " achievers",dimana mereka : a. Melihat dirinya kurang memadai. b. Melihat diri mereka sendiri kurang diterima oleh orang lain . c. Melihat teman-teman mereka sebagai kurang dapat diterima . d. Melihat orang dewasa sebagai kurang dapat diterima e. Menunjukkan pendekatan yang tidak efisien dan ti' dak efektif terhadap problem . f. Menunjukkan kurangnya kemerdekaan dan kecukupan I dari ekspresi emosional. Sekolah> mempengaruhi konsep diri anak oleh karena anak dapat dilihat berinteraksi di dalam kelompok sebaya mereka.Hubungan teman sebaya merupakan faktor penting didalam menyumbang terhadap gambaran diri (self image) dan harga dif-i (self-esteem) anak( Mc Candless 1961;Spivack,1956).Sejumlah kajian telah di peroleh hubungan antara konsep diri( %elf-coneept
)
dan perilaku kelas (classroom behaviorJ.Davidson dan Lang ( 1960 ) mendapati adanya hubungan yang positif antara'konsep diri terhadap prestasi akademik dan perilaku kelas yang diinginkan dari siswa yang berusia 10-16 tahun. Reeder(1954)juga mengungkapkan hal yang sapa. (Shiffler et_al, 1977,*049). Shiffler et al
30 (1977)juga mendapati hubungan antara konsep diri dan jumlah perilaku yang berorientasi pada tugas. 2.1. Konsep-diri kemampuan dan prestasi sekolah Brookovetf et al(l964).dalam bukunya Self Concept of Ability and School Achievement mencoba menghubungkan antara konsep-diri kemampuan dan prestasi sekolah.Kajiannya didasarkan atas pandangan bahwa konsep-diri seseorang berkembang melalui interkasinya dengan orang lain yang penting baginya dan interaksi itu,sebaiknya mempengaruhi perilaku masa depannya.Dipusatkan pada satu aspek dari peranan siswa,prestasi akademik,dan satu aspek dari konsep diri,yakni konsep-diri ke mampuan akademic (self concept of academic abi lity),dan mencoba untuk mengkaji dua aspek t
itu
saling interelasinya .Hasil dari kajian Brookover et al mengungkapkan bahwa : a. Konsep-diri umum(general self-concept)dan penampilan akademik berhubungan secara positif dan bermakna(+0.57 untuk laki laki dan +0.57 untuk wanita)jhubungan tetap dipertahankan bahkan bila IQ dikendalikan . b. Terdapat konsep-diri spesifik dari kemampuan yang dihubungkan dengan area spesifik dari penampilan akademik.Konsep-diri spesifik di-
31 dapati menjadi prediksi lebih baik yang bermakna dari prestasi subyek yang spesifik dari pada konsep-diri umum. .Konsep-diri-umum(general self-concept)mempunyai hubungan yang positif dan bermakna terhadap persepsi siswa bagaimana orang mengevaluasinya . Konsep-dirinya di dalam bermacam-macam subjek dihubungkan dengan persepsinya bagaimana sejumlah person lainnya mengevaluasinya sebagai siswa . Hasil dari penemuan itu menurut Block(1971,h.107) mempunyai hal yang penting karena beberapa alasan Pertama adanya kemungkinan bahwa konsep-diri dapat berubah.Kedua jika perubahan di dalam konsep-diri dapat mengarah ke perubahan 'di dalam penampilan akademik,itu juga memungkinkan bahwa perubahan di dalam penampilan akademik dapat mengarah ke perubahan di dalam konsep diri . Torshem(l969)meringkaskan studi yang menghubungkan antara konsep-diri{Konsep-diri)dan prestasi sekolah,Seraya korelasi antara konsep-diri(total self-concept)dan prestasi sekolah adalah + 0.25> korelasi antara konsep-diri akademik( academic self concept) dan prestasi sekolah sekitar +0.50. (Bloom,dalam Block,1972,h.22)Bloom akhirnya me
-
nyimpulkan bahwa keberhasilan di dalam sekolah ti dak menjamin konsep-diri positif umum (generally
32 poaitive self-concept),tetapi meningkatkan ke
-
mungkinan ke arah itu.Kebalikannya,ketidak ber hasilan pengalaman di sekolah menjamin individu akan mengembangkan suatu konsep diri akademik yang negatif dan meningkatkan kemungkinan memili ki konsep diri negatif umum ( generally negative self-concept ). 2.2. Konsep-diri kemampuan sebagai prediktor Prestasi Belajar . Seperti disinggung diatas Brookover et al{1967) menulis : ... Self concept of academic ability is signi ficantly correlated with school achievement.Self concept accounts for a significant portion of achievement independent of measured intelligence, socio^economic status,educational aspirations,and the ekpentations of family friends,and teachers. (Dalam tfard dan Herzog,1977,h.33). Dan meskipun tidak semua orang yang mempunyai
-
konsep diri yang tinggi mempunyai prestasi yang tinggi pula mereka yang memperoleh prestasi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi .Brookover et al menulis bahwa " Practically none of the students with low self concepts of ability achieved at a high level". Pendapat lain tentang pentingnya konsep diri kemampuan sebagai prediktor dalam prestasi sekolah juga dikemukakan oleh Coleman (1966).Salah satu
33 laporan yang paling menarik dari laporan hasil penelitiannya adalah adanya hubungan yang nampak antara sikap siswa ( student attitudes) tertentu dan skor prestasi.(Bredemeier,1975,h. 190). Terdapat tida variabel yang paling kuat yang dapat mempengaruhi prestasi belajar;(1). konsep-diri kemampuan(pupils1"self-concept of ability),(2) minat yang tinggi di dalam sekolah dan belajar (high interest in school and learning,(3) kemampuan mengendalikan atas lingkungan siswa (sense of control over the environment).( Bredemeir,1975,b.190-199;Ward & Herzog,1977,h.33-54). Pengungkapan Coleman itu membuktikan pentingnya variabel konsep diri kemampuan terhadap prestasi belajar. Konsep positif umum dari self sering dihubungkan juga dengan tugas( task),perilaku yang berhubungan dengan prestasi.( Pyans & Maehr, 1979,h. 505). 2.3.
Hubungan Kausal antara Konsep-diri dan Prestasi Akademik . Riset tentang hubungan antara konsep diri dan indek prestasi akademik seperti "grade" skor test telah diperoleh korelasi positif sekritar +0.30 .
dan
3k Pengukuran konsep-diri akademik dan indek prestasi cenderung lebih tinggi dari korelasi antara konsep diri umum ( general self-concept) dan prestasi ( Sha ve1 s on,Hubner dan Stanton,1976;Wylie,1979). Para ahli teori"konsep-diri"setuju bahwa terdapat hubungan antara konsep-diri dan prestasi.Akan tetapi terdapat persetujuan yang kecil tentang urut an kausalnya. Shavelson dan Stuart (1980),menempatkan prestasi sebagai penyebab konsep-diri; yakni seraya penyebab itu kemungkinan bersifat timbal balik,prestasi sebagai penyebab yang paling kuat . (Calsyn dan Kenny,1977). Kebalikannya,Scheirer dan Kraut (1979)menafsirkan konsep-diri sebagai penyebab prestasi (belajar).Mengapa hal itu terjadi,karena adanya beberapa hal. Spears dan Deese (1973)melihat karena model teoritisnya penyebab yang terkuat dari prestasi (belajar)atau konsep diri belum diformulasikan secara menyeluruh,dengan cara yang logis,dan sampai akhir-akhir ini,metode untuk menguji kausali tas dari validitas ekologis (ecologically valid), studi korelasional tidak digunakan secara luas ( Shavelson dan Stuart,1980:Calsyn dan Kenny, 1977 ; dikutip melalui Shavelson et_al_,1980,h.30. Scheirer dan Kraut(1979) meringkaskan riset"konsep diri" sebagai faktor kausal . Hasil hasilnya meragukan .
Kontradiktor dan berumur pendek. Hasil hasil kajian itu lebih banyak menggugah peneliti lain untuk lebih banyak mengungkapkan hubungan antara konsep-diri'terhadap prestasi belajar,ataupun sebaliknya . 2.4. Konstruk Konsep-diri kemampuan Konsep tentang "Konsep-diri akademik" (academic self concept) telah diungkapkan dan diukur antara lain Brookover,Shailer&Peterson,1964 Sears,1963jFarquhar&Crintensen,1967jFeather,1965 (Bloom, 1976). Bloora{1976,h. 93) mengartikan konsep diri akademik sebagai : Student's reporting something about how he views himself in the relation to learning, the school and the teachers,and how he views his learning in relation to the learning of other students in his class or school. Sebagai warga belajar atau siswa,dia pernah merasakan keberhasilan atau kegagalan di sekolah atau kelompok belajar,karena itu akhirnya dapat mem
-
buat generalisasi tentang dirinya sendiri (himself) sebagai seorang siswa. Jika siswa mengalami ke
-
gagalan maka kegagalan tidak akan menjadi guru sebagai"kambing hitam",dengan demikian"academic self concept merupakan sikap terhadap diri (self),terutama self sebagai siswa atau warga belajar . Di dalam kerja dari Sears(1963) di dalam mengukur
3b konsep-diri,terdapat dua belas area diraana individu menghargai diri sendiri .Beberapa darinya seperti belajar,mata pelajaran sekolah ( school subjects),kebiasaan kerja,dan hubungan dengan guru,dapat secara jelas diklasifikasi sebagai hubungan untuk konsep-diri akademik siswa. (Block, 1972, h. 22-23 ). Barker-Lunn (1970) telah mengembangkan suatu pengukuran yang pendek dari pandangan anak dari"diri"(self) dalam hubungannya dengan pekerjaan atau tugas sekolah. Skala dari Barker-Lunn itu dikenal dengan Academic Self Image Scale(Cohen,1976,h.
).Kilpatrick dan
Cantril(1965) juga mengkontruksi"self-concept of ability"dengan menggunakan "a self anchoring y
scaling technique". Lima konstruk yang berhubung-, an dengan " beeing good at school work"(dihubungkan dengan mata pelajaran) dibuat. Beberapa"selfconcept inventory"(Sears,1966)juga telah dibuat antara lain dari Gordon(1968),"How X See Myself" Scale,dan"The Way I Feel About Myself Scale" (Piers &Harris,1964). Dalam membuat instrumentasi dari konstruk"self concept of ability",beberapa pertanyaan atau pernyataan antara lain berbunyi: How bright do you think you are in comparison with the other students in your class ? Sebagai indikator dari "Self-concepts of ability"
menurut pernyataan Coleman misalnya akan diperoleh I feel that I am among the brightest in the c la s s I feel that I just can't learn. (Bredemeier,1975, h. 190). Kon-struk lain berasal dari Brookover (1967 ) yang mengukur konsep-diri memusatkan terutama pada self di dalam kontek sekolah,dan secara khusus, proses belajar di sekolah . Sebagai contoh siswa akan memberikan salah satu jawaban dari pertanyaan yang berikut : How do you rate yourself in school ability compared with your close friends?( I am the best ;I am a bove average
-am average ;I am
below average;I am the poorest). ( Cohen, 1976). Metode untuk menyelidiki secara sistimatis mengenai pengertian orang (gambaran orang )mengenai dirinya sendiri disebut dengan Q technigue.Karena pengaruh dari Stephenson (ahli psikologi Inggeris) Cari Rogers banyak menggunakan Q technique ini *
£
( Sumadi Suryabrata,1983,h.309). Pernyataan ini pada dasarnya merupakan self-inventory scale mi» salnya : I am a hard worker . I am an impulsive person . Karena penelusuran konsep-diri kemampuan itu akan mengarah ke konsep Cari Rogers,maka tidak meng herankan bila
,,
invento^y,M,skala,,juga menggunakan
"acuan"dari Q technique yang dikembangkan oleh Rogers.
-
38
2.5« Indikator konsep-diri kemampuan Konsep-diri kemampuan warga belajar yang akan diusulkan pada prinsipnya juga merupakan "self report inventory".Warga belajar akan menyatakan persetujuannya akan pernyataan yang dianggap sesuai dengan perasaannya. Tiga alaternatif jawaban yang bersifat pernyataan telah disediakan.Dari instrumentasi yang dikemukakan oleh banyak teoris "Konsep-diri"dan"Konsep diri kemampuan" baik
dari
Brokover(1967)Coleman(1966),Barker-Lunn{197 0) Kilpatrick dan Cantrill,(1965) dan mencoba menggunakan validita"ekologis">yakni lingkungan disekitar program kelompok belajar Paket A disusunlah indikator kons,ep diri kemampuan sebagai berikut : a. Tingkat kemampuan warga belajar,dibandingkan dengan teman lain di dalam kelompok belajarnya. b. Jenis"grade" yang mungkin dapat dicapai oleh warga belajar . c. Perasaan warga belajar,bila tak mampu mengerjakan padahal warga belajar itu mampu . d. Pentingnya nilai yang dicapai dalam kelompok belajar bagi warga belajar . Indikator itu dibuat secara sederhana agar item dalam instrumentasi dapat berjalan secara operasional.
39 Konsep-diri kemampuan juga akan dibatasi secara sederhana,yakni"persepsi warga belajar tentang dirinya sendiri dalam konteknya dengan kelompok belajar,secara khusus dalam proses belajar
di
dalam kelompok belajar pada program Kejar*Paket A". 2.6. Rangkuman Konsep-diri Kemampuan warga belajar . Konsep-diri kemampuan warga belajar adalah pandangan warga belajar terhadap dirinya sendiri di dalam hubungannya dengan proses belajar didalam kelompok belajar dibandingkan dengan kemampuan warga belajar yang lain di dalam kelompok belajar itu . Konsep-diri kemampuan warga belajar merupakan pandangan warga belajar sendiri dalam hal kemampuan terhadap proses belajar di dalam kelompok belajarnya, dibandingkan dengan kemampuan warga belajar yang lain. Keberhasilan atau kegagalan ykng pernah dialaminya pada masa sekolah formal atau program pendidikan masa lalu dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap warga belajar dalam melihat ke diri sendiri (self) dalam proses belajar yang sedang dijalaninya banyak para penulis berpendapat bahwa konsep-diri kemampuan merupakan"prediktor" yang meyakinkan terhadap prestasi belajar . Variabel konsep-diri kemampuan (self-concept of
*
ko ability)sebagai variabel"prediktor"telah banyak diteliti terhadap prestasi belajar di sekolah formal,mulai tingkat dasar sampai ke tingkat yang lebih atas. Tetapi penelusuran kepustakaan tampaknya belum banyak mengungkapkan variabel prediktor itu digunakan untuk program Kejar Paket A,khususnya untuk mereka yang menggunakan Paket Ag - A 1 0 ; Terlebih lebih jika variabel itu dikombinasikan dengan variabel variabel dalam penelitian dalam disertasi ini, yakni dengan motif berprestasi,inteligensi warga belajar dan empati tutor terhadap prestasi belajar dalam Paket A. Karena itu celah (gap) yang belum diteliti
ini
perlu diisi,yang dapat memberikan sebagian sumbangan bagi pengembangan pengetahuan,khususnya di bidang pendidikan .
kl VARIABEL MOTIF BERPRESTASI 1. Motivasi dan Proses Belajar Sejak lama disadari bahwa hubungan antara motivasi dan proses belajar sangat erat.Tidak mengherankan untuk -mendapati bahwa teori motivasi seperti juga teori belajar secara umum dapat diklasifikasi sebagai baik stimulus-response maupun kognitif . (Clifford,1981,h.350) Dimulai dari kajian Thorndike, yang mengarah ke konsep "Law of effect" disitu ter dapat hubungan yang erat dan berkesinambungan antara motivasi dan belajar .( Cof e r& Apple y, 1980, h. 466). Sesudah meringkaskan banyak teori belajar,Hilgard telah mengembangkan,lempat belas hal yang penting " (fourteen points),dimana paling tidak empat diantaranya menekankan pentingnya motivasi dalam proses be lajar.( Taba,1962,h.87). Motivasi dalam teori belajar banyak dikemukakan,baik oleh "aliran"stimulus-response maupun kognitif,Gestalt atau teori m^dan . Deretan seperti Hull,Tolman,Guthrie,Skinner,dan pandangan Lewin dan Bruner dapat "mewakili"dua aliran tersebut di atas . Bagi ajaran,atau psikologi S-R ( stimulus-response manusia bersifat mekanistik . Semua motivasi diasumsi berasal dari"dorongan organik" (organic drives) atau emosi dasar ( basic emotions) atau dari suatu kecenderungan untuk merespon,dimapankan" c onditioning"sebe lumnya dari "drives" dan"emosi"
kz Dorongan dorongan seperti haus,lapar dan kebutuhan seksual,dan emosi seperti ketakutan,marah,dan cinta dapat diduga menghasilkan perilaku yang baik dapat diprediksi maupun tak dapat dihalangi."Conditioning" menghasilkan serangkaian perilaku yang dipelajari yang muncul ke suatu tindakan bila stimuli yang rei levan nampak. Melalui conditioning,mesin-tubuh-telah diatur untuk berperilaku di dalam suatu cara yang dapat diprediksi,Bagi prikologi S-R semua perilaku adalah berarah stimulus,apakah stimulus berasal dari di dalam organisme atau diluar. Motivasi karena
itu
didefinisikan"as the urge to act which resuits from a stimulus»(Bigge & Hunt,1969,h.315).Sejak perilaku itu "stimUlus-directed",itu tidak berhubungan dengan tujuan. Bagi pandangan Gestaltist-Field, mereka melihat manusia sebagai sesuatu yang bertujuan,individual yang reflektif dan kreatif. Dalam kerangka acuan Gestaltfield ,perilaku adalah suatu fungsi dari duatu situasi total seorang person berinteraksi didalam suatu ladang kekuatan psikologis,yang terkandung didalamnya ber
-
tujuan,menginterpretasi peristiwa dan objek fisik yang relevan,ingatan dan antisipasi. Menurut pandangan ini,motivasi tidak dapat digambar-
k3 kan sebagai suatu"impulse"(dorongan)untuk bertindak sebagai,,pemicu,,dari suatu stimulus. Ia timbul dari suatu situasi psikologi yang dinamik,ditandai oleh keinginan seseorang untuk melakukan suatu hal. (Gigge&Hunt,1969,h.3l6jNasution,h.41-49). Menurut Gestalt field,motivasi sebagai suatu hasil dari ketidak seimbangan di dalam suatu"life space". Suatu life space terkandung di dalamnya tujuan,dan sering hambatan untuk mencapai ke arah tujuan itu, Suatu tujuan dapat baik positif maupun negatif sesuatu dimana seseorang ingin mencapainya atau sesuatu yang ingin mencegahnya. Bila terjadi suatu hambatan, yakni suatu halangan ke arah pencapaian langsung dan segera dari suatu tujuan,apakah itu fisik atau psikologis,nampak,seseorang akan merasakan ketegangan. Dia mencoba untuk menghilangkan ketegangan dengan mengatasi atau mengurangi hambatan ituaKecenderungan untuk mengatasi hambatan dengan maju kearah tujuan, terkandung di dalamnya mengatasi hambatan,adalah motivasi.( Bigge & Hunt,1969,h.316). Baik konsep motivasi dari teori asosiasionis maupun dari Gestlat-field mempunyai implikasi pendidikan , Menurut pandangan asosiasionis,seroang anak tidak harus"berkeinginan"untuk belajar sejarah agar supaya belajar itu. Dia harus diyakinkan untuk belajar mata pelajaran itu. Mengulangi jawaban verbal
kb yang dihubungkan dengan suatu pengetahuan sejarah,Bagi kaum asosiasionis,dia tidak berbicara banyak tentang hal hal seperti " pelibatan psikologis " atau umem bantu siswa siswa melihat titik penting proses belajar" , Sebagai gantinya dia sibuk melakukan aktifitas dan berasumsi bahwa aktifitas dengan " penguatan " ( reinforcement ) akan secara otomatis akan menghasil kan proses belajar „ Seorang guru secara hati-hati merencanakan dimana belajar ( responses) dia inginkan siswa untuk mengera bangkannnya .Dia kemudian menginduksi jawaban menghubungkannya dengan stirauli
-
dan
0
Bagi guru yang beracu pada kerangka berfikir Gestaltfield, maka guru itu selalu berhubungan dengan pro
-
blem pelibatan personal, yakni membantu siswa melihat suatu kebutuhan belajar,tujuan pefcsonal dari siswa akan selalu relevan „ Dua dikotomi yang membedakan konsep motivasi antara kerangka acuan dari stimulus response dan Gestaltist-field tidak seluruhnya tepat. Sering terjadi dua pandangan itu bersinggungan satu sama lain eSejumlah usaha telah dicoba dibuat untuk menggabungkan antara kemajuan yang dicapai dari teori kognitif dan keneksionis . : Edward Chase Tolman dalam karya utamanya, Furposive Behavior in Animals and Men ( 1932 ) merupakan salah satu usaha ke arah pengga bungan dua kerangka berfikir itu . Ditulis pada
pun-
45 cak kejayaan behaviorisme,Tolman dikesankan dengan objektifitas behaviorisme-yakni ketetapan pengukuran perilaku manusia.Pada saat yang sama dia merasa bahwa behaviorisme hanya menunjukkan apresiasi yang terlalu kecil pada aspek kognitif dari perilaku. Menurut Tolman,kita tidak semata-mata merespon stimuli,kita juga bertindak atas kepercayaan,peng ungkapan sikap,dan berusaha ke arah tujuan. Apa yang diperlukan adalah suatu teori yang mengakui aspek aspek perilaku tanpa mengorbankan objektifitas . Tolman menciptakan apa yang disebutnya sebagai suatu purposive behaviorisme.(Hill,1980,h.135)* Motivasi dalam Pembelajaran Orang Dewasa Motivasi,baik dalam kerangka acuan stimulus response maupun Gestaltis-field tak dapat tidak mempunyai peranan yang besar dalam proses belajar. Bruner,seorang tokoh kognitif-Gestaltis percaya bahwa hampir semua anak memiliki'Vill to learn" yang ter bentuk dari dalam. Bagaimanapun,Bruner tidak menge nyampingkan pengertian"reinforcement". Reinforcement atau ganjaran luar merupakan hal yang penting untuk masa permulaan,namun hanya melalui motivasi intriksilah"will to learn" dapat disangga.{ Sprinthall & Sprinthall,1977,h. 311). Motivasi intrinsik yang di kemukakan Bruner tidak hanya dapat diterapkan
pada
anak anak,tetapi juga dapat dilaksanakan juga
pada
pat dilaksanakan juga pada pembelajaran orang dewasa. Pentingnya variabel " non kognitif" seperti motivasi dalam proses belajar telah banyak disinggung banyak penulis
0
Thorndike telah menerbitkan hasil hasil
risetnya tentang pembelajaran orang dewasa dalam tahun 1928 „ Dia mendapati bahwa kemampuan belajar orang dewasa menurun dengan peningkatan usianya
0
Pengungkapan Thorndike itu hanya untuk mengkonfirmasikan apa yang kepercayaan dulu ada bahwa " you cant an old dog new tricks ». ( Msimuko, 1982, h.145). Beberapa riset berikutnya untuk mengkonfirmasi
hasil
penemuan Thorndike . Sebenarnya secara nyata apa yang dilakukan oleh Thorndike adalah tidak mengukur sung guh sungguh kemampuan belajar,tetapi reaksi
waktu
dimana seorang dewasa dapat menyelesaikan suatu tugas belajar. Kecepatan dimana seorang dewasa menyelesai kan tugas belajar menurun dengan peningkatan usia,hal ini karena merosotnya fisiologis secara umum dari badaniahnya „ Kebanyakan para peneliti setuju bahwa be berapa turunnya penampilan tugas belajar dapat diob servasi dengan meningkatnya usia tetapi ani tidak disebabkan karena turunnya kemampuan belajar
0
Turunnya penampilan tugas belajar disebabkan
yang
oleh Jacob disebut dengan " noncognitive factors "„ Faktor itu antara lain meliputi motivasi yang rendah, latar belakang keluarga yang miskin,lemahnya pendidik
w? dan sebagainya. ( Msimuko, 1982,h. 145)-Cassirer(1973 }. juga mengakui pentingnya motivasi dalam prograk melek huruf di dunia.(h,36-57). Hal yang sama dikemukakan oleh ahli pendidikan orang dewasa Coolie Verner(1974)h.5&6) yang mengakui pentingnya faktorfaktor psikologis seperti motivasi dan perhatian ( attention) sebagai faktor dasar dalam belajar membaca dan menulis bagi orang dewasa . Keed for Achievement sebagai salah satu tipe motivasi intrinsik Salah satu dari tipe motivasi intrinsik adalah apa yang dikenal dengan need for Achievement. Need for Achievement atau sering dikenal dengan motif berprestasi dapat ditelusur paling tidak dalam semangat teori Murray(1938) theory of social needs. Diantara kebutuhan sosial itu adalah need for Achievement. Murray mendefinisikan" as a need
to
overcome obstacles,to attain a high standard,and to exce11,rival,or surpass others" ( Pervin,1975,h.106) Kebutuhan berprestasi dapat didefinisikan dalam pengertian tindakan yang mengungkapkan usaha yang kuat dan panjang untuk mencapai sesuatu yang sulit, tanpa melihat isi dari perbuatan itu . "Need"dapat diungkapkan dalam suatu varitas yang luas dari perbuatan perilaku,"from blowing smoke ring to discovering new plant".(Pervin,1975,h.106).
untuk mengukur "fantasi" ini dikembangkanlah Thematic Apperception Test ( TAT ). Dalam tes ini,suatu gambar ditunjukkan pada subyek,dan dia diberikan untuk men ceritakan suatu ceritera tentang gambar iyu» Dalam istilah Campbell,TAT memiliki ciri ciri tak langsung, tak terstruktur,dan sukarela, yakni subjek tak tujuan TAT,dia bebas untuk merespon yang ia
sadar pilih,
dia tidak dibatasi oleh jawaban yang benar atau salah. Atkinson & McClelland ( 1948) mencoba mengukur fantasi di atas secara eksperimen. Kontruk motif berpres tasi di definisikan oleh McClelland dan kawan-kawan nya " as behavior directed toward competition with a standards of excellence "„ Atas dasar ini ada hubungan afeksi yang positif dengan penampilan yang berha f
sil o McClelland,Atkinson dan Lowell ( 1953 ) dice ngangkan mengapa terdapat perbedaan individual yang besar di dalam kecenderungan penduduk untuk mengejar keberhasilan dan mempunyai postulat bahwa perbedaan itu karena adanya perbedaan dalam need for Achieve
-
ment ( DuBois et, al , 1979,h.730). 3.. t. N- Ach dan keberhasilan pembangunan ekonomi _ N- Ach,atau need for Achievement sebagai variabel internal dalam bukunya
McClelland, The Achieving
Society ( 1961 ) di coba dihubungkan dengan pembangunan ekonomi „ Tekanan di dalam buku itu atas dasar
-
emperikal . Mengembangkan K- Ach sebagai variabel yang dapat diukur secara kuantitatif, mengukur tingkat dari
49
motif ini di dalam masyarakat baik yang lampau mau pun sekarang(dengan cara mengukur literatur rakyat, bacaan bacaan anak anak,dan essai fantasi untuk masai prestasi) dan mengkorelasikan yang terakhir ini dengan bermacam-macam indikator pertumbuhan ekonomi. (Kilby(Ed), 1971,h.8). Menurut- McClelland jika asumsi ini benar,yakni makin tinggi N Ach akan berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi,maka N Ach akan berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi pada masa Yunani Kuno,di Jepang modern dan suku praaksarawan yang sedang diteliti oleh antropolog di Pasifik Selatan. (McClelland,1961 melalui Lengyel (Ed),1971»h.18 2).Pernyatdan sederhana,dimana hipotesis McClelland adalah" bahwa suatu masyarakat dengan tingkat tinggi umum n Achievement akan lebih banyak menghasilkan enterpreneur yang energetik yang,kemudian akan menghasilkan pengembangan ekonomi yang lebih cepat.( melalui Schatz,dalam Kilby(Ed), 1971 h,183).Dengan demikian n-Ach
yang tinggi men
dahului pembangunan ekonomi,sebagai suatu faktor penyebab, dan bukannya suatu epiphenomenon(Barnouw 1979,h.375).Cortes(l960) menunjukkan hubungan
n
Ach yang mendahului pertumbuhan ekonomi di Spanyol dalam tahun 1200-1492 ; 1492-1 61 0; 1 610-1730. Bradburn & Berlew (1960) menghasilkan hal yang aama di Inggris dalam tahun tahun 1400-1830 ( Barnouw
,
50
1979, 'b.' 375 ). Hoselitz ( 1962 ) cenderung menerima tesis dari McClelland dan bergerak pada pertanyaan
,
kekuatan apakah di dalam masyarakat yang menyebabkan frekuensi yang lebih besar dari n Ach yang tinggi dan kebijakan apakah yang dapat diterapkan untuk merang sang kekuatan itu ? e2. Sosialisasi keluarga sebagai variabel penting dalam n Ach Model n-Ach
secara sederhana dari McClelland
adalah sebagai berikut ;
ideological va lue
family Socialization
need for entreAchievepreneu ment ~ rial beha vicr
Model ini merupakan perluasan dari konsep Max Weber yang dinyatakan sebagai berikut : Ideological value —•
enttepreneur behavior
( Melalui Kilby, 1971,
h.8
).
Dalam sistim Weberian,dorongan energi entrepreneur dibangkitkan oleh luar yang diisi oleh kepercayaan religi . Pada model McClelland, n Ach terutama dibangkitkan oleh sosialisasi dalam keluarga (1958
)
menunjukkan
0
Winterbottom
bahwa ibu dengan motivasi ber
51 prestasi yang tinggi lebih banyak menuntut pada anakanak mereka pada masa tahun tahun lebih dini, dan mem berikan perhatian yang lebih kuat dan sering dan memberikan ganjaran bila tuntutan dari siibu dapat dipenuhi, dibandingkan dengan ibu ibu dengan motivasi berprestasi yang rendah ( Banks,1971,
b .»84- ).Observasi
dari Rosen dan d'Andrade (1959 ) mengungkapkan bahwa orang tua dengan anak anak laki laki dengan motivasi berprestasi yang tinggi cenderung mempunyai aspirasi yang lebih tinggi untuk anak anaknya dan untuk melakukan tugas dengan baik „ Secara umum penelitian secara detail menunjukkan per bedaan antara orang tua orang tua " anak laki laki dengan n *-Ach yang tinggi " dan orang tua dari anak laki-laki dengan n - Ach yang rendah
0
Secara umum ibu-ibu dan ayah dari kelompok pertama memiliki tingkat aspirasi yang lebih tinggi
didalam
sejumlah tugas yang diberikan kepada anak anaknya
0
Mereka juga lebih hangat,mereka juga menunjukkan emosi yang positif di dalam bereaksi terhadap penampilan anaknya laki laki itu . Di dalam daerah wewenang atau kekuasaan,ibu dari anak laki-laki dengan n-Ach yang"tinggi" lebih mendominasi dibandingkan dengan ibu dari anak laki laki dengan n - Ach yang "rendah", tetapi ayah ayah dari anak laki laki dengan n Ach yang " tinggi. " kurang
secara nyata mendominasi di
52*
bandingkan dengan ayah ayah dengan n-Ach yang'^endah" Dengan kata lain,ayah ayah dari anak laki laki dengan n-Ach yangntinggi" memberikan Standard yang tinggi bagi anak anaknya dan menurut minat secara hangat dari penampilan anak anaknya,tetapi sang ayah tidak
-
langsung ikut campur,, Ini akan memberikan kesempatan bagi anak laki-laki untuk mengembangkan inisiatif dan rasa percaya pada diri sendiri. ( McClelland, melalui Lengyel (Ed), 1971» h. 186 ). Bronfenbrenner meringkaskan hasil kerja penelitian sebagai berikut ;"motif berprestasi yang tinggi nampak tumbuh dengan baik di dalam suatu suasana keluarga " demokrasi dingin", di mana tingkat tinggi dari material terlibat diikuti dengan tekanan untuk kebebasan dan pencapaian tujuan. (Banks, 1971 ,h • 85 ),Ini berarti " achievement syn drome" lebih banyak terjadi pada keluarga kelas me nengah dibandingkan pada keluarga kelaa bawah masyarakat di daerah perkotaan
-
pada
Meskipun lebih dari
empat puluh tahun para sarjana banyak berbeda pandangannya dalam arti pentingnya pengalaman anak
anak
secara dini dalam pembentukan karakter orang dewasa, namun sebagian besar teoritisi seperti Linton(l945), McClelland ( 1942),Kardiner (1945),Whiting & child ( 1953 ) dan Munroe,Whiting dan Munroe ( 1981) mengakui pentingnya teori Freudian bahwa pengalaman emosional masa dini membentuk struktur kepribadian da -
sar yang berkesinambungan untuk membentuk reaksi
se-
panjang hayat di dalam suatu cara yang sebagian besar tak disadari. { McClelland. & Pilon, 1983,h.564). , N-Ach dan keberhasilan belajar , Per definisi,motivasi berprestasi dibuat se
-
bagai gejala yang universal. ( Maehr, dalam Bar-Tal & Saxe, 1978, h •211 ). . Pola pola perilaku yang dikenali sebagai petunjuk motivasi sudah barang tentu bukan pola pola perilaku yang terbatas pada satu atau kelompok budaya lain . Karena universal ia lebih bersifat "free culture ". Sebagai variabel prediktor motivasi berprestasi juga dapat dissumsi untuk dapat " ditranfer" bukan
saja
sebagai variabel prediktor terhadap pembangunan ekonomi, tetapi juga dalam keberhasilan perilaku yang lain,seperti keberhasilan belajar
-
e
Sebagai contoh,pengungkapan impresif ini merupakan contoh hubungan n-Ach dan proses belajar . (1) suatu hubungan didapati antara skore n -Ach yang tinggi dan siswa Wesleyan laki-laki dan " grade "rata rata
mata pelajaran yang tinggi a (2) subjek de
ngan n -Ach yang tinggi didapati menjadi lebih pro duktif dan lebih tabah dalam usaha mereka atas sejumlah tugas dibandingkan dengan mereka yang memiliki n -Ach yang rendah = ( Pervin, 1975,h. 108), Weiner ( 1972 ) mengungkapkan bahwa siswa yang mem -
punyai tingkat yang tinggi dari motivasi berprestasi nampak lebih memulai usaha yang bersifat prestasi
>
bekerja dengan intensitas yang lebih besar,lebih ber tahan dalam menghadapi kegagalan,dan memilih
lebih
banyak tugas yang bersifat: sed&nr dibandiajkan ngan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah . ( Johnson, 1979, h.306). Schwitzgebel Sc Kolb ( i97-i y h
deyang
•
„ 151 ) mengenali
bahwa individu yang mempunyai n -Ach yang tinggi menunjukkan pola pola perilaku yang konsisten . 1» Individual itu lebih menyukai situasi dimana me reka bertanggung jawab secara personal untuk hasil yang dilakukan,dan kurang menyukai situasi sifatnya " perjudian
yang
dimana peristiwa itu
di-
tentukan secara kebetulan» ( French ; 1958 ; McClelland,et al, 1953 ). 2. Pilihan tujuan bersifat realistik, dan tidak rne nyukai resiko yang terlalu mudah atau terlalu yang mempunyai resiko yang tinggi (McClelland
,
1958 ; Atkinson, 1958 }, Ciri ciri di atas sebenarnya dapat diterapkan dalam keberhasilan proses belajar,juga disekolah . ( Skowronek, 1976, hal.21 - 27 ). Crowne( 1979,h.202} menulis bahwa \ "There are many determinants of achievemunt in schcol intelligence and need to Achieve and situational ones
as well . . .
yang terakhir ini menunjukkan
pentingnya motif berprestasi dalam penentuan keberhasilan belajar.Kajian dari Crandall,Katkovsky & Crandall(l965) mengungkapkan kepercayaan di dalam "internal responsibility for (control of) achievement success" menjadi prediktor yang terbaik dari "standardized achievemen test performance" di dalam diri gadis-gadis"grade"ketiga dan keempat,seraya skor tes prestasi bagi anak laki-laki sebagai prediktor yang terbaik" by belief in internal responsibility for failures" ( Crowne, 1979,h. 204) .Raynor (19TO}mengGngkapkan""bahwa Tnahsrsiswa dengan suatu motif untuk berhasil skornya lebih baik di dalam mata pelajaran di Perguruan Tinggi apabila ia percaya bahwa adalah merupakan hal yang sangat penting untuk merencanakan karier mereka dibandingkan dengan mahasiswa dengan motif tinggi yang sama untuk ber hasil yang melihat hubungan yang tak berarti antara mata pelajaran ( cource )dan pekerjaan masa depan mereka ( Clifford,1981,h„354). Sebagian penelitian memang mengungkapkan hubungan antara "achievement motivasion dan occupational choice",(Inkson,1971, h.225-232 ). Ini juga mempunyai implikasi bahwa seringnya terdapat hubungan antara prestasi akademik dan "future time perpective" dalam kerangka konsep motivational. ( D.e Volder Lens, 1982,h. 366). Salah satu ciri dari
n -Ach menurut McClelland ( 1961 ) adalah perspektif jangka panjang „Beberapa
ii medang ti.-nun jukkan
bahwa mahasiswa dengan "high grade point averages" (GPA) ditandai dengan FTP { future time perspective? ( Davids & Sidman, 1962 jEple}-
Rieks,1963 > Goldrich
1967 ; Klineberg,1967 ; Lessing,1968 ; Teahanf1958
;
Vinvent & Tyler,1965 melalui De yGlder S: Lena, 198 2
,
h
.566 ).Kebanyakan bukti riset memang mengungkapkan
bahwa penduduk dengan kebutuhan yang cukup tinggi dari motif berpreprestasi mempunyai keberhasilan sosial dan personal dibandingkan dengan yang hanya memiliki motif berprestasi yang rendah,sebuah studi mengungkap kan penampilan membaca ( r-eading perfortnanoe )
dari
kelas tujuh dan kelas (grade )delapan dari 3iswa
ai-
dapai mempunyai,korelasi dengan kebutuhan berprestasi (Kestenbaum,1970 ) 0 " Science " ( Ilmu pengetahuan alam ) sebagai salah satii mata pelajaran di yang terbaik sering dihubungkan n - Ach yang ( Inkson,1971» h
sekolah tinggi
.229 ). "High need achievers" nam -
pak juga mempunyai maturitas vokasional ^ang
lebih
besar. ( Ginzberg et al, 1951 ). 3»-5. Pelatihan sebagai hal yan/< penting dalam meningkatkan n - Ach , Dapatkah n -Ach di sebarkan melalui pelatihan , atau melalui proses belajar ? Hasil kajian yang ter dahulu dari 'Jinnur5.:.-.i t
{ 195S )
Krebs (1958)
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara " early training in tndependence" terhadap pengembangan kebutuhan berprestasi . Rosen ( 1961 ) juga menge mukakan hal yang pada prinsipnya sama. Dia berasumsi bahwa anak
laki laki sulung menerima tidak hanya sung
guh sungguh,tetapi juga " earlier training independence " dan bertanggung jawab, dan karena itulah pelatihan awal itu akan mendorong ke a i'ah kebutuhan berprestasi
0
( Maher,1965» h.201
). Bentuk pelatihan diatas
merupakan bentuk pelatihan informal, dalam
keluarga
dan bukan, pada pelatihan yang non formal atau
formal
yakni yang lebih " deliberate " { sengaja ) ( cf_ ling, 1975, h
Et-
.22-24 ).Pelatihan (training) telah di
laksanakan di1 beberapa negara, Spanyol, Meksiko,
Je-
pang, Italia dan India. Dari " training course "
di-
India yang merupakan bagian dari disain riset riset untuk menilai secara ilmiah pengaruh pelatihan (training) atas perilaku entrepreneur dan ekonomi ungkapkan oleh McClelland dan Winter ( 1969 )
dibahwa
penelitian itu dapat memperbaiki penampilan entrepreneur ial1..Di Amerika Serikat Timmons ( 1971 ) mela porkan hasil;positif yang sama dari penerapan pelatih an motivasi berprestasi yang dapat meningkatkan aktifitas perdagangan bagi partisipan pelatihan itu
di-
bandingkan mereka yang tidak menerima pelatihan dalam jangka waktu enam bulan sesudah selesainya pelatihan yang lamanya hanya seminggu . ( Schwitzgebel & Kolb ,
1974, h.. 156 ) Pelatihan motivasi berprestasi juga dilaksanakan dalam "bingkai" pendidikan . Mencoba untuk melihat apakah pelatihan itu dapat memperbaiki prestasi al;adenik dari " under - achievers" dai: putus sekolah potensial . Meski studi korelasional antara motif berprestasi dan prestasi akademik hanya menunjukkan korelasi positif yang rendah ( Atkinson,1958 ; Mc Clelland,et al.,1953 Uhlinger & Stevens, 1960 ) nampak bahwa pelatihan ir.o tivasi berprestasi mempengaruhi secara positif ter hadap prestasi akademik dari "under-achievers". Hasil hasil kajian dari Kolb ( 1965 ) dan hasil kajian dari Alschuler ( 1967 ) yang memberikan "treatment" (per lakuan ) n -Ach training terhadap siswa ternyata me ningkatkan prestasi belajar mereka dibandingkan dengan siswa yang tidak memperoleh pelatihan n -Ach sebagai kelompok pengendali , (cf Schwitzgebel S; Kolb, h
1974,
„ 157 - 158 ) . Kesimpulan di bawah ini merupakan
hasil acuan terhadap pelatihan motivasi berprestasi ( DuBois et al, 1979,
732-733 ) :
a. Adalah mungkin untuk meningkatkan motivasi siswa melalui program pelatihan motivasi berprestasi sebagai diukur oleh instrumen motivasi berprestasi yang terpilih jika c-i si/a itu mempunyai suatu keinginan untuk dilatih . b. perubahan di dalam motivasi berprestasi biasanya tidak berhubungan dengari suatu perubahan didalaic
,f
grade" siswa,meskipun secara kasus individual mung-
kin saja terjadi perubahan angka ( mar-ked ). c„ Sering terjadi,seperti dilaporkan oleh Alschuler { 1973 ),perubahan seiring telah dilaporkan di luar sekolah dimana siswa itu lebih banyak perubahan didalam kehidupan mereka . d. Studi perbandingan yang dilaksanakan terhadap mereka yang berkecimpung dalam perdagangan menuri jukkan korelasi yang lebih berhasil { Amoff & I.itwin, 1971; McClelland,1965 ) dibandingkan dengan pelatihan di dalam kontek sekolah
6
e.. Tanpa memandang komponen spesipik dari program pelatihan motivasi berprestasi,terdapat persetujuan secara umum bahwa pelatihan harus terdiri paling sedikit : 1 ). Waktu pelatihan harus dilaksanakan dalam j a:., k:: waktu yang cukup panjang { mungkin sa?u semes ter atau lebih 2).Tekanan pada melakukan tugas dengan baik (doirig taks well ) suatu sikap yang sempurna. 3). Tekanan pada membangkitkan tujuan yang realis tik dan dapat dicapai . 4). Pelatihan atas bagaimana merencanakan tugas secara memadai . 5). Suatu tekanan atas kehidupan secara penuh sini dan sekarang seraya pada waktu vang
di sama
mengembangkan kemampuan yang berori.entasikan
masa depan . Hasil hasil itu mengungkapkan bahwa
11
i:,
gram pelatihan n -Ach dari perilaku entreprenurial ke arah perilaku prestasi akademik masih di
-
peroleh hasil yang tidak seluruhnya berkorelasi positif . Demikian pula sejumlah "besar kajian yang mencoba melaporkan hubungan antara
kenaikan
motivasi berprestasi dari karena itu terjadi ke naikan "grades" ( Kolb,1965 ; McClelland, 1965
;
McClelland & Alschuler 1971 ; McClelland &Winter, 1969 jRyals,1969 ; Smith & Troth,1975 ; Tang,1970 tidak seluruhnya menunjukkan hubungan yang posi tif . Meskipun demikian perolehan itu akan menim bulkan pertanyaan yang menarik dalam hubungannya dengan; program Kejar Paket A. Dapatkah program Kejar A analog dengan sejenis pelatihan untuk meningkatkan n -Ach pada aktifitas perdagangan
me-
memerlukan waktu cukup seminggu dan akan berpe ngaruh terhadap penampilan entreprenurial
enam
bulan kemudian . Program Kejar Paket A memerlukan waktu berbulan bulan,malahan lebih dari satu
se-
mester untuk sebagian warga belajar dan apakah ini cukup berarti untuk mendorong warga belajar kearah peningkatan motivasi berprestasi
dan
akan membelok ke arah peningkatan prestasi belajar ataukah warga belajar program Kejar Paket A
yang
seluruhnya pada penelitian ini merupakan penduduk pedesaan dan sebagian besar pada umumnya masuk ke dalam kelas bawah memang tidak memiliki kesempatan memper oleh n-Ach yang tinggi ? •^6-Variabel demografis dan n - Ach Dengan variabel demografis adalah variabel yang berhubungan dengan usia atau umur siswa
atau
warga belajar, jenis ke lamin,kelas sosia], lokasi tempat tinggal,latar belakang pendidikan dsb , (cf
,
Thompson & Lewis,1965 )<> Variabel demografis sering dihubungkan dengan kebutuhan untuk berprestasi,n Ach, Salah satu masalah yang menimbulkan pertanyaan ialah, apakah n -Ach hanya dimiliki oleh orang orang
kelas
menengah dari perkotaan atau setengah perkotaan ? Ataukah n-Ach juga merupakan bagian yang tak terpi sahkan dari orang orang pedesaan dengan kelas sosial yang lebih rendah ?. Timbulnya n-Ach yang melibatkan tuntutan orang
tua
awal terhadap perilaku yang tak tergantung pada diri anak (Winterbottom,1958 ) suatu pola yang tipikal • dari rumah kelas menengah . Individu-individu
dari
kelas menengah mempunyai ciri ciri n-Ach yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas bawah { Crockett , 1962 ),Hubungan antara n-Ach dan kelas sosial jelas terbukti „ Korelasi produlr-momen ( product moment ) antara dua variabel itu adalah 0,27,
01 (Inkson,
1971, h. 230
). Tetapi sesuatu hal yang cukup raence
ngangkan adalah bahwa need for acriieveir.env.
11 i'
dapat di pedesaan „ George De Vos (1965 ) menyatakan bahwa n -Ach tidak hanya terdapat pada masyarakat di tepian kota ( suburban ) di Jepang,- Mamacjii, ns lainkan juga terdapat pada masyarakat di pedesaan di Jepang. Niike .( Barnouw,1979,
h.52 ). Ini diketahui dengan
pengetesan melalui TAT (Theraatio Apperception Te st). McClelland dan Fredman ( 1952 ) sebelumnya juga te lah mendapati n -Ach pada masyarakat pra-aksarawan melalui ceritera Coyote yang diambil dari delapan ke lompok Indian Amerika dan di Skor melalui ceritera ceritera rakyat itu . Analisis dari Hobert A.Levine ( 1966 ) mengungkapkan n - Ach pada suku di Nigeria, membantu teori
dasar
dari McClelland.( Barnouw , 1979, h, 376-377 ). Jelaslah bahwa n -Ach terdapat baik pada masyarakat di perkotaan,tepian kota dan dipedesaan . Salah satu ciri dari n-Ach menurut McClelland(1961) adalah ditandai dengan mobilitas fisik yan^ tinggi, Migrasi dari desa ke kota sebagian dari penduduk desa yang terpilih merupakan tanda adanya nilai
n-
Ach . Tetapi De Vos ( 1965 ) dalam observasinya di Jepang, n-Ach pada desa di Diiki menimjukkan tidak seluruhnya harus " migran
Mereka bahkan "l^rke
inginan untuk kembali ke desa . Meskipun bunyak yan;. mengganggap bahwa n- Ach pada masyarakat dosa adalal
rendah,(Rogers,1969,h.34),namun satu dari asumsi kajian sekarang adalah bahv/a perbedaan di dalam motivasi berprestasi ada diantara petani pedesaan dimana petani tidak seluruhnya homogen dalam variabel ini. Perbedaan dalara"achievement; motivation" ini diantara penduduk petani dapat diukur.(Rogers, 1969 h.242). Menurut Rogers ; Even though peasants throughout the world are relatively lower in achievement motivation than urbanites,there are still important individual differences in this dimension among villages. ( Rogers, 1969,h. 224 )• Jenis kelamin sering dihubungkan dengan n-Ach. Menurut Crandal ( 1963 ) prestasi kaum wanita lebih didorong oleh motivasi ber-afiliasi dibandingkan dengan motive berprestasi.(Jung,1978,h.159).Tetapi pendapat yang menyatakan bahwa n - Ach kaum wanita lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki laki ditantang oleh Maehr (1974) dan Alper (1974). Alper menduga bahwa instrumen thematic material itu mungkin cocok untuk kaum laki laki,tetapi kurang sesuai untuk wanita. Beberapa data lain mengungkapkan bahwa wanita lebih takut untuk mengungkapkan dirinya sendiri sebagai "achievement-oriented". Tetapi Fleming (1978) mengungkapkan bahwa "middle class black women" lebih mempunyai orientasi ber prestasi dibandingkan dengan teman sejawatnya yang kulit putih. Anak sulung sering diasumsi mempunyai n-Ach yang lebih tinggi.
Rcsen {1961) menganggap karena anak sulung tidak ha nya menerima lebih inten,tetapi juga memperoleh
pe-
latihan lebih dini dalam kebebasan dan tanggung jawab dan latihan ini akan mendorong ke arah tingginya rnoti vasi berprestasi . Penulis lainnya,seperti Simpson ( 1962 ) melaporkan hasil penggunaan pencukuran
pro-
yektif dari n -Ach ( French Test of Insiglrt }
yang
menunjukkan bahwa anak sulung lebih tinggi n-Ach- nya dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian, terutama diantara anak wanita „ Dengan menggunakan bentuk tes yang sama, Rosenfeld ( 1964 ) melaporkan hasil yang sama untuk aspek
ter-
tentu dari sampel,tetapi mengungkapkan bahwa kelahiran yang lebih akhir mempunyai n- Ach yang lebih tinggi . Ini karena adanya interaksi yang kompiek
yang
memberi rangsangan ke arah n-Ach „ Akhirnya para pengamat perilaku anak,ternasuk Euhler dan Piaget mencatat perilaku bayi balita { bawah lima tahun ) mempunyai beberapa tanda dari perilaku orientasi berprestasi dan terutama keinginan untiik melakukan sendiri1 yang menjadi ciri khusus di dalam tahun ke tiga . Heckhausen ( 19&7 ) menunjukkan sejumlah studi bahwa perkembangan n -Ach pertama kali
dapat
dideteksi sekitar usia lima tahun dan itu berkembang melalui selama tahun tahun di sekolah dasar . ( Travers, 1982, h .439).
3.7Konsep,Konstruk Motivasi
berprestasi
.
Konsep need for Achievemenfc dari dcOlelland pada prinsipnya mempunyai kesamaan dengan salah satu need dari psychogenic dari Murray. David McClelland mengartikan n -Ach sebagai
11
a desire tc» do vjell
,
not so much for the sake of social recognition
or
prestige,but to attain an inner feeling of personal accomplishment
( McClelland,1961 clala.r: i.^nyel
(Ed),l971, h ,18 0 ). Presentasi achievement motivation juga diberikan oleh Atkinson dan Feather(1966). Inti dari motivasi ini adalah "a need to achieve some standard of excellence " (Travers, 1982, h.^34)> Bar-Tal & Saxe (.Ed) ( 1978,h
.211) berpendapat bahwa
bila istilah achievement motivation digunakan,
maka
foku3 dibatasi pada persistence,directional change , dan variations in performance . Pertama,persistence,directional change, performance variation,atau beberapa gabungan mesti terjadi
di-
dalam suatu tugas { task ) dimana disitu terjadi standard of excellence dengan kata lain, aktifitas itu dapat dievaluasi dinyatakan dengan kata keber hasilan atau kegagalan . Kedua,hasil atas tugas itu secara potensial attri butable to the individuals performance « Prestasi { achievement ) adalah sesuatu hal dimana person memberikan suatu sumbangan •
Ketiga, beberapa tingkat dari tantangan (c h a liari f e ) dan karena itu ^suatu hubungan dari hasil yang tidak pasti ( uncertainty of outcosne } inesti dilibatkan « Crandall (1960) memberikan batasan perilaku prestasi sebagai perilaku yang ditujukan " toward the attadnment of approval or avoida^ee o f disapi-roval in tas k situations which involve competence of peri'ormance and a Standard of excellence in performance Heckhausen ( 1968 ) mendefini sikan racti vnai sebagai: The striving to increase or keep as high as possible,one's own capability in all activities in which a Standard of excellence is thought to apply and where the execution of such activity can therefore,either succeed or fail „ (Melalui Siti Rahayu Hadinoto, 1979,h.17). Weiner ( 1972) mendaftar empat karakteristik
yang
membedakan antara individual yang mempunyai motivasi tinggi dan rendah. Individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi nampaknya ( 1 ) memulai aktifitas yang bersifat prestasi,(2) lebih kukuh ( persistence di dalam kasus kegagalan {3) bekerja dengari intensitas yang lebih besar,dan (4) memilih lebih banyak tugas yang kesulitannya sedang . Konsep Atkinson (1965 ) dan teman temannya membeda kan antara motif untuk berhasil dan motif untuk mencegah kegagalan „ McClelland (1961) individual de
-
ngan n. -Ach yang tinggi berperilaku sebagai entre preneur. Dan beberapa cirinya antara lain keberaniar
menanggung resik o ( taking risks ) a t s u Mempunyai inovasi. Resiko kegagalannya ber-sifat sedang( mode rate risk ). Karakteristik lainnya ialah ui-juge tahui secara tepat hasil keputusamiya „ Konstruk n -
Ach.
yang dikembangkan oleh McClelland diukur ;
s
ini
telah dimunculkan antara lain waktu terlalu lama
,
memerlukan latihan untuk "seoring", kekurangan kesahihan ( validity ) dan keterandalan ( reliability
)
seperti diungkapkan oleh Klinger ( 19^6 )» Sering juga dianggap mempunyai "cultural bias" dai* i gambar gambar itu . ( Maehr dalam Bar-Tal & Saxe, 1978, h. 28 ). Riset yang lebih akhir ( IJolmes, l97'l;}folraea k Tyler,1968 ) menyatakan bahwa dimana n-Aeh secara tradisional dipandang sebagai suatu ciri ke tidak sadaran ,sebenarnya dapat diperoleh dengari menggunakan ' self-report* dengan menggunakan ' subject's sebagai titik suirrber
peer
Skala dari Mehrabian (1969 )
misalnya merupakan skala n-Ach dengan menghinakan ' self report ' dengan teknik Likert . Definisi konseptual dan definisi operasional dari n-Ach Definisi konseptual yang diajukan adalahjmotif berprestasi adalah dorongan perilaku warga belajar
yang diarahkan pada pengembangan atau penampilan untuk melakukan sesuatu ba] aeb»ik mungk j c, ;ani timbul dari perasaan warga sendiri
11
„
Karena definisi ini perlu dieabarkan secara lebih operational,maka indikator indikator di tav.-ah ini akan dapat memberikan operasionalisasi bagi definisi konseptual di atas . Indikator : a. Pengungkapan tugas sebaik mungkin bagi warga belajar . b. Takut atau menghindari kegagalan „ c. Daya tahan atau keajekan ( konsistensi) dalam menunaikan tugas , d. Perencanaan jangka panjang . Dari indikator itu
disusunlah sejumlah item
dalam
rangka skala kebutuhan berprestasi dari warga belajar Paket A. 3.9. Ran gkuman : Motif Berpre s t r. r i Motif berprestasi adalah dorongan perilaku seseorang untuk berusaha menampilkan hasil tugas diberikan kepadanya sebaik mungkin, mencoba
yang
menghin-
dari kegagalan,berusaha secara konsisten, dan mempu nyai orientasi -waktu ke depan „ Motif berprestasi masuk dalam domain afeksi. -i
bungkan need for Achievemenb dengan pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat,suatu bangsa» Need for Achivement kemudian dicoba
untuk memprediksi kobehasilan
belajar di sekolah dan di perguruan tinggi (Heckhausen, 1965, dikutip melalui Skowronek, 1976,h.21). Rosen ( 195& ) mencoba untuk mengetes korejl&di antara motif berprestasi dan keberhasilan di sekolah, yang bebas dari inteligensi. Diperoleh hasil
bahwa
yang memiliki motif berprestasi yang lebih tinggi , lebih sering menerima angka angka ( marks ) lebih tinggi dibandingkan dengan
yang
yang memiliki mo-
tif berprestasi yang rend&h. { Skowrenek, 197<>, h .21). Di Indonesia,beberapa penelitian juga mencoba mengetengahkan pengaruh ataupun hubungan antara motif berprestasi,baik motif berprestasi dari siswa maupun dari guru terhadap prestasi belajar . Ambo Enree Abdullah ( 1979 ),dalam disertasinya di IKIP Bandung mencoba mengetengahkan Pengaruh Motif Berprestasi dan Kapasitas Kecerdasan terhadap Prestasi Belajar dalam Kelompok Akademi pada
SMA
Negeri di Sulawesi Selatan . Soenarwan mencoba mengetengahkan Pengaruh Pengajaran Modul dan Klasikal terhadap Prestasi Delajar Matematika dan IPS ditinjau dari Inteligensi Siswa dan Ke e d for Achievement (Iur u dalam disertasi nya di IKIP Jakarta ( Analisis Pendidikan,Tahun
II
No.3,1981, h. 106-113 ). I'ene litian hubungan antara motif berprestasi dan prestasi belajar pada Program Kejar Paket A dilaksanakan oleh Rusli Lutan dalam Tesisnya di Sekolah Pasca Sarjana IKIP Bandung (1982) yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan Tutor» Sikap dan Motif berprestasi Warpra flelajar terhadap Pre stasi Bela jar Propram Ke jar Paket A.Hasil itu antara lain menyimpulkan bahwa korelasi antara motrif berprestasi dengan prestasi belajar adalah 0,26 (h.181). Tetapi penelitian yang menghubungkan antara konsep diri,motif berprestasi,inteligensi warga belajar,empati tutor seperti yang dipersepsi warga belajar terhadap prestasi belajar program Kejar Paket A secara serempak belum banyak,atau bahkan belum pernah dilakukan. Kekosongan ini mendorong untuk mencoba menguak masalah ini .
VARIABEL INTELIGENSI DA« FRISSTASI B i; LA JAR 1. Inteligensi sebagai Prediktor terhadap Pre stasi belajar. Variabel yang banyak mempengaruhi prestasi belajar tak dapat tidak adalah inteligensi.Lebih dari tujuh puluh tahun,dan ratusan kajian yang lebih akhir mengungkapkan menjelaskan bahwa tes IQ (Intelligence Quotient) dapat memprediksi keberhasilan skolastik . Tes Binet misalnya efektif dalam memprediksi anak dapat belajar di sekolah. Korelasi antara
dan"grade"
di sekolah lebih dari + 0.50. Sejak kemungkinan korelasi yang tertinggi adalah 1.00 skor IQ bukanlah prediktor yang tak pernah salah. Terdapat sejumlah anak anak yang skor IQ nya lebih rendah dari anak anak yang lain,tetapiNgrade" mereka lebih tinggi. Dengan begitu terdapat sejumlah faktor non intelektual yang berperan an terhadap keberhasilan di sekolah ( Sprinthall,1977 > h.482). Variabel emosi,temperamen,motivasi,latar belakang sosial juga dapat ikut campur dalam keberhasilan belajar di sekolah ( Goddard,1977,h. 482). Inteligensi juga merupakan variabel penting dalam keberhasilan prestasi belajar orang dewasa . ( Anastasi, 1982,h,338). Tetapi yang menarik adalah bahwa sampai akhir akhir ini terdapat anggapan di antara kaum psikologi pendidikan adalah bahwa kaum dewasa tidak mau untuk belajar lcetrarnpilan atau si-
Generasi pengganti telah mendapatkan skor tes Intelegensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi terdahulu.Tes Army Alpha,pertama kali digunakan dalam tahun 1914 mempunyai rcedi .CAII
D^
J G II I_CUFI
tahun 1942 median meningkat menjadi 104« reriode itu berhubungan dengan kenaikan dalam kewajiban sekolah dari usaia delapan r.ampai 10 tahun • i-linfkas nya,tes inteligensi menvn julukan hubungan yan^r lebih erat antara orang-orang dari latar belakang pendidik an yang sama dibandingkan dengan orang orang dengan usia kronologi yang sama .( Huberman,1974,h.128-129) Inteligensi sebagai suatu Konsep. Definisi populer konstruk inteligensi meng hubungkan konsep inteligensi sebagai ; a. Kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi. b. Kemampuan yang berhubungan dengan problema. c. Kemampuan untuk belajar . d. Inteligensi terkandung di dalamnya kemampuan meng hindari ketegangan dan distraksi . e. Kemampuan umum seseorang untuk menjawab secara efektif terhadap lingkungan . f. Kompetensi kumulatif seseorang individual yang telah diperoleh melalui lingkungan pada masa tertentu . g. Inteligensi adalah kapan seseorang memilih untuk mengukur atas suatu tes inteligensi .
( DuBois,1979,h.687 ; confere Gullford,1967.h.14). Wechsler mengusulkan definisi inteligensi sebagai berikut : ... intelligence,operationally defined,is the aggregate or global capacity of the individual to act purposefully,to think rationally and to deal effectively with liis environment. ( Guilford,1967,h.13 ). Bering menyatakan bahwa inteligensi adalah " Whatever intelligence test test". ( Guilford, 1967.h. 13). Brown memberi batasan inteligensi " is the kbility of individual to adjust himself to the conditions that arise in his environmentM. ( Dahama k Bhatnagar,1980,h.119). Inteligensi juga sering dianggap sebagai " adaption to new situation",dan ini mengandung maksud relevansi belajar untuk menyesuai kan dengan situasi yang baru, ini berarti terkan dung di dalamnya proses belajar. ( Guilford,1967, h.14 ). Kata"inteligensi" berhubungan dengan intelek, suatu istilah yang komprehensif untuk mengadakan observasi,mengerti,berfikir,mengingat ( observing, understanding, thinking, remembering, )
dan semua cara dan pencietahuar. •: i; . • o: io;-( .>..-k po ngetahuan aktdv±fca« jntoIU'jd.im'L :
]
p^j-c—
tahuan . Aktivitas inteligen;-;;?. lebih dari ulal.a j » Itu berguna Membantu dai ani r:;ei:u?cj?hkan
;.UU-UL
k.
ria dan mencapai tujuan . Inteligensi kerai.-,d.;'Intol lect plus to use
11
( V/oodwoorth >?•-. kai\ni:k;, 1 9 , h.
32 ). IConstruk Inteligensi atau.
ii
i>rj:<.n ko^ikdk dari
berbagai pandangan Teori inteligensi teran ku'ki berusai i i ari pandangan Galton ( 1883)» diikuti olah Binc-t
..b. avak
tahun tahun 1900 yanjj men^adoM. ke bidai-: Via'; .puan skala 'Galton-
untuk Mempreclik.'ji. prestasi a k a d - i : n -
nurut Binet Inteligensi terdiri dari sua bu k^aampuau intelektual uriuin ( disebut "g", general ) untuk rio'ijavafc secara efektif berhadap lin^lam^an.
.k
lio -
berapa tahun sesudah skala Binet dikembangkan beberan p s ikolo g menanyak an kons ep-tual i s a s i 'H in <31 o < \ t an^ " g " . 'Menurut Spearwian
( 1poV ) i.;anur.:.( a anpunyai
dua kemampuan3yakni kemampuan u-nnm dan kenampuan linu sua » Kemampuan umum menai/ikan k ek e r apa k^ ;lan
di-
dalam hampir setiap aktiviki:; manusia. k;:L dalan ke berapa aktivitas seperti kk i a-.- :.;et.'iui-i klan, fiksnfat dan ta^as
okjk' M . k keberhasilan
ter-
"antun"- selarian koiiai* • a:'.?, faktor umum ( general
)
ini . ( Kurphy,19!f-9>
h
0 6 3 J* Dalai* lYaipji /aus
1 ain,misalnya keterampilan di dalam seiri dan pertukangan, kemampuan iii.ruri nampak lairang penilap * Keberhasilan tergantung lebiil pada oakat khusus . Menurut Spearman, kemampuan iu,ium sebadai" nanyediaan uraum energi dari luar ",
Lu* bakat khusus
menunjukkan daerah luar khuuuii dimana ko^a^puan umuia dapat dimobilisir. ( liiirpby,19^95 h. 363 ). Pandangan yany lebih akViir sesudah :Jpeari;ian melihat inteligensi dari teori yang berasa.!
dari
pendapat, guilford, dari i-'i ag g t, dari ]3runer,
dari
sistesis antara "g11 dan teori faktor, dari Loka
-
viorist dan apa yang disebut " artificial intelligence " ( DuBois,1979, h.689 ).. Hodel "structure o f intellect
si
berasal dari Guil-
ford ( 196? )» Menurut Guilford inteligensi terdiri dari 150 kematipuan yang berbeda ( dia era t o aiili ties ). Kemampuan yany berbeda ini berakal suatu interaksi
dari
antara tipe tipo dari sti:.:uli
di
dalam linglamgan ( content ) tipe-tipe dari proses mental yang digunakan untuk menjawab torkauan stimuli ( operations ), dan Lienpakibatkin jav/aban ( respond ) , ( DuBois,l9?9v
h
* 6 s 9 ; Guilford,196?,
lr .60 - 62 ) . T;agi Piaget, pengeja?:» angan kognitif ( cognitive da-
velopment ) harus dipandang sebagai suatu rangkaian dari empat tahap komplek yang Meningkat dari pengern bangan .Tingkat atau kecepatan pengembangan didasar kan atas interaksi antara keadaan maturasional anak dan hakekat dari 1 'i!:,;kun(-. lingkungan sebenarnya hanya mempunyai pengaruh yang kecil atas diri anak, kecuali anak secara biologis siap menjawab terhadap lingkungan itu . ( DuT-oj s, 3 979,bfUa 68 9 ; Scnfere Phillips,Jr,1969 ). Bagi Bruner pengembangan kognitif harus dikaji dalam hubungan dengan bagaimana seorang anak secara mental " mewakili" lingkungan .Terdapat tiga dasar seseorang dapat "mewakili" lingkungan
cara melalui
jawaban motorik internal, melalui gambaran ( images), dan melalui simbol. Proses mewakili itu berhubungan secara erat dengan pengalaman lingkungan
dan meru -
punyai kesamaan dengan tahap pengembangan dari
ia
get » Suatu sistesa dari "g" dan teori faktor ber pendapat bahwa seraya nampak adanya kemampuan
umum
( general ability ) untuk menjav/ab secara efektif terhadap lingkungan seseorang ("g") setiay orang nampaknya mempunyai konstelasi unik kemampuan khusus Dua pandangan ini harus «ipertimbangkan dalam meni lai inteligensi . Bagi kaum behaviorist se jak inttf ligensi adalah
suatu konstruk hipotetis, dia tidak
dapat digunakan untuk menjelaskan perilfaku.
yv terbaik, ialah bahwa inte 3 igenai Jiarus dipandang se bagai suatu set perilaku yang di jarUaiu Beberapa be~ havioris telah tak menekankan ( de- emphaaiae ) proses internal,sedangkan yang lain menekankan pada proses mediational internal» Akhirnya inteligensi di pandang dari " artificial inteligence " berpendapat bahwa meskipun komputer dan manusia secara struktur tidak sama,keduanya dapat mempunyai kesamaan
hal,
yakni keduanya dapat meme cabikan problema, Suatu
in-
formasi yang banyak tentang pemecahan problema manusia, dapat dipelajari melalui simulasi pemecahan problema dengan menggunakan komputer . Dari pengkajian di atas tentang inteligensi nampak bahwa psikolog telah mempelajari konstruk inteligensi dan proses kognitif dari banyak perspektif yang berbeda. Beberapa psikolog seperti Cuilford, Vernon
dan Thurstone cenderung memusatkan perhatian
pada komponen spesifik dari inteligensi, Fsikolog lain lebih memusatkan pada bagaimana penduduk me
-
ngetahui dan menjadi pemecah problema yang kompeten dengan lingkungan mereka melalui jangka wali t u ter tentu ( Piaget & Bruner ). Psikolog yang lain menolak mempelajari k ons truk inteligensi per se Perhatian harus hubungan antara stimuli yang dikenali secara jelas,respon yang mengikutinya, dan
hasil
dari respon itu . (Skinner, Oagrve dengan "hierarcliial learning model" ).Strategi yang lain untuk mengada -
kan simulasi dengan menggunakan k empu cer, (n u!; c i s , 1979, h. 698 L . Kestabilan dan lcetidak s tani'i a n T O Apakah IQ stabil atau tidak ? Den gen "pernyataan lain apakah inteligensi i^cara relatif .na rupakan "fixed entity" ataukah dipengaru)ii oleh 1 inykirnganV Anastasi ( 1982,hal.324-328)„ menunjukkan data emperik kedua duanya i Lu terjadi . !:;tabi .1 i la £;
di
ungkapkan melalui data ekstensif sejak dJ;ri sekolak, dasar,menengah atas dan akademi yang mengungkapkan bahwa tes inteligensi itu jelas stabil ., (Ar.^stasi , 1958 j McCall, Appelbaum, k Hogarty,1973 )« l/i suat u kajian di Swedia dari suatu populasi yan>
secara
relatif tak terseleksi skor- tes dari 6l3 anak laki laki "grade tiga " dan skor yang diperoleh
yang
diperoleh dengan orang ya ng sama sepuluh tahun kemudian ke dalam pelayanan militer didapati korelasi 0.72, seperti yang dikemukakan oleh Husen ( 1951 )• Inteligensi menjadi "fixed entity" secara relatif sesudah anak berusia delapan tahun . Intervensi awal yang memadai merupakan hal yang penting untuk meya kinkan bahwa anak mencapai kemampuan dari dalamnya ( innate ability ) ( Bloom,1964 ; Deutsch, 1964 ). Ketidak stabilan IQ dapa t diungkapkan antara lain melalui Kajian Eimbingan Kalifornia* Dalan su atu analisis data tes kembali (retest ) dari 222 kasus, Honzik,Macfarlane, dan Allen ( 1948) melaporkan
terjadinya perubahan IQ individual sebesar 50 point. Melalui periode dari 6 sampai 16 tahun,bila korelasi retest umumnya tinggi, 59 persen dari anak anak berubah dengan 15 persen atau lebih IQ-poinfcny&, 37 persen dengan 20 point atau lebih, dan 9 persen
de-
ngan 30 point atau lebih . (Anastasi, 1922, h, 326).. Naik atau t ur unn ya IQ ini m o mp un ya i k o re ''a si den g a n karakteristik lingkungan . Kileu kultural, iklim e m o sional dalam mana anak itu dipelihara merupakan
hal
yang—penting--O - Ilereka ••JMUI.O }>et4^udapj4j^.h:ihw&_..iiit£. 1 i ~
gensi secara dasarnya hasil belajar,akan akan meng hasilkan kesimpulan bahwa lingkungan menentukan Inte ligensi* ( Bereiter & iCnge imarm, 1966 i l'uut, 19^1 ). Beberapa yang lain ( Burt ,1966 ; Jensen,1969 ) berpendapat bahwa sekitar 8 0 persen variansi inteligensi ditentukan secara genetik, rlau sisanya yang 20 persen mencerminkan pengaruh lingkungan iitas inteligensi . Sebagian kajian mengungkapkan perbedaan ar. tara ras kulit putih dan kulit hitam rial u m 'I Q-r» i a , yang berbeda antara 1 0 - 1 5 point, Perbedaan ini disebabkan karena pengalaman lingkungan .yang berbeda antara kelompok rasial itu ( Dreger, niler, 1968
;
Klineberg,1963 ). Klineberg ( 1935 ) mendapati bahwa anak anak Negero yang lebih lama bersel- f 1 ah, mendekati IQ n ya dnlam r-cntang yang n c rT,.:; 1.
lebi h i.o) 1
begitu inteligensi yang berasal dari instrumen ps.ilc
metrik meningkat dengan j^init i 11 meninrrkntn vt kesempatan pendidikan yang diperoleh makin tinggi sekolah
,
makin cerdas mereka . Eruner dan Oreenfield menggunakan lugas
tn^as
konservasi dari Piaget untuk tiga kelompok anak-anak Wolof di Senegal,Afrika,daerah perkotaan-terdidik
,
daerah desa segian terdidik , dan daerah y;ie sairn 'tak terdidik «Hanya terdapat sedikit perbedaan antara anak anak yang lebih muda ( 6 sampai 9 tahun }
di-
dalam tiga kelompok itu, tetapi anak anak yang
tak
bersekolah tak terdapat kemajuan lebih lanjut
dari
usia 9 sampai 12 tahun . Kekurangan sekolah jelas lebih penting dibandingkan dengan lokasi
daerah
kota
atau desa „ ( Vernon, 1970,h.76). Ramphal mampu untuk mengungkapkan bahwa kekurangan sekolah dari usia tujuh sampai 10 tahun menghambat pengembangan intelektual dan kemajuan
sekolah
de-
ngan sejumlah equavalens.i kasar sampai liraa titik IQ per tahun dari penundaannya . Dengan begitu fak tor lingkungan ( sekoinh,nutrisi,kultural ) mempe ngaruhi kestabilan dari IQ „ Inteligensi t Mode1 Hebb -Vernon Inteligensi model dari ITebb-Vernon menyajikan nya ke dalam tiga bagian y&np saling berinteraksi . Inteligensi A ,yang secara genetik menentukan inteligensi dalam yang tak dapat diukur .
ai Inte ligensi B, adalah :ini J irensi •, r; r.:: beri ntang ^ bagai akibat interaksi iri t e l igenai A dengar; hubungan, yakni proses sosialisasi» Luas dan hakekat Inteli gensi B akan tergantung pada T n i; t;"! igen si A dan hakekat dari proses sosialisasi . Inteligensi £ , adalah suatu pengukuran dari inteligensi B, jika tes itu valid secara
, rs<a in-
teligensi C itu akan sama dengan Inteligensi B.(KIng 1969, h.. 23).. Menurut Vernon ( 1970, h „9-14 ) perbedaan antara inteligensi A dan B telah diformulssi oleh Kebb, dan menghubungkan dengan perbedaan genetik yang
te-
lah dikenal, yakni perbedaan antara genotyp* dan phenotype . Genotype menunjukkan pada kelengkapan genetik dari individual ( atau kelompok),secara
po-
tensial diwariskan untuk pei-Lumbuhan . Tecagl
tidak
pernah secara langsung dapat diobservasi .Itu
ber-
sifat hipotetis. Inteligensi B brilianlah gen e t ik, atau pun dapat diperoleh dalam pengertian dilatih diajarkan
atau
o Ini merupakan hasil dari "nature dan
nurture" ( Vernon, 1970, h* 9 )<> Dalam tanaman itiisalnya tidak cukup benihnya baik, tetapi juga diperlu kan kelembaban,temperatus,pupuk yang memadai sehingga tumbuh menjadi baik» Ver-ncn t.?; lah menan.l:,£;hkan inteligensi C dalam tahun 1955» yang diartikan "
What
We can Measure by means oi' intelligence test11 {Lav/ton, 1981, . h. 56
). Jika itu
r.
tes vsnj
t a i;
maka inteligensi C akan memberikan indikasi inteligensi B,tetapi tidak diperlukan inteligensi A. ngapa tidak ? sebab Alasannya perbedaan ini
Me-
adalah
bahwa inteligensi A didefinisikan sebagai. " pure innate ability
yang berasal dari genes. Inteli -
gensi B adalah,hasil dari "inter-action" Inteligensi
A dengan lingkungan fisik dan sosial .
Inte -
ligensi C lebih dari suatu sampel keterampilan
dan
suatu bagiannya,tetapi sering kali amat berguna
,
melihat kemampuan si anak,Karena itu, jika seseorang memperOleh suatu skor yang rendah atas tes inteli gensi,maka ini dapat
berarti bahwa dia tidak
amat
inteligen (A), akan tetapi dapat berarti dia tidak " ditunjukkan" (exposed) dengan lingkungan
yang
amat menguntungkan ( terkandung di dalamnya ling kungan sekolah ) „ Itu juga berarti bahwa tr.:s
itu
tidak memberikan kesempatan yang memadai untuk me nampilkan kemampuannya secara nyata . Banyak
studi
mengungkapkan bahwa tes inteligensi tidak sungguh sungguh "jujur"(fair) bagi anak anak kelas pekerja di Inggeris atau anak anak Kulit Hitam di beberapa bagian di Amerika Serikat ( Lawton,1981, h.57). Hasil Tes Standard Progressive Matrices dan Prestasi Belajar , Standard Progressive Matrices atau disingkat dengan SPM dibuat oleh Raven di Inggeris.Tes
ini
sering juga disebut dengan nama pencintanya yakni Tes Raven. Tes ini dapat mengungkapkan ke cer-dasan anak-anak remaja dan orang dewasa ( Masrun,1976,hal. 39 ). Di Inggeris tes SPI-T
mempunyai korelasi
y&ng
sangat tinggi dengan tes inteligensi " Terman !
) tes Raven ini juga dirancang sebagal suatu
pengukuran dari faktor g dari Speitrman. Tes ini
di-
pandang oleh kebanyakan psikolog Inggeris " as the best available measure of £
11
„ Korelasi dengan
baik
tes verbal maupun tes penampilan dari inteligensi te rentang antara 0.40 dan G.75 cenderung menjadi lebih tinggi dengan penampilan tes verbal „ Beberapa ana lisis faktorial mengungkapkan bahwa Progressive Matrices memiliki beban yang berat dengan suatu faktor umum pada kebanyakan tes inteligensi ( yang
di-
kenal dengan g dari Spearman ),tetapi bakat spatial, penalaran induktif,ketepatan perseptual, dan faktor faktor kelompok yang lain ju.2a mempengaruhi penampil an ( Anastasi, 1982,h .291 ).Masrun et al ( 1976 ) dalam laporannya
telah
r v:
mengungkapkan validit >.a ukur kecerdasan pelajar
Vi :" sebegal alat per.r? -
.:: j N L- rkkA di Yogyakarta .
Tes S PM dikorelasikan dengan mata pelajaran bahasa, ma t e ma t ika dan ilmu r enp:: t 1 . i ur. a T am „ Da r i ha s i 1 penelitian ini dapat diungkapkan bahwa tes
Raven
bila diterapkan untuk mengungkapkan kecerdasan siswa SLTA di Yogyakarta memberikan vulidita ysiig cukup meyakinkan walaupun validi t a tersebut tidak tinggi „ ( Masrun ,1976, h. 49 ). 6. 1. Perlunya Tes SPM untuk Ke j a r pak e t A. Tes SPM mempunyai relevansi dengan prestasi belajar Paket A dari warga belajar dapat dilihat dari berbagai segi0 Pertama seperti tes lainnya
,
tes SPM sebagai tes inteligensi mengukur bagaimana baiknya individual memperoleh pe mikiran ke t • .-••. v... i 1 an intelektual pada kelompok belajar, dan ini
panu
akhirnya dapat memprediksi mereka dapat disiapkan pada kelompok belajar yang mempunyai jenis" program belajar" yang lebih atas . ( Confere, Anastasi,193^, hal,338). Dalam strategi " pendidikan sepanjang hayat " ( Paure et a_l, 1972 ) Variabel inteligensi yang di s ini mempunyai
arti
11
nature dan Nurture
"tidaklah sepantasnya dikesampingkan dalam belajar orang dewasa . Kedua
proses
,tes SPM mempunyai
karakteristik tes yang bersifat " abstraksi" .Se dangkan beberapa penulis seperti Goodnow ( 1962)mau
pun GreenfieId ( 19C6 ) mendapati buhwa tanpa sekolah o r an g dewasa han ya men gun (;k api ;an sedikit 1 o b j i 3. baik
pada tugas Piaget dari pada apa yang dikerjakan oleh anak yang berumus sembilan tahun . tekolah nampaknya, paling sedikit jenis lingkungan yang melayani melalui sekolah, menciptakan kondisi yang diperlukan untuk matahkan " " concrete operaticnal structure "
"
dari
Piaget, ke arah " formap operations", atau a:, atraksi, atau kemampuan untuk manipulasi simbolik. ( V.'a r d et s_l. 1977,h.27 . : Hill, 1977, .h,216 ; cf, Reard,1969, b.12 -13 ). Apakah penguasaan " Abstraksi" pada tes SMI mempunyai korelasi juga dengan penguasaan kognitif
,
misalnya pada materi tes prestasi belajar bahssa In donesia yang paling tidak untuk mereka yang bukan berasal dari bahasa Ibu mengalami kesulitan " linguistik" dan yang juga bersifat abstraksi bagi warga belajar *? Ketiga,dari segi kronologis usia,beberapa'konsep mencoba' menghubungkan usia tertentu dengan tingkat "irite 1igensi" yang lebih tinggi dibandingkan dengan uaia warga belajar yang lebih tua ? { Huberman, 1974, h. 128 - 129 ). dan ini dapat berkorelasi dengan
pres-
tasi belajar Paket A ? Meski dari pendekatan pengorganisasian program Kejar Paket A berbentuk " raass litersoy " yang menjangkau banyak orang tanpa diperlukan " seleksi", namun
tes
S PM tetap berguna untuk dapat- mengungkapkan hal
hal
yang jarang sekali digunakan,yakni program Kejar Paket A termasuk di dalamnya pendidikan orang dewasa. 7.Rangkuman Inteligensi Kecerdasan,atau inteligensi yang diobservasi melalui tes SFM adalah kemampuan warga belajar untuk dapat memecahkan problema kognitif atas dasar pengalaman masa lalu dan pengertian sekarang yang penting-penting . Tes Standard Progressive Matrices pada dasarnya : ... dibuat atas dasar general intelligence yang ditentukan oleh faktor G dan dikembangkan untuk mengukur kemampuan for absevation and clear thinking atau untuk mengukur a person's capacity for intelectual activity.Norma-norma didasarkan atas kemerapuan intelektual bagi anak anak antara umur 6 tahun sampai 14 tahun,dan untuk orang dewasa antara 20 tahun sampai 65 tahun . ( Sikun Pribadi,1981,h.$8). Inteligensi tipe C model dari Vernon yang dinyatakan " What we can meaaure by means of intelligence test" ( Lawton,1981,h,56) bukanlah sesuatu yang tak dapat berubah ( confere Sikun Pribadi,1981,h.55). Studi kasus klinik telah menghasilkan peningkatan kesadaran yang lebih tinggi,dari kegagalan suatu IQ untuk mencerminkan kemampuan konstan yang tepat untuk menunjukkan pada suatu tingkat tertentu dalam semua situasi . ( Liverant, I960,h.101). Tes tes'inteligensi karena itu harus di pandang
sebagai indek intelektual saat sekarang yanj; sedang berfungsi,lebih dari pada potensi atau kapasitas intelektual . Meskipun demikian,tes inteligensi yang secara konvensional mengukur terutama untuk anak-anak sekolah dan mahasiswa di Perguruan Tinggi { Anastasi, 1 982,h.338). Bagaimanapun masih dapat untuk memprediksi kemampuan kognitif orang dewasa dalam prestasi belajar mereka. Penelitian tentang hubungan antara inteligensi atau kecerdasan terhadap prestasi belajar untuk sekolah formal telah banyak dilakukan. Tetapi untuk hubungan antara inteligensi warga belajar terhadap prestasi be la j ar program Kejar Paket A masih sedikit sekali dilakukan. Barangkali ini disebabkan karena strategi pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan massal, dimana tidak diperlukan orientasi yang bersifat "selektif". Bagaimanapun juga variabel inteligensi masih layak untuk dijadikan variabel prediktor,yang mampu mengungkapkan panalaran ( reasoning) dan Konseptualisasi abstrak ( confere Uas,1963 melalui Anastasi,1982,h.345). warga belajar yang kemudian mempunyai hubungan baik sendiri maupun bersama-sama dengan variabel lainnya,sebagai prediktor ganda . Program pendidikan luar sekolah,terkandung di dalam nya program Kejar Paket A tidak cukup didekati dari pendekatan kuantitatif,tetapi juga kualitatif .
" Quality in quantity" ( Adams 8: Chen,1981,h.31-55) bukan saja penting bagi p t. ni i u ikan formal cii Indonesia,tetapi juga merupakan hal yang layak untuk dilaksanakan bagi pengembangan program program pendidikan luar sekolah,terkandung di dalamnya program Kejar Paket A.
VARIABEL EH I'ATI TUTOR SEPERTI Y Al: C- Dli'EE SEPSI WAiiCiA BELAJAR 1. Efektivitas Guru/Tutor Jika pada variabel terdahulu lebih banyak memusatkan pada peranan peri laku warga be la jar/siswa sendiri dalam prestasi bela jar,maka pada htKLaman berikut akan diungkapkan peranan perilaku guru seperti yang dipersepsi warga belajar terhadap prestasi belajar ,Sejauh ini peranan perilaku guru yang dipersepsi warga belajar terhadap prestasi belajar tidak banyak di ungkapkan.( Dunkin & Biddle,1974 ; Rosenshine & Furst,1973 dikutip melalui Brophy,1979, h.733). Stephens (1967) berpendapat bahwa prestasi itu ditentukan oleh faktor internal siswa sendiri. Coleman et al (1966) dan diinterpretasi kembali oleh Mosteller dan Moynihan (1972) dan oleh Jencks et al tampak menunjukkan bahwa guru tidak mempunyai pe ngaruh penting terhadap proses belajar siswa . Popham(l97l) melaporkan bahwa tak ada perbedaan peri laku guru yang memperoleh latihan dan yang tidak memperoleh latihan khusus. Tetapi situasi ini berubah mulai tahun 1970-an. Turunnya prestasi belajar siswa memungkinkan guru sebagai variabel yang diperhitungkan. Hasil belajar siswa merupakan kriteria efektifvitas para guru, meskipun" tidak memadai untuk dijadikan satu-satunya ukurar. bagi efektivitas guru" (Vragg, 1974, h, 71 ).
go Banyak studi korelasional peranan guru. terhadap siswa diungkapkan (termasuk laetoda yang digunakan) mula-mula pada sekolah tingkat dasar ( Berliner
&
Tikunoff 197? «Brophy & Everston,1976 Juood &Grouws 1977 j Soar & Soar,1972 j Stalling ,1972 )kemudian pada tingkat sekolah menengah dan tingkat yang lebih tinggi ( Stallings,Cory,Fairweather,& Needels, 1978 ; Evertson,-Vnderson
Brophy,1978 ).Kemudian
Bank Dunia ( Husen et al,1978 ;Atlexander & Simmons, 1975 ) serta IDRC (International Devslopraent Re eearch Center ) di Ottawa ( AiValos & Haddad,198l
;
Schiefelbeim & Simmons,198l ) dan yang lainnya ter. tarik
mencoba menghubungkan peranan guru dan pres-
tasi belajar siswa meskipun hasil yang diperoleh 1
saling bertentangan .( Guthrie ,1982, 'h. 291 f f ). Pada dasarnya asumsi inti riset di atas, yang di
-
kenal sebagai "teacher effectiveness research"ada lah bahwa pengetahuan guru,sikap atau ciri ciri lain yang dihubungkan dengan proses mengajar guru kelas yang kemudian akan mempengaruhi perubahan perilaku dan atau prestasi belajar para siswa (Gantrell, 1977,. h .172 ). Mitzel ( 1960 ) yang mengikuti konsep yang berasal dari Brownell ( 19*+0 ) memberikan
V'l
tiga kriteria antuk apa yang disebutkan sebagai
»
teacher offectiveness research" i a
« presa^e variable ( teacher personality ,knowledge status characteristics ).
b* process yariable
( teacher behaviors,pupils be-
haviors,and teacher pupils interactions ) dan c. product variable ,terutama mencukur perubahan pe rilaku • Keputusan tentang "teacher effectiveness" berkembang dengan pesat meskipun kemajuan yang diperolehnya hanya sedikit C Saadeh,19?0, h- 73ff ). Efektivitas guru menurut kriteria performance based teacher educa.tion dari George U.Urch didasarkan pada tiga kriteria j a, pengetahuan tentang isi (content,knowledge ). b, keterampilan perilaku,dan c, keterampilan hubungan manusia,termasuk di dalamnya ' kehangatan','empati','pemikiran kritis' dsb. Baik Cooper & Weber ( 19^3 ),3ehalock (1973),Doll ( 1973),Clay (1966) ,Denemark(196lf) ,3antoso S.Hamijoyo (1976/1977) berpendapat bahwa guru yang efektif samping harus mempunyai kemampuan
1
di-
cognitive' ( s e -
perti prestasi teknis dan ilmiah ) jaga harus menipu nyai kemampuan
1
non cognitive
empati dsb ). Empati
1
(seperti kemauan
,
guru,sebagai salah satu karak -
teristik personal mempunyai hubungan dengan perubahan
perilaku siswa,termasuk di dalamnya prestasi belajar. • lompati sebagai Salah a a. t u Karakteristik penting pada \
tutor sebagai »* Classroom Manajer " dan Konselor Peranan tutor,guru dalam proses belajar mengajar cukup banyak ( Havighurit & ueugarten, .1962 ; Lindgreen,1962 ; Ornstein & Miller,1930 ;Fleeschag, 1975 )• Guru atau tutor dapat bertindak sebadai mediator of learning,
1
disciplinarian1,sebagai • su -
bject matter expert
sebagai 'facllltator of lear-
ning,' sebagai 1kan3elor',dsb. Tutor sebagai "group leader
11
menangani
mempunyai pijakan psikologis untuk dapat warga belajar.Tutor sebagai konselor bar
tindak mencegah peranan •judgmental' ( sebagai ha kim ) dan bertindak
u
sor to the student
as a helper,friends,or advi ( Ornstein & Miller,19S0, h.
227 ). Sebagai » group leader", empati merupakan salah, satu kualitas yang dituntut yang perlu diralli ki oleh seorang yang memegang kepemimpinan .
Maka
tidaklah mengherankan jika social inslght dan empathy telah diungkapkan
oleh banyak penulis dalam
hubungannya;dengan masalah.kepemimpinan, antara la in dari Campbell ( 1955 ),Cronbach (1955),Crow(1957) Hateh (1962),Kerr dan Speroff ( 1951 ),Mana ( 1959), Smith ( 1966) ,S'trunk ( 1957 ) jBrofenbranner ,Harding dan Gallwey ( 1958),Cline dan Richards (1963)0»Conner ( 1963 ),dan Shrauger dan Altrecchi,196H (Stog-
dill,197l+j 'h .105). S e b a g i "educational -eounsellor 11
(Baeh,1973,. h .62-81) tak dapat tLdak dituntut
untuk menjadi "helper",diraana tutor memiliki kete rampilan yang bersifat membantu,help.lrir, tik'ills , di~ antaranya empati .( Gonl'ere Anthony dan Vitalo da lara. Marsha11 & Kurtz,1982,h. 59-92
).
Empati,sebagai salah satu karakteriscik ^erscmat ri Tutor tak dapat tidak merupakan salah satu
dar
"raajor factors in shaping the social relutionship , activities in achievement. . ." ( Morriaon i
Ke
Intyre, 1973,11.40). Timbul pertanyaan apakah Tutor pada melek huruf
(literacy)kurang mempunyai empati yang tin^fi
salah satu dari cara untuk memperoleh (rekruitn«n ) v Tutor untuk program aksarawan
negara berkembang
antara lain melalui : a
« Kader lns traktor melele huruf, diman* Tutor merupakan "fuli t.irae 'literacy teaeher frem the coiu munity railieu " yang mampu untuk memapankan suatu "rapport" (hubungan baik) dan untuk mengenali* warga belajar. ( Noor,1982, h.175) . Brazil telah, menciptakan kader yang terbesar"full literacy personnel'» yang telah disebarkan
time di-
banyak propinsi di negara itu . Karena pembeayaan yang tinggi,hanya sedikit negara dapat me-
nyelenggarakan program ini . Dikebanyakan nega:
ra bertembang dimana "fail time literscy teac chers " sulit dilaksanakan,maka kebanyakan ne gara merekrut melalui,
b.pemanfaatan guru, garu sekolah dasar . Kebanyakan negara berkembang amat tergantung pada garu guru sekolah dasar . Dari 100 negara dengan program melek huruf,sekitar 60 menggunakan guru yang derai kian secara eklusif, ini tampak menjadi pragmatik,karena guru itu
sudah
dibiasakan untuk mengajar dan karena itu lebih produktif. Mereka juga telah mengetahui tentang proses belajar mengajar, menguasai materi belajar dan dihormati oleh anggota masyarakat . Banyak hambatan rekruitmen ini. Disamping mereka merasa "terpaksa" dengan imbalan Insentif yang kecil,dan tidak merupakan "mobilitas"bagi karier mereka di kumidian hari sering terjadi bahkan guru yang senior seperti dalam program melek huruf Unesco di India guru guru yang de mikian sering " unable to modify their classroom teaching" kekurangan motivasi untuk pengajaran melek huruf.( Noor,1982, h.175
). Dengan be -
gitu mereka sesungguhnya tidak dibekali secara memadai untuk program orang devasa . Mereka kekurangan Prinsip Prinsip Filsafat Dasar
tentang Pendidikan Orang Dewasa,Psikologi orang Dewasa,Kurikulum Fungsional bagi orang Dewasa,Metode dan Teknik Pengajaran Orang
-
Dewasa,Evaluasi dan Assessment program Orang Dewasa . ( Confere, Non Formal Education Development Division Non Formal Bdueation Departemen Ministry of Education,Thailand,1981 ,h .iff). Dapat diduga strategi belajar mengajar mereka lebih "direktif" yang ini nampak kurang memadai untuk program program untuk orang Dewasa ( Faure et al,1972 ). Sebagai alternatif mengatasi kekurangan ini rekruitmen yang lain meliputi (c) non-professional teachers (d) non - conventlonal teachers
(d) teachers from
mlleu (e) training of llteracy teachers.(Noor,1932 , h.175. - 177.- )• Masing-masing alternatif diatas mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing . Meski demikian tutor sebagai "educational counsellor" yang didalamnya memiliki kualitas karakteristik empati dalam tingkat derajat tertentu mereka dimiliki . Empati t Suatu Konsep. Meski istilah empati sudah dikenal sejak Theodore Lipps ( 1903) menggunakan istilah Elnfuhlung beberapa batasan empati di bawah ini akan memudahkan pengertian tentang variabel itu . Hamblin ( 197*0
Vo
mengartikan empati sebagai ;the capacity to feel in^o a person and understand his imique reaction to feeling . Everett Rogers (1969)mengartikan empati sebagai i"the ability of an individual to project himself in to the role of another person".(h.197). Smith(l966) memberi batasan" the ability to transpose one self imaginatevely into their feeling,thinking, and aeting of another".Empati merupakan istilah yang lebih berkonotasi afeksi yakni sebagai jawaban afeksi terhadap keadaan emosi orang lain. { Fesback,1978 ; Katz,1963 :Hoffman,1977 jMehrabian & Spstein,1972 j Olden,1958 jStotland,1969 ;Murphy,l937 dikutip melalu Eisenberg & Lennon,1983,h.100-131 ). Empati dalam bahasa jawa dapat mungkin disamakan dengan konsep tepa sliro.yang mempunyai pengertian bahwa setiap perilaku yang ditujukan kepada orang lain harus bersifat manusiawi seperti kecintaan orang pada diri sendiri.Beberapa penulis mendefinisi kan empati"as the ability to accurately identify eraotions in other" { Borker,1971 ' Burn & Cavey,1957 Chandler & Greespan, 1 972 : Rothenberg, 1 970, dikutip melalui Carlozzi,1983,h.114).Empati menurut Batson et al (1983) dihubungkan dengan perilaku altruistik ( Gruen & Mendelsohn,1986,h.609).Sebagian peneliti menganggap bahwa konsep empati dapat dimasukkan ke dalam gejala kognitif,akibatnya riset memusatkan
pada proses "intelektual",yakni persepsi yang akurat dari yang lain ( Dymond,1949; Kerr & Speroff 1954, dikutip melalui Davis, 1983,h. 113 ). Dalam teori kepribadian ,konsep empati telah dibahas antara lain dari sullivan,salah seorang neo Freudian yang lebih menekankan pada " covert communication",(Murphy,1949 h,345 i Sarason,1967,h.66). Cari Rogers mengartikan empati sebagai : The state of perceiving "the internal frame of reference of another with accuracy,and with the emotional components and meaning which pertain thereto,as if one were the other person but without ever losing the "as if" condition. Patterson,1977,h.288). 3»1.Empati dalam Model Mengajar "Interpersonal Learning" Terdapat tiga "Model" mengajar ( Sprinthall & Sprinthall,1977,h.356ff). Pertama,melihat proses mengajar eebagai"transmission of knowledge".Memberikan fakta dasar dan informasi pada siswa,sebelum siswa dapat • diharapkan berfikir ke arah itu. Model mengajar kedua adalah bahwa mengajar adalah untuk mengungkapkan struktur disiplin ilmu yang fundamental. Idea disini ialah mengajarkan konsep atau proses inkuari,bukan pada fakta. Didalam beberapa cara proses mengajarkan lebih menyukai pada pemecahan masalah dimana siswa belajar untuk memecahkan masalah dengan pengertian kerangka atau struktur dari konsep . Bruner merupakan penganjur utama dari"teaching for
9s
the structure of knowledge" ini „ Model yang ketiga adalah apa yang dikenal dengan "impersonal learning". Jika pada model yang pertama tekanan pada belajar fakta,dan model yang kedua tekanan pada panemuan konsep-konsep , maka pa/ih model yang ketiga tekanan pada pengembangan hubungan m a nusiawi yang hangat antara guru /Tutor dan siswa
/
warga belajar „ Jika Tutor dapat membawakan afeksi dan empati yang sungguh sungguh, suatu kehangatan, merupakan kunci untuk menciptakan lingkungan
yang
terbaik bagi belajar . Dalam bukunya Freedom to
-
Learn ( 1969 ), Rogers mengungkapkan kualitatif yang memudahkan proses belajar terjadi, yakni (a) realness in the facilitator of learning (b) prizing acceptance,trust,dan (c) empathie understanding . (Etling, 1975,-h - 159 S Sprinthall & Sprinths.ll, 1977, h » 259 ). Empati merupakan kemampuan Tutor untuk "membaca"(feeling into } perasaan warga belajar . Cari Rogers juga mendifinisikan kembali seorang guru sebagai "learning facilitator". Ini merupakan guru dengan " . . . the teacher with natural authority who is cata-lyat,who creates a fertile Classromm environment where discovery will take place ». (Lyon,1974,:h.S03). Menurut Rogers (196-9) bal hal
memudahkan pro-
ses belajar tidak hanya bertumpupada ketra/npilan
99*
mengjar dari tutor,tidak pada perencanaan kurikulum, tidak pada AVA,alat bantu audio visual,tidak
pada
program belajar yang digunakan,tidak pada berlimpahnya buku buku .Hal yang memudahkan proses belajar yang signifikan terletak atas kualitas sikap
sikap
yang ada yang terdapat pada hubungan personal antara fasilitator dan warga belajar.(Patterson,1977>
h.
299 ). Empati juga merupakan salah satu metrik hubungan yang 'dialogis1 antara guru /Tutor dan siswa
/
1 warga belajar menurut konsep Freir-e dalam bukunya Education for Critical Consciousness ( 1975,h.45). .2» Empati dan Penyesuaian Diri dan hasil yang positif. Beberapa studi yang telah dilagukan
untuk
menguji hubungan antara empati dan aspek kepribadian atau ego development .Dymond (1950) melaporkan bahwa mereka yang memiliki empati yang Li>:: . i akan mudah menyesuaikan diri dengan baik ( well adjusted) mempunyai rasa optimisme,fleksibilitas, dan emosi yang telah masak, sedangkan yang memiliki eripati rendah cenderung ke arah "withdrawn" ,11 self c^ntered"
,
dan emosi yang tidak masak. Dalam pada itu Piaget (1950) berpendapat bahwa peningkatan empati melalui "cognitive
development" dapat mendorong ke. arah pe-
nurunan egosentrisme dan meningkatkan sen -si tivitas sosial . Empati juga dipandang mempunyai hubungan de ngan pengembangan moral ( Kohlberg,1969 ).
100*
Menurut Cari Rogers {1SR 0, h . 1 50" ) empati akan "berkorelasi positif dengan perubahan perilaku seorang. Lebih banyak konselor* memberikan empati terhadap konselee maka proses belajar akan banyak terjadi , (Aspy, 1572 ; Aspy Sc Roebuck, 197 5 ;Rarret Lennard,1962 jBergin &Jasper, 1969 ;Bergin &Strupp 1972, Halkides, 1958, Kur 17. & Grurnmen, 1972 ;Mullen & Abelas ,1972,Rogers e t al, 1967, Tausch, g t :i n e , Bommert,Kinsel,TJickel,& Langer, 1972 ;Truax,1966). Mengapa hal itu terjadi ? Menurut Cari Rogers pertama empati menghilangkan rasa keterasingan (alienation),Kedua empati menjadikan seseorang me rasa berhargadan ketiga , empati men "laoikan sese orang merasa diterima dan bebas penilaian ( non judgmental). Bareet -Lennard (1981,h.98) menulis bahwa sejumlah kajian telah melaporkan hasil
di
dalam mana pengukuran empati ( empathic understan ding ) yang didasarkan atas persepsi klien( atau siswa,dsb )telah menghasilkan prediksi yangr efektif (effective prediction) dan hasil yang positif (positive outcome ). Gurrnan menulis (1977) bahwa dari 20 kajian,yang mengukur terkandung di dalamnya empati,hanya 1 yang gagal dalam memprediksi hasil yang diharapkan . Meskipun secara tegcs t:dak disebutkan bahwa enpa ti merupakan prediktor terhadap prestasi belajar
101* akan tetapi hasil kajian yang mengungkapkan hubungan antara empati dan perubahan perilaku,empati dan penyesuaian diri yang baik,empati dan hasil yang
-
positif dapat paling sedikit dapat mengarah ke pe rubahan peri laku,termasuk di dalamnya perilaku afek si,kognitif dan mungkin ju;?a psikomotor. Kajian itu belum banyak dilakukan,justru inilah merupakan tantangan dalam penelitian ini , Konstruk Empati Tutor. Dari variabel bebas yang terdahulu,konsep diri,motif berprestasi,tes Si M,Variabel empati nampaknya merupakan variabel yang paling sulit untuk dibuat kan instrumen! . Pertama,karena selama ini empati sebagai " a neglected topic in psychologieal research" (Clark,1980
,
h. »,187 ), Kedua, secara historis, riset tentang empati dipenuhi dengan metodologi yang saling bertentang an (Bergin & Suinn,1975 jChinsky & Rappaport, 1970 ; Gormally & Kill,1974 ;Gurman,1873 ;Lambert,DeJulio , & Stein ,1978 ; Parloff, V/askow,& Wlofe, 1 978 ; Rogers , 1975 ;Truax & Mitchell,1971 dikutip melalui Elliot, Pilipovich &Harrigan,1982,h.379 )• . Meskipun terdapat perbedaan pandangan dalam meman dang hakekat empati (Glandstein,1977 ) dimana
yang^
satu menekankan pada non ko^nitif dan yang lain lebih menekankan pada kognitif,namun tekanan pada ins
trumen ini lebih cenderung melihat empati dalam kawasan ( domain) afektif,seperti diungkapkan oleh beberapa penulis ( Messick,1978,h.286;Robinson & Herman, 1982,h. 195 : Ezra Stotland et_ aji, 1 973 Cari Rogers,1980). Tekanan pada kawasan afektif•tidak berarti tak terdapatnya elemen kognitif. Klemen kognitif akan tetap ada meskipun dalam persentase yang lebih kecil , Indikator tMnpati " ditelusar" melalui definisi empati,peranan tutor sebapai konselor,dan sebagai fasilitator belajar,pendekatan yang lebih bersifat non-direktif ( Rogers,1P42) interaksi guru siswa dalam pengungkapan yang "harmoni" ( Shertzer & Shelly,1981),tutor yang mampu mengurangi kecemasan warga belajar (cf Rogers,1951),yang mem punyai kemampuan untuk "helping relationship" dengan warga bela jar. ( Combs et ai, 1975 ; Carkhuf f, 1 972). Beberapa penulis ( Batson,buncan,Ackerman, & iicDavis, 1978 ;Krebs,1975 ;Toi & Bafcson,1982) berpendapat bahwa perasaan empati ( feeling empathy) berhubungan dengan keinginan membantu seseorang yang dalam kekuatiran { Fultz.et al,1986,h.761).Berdasarkan itu indikator yang diusulkan pada konsep empati adalah : a. Kemampuan tutor mengurangi kecemasan warga belajar. b. Pemahaman secara tepat dari tutor terhadap perilaku warga belajar di dalam kelompok belajar ,
103
c. Perasaan warga belajar bahwa mereka merasa dibantu oleh tutor. d. Tutor menjawab tanpa menghakimi ( non judgment tal ) perilaku warga belajar di dalam kelompok belajar. Dari Indikator di atas,kemudian akan dijabarkan ke dalam instrumen yang dapat dilihat pada suplemen dalam penelitian Ini . Rangkuman. Empati dalam penelitian ini dapat diungkapkan sebagai kemampuan tutor untuk mengenali secara tepat perasaan atau emosi warga belajar yang sedang belajar dalam kelompok belajar.Makin tinggi tutor memiliki empati ,makin dirasakan"kehangatan"bagi warga belajar dan makin rendah empati,suasana dirasakan maka"dingin" dan takut. Empati adalah "melihat dengan mata warga belajar dan mendengar dengan telinga warga belajar" ( cf Adler,1931 jChange & Meaders,1960,melalui Smith 1968,h.30). Karena empati sering diterapkan dalam situasi terapi dimana therapist mampu untuk membeberkan perasaan konflik dari klientele,maka rasa aman dari klientele merupakan syarat penting.Dalam hubungan antar komunikasi tutor dengan warga bela jar, bule an tidak mungkin warga belajar merasakan adanya'^resaure" dari suasana belajar itu sendiri.Terlebih lebih jika masuk nya warga belajar dalam kelompok belajar bukan karena kemauan dari diri sendiri,tetapi adanya " gentle com-
"".O!,
m and" ( perintah halus) dari wewenang ata:-iL, yang sulit uiituk membantahnya - Mengurangi keemasan merupakan tugas dari para tutor yang memiliki
sifat
empati .( Wertheim,eonfere Vfycoff et al, 1982,h • 462 ) 1964,h.213 - 214 )•' Sullivan,salah seorang neo Freudian menggunakan konsep euphoria yang nampaknya analog dengan ampat i. Kuphoria
merupakan "need
related
to th-- individu-
al sense of security" {Sarason,1967,h . 66
Rasa
aman adalah " a subjective experience of well being and comfort ", Empati karena itu dapat mengatasi rasa kecemasan dari warga belajar,karena adanya
rasa
"hangat" dari tutor. Menurut Seaberg (1974, h.27. ) hanya sedikit hubung an yang terjadi tanpa adanya rasa percaya{ trust
)
dari klientele/warga belajar terhadap konselor(tutor ) Membentuk iklim rasa percaya merupakan
hal
yang penting bagi tutor otentik.Empati dari tutor akan menolong,dan jika tutor dapat mengurangi ketakutan warga belajar dari penolakan,kegagalan
dan
suatu kepercayaan timbal balik dan penerimaan akan terjadi .Empati merupa!:an hal yang penting
yang
mempunyai arti dan mendalam .Menurut Archer (1981» h . 786K . ; "Pcople who charaeterstic.'i 11 y emphatize, then should be expected to harm others less and
to
105*
help them more ". Penelitian hubungan S 1*1 U ci i' cl empati dan prestasi belajar belum banyak dilakukan „Empati dianggap"mi nyak pelumas" (lubicant) dari modernisasi,(Rogers, 1969, h . 1.95 . ). Karena itu penelitian tentang empati sering dihubungkan dengan proses modernisasi
,
empati dijadikan variabel ikut campur ( intervening variabel ) yang didahuliii (antecedent;; ) lebih dahulu oleh variabel antara lain melek huruf fungsional ( functional literacy).Akibat (consequents
)
dari empati antara lain innovativeness,achievement motivation,politicak knowledgeability dsb«(Rogers, 1969,h . 204 ). Tetapi hubungan antara empati tutor terhadap prestasi belajar selama ini belum pernah diungkapkan , khususnya terhadap prestasi belajar dalam
program
Kejar Paket 'A. Prestasi Belajar Paket A. Prestasi belajar dapat dijelaskan sebagai apa yang telah warga belajar telah pela jari dalam sejumlah bahan belajar tertentu .(Grondlund,1977, h. 1
)«. Ini dapat diperoleh melalui tes prestasi.
Tes prestasi dirancang untuk mengukur pengaruh dari proses mengajar tertentu atau pelatihan(trai ning) di dalam "area of curriculum,pada penelitian ini materi Paket A. Tes ini mengukur pengetahuan ,
keterampilan, atau r o; u: r;-; l' ..
'<• ;:> ; aaa i;.:!.,- pe-
lajaran tertentu . (Fage ••'...as, i 97 B, h".- 11 ; 'ifnv:in McAleese, 1978, h . 2 ;AACT, 1979, "h ...59 . Frastasi clajar yang akan diteliti i .-.astaga ada j ah me rupnty domain kognitif,menurut konsep Bloom et_ al „Domain ini meliputi kategori utama pengetahuan ( knowledge pemahaman { comprehen si on' , aa.aerapan ( a p> p 1 i vatior.)> analisis { analysis), sintesis (synthesis )
dan
evaluasi (evaluation). ?ran\a "lcwer cognit I 'e level yang terutama akan ditel i t: i „berhubung .-/a.r;a. t* la ju-.nya yang masih dalam taraf pengetahuan .yang. telur. tinggi «, Tiga "area" materi belajar yang akan riitelii: yakni prestasi berhitung ,prestasi bahana
> ;.aoai-:
dan prestasi pengetahuan umum . Jika ditilik
dari
latar belakang sosial dari warga belajar' "disadvantage ", "depr-ived", "eulture of poverty", " mat^i'ial disadvantage,prestasi sekolah (school
achievement)
mereka dapat diduga rendah, i?asil Bernstean.misalnya mendekati dari sudut sosio-linguistik. Riaetnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
linguistik yang
nyata antara anak anak dai-i. kelas pekerja dan kelas menengah. " eulture of pr-' •: .-i.- 11 mengalami kesulitan dalam linguistik,bahasa ITa 1 yang sama mungkin
t
(Tyler,1977, 'h ,102-103' .;:;-:af^ti pada uarga
jar program Ke jar V'a ku t: /> sialam penguasaan baha a a. Indonesia . Bukan ya j n :a; r-.:nn Tatar belakang mere:.
84*
tetapi juga bahasa ini b
bahasa ibu,
* Program Melek Huruf di Indonesia : Pendekatan Paket. Di Indonesia,program melek huruf antara lain didekat i me lalui pendekat ar; pake t ( Packa ge approach Elemen atau buku dari paket itu diorganisir di dalam cara yang berikut ; Paket A. sampai Paket A-, ; i;ntuk melatih ke: erampil 1 1 3 an menulis dengan menambahi;an kertas tipis dalam materi belajarnya. Metode SA3 ( Structural,Analytical dan Synthetic ) digunakan untuk A^ sampai A^ . Paket A^ sampai A-jq : latihan latihan lanjutan . Paket A]_-^sampai A2q ; latihan keterampilan, berhi tung bahasa Indonesia secara lebih mendalam „ Paket A-^sampai A2q memerlukan tutor :program studi kolektif merupakan cara yang efektif „ Paket A2^ sampai A1QQ
: Praktek belajar sendiri
sesuai dengan minat individual .Dapat juga praktek dengan belajar secara kolektif. Paket A adalah buku yang terdiri dari 24 halaman. Paket terdiri dari
100 judul .Setiap Paket menurut pandangan UIIES00 (1981,. h .^O) adalah " all inclusive system", dalam arti kebijakan,tujuan pendidikan,kurikulum dan ma nual guru semua di dalam unit tunggal . Sistim Paket nampak 3ekali sebagai sistim belajar berprograma .Dengan begitu pengaruh dari
rant conditioning
teori ope-
dari Skirmer tidak dapat dilalai
10« kan. Ini tidak berarti menpabaik&n teori kognitif Gestaltist- misalnya dari Bruner yang tercermin dengan penggunaan metode "strukturalnya",, Menurut Stolurow keuntungan dari pengajaran berprograma ini antara lain .Pertama dari semua,perhatian difokus I kan pada suatu kuantitas kecil dari material
pada
suatu !saate Kedua setiap jawaban yang aktif dari se tiap pertanyaan yang diperlukan yang dapat memudahi kan proses belajar. Yang ketiga,hasil perolehan belajar yang segera diketahui sesudah setiap jawaban memungkinkan siswa untuk memperbaiki kesalahannya . Akhirnya,strategi yang demikian mengizinkan
siswa
setiap siswa untuk maju menurut langkah kecepatan nya sendiri ( Lewy, 1977».h
K
Untuk menyiapkan
materi yang berprograma,yang pertama diperlukan,adalah mendifinisikan "learning objectives" dan kemudian ' membaginya ke dalam suatu set dari "sequential tasks" ( tuga!s urutan). Urutan tugas dapat didasarkan pada struktur hierarki dari tujuan belajar . (Gagne .dan Briggs,1974 )• Pengorganisasian program program melek huruf tidak lagi menggunakan separate sub.ject matter curriculum , dimana masing-masing di siplin ilmu itu saling terpisah sendiri sendiri . ( S. Kasut ion, h.- . berorientasi pada
11
)t melainkan dapatlah lebih broad field» atau"fusion approac
(Doll, 1974, k «109 ). Pada broad field atau"fuaion "
10'.»
"subject matter" ini dapat dimasukkan ke dalam kategori studi
sosial atau ilmu pengetahuan alam da
sar .Dari segi pengorganisasian kurikulum Paket
A
juga dapat dimasukkan ke dalam apa yang disebut experience -centered curriculum. Menurut Dell{1974 h. 111). dalam kurikulum experience centered
pe -
ngalaman siswa itu sendiri sebagai titik to'iuk i.in tuk perencanaan . Perencanaan persistent 1 j fe sltuation juga merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam perencanaan kurikulum .Dikembangkan oleh Stratemeyer et_ al ,pendekatan ini didasarkan atas suatu prinsip berasal dari pengkajian tentang transfer belajar : proses belajar sekolah nampaknya dapat dibawa ke dalam kehidupan di luar sekolah jika problema yang dikaji di dalam sekolah adalah sama dengan yang dihadapi di luar- sekolah « (Tami^r Tanner,1980, h.
387 ).Tujuan suatu kurikulum yang
didasarkan atas "recurring life situations"
adalah
untuk membantu anak dan pemuda untuk merigemriangkan tilikan ( insight ) yang luas secara tetap
dan
memperdalam generalisasi tentang problema yang bermakna bagi mereka .{ confere,S.Hasution> h ,l03ff). Salah satu dari "persistent life situation" adalah kebutuhan uhtuk mengembangkan di dalam kemampuan yang berhubungan dengan kekuatan ekonomi,sosial dan politik. ( Doll, 1974» h -.110 ). Agak bersamaan de -
110* ngan apa yang disebut dengan problem oriented approach (UNESCO,1981, h .39). Problem yang dihadap i masyarakat yang dapat mengganggu kearah pengisian !
tujuan program pengembangan diidentifikasi .Campur tangan pendidikan kemudian disiapkan untuk menang gulangi problema itu, Input input pendidikan diper: i: lukan untuk memecahkan problema itu membentuk kurikulum bagi program melek huruf fungsional. Warga Belajar Dewasa :jenis yang terlantarkan. Tanpa adanya "treatment" seperti Paket A dan yang lain,warga belajar dewasa hanya seikit memperi:i.':•• •
!
oleh kesempatan
yang terbatas dalam mengejar ke
tinggalannya dalam bidang pendidikan . Pada hal dibandingkan dengan warga belajar yang lebih muda mereka mempunyai latar belakang sosial dan psikologis yang agak berbeda. Warga belajar dewasa lebih ba nyak pengalaman dalam kehidupan sering lebih
kaya
pengalamannya dibandingkan dengan tutor itu sendiri. (Unesco, 1980^ h-. 61-62). Hidup itu sendiri merupakan pengalaman pendidikan • Konsep diri warga belajar dewasa juga berbeda dengan siswa yang masih anak anak Seraya konsep-diri anak bersifat tergantung pada
o-
rang lain, konsep diri orang dewasa melihat dirinya sendiri pelindung yang tertanggung jawab terhadap yang lain „ Mereka lebih otonom. Membutuhkan diterima oleh masyarakat,membutuhkan rasa harga diri, berdiri sen -
111* diri, Lebih"self-directed learning". Ia akan
tneno
lak jika dibawah tekanan tekanan, tidak mau dif-erlu kan seperti anak anak . (Ingals, c. 1973* h
5 jFaure
at e 1,1972 ; Non Formal Education Development Divi sion Non Formal Education Departemen Ninstry
of
Education,Thailand,1980, h .58 jKaslow,1954). Kesiapan belajar (readiness to learns) atau sering disebut sebagai "teachable moment" agak berbeda
-
antara anak dan warga belajar dewasa.Agar terjadi secara baik ,proses belajar harus melalui urutan aktivitas belajar kedalam "tugas pengembangan
"
(Developmental tasks) sehingga siswa dipresentasi kan dengan kesempatan untuk belajar aktivitas atau topik tertentu bila ia sudah"siap" untuk mengasimi lasikan,bukan sebelumnya ( Ingals,1973/ h •5 ). Sedangkan pada orang dewasa dia harus siap untuk belajar apapun juga yang diperlukan untuk kehidup an mereka . Bagi warga belajar yang "educationa1ly disadvataged" harus siap untuk meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan dasar orang dewasa (adult basic education),termasuk di dalamnya "functional literacy and numeracy skill,jika tidak akan
lebih
sulit lagi untuk memperoleh kesempatan kerja.(kaye dalam Kaye & Harry (Ed),198 2, h..9ff ). Akhirnya ditinjau dari perspektif waktu,bila siswa anak 6nak belajar dengan berharap akan memetik ha-
11 silnya dalam jangka waktu yang lama orientasi masa depan,sebagai "efek yang ditunda" (delay effect) , maka warga belajar mendinginkan orientasi sekanun, terhadap pemecahan yang mendesak dan segera . (Etling,1975*k
.39). Program pendidikan orang de-
wasa, juga program pendidikan luar Sekolah harus ;ki
rasakan dalam jangka waktu mingguan atau bulanan , immediate usefullness. Teori belajar yang digunakan karena itu Va MAS memperhatikan hakekat sosio-psikologis warga cela jar
itu sendiri serta pro f'.ram Paket yang dipelajari Karakteristik warga belajar seperti pengalaman i'aa; diperoleh,motivasi,hambatan fisiologis,hambatan p,-k kologis,memori, tujuan pengajaran itu send i t'i, kond.i si belajar,media dan penilaian penampilan
war, :
belajar harus dipertimbangkan dalam mencari model
pengajaran bagi orang dewasa . 4..Model Eklektik : koRnitif-Geataltis,behavioris dan humanis. Model program pengajaran pendidikan orang dewasa harus mendasarkan pada humanisme. Dalam pendidikan orang dewasa yang humanistik,kunci idea di hubungkan terhadap "freedom and autonomy ,trust
,
aetive eooperation and participation,and self di rected learning "(Elias & Merriam,1980,melalui Bonner,1982, h >34 ).
Ini berarti konsep dan teori dari Cari Rogers,Kas~ low menempati hal yang penting. Model pengajaran orang dewasa juga tidak akan melupakan pendekatan kognitif-Gestaltis . Piaget dengan "cognitive development",Bruner dengan konsep tentang strukturnya,dan motivasi intrinsik sebagai sesuatu hal yang penting.Tetapi konsep dari skinner sebagai pemuka "operant condit lening1' yang lebih menyukai pengkajian perilaku yang tebuka dan dapat di ob servasi bersama dengan Bloom e_fc al, untuk menganalisis hasil belajar Paket A dapat dimanfaatkan. Skinner (1961) berpendapat bahwa "learning &S an observable. change in behavior (not by physical matura-tion or growth ) . Salah satu teori yang banyak digunakan adalah berasal dari Robert Gagne,seorang neo behavior i s <> C-agne membedakan delapan tipe belajar yang mempunyai tahap yang paling mudah sampai ke
tahap
yang paling sukar,yakni signal learning, stimulus response learning, chaining, verbal ehaining, discrimination learning, c once p t learning, rule learning dan terakhir yang paling sulit adalah Problem sol ving ( Romiszowski, 1981. )
..
,Sonner ( 1982
)
menggunakan model C-agne & Brigge (1979) untuk merancang " systematic lesscn design for adult learner" . Menurut Gagne & Briggs (1979,h
,23)tingkat
114*
pelajaran disain pengajaran itu meliputi empat tahap : 1. Definition of Performance Objectives » 2. Preparing- Lesson Plans . 3» Developing Selecting Materials Media . 4» Assessing Student Performance
a
Pendekatan eklektik dari berbagai aliran itu bu kanlah sesuatu hal yang baru sama sekali„Krasner (1978) telah menulis tentang "dialog antara Humanisme -Behaviorisme
antara Rogers dan Skinnerian
( hal.799ff)o Pendekatan eklektik secara penalaran yang sehat dapat dipakai untuk pendidikan orang
-
dewasa „ Profil demop;rap;is warga belajar :rentang usia,, Target umum pendidikan luar sekolah di Indonesia, termasuk didalamnya program Kejar Paket A adalah warga belajar yang berusia antara 7 sampai 44 tahun „( Kinistry of Education and Culture,1985 h.13
).Tetapi prioritas program kejar Paket A te-
rutama
pada usia 10 -45 tahun „ Mereka adalah war-
ga belajar yang sebelumnya tak bersekolah sama se kali,yang putus dari sekolah formal, yang ingin melanjutkan ke pendidikan formal yang lebih atas,dan maupun yang berkehendak untuk menambah pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan taraf hidup» Dengan melihat pada rentang usia warga belajar,maka
Ilp pendekatan melalui aspek pengembangan proses bela jar dapat diungkapkan secara teoritis. Penting ka rena itu untuk mencoba melihat rentang usai
warga
belajar ini.melalui model teoritis tahap psikologis dan pengembangan kognitif warga belajar . Beberapa Kode 1 tahap Psikhologis dan Kognitif Wafcga Belajar, Matrik model Freudian menekankan pada pengembangan psikososial dari tahap oral,dan anal ke ge nital
dan memberi tekanan pada usia lima tahun ke-
bawah sebagai "periode genting " untuk pengembangan kepribadian dan pertumbuhan. Disamping pandangan' Freud deterministik,karena pengembangan kepribadian sebagian besar ditentukan oleh apa yang terjadi pada masa bayi (infancy),model Freud ini tidak banyak mencakup rentang usia dewasa dan remaja secara spesifik. Erik Erikson dalam bukunya Childhood
and
Society bukan saja membahas tahap tahap pengembangan pada masa anak anak,tetapi juga mencakup keseluruhan usia .Bila dihubungkan dengan usia yang men jadi target populasi program Kejar Paket A,tahap Erikson akan meliputi (a) school age { 7-12 tahun), (b) adolescence ( 12 -18 tahun,(c) young adult
,
(d) adulthood . Pada masa awal remaja konsep-diri berkembang .Pada saat itu remaja mengembangkan ke mampuan penting " to perceive feelings and emotions
116*
both in self and others,as well as the ability to take the perspective of another person "(Sprinthall & Sprinthall, 1977,.'h.203Konsep' penting yang timbul dari orientasi Srikson \
adalah apa yang disebut dengan "developmental tasks".Itu merupakan tuntutan dan harapan harapan dari bermacam-macam jenis" tugas" dimana individu harus menghadapinya pada tahap tahap tertentu dari pengembangannya .Pencapaian dari setiap tugas(task) mengizinkan seseorang untuk maju pada tugas beri kutnya dan akhirnya menjadi orang yang bahagia
,
sebagai manusia yang produktif. Konsep "developmental tasks"kemudian dikembangkan oleh Kavighurst dalam.pendidikan di Amerika .(Skilbeck dalam Lawton et al, 1976,r h
; ITasution,,h
63 ) Pengemba-
ngan "developmental tasks" orang dewasa menurut Kavighurst meliputi :(a) early adulthood (18-30 tahun) mencari pasangan,memulai memperoleh pekerja an,memulai suatu kehidupan keluarga,(b)middle age (35 -60 tahun),mencapai tanggung jawab kemasyarakatan dan sosial, memapankan dan mempertahankan Standard ekonomi,membantu seseorang menjadi dewasa, (lluberman, 1974, h . 124 ). Tahap-tahap seperti apa yang diungkapkan oleh baik Erikson maupun Havighusrt,dan yang lebih akhir oleh Foule (1974) mempunyai implikasi pen -
117*
ting dalam pengisian materi belajar untuk program pendidikan,termasuk di dalamnya program pendidikan luar sekolah. Tahap psikososial
diatas tidak di -
batasi oleh rentang usia sekolah (formal),tetapi meliputi semua pengembangan psikologis manusia Pada pengembangan kognitif,konsep konsep dari Piaget,Bruner dan Peel akan banyak berbicara0 Piaget mengungkapkan empat tahap kognitif berfikir anak . .Sensori motor,pre-operational, concrete operations, dan formal operations. Dua konsep yang terakhir dapat dihubungkan dengan tahap pengembangan kognitif dari warga belajar. Pada concrete operations,dapat berfikir lebih realistik,memperoleh konsep konservasi, memperluas penggunaan simbol untuk mengasimilasi pengalaman yang lalu dan sekarang untuk ori entasi dimasa mendatang. Tahap formal operations melibatkan penggunaan penalaran hipotetis didasarkan atas kombinasi logis dari semua kemungkinan dan untuk menampilkan eksperimentasi yang terkendali (Skilbeck dalam Lawton et al, (Ed), 1976,' h ,71 Lawton,1981h ..51 ). Terdapat banyak bukti bukti bahwa kebanyakan orang dewasa yang tidak bersekolah tidak pernah memasuki apa yang disebut dengan"formal operations" dan mereka hanya berfungsi pada tingkat kongkrit, concrete operations
( Ward et al,1977,.h«-
26 ).Baik menurut Goodnow (1962) dan Greenfield(1966)
lia mendapati "bahwa tanpa sekolah orang dewasa akan menampilkan sedikit lebih baik dari tugas Piaget lebih dari yang dilakukan oleh mereka yang beru£
sia sembilan" tahun
Nampak bahwa sekolah,paling
sedikit jenis lingkungan memperlengkapi melalui sekolah,menciptakan kondisi yang diperlukan untuk memecahkan struktur" concrete operations"
dan
membangun struktur yang lebih komplek dari " formal ( propositional ) operations "<, Jika orang de wasa yang tidak bersekolah bekerja dalam tingkat kongkrit,maka menurut Ward et al komunikasi pen didikan terhadap orang dewasa harus sekongkrit mungkin .Bantuan perseptual dan motorik akan di kurangi- berangsur-angsur. Program-program pendidikan dapat membawa mereka ke dalam "tahap pengembang an " formal operations"0 Jika Piaget telah berjasa dalam konsep pengembangan kognitif ini,maka para pendidik "eross cultural" perlu untuk mengembangkan kurikulum pendidikan orang dewasa .Dengan menggunakan konsep Piaget,maka pro gram pendidikan orang dewasa akan dapat lebih efektif dan efisien . Jerome Eruner (1915) adalah psikolog yang posisinya lebih cenderung pada aliran cognitive ges taltist o Bruner menyatakan bahwa tujuan akhir pro ses mengajar adalah untuk meningkatkan"general under
119* standing of the strueture of a subject matter". Bila siswa memahami struktur dari suatu subject , maka dia melihat itu sebagai suatu keseluruhan yang berhubungan,Teori dari Bruner dikenal dengan teori pengajaran ( t.heory of instruction),karena menekankan peranan guru dalam proses instruksional
dan
belajar „Menurut Bruner,teori belajar ( learning theory ) adalah deskriptif menggambarkan apa yang terjadi sesudah adanya fakta teori mengajar adalah preskriptif,bagaimana suatu subject tertentu dapat diajarkan secara terbaik. Teori Bruner pada prin sipnya mempunyai empat prinsip utama,yakni motivasi, struktur, sequence (urutan)dan reinforment „ Prinsip >yang pertama yakni motivation .Bruner lebih • menekankan pada "intrinsic motivation" yang
akan
dapat menyangga proses belajar . Meskipun dia tidak menolak reinforcement,atau " external reward yang mungkin merupakan untuk aktivitas pendahuluan. Contoh terbaikdari motivasi intrinsik ini ialah curiosity ( ingin tahu ). Rasa ingin tahu
ini sebe -
narnyd merupakan "drive^" yang melekat pada manusia dan diperlukan untuk dapat hidup species manusia ini. Jenis "drive" yang lain menurut Bruner adakah "the drive to achieve competence". Prinsip yang kedua dari Bruner adalah struktur Menurut Bruner, suatu teori pengabaran mesti merupakan
120* cara yang khusus dalam mana suatu "bcdy of knowledge" harus di struktur sehingga siswa mudah mengerti. Menurut Bruner struktur dari suatu pengetahuan dapat ditandai dengan tiga eara : mode of presentation,enonomy dan power . "mode of presentationMrcara penyajian adalah menunjukkan pada teknik,metode,dimana informasi itu di komunikasikan „ Menurut Bruner ada tiga cara untuk mencapai pengertian itu, yakni enactive, iconic dan symbolic repre sentation .Enactive mode of learning adalah suatu cara belajar dengan"doing",acting,imitating dan manipulating obyek". Ini merupakan cara yang paling banyak digunakan oleh anak-anak muda „ Sebab
pada
saat itu anak dalam tahap sensorimotor (Piaget).Bila anak ada di dalam tahap berfikir enactive,
maka
otot-otot perlu digunakan ,Juga pada pendidikan non formal^ seperti pendidikan orang dexvasa, orang dewasa sering menggunakan enactive mode bila mereka mencoba untuk belajar tugas-tugas psikomotor yang komplek atau proses komplek lainnya .Guru dapat memberanikan menggunakan cara (mode) ini dengan memberikan demonstrasi,materi yang relevan,aktifitas role playing,model dan contoh-contoh dari perilaku „ The iconic mode of learning
melibatkan penggunaan
gambaran (images) atau gambar-gambar. Karena
anak
121* semakin tumbuh lebih tua maka diberanikan untuk belajar konsep dan prinsip yang tidak mudah untuk didemonstrasikan oleh guru 0Misalnya pengetahuan tentang negari-hegari asing, kehidupan tokoh terkenal, dan drama yang tercermin dalam kepustakaan sering tak dapat dipelajari melalui enactive mode.Dengan memberikan gambar,diagram yang berhubungan
dengan
mata pelajaran tertentu,dan dengan membantu siswa untuk menciptakan gambaran gambaran yang relevan . Akhirnya symbolic mode of learning hampir sinonim dengan belajar melalui tulisan dan ucapan. Eahasa merupakan simbolisme utama yang digunakan
dalam
proses belajar orang dewasa,meningkatkan efisiensi dengan yang mana pengetahuan dapat diperoleh
dan
disimpan dan dengan mana idea-idea dapat dikomunikasikan .Ini merupakan cara belajar yang populer . Menjadi lebih berguna dan
paling
lebih efisien
sebagai sesuatu yang bergerak dari tahap concrete operations ke dalam tahap formal operations. Yang manalah dari "cara"itu guru memilih agar proses belajar siswa akan lebih berhasil ? hal tergantung pada usia siswa,latar belakang,dan
itu juga
subject matter itu sendiri . Menurut Bruner mengajarkan suatu problema menuntut symbolic representation,dimana geografi memadai untuk iconic, Keterampilan motorik baru sering di
122* komunikasikan terbaik melalui enactive representation,terutama pada saat pada av?al,Matematika dapat disajikan dan sering,dengan tiga model itu-. Demikian juga untuk program program Pendidikan Luar Sekolah hal itu tergantung pada target populati on,populasi yang akan dijadikan sasaran pendidikan, "ungkin enactive , pada saat lain iconic,dan
pada
belajar yang lebih bersifat abstrak atau bahasa
-
adalah symbolic. Economy of presentation,ini berhubungan dengan jumlah informasi yang seseorang mesti memiliki
dan
kerja agar supaya memperoleh pengertian.Sebagai con toh ,adalah lebih ekonomis untuk mengungkapkan hu bungan > matematika sebagai suatu formula dari
pada
harus belajar dengan banyak halaman,tetapi
anak
anak sering mulai secara kurang ekonomis dan ber angsur angsur menjadi lebih ekonomis misalnya akhir nya menggunakan formula simbolik abstrak lebih dari dari contoh yang konkrit . Adapun power dari suatu cara dari struktur pengetahuan untuk belajar dapat dilihat sebagai kemampuan (capacity )untuk memungkinkan sisa membuat hubungan antara hal hal (matters) yang jelas nampak terpisah (yakni kekuatan untuk meningkatkan kemampuan untuk "memperlakukan" (manipulability) dari suatu body of knowledge ).
123*
Prinsip ketiga dari Bruner adalah seguenee (urutan) Prinsip sequence menyatakan bahwa tertib i:ci mem pengaruhi mudahnya proses belajar itu terjadi. Sequence akan nampak jelas jika itu di hubungkan dengan pengembangan inteltual seperti yang dinyatakan di atas yang dinyatakan dalam enactive,iconic dan symbolic „Tetapi tidak perlu
berarti
bahwa
semua proses belajar harus mulai dengan enactive , melalui iconic dan akhirnya pada symbolic . Hal ini tergantung apakah siswa itu sudah masak(mature)atau belum. Jika sudah masak,maka symbolick representation dapat di gunakan,jadi mungkin saja enactive dan iconic dapat ditinggalkan saja.Tetapi ini mem punyai ;resiko, mi salnya jika siswa kekurangan amsal { imagery ) dimana kegagalan akan menimbulkan situasi yang sulit .
v
Akhirnya prinsip reinf orcernent menekankan bahwa jawaban yang menguntungkan terhadap seseorang mem pengaruhi perilaku dikemudian hari . Response
yang
menguntungkan (favorable) ini disebut dengan reinfor cer, tindakan yang reinforced ini akan di ulangulang (karena menguntungkan ). Reinforcers yang gunakan
di-
di dalam kelas terkandung di dalamnya puji-
an, senyuman nilai yang tinggi,dan umpan balik
yang
positif' „ Dengan demikian Bruner menyetujui pendapat Skinner tentang pentingnya reinforcement ini.Timing
12£f (waktu) dari reinforment ini merupakan saat genting (crucial) terhadap keberhasilan belajar.Siswa harus menjadi pemecah problem secara mandiri, siswa tidak boleh tergantung sekali pada reinforcement guru . Siswa akhirnya juga harus .berfungsi sebagai koreksi diri (self corrective function)0 Peel (1971) mencoba menganalisis tahap kognitif remaja pada sekolah tingkat lanjutan "Judgment"remaja cenderung berfikir ke dalam tiga kategori(a) re s tricted (b) circumstantial (c) imaginative -compre hensive „ Tiga kategori itu berhubungan dengan kronologis dan usia mental
0
Tahap I (restricted) meliputi usia dua
belas
tahun „ Pada usia tiga belas tahun sampai empat be las tahun dihubungkan dengan Tahap II (circumstanti al ) dimana pemikiran bersifat logis tetapi penilai an terbatas pada informasi yang diberikan .Tahap III dicapai oleh mereka yang berusia lima belas tahun atau yang lebih tua „(Lawton,1981,hal54)• Meskipun usia remaja yang berada di sekolah lanjutan Csecondary) yang diobservasi Peel merupakan
usia
yang sebagian terdapat pada warga belajar Paket masalah yang timbul adalah apakah konsep itu
A
dapat
dipakai untuk menganalisis proses berfikir para remaja warga belajar oleh karena kekurangan latar belakang pendidikan formal mereka „
125*
Indikator
Sebagai indikator berhitung akad dideteksi melalui pengenalan warga belajar dalam : 1. Sistem jumlah dan pengurangan . 2. Bilangan persen . 3. Pecahan • 4. Geometri „ Indikator Bahasa Indonesia, 1. Kemampuan memahami teks sederhana . 2. Penggunaan kalimat aktif dan kalimat pasif dalam kalimat . 30 Kemampuan menerjemahkan kalimat sederhana
dalam
bahasa Ibu „ 4» Penggunaan kata kerja,kata sifat dan kata keadaan dalam kalimat . Indikator Pengetahuan Umum
0
1. Pengenalan hal hal berhubungan dengan kesehatan lingkungan,kesehatan anak,kesehatan keluarga 2. Pengenalan dengan hal hal yang berhubungan dengan I pertanian . f Pengenalan ha^ hal yang berhubungan dengan komu nikasi * * 3» Pengenalan untuk dapat menghayati sebagai warga belajar/warga negara yang partis
W6 A'^Ui'U'i Drisnr j . i'••'•:..:bolujar -mengajar adalah merupakan suatu akil f i t „ yang komplek- paling tidak merupakan suatu "
transaksi" antara yang belafjar dan " fasilitator • .-iv " (tutor, guru). Ai juan belajar adalah pe -
rub: han
perilaku warga belajar yang terjadi seba -
gai auatu hasil aktifitas atau pengalaman warga be lajar. ?..
-gar prosea belajar dapat berhasil, kondisi internal v/arga belajar pe^lu memperoleh perhatian. Kondini internal dapat dianggap sebagai " pr.ereouisit e " d; lam pi'Ojjec bel a ;i a r. r-'ic, t i ya < ji merupakan calali satu contoh. i'npy^p-cVi rj merupakan hal yang penting dalam procc.3 •belajar orang dewasa. Konsep -Siri memungkinkan v/a r' ga' belajar dov/usa mampu untuk menentukan arah dari belajarnya. Konsep-diri m enj a di kan seseorang menjadi >" a real person" dalam hubungannya ddhgan tawan belajar lainnya. kroaerj belajar mengajal' yang efektif memoi-lukan kehadiran
u
fasilitator " bel- jar yang baik, i'aai 11 tator
atau lutor y •!>£ baik ^eail i k i dimensi p e r a o n - 'l kognitif dan afektif y m g memadai. ion/r d'; p,? t meKborit-.aij " aewanrgt bal-,jar '" bagi v;.rga belajar, liippti werupaitan uH.an .atu ajmcnr;.i afektif dari l'aaiiitator oelajar.
1P/ H i pot e 3 i •>. 1. Bahwa t o r d u p a t hub'u n gu n yang berarti antara konsep diri kemampuan
w
a
r
g
a
belajar,motifj^rprea -
tosi warga belajar, inteligensi warga belajar
,
Merta cmnaiL tutor seperti yang dipersepsl warga '„<.•:• = .udup prestasi belajar pada program Ki;jiiI.
i
A
dari warga belajar di tujuh Desa
di Jawa . •:ngiih .
2. Bahwa terdapat perbedaan yang berarti antara konsep diri kemampuan,motif berprestasi, intel i gensi, empat i tutor- yang tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar pada program Kejar Paket A warga belajar di tujuh Desa di Jawa Tengah . Hipotesis cil atas dapat diterjemahkan lagi ke dalam hipotesis minor sebagai berikut : 1.1. Bahwa terdapat hubungan yang berarti antara konaep diri kriiiKimpuan warga be la jar, motif bii p p re n t ai '..-ii-ga bo la jar, in t e 1 igen a i warga belajar,empati tutor seperti yang dipersep::i war(".a bu bis j.n' terhadap prestasi belajar IJL; fiij L ung padu program Ke jar Pake t A .
1.2» Bahwa terdapat hubungan yang berarti antara konsep diri kemampuan,motif berprestasi, inteligonui i/arga belajar,dan empati tutor 3e perti yang di|-t:r:jepai warga belajar .terhadap prestasi belajur Bahasa Indonesia pada pro gram Kejar Paku t A.
1.3. Fahwa terdapat hubungan yang berarti antara konsep diri kemampuan,mota f berprestasi
,
inteligensi warga belajar,dnn empati tutor terhadap prestasi Pengetahuan Umum
dari
program Kejar Paket A, 1»<1. Bu-hwa terdapat hubungan
n g berarti . antara
konsep diri kemampuan,motif berprestasi,inteligen si, empati tutor terhadap prestasi be > lajar (berhitung,Bahasa Indonedia,Pengetahu an Umum) warga belajar pada program Kejar Paket A0 1.5« Bahwa terdapat hubungan yang berarti antara konsep diri kemampuan,motif berprestasi,inteligensi terhadap pre r: i"." L
lu j a r i/iu-^it
belajar Paket k ( berhitung,Bahasa Indonesia renga tahuan Umum ).
1,2„ Bahwa terdapat hubungan yang berarti antara konsep diri ki>nui:upuan, mot lf berprestasi, intoii{*«nyi war't'fi !;elajar,dnn empati tutor se per-1 i yang ri}|;ir;)ep:3i warga ho]ajar .terhadap pres t a.-s i bela j u r Bahasa Indonesia pada pro gram Kejar Paket A.
1.3. rahim terdapat hubungan yang berarti antara konsep diri kemampuan,motif berprestasi
,
inteligensi warga belajar,dan empati tutor terhadup pi-e atasi Vo n g e tahuan Umum
dari
program Kejar Paket A. 1.'l. LJa-hwa terdapat hubungan ^• -ng berarti . antara konsep diri kemampuan,motif berprestasi,inteligensi, empati tutor terhadap prestasi be » lajar (berhitung,Bahasa Indonesia,Pengetahu an Umum) warga belajar pada program Kejar Pake t A, 1.5. Bahwa terdapat- hubungan yang berarti antara konucp diri kemampuan,motif berprestasi,inteligfinai tarh^dap pre rf-" r: l helujai-
W/JJ'-^i
belajar Palcet A ( berhitung, Bahasa Indonesia lY-n^.e t u l umu Umum ).
1.6. Bahwa terdapat hubungan yang berarti antara konsep-diri kemampuan,motif berprestasi terhadap prestasi belajar ( berhitung,Bahasa Irtdonesia. Pengetahuan Umum )viarga belajar 1.7. Bahwa terdapat hubungan yang berarti antara kon3ep-diri kemampuan,inteligenai warga b e lajar terhadap prestasi belajar (berhitung , Bahama Indoneaia,dan Pengetahuan Umum)
dari
wargu be la jtir . 2.1. Bahwa terdapat perbedaan yang berarti antara konsep-diri kemampuan warga belajar yang tinggi,sedang dan rendah
terhadap prestasi
belajar (berhitung,Bahasa Indonesia,dan Pengetahuan umum ) warga belajar . 2.2.Bahwa terdapat perbedaan yang berarti antara motif berprestasi warga belajar tinggi,sedang rendah terhadap prestasi belajar Paket A. 2.3.Bahwa terdapat perbedaan yang berarti antara inteligensi tinggi, sedang dan toendah terhadap prestasi belajar Paket A. 2.4.Bahwa terdapat perbedaan yang berarti antara empati tutor tinggi, sedang dan rendah tirh.idup prestasi' belajar Paket A.