BAB II KONSEP DASAR TENTANG HARTA ANAK YATIM
A. Pengertian Harta Anak Yatim Dana berkaitan erat dengan harta. Ketika berbicara masalah dana di panti asuhan tentu akan tertuju pada dana yang berasal dari para dermawan yang merupakan harta panti asuhan yang diperuntukkan bagi anak-anak yatim dan dhuafa, untuk itulah penulis akan menjelaskan tentang harta tersebut. Sebelum mengetahui tentang harta anak yatim maka terlebih dahulu memberikan pemahaman terhadap harta. Harta menurut fuqaha Hanafiah menetapkan bahwa sesuatu yang bersifat benda yang dikatakan a'yan.1 Sedang menurut fuqaha harta (mal) adalah nama bagi yang selain manusia yang ditetapkan untuk kemaslahatan manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat, dapat dilakukan tashrruf dengan jalan ikhtiyar.2 Jadi harta adalah sesuatu yang bersifat benda yang ditetapkan untuk kemaslahatan manusia. Adapun pembagian harta dalam syariat Islam terbagi beberapa segi yaitu: 1. Memandang tabi'at dan fungsinya terbagi kepada uang dan barang. 2. Memandang boleh dan haram pemanfaatan secara syari'at terbagi kepada mutaqawwin (bernilai) dan tidak bernilai. 3. Memandang kesamaan bagian dan tidaknya terbagi kepada: Mitsly (Smilar [sama] ) dan Qimiy (valuation [taksiran]) 1
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Siddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm. 155. 2 Ibid., hlm. 154.
11
12
4. Memandang tetapnya di tempat dan tidak tetapnya terbagi kepala harta bergerak dan harta tak bergerak. 5. Memandang tetap bendanya ketika dipergunakan dan tidak terbagi kepada: konsumsi (istihlaki) dan pemakaian (isti'mali).3 Dalam hukum Islam yang menempati posisi terakhir yang mendapat perlindungan yaitu harta benda. Hal ini tidak disebabkan ia adalah perkara yang tidak penting namun karena harta itu tidak dengan sendirinya membantu mewujudkan kesejahteraan bagi semua orang dalam suatu pola yang adil. Jika harta benda ditempatkan pada urutan pertama dan menjadi tujuan itu sendiri, akan menimbulkan ketidakadilan, ketidakseimbangan yang pada gilirannya akan mengurangi kesejahteraan mayoritas generasi sekarang maupun yang akan datang, oleh karena itu keimanan dan harta benda kedua-duanya memang diperlukan bagi kebahagiaan manusia, tetapi imanlah yang mampu menyuntikkan suatu disiplin dan makna dalam memperoleh penghidupan dan melakukan pembelajaran sehingga memungkinkan harta itu memenuhi tujuannya secara lebih efektif. Harta anak yatim berkaitan juga dengan anak yatim itu sendiri, maka penulis akan memaparkan tentang pengertian anak yatim terlebih dahulu. Adapun yang dimaksud anak yatim yaitu:
ﺤ ﹾﻠ ِﻢ ِ ﺒﹸﻠ ِﻎ ﺍﹾﻟﻳ ﻢ ﻭﹶﻟ ﻩ ﻮ ﺑﻪ ﹶﺍ ﻨﻋ ﺕ ﻣﺎ ﻦ ﻣ ﻮ ﻫ ﻢ ﻴﻴِﺘﹶﺍﹾﻟ
3
Ahmad Hasan, Mata Uang Islami Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami, Terj. Saifurrahman Barito, et. Al., "Al-Auraq Al-Naqdiyah fi Al-Iqtishad Al-Islamy (Qimatuha wa Ahkamuha)", Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 101.
13
Artinya: "Yatim adalah anak yang telah ditinggal mati ayahnya dan dia belum pernah mimpi basah."4 Anak yatim adalah anak-anak yang telah ditinggal ayahnya sebelum anak itu sampai umur dengan tidak meninggal harta.5 Maksudnya sampai umur itu sebelum ia mencapai umur dewasa dengan tidak mempunyai harta peninggalan orang tuanya setelah meninggal, ataupun tidak punya keluarga yang mampu mengurus dirinya dan kehidupannya. Sama halnya dengan pendapat Hasan Ayyub yang memberi batasan umur terhadap anak yatim, bahwa anak yatim adalah anak yang telah ditinggalkan ayahnya sebelum mencapai kedewasaan dan jika sudah sampai dewasa maka tidak disebut lagi yatim. Jika ada orang disebut yatim setelah dewasa, menurut majaz 'kiasan' yakni, yang intelegensi serta adabnya tidak berfungsi atau bodoh dan tak berakhlak. 6 Berarti disini ada batasan mengenai umur anak yatim, jika sudah mencapai umur dewasa maka tidak bisa lagi di katakan anak yatim, karena dalam kenyataannya mereka bisa hidup mandiri meskipun tidak adanya orang tua, kecuali mereka dikatakan bodoh akalnya. Dalam buku Ensiklopedia al-Qur'an menyebutkan bahwa yatim (piatu) ialah anak yang kematian ayah.7 Anak yang kehilangan ibunya saja secara
4
Muhammad Rawwas Qal'ahji, Mausu'ah Fiqhi Umar Ibnil Khathab ra, Terj. M. Abdul Mujieb AS, et.al., "Ensiklopedia Fiqh Umar bin Khathab" Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 657 5 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Al-Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, t.t., h1m. 100. 6 Hasan Ayyub, As Sulukul Ijtima'i fil Islam, terj. Tarnama Ahmad Qosim, et.al., "Etika Islam (Menuju Kehidupan Yang Hakiki)", Bandung: Trigenda Karya, 1994 hlm. 362. 7 H. Fachruddin HS, Ensiklopedia al-Qur'an, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, hlm. 568.
14
etimologi maupun hukum tidak disebut anak yatim, hanya dalam pengasuhannya ia membutuhkan suatu perawatan seperti perawatan ibunya.8 Al-Qur'an mempunyai perhatian khusus terhadap anak-anak yatim, Karena ketiadaan sang ayah yang bertanggung jawab memelihara, mendidik dan mengayomi mereka, maka masyarakatlah yang bertanggung jawab terhadap mereka, karena sudah sewajarnya bagi orang-orang yang mampu untuk memberikan bantuan pada mereka seperti dalam firman Allah.
ﻋﻠﹶﻰ ﺤﺾ ﻳ ﻭﻟﹶﺎ {2} ﻢ ﻴﺘِﻴ ﺍﹾﻟﺪﻉ ﻳ ﻚ ﺍﱠﻟﺬِﻱ { ﹶﻓ ﹶﺬِﻟ1} ﻳ ِﻦﺏ ﺑِﺎﻟﺪ ﻳ ﹶﻜﺬﱢ ﺖ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ـﺭﹶﺃﻳ ﹶﺃ {3-1 :ﲔ }ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ ِ ﺴ ِﻜ ﺎ ِﻡ ﺍﹾﻟ ِﻤﹶﻃﻌ Artinya: "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin". (QS. al-Maa'un: 1-3)9 Menurut Ar-Raji harta adalah sesuatu yang bermanfaat yan sangat dibutuhkan manusia. Karena adanya kesatuan bentuk maka layak sekali kalau harta anak yang masih belum cukup dewasa itu dinisbatkan kepada para wali.10 Jadi yang dimaksud harta anak yatim adalah harta peninggalan ayahnya yang dia sendiri belum dapat menguasainya, karena masih kecil.11 Tetapi kalau yang ditinggalkan anak-anak yang sudah dewasa dan mampu untuk mengurus dirinya sendiri atau tidak dikatakan bodoh akalnya maka 8
Muhammad Abu Zahrah, Tanzim al-Islam it al-Mujatam, Terj. Shodiq Noor Rahmat, "Membangun Masyarakat Islami", Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, hlm. 120. 9 Depag RI, op.cit., hlm. 1108. 10 Muhammad Al asyabuni, Rowaihul Bayan Tafsir Ayat ahkam Minal Qur'an,Terj. Mu'amal Hamidy dkk, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983, hlm. 370. 11 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Juz IV, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1981, hlm. 311.
15
tidak dinamakan harta anak yatim karena mereka bisa mengelola sendiri harta peninggalan ayahnya. Hal ini dipandang sebagai orang dewasa yang sudah bisa menentukan jalan hidupnya. Sebenarnya harta yang ada di tangan sebagian individu disamping untuk memenuhi kebutuhan individu juga merupakan sumber kehidupan bersama, artinya harta sebagai fungsi sosial yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan umum dan dipergunakan untuk mengatasi krisis, melalui pengeluaran zakat, saling menolong dan saling menukar kemanfaatan. Inilah sikap terhadap materi menurut pandangan syari'at Islam. Semua harta dari dan milik Allah. Harta harus bermanfaat bagi semua orang, sesuai dengan syari'at Allah guna memenuhi kebutuhan dan menolak musibah. Tetapi mengenai harta anak yatim menjadi perhatian yang serius bagi umat Islam. Karena adanya ancaman yang keras jika para wali-wali dari anak yatim atau pengelola harta anak yatim tersebut memakannya dan menukarnya, yang ditunjukkan dengan firman Allah sebagai berikut:
ﻢ ﺍِﻟ ﹸﻜﻣﻮ ﻢ ِﺇﻟﹶﻰ ﹶﺃ ﻬ ﺍﹶﻟﻣﻮ ﺗ ﹾﺄ ﹸﻛﻠﹸﻮﹾﺍ ﹶﺃ ﻭ ﹶﻻ ﺐ ِ ﻴﺚ ﺑِﺎﻟﻄﱠ ﺨﺒِﻴ ﹶ ﺪﻟﹸﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟ ﺒﺘﺗ ﻭ ﹶﻻ ﻢ ﻬ ﺍﹶﻟﻣﻮ ﻰ ﹶﺃﺎﻣﻴﺘﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﺁﺗﻭ {2 : ﻮﺑﹰﺎ ﹶﻛﺒِﲑﹰﺍ }ﺍﻟﻨﺴﺎﺀﻪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺣ ِﺇﻧ Artinya: "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (Qs. An-Nisa': 2).12
12
Depag RI, op.cit., hlm. 114.
16
Ayat diatas memberikan penjelasan bahwa para wali dan penerima wasiat (harta anak yatim untuk memelihara harta anak yatim, dan menyerahkannya ketika dewasa, dan jangan sampai para wali memakan dan menukarnya dengan harta para wali karena itu termasuk dosa besar. B. Landasan Hukum 1. Landasan Al-Qur'an Perhatian terhadap anak yatim banyak disebutkan dalam Al-Qur'an dari mulai masalah anak yatim itu sendiri maupun kebutuhan untuk kehidupan anak yatim. Pada periode Mekkah perhatian anak yatim lebih tertuju pada pemeliharaan diri anak yatim daripada harta mereka.13 seperti. Ayat-ayat Al-Qur'an berikut ini.
{17 :ﻢ }ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻴﺘِﻴﻮ ﹶﻥ ﺍﹾﻟﺗ ﹾﻜ ِﺮﻣ ﻞ ﱠﻻﹶﻛﻼﱠ ﺑ Artinya: "Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim". (QS. Al-Fajr: 17)14 Dalam ayat ini menjelaskan bahwa adanya suruhan untuk memuliakan anak-anak yatim. Mulai dalam pergaulannya sehari-hari. Hingga untuk kebutuhannya, maka dari itu bagi orang-orang yang mampu untuk bisa menjaganya. Dalam firman Allah menyebutkan:
{15-14 :{ }ﺍﻟﺒﻠﺪ15}ﺑ ٍﺔﺮ ﻣ ﹾﻘ ﻳﺘِﻴﻤﹰﺎ ﺫﹶﺍ {14} ﺒ ٍﺔﻐ ﺴ ﻣ ﻮ ٍﻡ ﺫِﻱ ﻳ ﻡ ﻓِﻲ ﺎﻭ ِﺇ ﹾﻃﻌ ﹶﺃ Artinya: "Atau memberi makan pada hari kelaparan (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. " (QS. Al-Balad: 14-15)15 13
Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu'i Dirasah Manhajiyah Mawdhu'iyah, Terj. Suryan A. Jamrah, "Metode Tafsir Maudhuiy Suatu Pengantar", Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 62. 14 Depag RI, op.cit., hlm. 1058. 15 Ibid., hlm. 1062.
17
Diutamakan bagi orang-orang yang terdekatnya untuk bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk mereka. Apabila mereka tidak mampu maka diserahkan pada orang yang benar-benar mampu mengurusnya, hal ini di maksudkan agar kehidupan anak-anak yatim itu terjamin.
{9 ﻭ6 :ﺮ }ﺍﻟﻀﺤﻰ ﻬ ﺗ ﹾﻘ ﻼ ﻢ ﹶﻓ ﹶ ﻴﺘِﻴﺎ ﺍﹾﻟ{ ﹶﻓﹶﺄﻣ6} ﻯﻳﺘِﻴﻤﹰﺎ ﻓﹶﺂﻭ ﻙ ﺪ ﺠ ِ ﻳ ﻢ ﹶﺃﹶﻟ Artinya: "Bukanlah dia mendapatimu sebagai seorang yatim lalu dia melindungimu. Adapun terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. " (QS. Adh-Dhuhaa: 6 dan 9)16 Perhatian Allah terhadap anak-anak yatim begitu besar. Maka janganlah sekali-kali berbuat sewenang-wenang terhadap anak yatim walaupun mereka berani melawan, karena itu merupakan suatu cobaan, karena mereka sebenarnya amat membutuhkan orang-orang yang bisa membimbing dan mengurusnya dengan baik. Pada periode Madinah Al-Qur'an turun dengan ayat-ayatnya untuk memberikan berbagai pemecahan dan jawaban terhadap persoalan sekitar anak yatim dan cara memelihara diri dan hartanya.17 Sebagaimana dalam firman Allah sebagai berikut:
ﻢ ﻧ ﹸﻜﺍﺧﻮ ﻢ ﹶﻓِﺈ ﺎِﻟﻄﹸﻮﻫﺨﻭِﺇ ﹾﻥ ﺗ ﺮ ﻴﺧ ﻢ ﻬ ﺡ ﱠﻟ ﻼ ﺻﹶ ﻰ ﹸﻗ ﹾﻞ ِﺇﺎﻣﻴﺘﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟ ﻚ ﻧﺴﹶﺄﻟﹸﻮ ـﻭﻳ … ﻢ ﺣﻜِﻴ ﺰ ﻋﺰِﻳ ﻪ ﻢ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﹼﻠ ﺘﻜﹸﻨﻋ ﻪ ﻷ ﺎﺀ ﺍﻟﻠﹼﻮ ﺷ ﻭﹶﻟ ﺼِﻠ ِﺢ ﻦ ﺍﹾﻟﻤ ﺪ ِﻣ ﺴ ِ ﹾﻔﻢ ﺍﹾﻟﻤ ﻌﻠﹶـ ﻳ ﻪ ﺍﻟﻠﹼـﻭ {220 :}ﺍﻟﻘﺮﺓ 16 17
Ibid., hlm. 1070. Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, op.cit., hlm. 65.
18
Artinya: "Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha, Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Baqarah: 220)18 Pada periode Madinah ini, banyak ayat yang turun untuk mengatur tata cara memperlakukan anak-anak yatim tersebut di dalam pergaulan. Ayat-ayat tersebut mempunyai tekanan yang bermacam-macam, antara lain:
ﻢ ﺑﻄﹸﻮِﻧ ِﻬ ﻳ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸـﻮ ﹶﻥ ﻓِﻲ ـﺎﻧﻤـﻰ ﻇﹸﻠﹾﻤـﹰﺎ ِﺇﺎﻣﻴﺘﺍ ﹶﻝ ﺍﹾﻟـﻮﻳ ﹾﺄﻛﹸﻠﹸـﻮ ﹶﻥ ﹶﺃﻣ ﻦ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﱠـﺬِﻳ {10 :}ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ.…ﺎﺭﹰﺍﻧ Artinya: "Sesungguhnya orang yang memakan harta yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menahan api sepenuh perutnya." (QS. An-Nisa' :10)19 Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa terhadap harta anak yatim sebaiknya di pergunakan untuk pemeliharaannya, dan dilarang keras untuk memakannya secara zalim, karena anak yatim tersebut membutuhkan pemeliharaan secara balk seperti anak-anak yang lain yang masih punya orang tua. Dan disebutkan juga dalam firman Allah sebagai berikut
152 :}ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ.…ﻩ ﺷﺪ ﺒﻠﹸ ﹶﻎ ﹶﺃﻳ ﻰﺣﺘ ﺴﻦ ﺣ ﻲ ﹶﺃ ﻴﺘِﻴ ِﻢ ِﺇﻻﱠ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫﺎ ﹶﻝ ﺍﹾﻟﻮﹾﺍ ﻣﺮﺑ ﺗ ﹾﻘ ﻭ ﹶﻻ {
18 19
Depag RI, op.cit., hlm. 53. Depag RI, op.cit., hlm. 116.
19
Artinya: "Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih (bermanfaat), hingga sampai ia dewasa. (Qs. Al-An'am: 152) 20 Ayat diatas memberikan pengertian bahwa adanya larangan "mendekati" harta anak yatim tersebut adalah larangan mendekati disini tidak berarti mendekati secara leterlak, melainkan larangan melakukan tindak kejahatan didalam harta tersebut, baik terang-terangan maupun secara terselubung. Mengenai harta anak yatim juga disebutkan dalam ayat berikut
ﻢ ِﺇﻟﹶﻰ ﻬ ﺍﹶﻟﻣﻮ ﺗ ﹾﺄ ﹸﻛﻠﹸﻮﹾﺍ ﹶﺃ ﻭ ﹶﻻ ﺐ ِ ﻴﺚ ﺑِﺎﻟﻄﱠ ﺨﺒِﻴ ﹶ ﺪﻟﹸﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟ ﺒﺘﺗ ﻭ ﹶﻻ ﻢ ﻬ ﺍﹶﻟﻣﻮ ـﻰ ﹶﺃﺎﻣﻴﺘـﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﺁﺗﻭ {2 :ﻮﺑﹰﺎ ﹶﻛﺒِﲑﹰﺍ }ﺍﻟﻨﺴﺎﺀﻪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺣ ﻢ ِﺇﻧ ﺍِﻟ ﹸﻜﻣﻮ ﹶﺃ Artinya: "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (Qs. An-Nisa': 2)21 Sebaiknya bagi para wali anak yatim atau orang yang diwasiati dalam memelihara anak yatim agar selalu menjaga jangan sampai harta anak-anak yatim tersebut disalahgunakan untuk sesuatu yang bukan keperluannya dengan memakannya secara zalim. Dengan ketentuan dalam surat An-Nisa sebagai berikut
{6 :ﻑ…}ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ِ ﻭﻌﺮ ﻤ ﻴ ﹾﺄ ﹸﻛ ﹾﻞ ﺑِﺎﹾﻟﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻓﻘِﲑﹰﺍ ﹶﻓ ﹾﻠﻭﻣ ﻒ ﻌ ِﻔ ﺘﺴ ﻴﻴﹰﺎ ﹶﻓ ﹾﻠﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻏِﻨﻭﻣ
20 21
Ibid., hlm. 214. Ibid., hlm. 114.
20
Artinya : "Barang siapa mampu, maka hendaklah ia menahan diri dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut." (An-Nisa: 6)22 Menurut Ibnu Katsir berkata dalam Tafsir Al-Qur'an al-Azhlim (1/464): "Para ahli fiqh berkata: "ia boleh memakan dari harta nominalnya, upah standar atau kebutuhan yang dia butuhkan. Para ulama berbeda pendapat apakah ia harus mengembalikannya apabila ia sudah berkelapangan,
menjadi
dua
pendapat:
Pertama,
Tidak
perlu
dikembalikan, karena yang ia makan itu adalah gajinya sendiri dan disamping itu ia adalah orang faqir. Inilah pendapat yang shahih menurut rekan-rekan Imam Syafi'i karena ayat tersebut membolehkan memakannya tanpa menyebutkan harus diganti. Kedua, Ya, ia harus mengembalikannya, karena harta anak yatim beresiko besar. Ia hanya boleh dikembalikan seperti bolehnya memakai harta orang lain bagi yang mengalami kesulitan namun bukan pada saat membutuhkan.23 2. Landasan as Sunnah/ Hadits Adapun Hadits yang berkaitan dengan permasalahan anak yatim antara lain seperti dalam kitab Shahih Bukhari:
ﺃﻧﺎ ﻭﻛﺎﻓﻞ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ ﰱ:ﻋـﻦ ﺳـﻬﻞ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ 24
22
( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ. ﻭﻗﺎﻝ ﺑﺄﺻﺒﻌﻴﻪ ﺍﻟﺴﺒﺎﺑﺔ ﻭﺍﻟﻮﺳﻄﻰ,ﺍﳉﻨﺔ ﻫﻜﺬﺍ
Ibid., hlm. 115-116. Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali, Al-Manaahiy Yisy Syari'iyyah fii Shahihis Sunnah AnNabawiyah, Terj. Ibnu Ihsan Al-Atsari, "Ensiklopedia Larangan Menurut Al-Qur'an dan AsSunnah: Pustaka Imam Syafi'i, 2005, hlm. 371. 24 Imam Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, Juz. VIII, Beirut: Dar Al Kutb al Ilmiyah, t.t., hlm. 101. 23
21
Artinya: "Dari Shal bin Said dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda: "Aku dan orang yang merawat anak yatim itu begini, Nabi berkata: dengan (isyarah) dua jari yakni jari telunjuk dan jari tengah. (HR. Bukhari) Sungguh besar perhatian Allah SWT dan Rasulullah SAW, berkenaan dengan mengurus dan merawat anak yatim dengan perhatian yang melebihi perlakuan para pengurus terhadap anaknya sendiri. Mereka akan mendapat kedudukan yang tinggi dan mulia. Dalam riwayat ibnu Majah dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ﺧﲑ ﺑﻴﺖ ﰱ ﺍﳌﺴﻠﻤﲔ ﺑﻴﺖ ﻓﻴﻪ ﻳﺘﻴﻢ ﳛﺴﻦ ﺍﻟﻴﻪ ﻭﺷﺮ ﺑﻴﺖ ﰱ ﺍﳌﺴﻠﻤﲔ ﺑﻴﺖ ﻓﻴﻪ 25
(ﻳﺘﻴﻢ ﻳﺴﺎﺀ ﺍﻟﻴﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ
Artinya: "Sebaik-baik rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlukan secara baik dan seburukburuk rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan buruk " (HR. Ibnu Majah) Hadits diatas memberikan dorongan yang kuat untuk memelihara anak yatim dengan sebaik-baiknya. Tanpa memandang bahwa ia keluarga atau bukan karena mereka juga butuh seorang sebagai pengganti bapaknya untuk membimbing, mendidik dan mengayomi mereka. Agar mereka kelak menjadi manusia-manusia yang tangguh dan bermanfaat. Dalam Hadits Nabi menyebutkan:
25
Abu Abas Sihabudin Ahmad Bin Abu Bakar Bin Abdurrahman Bin Ismail, Jawaid Ibnu Majah, Beirut: Dar Al Kutb Al-Ilmiyah, t.t., hlm. 475.
22
ﺍﺟﺘﻨـﺒﻮﺍ ﺍﻟﺴﺒﻊ ﺍﳌﻮﺑﻘﺎﺕ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻳﺎﺭﺳﻮ ﻝ ﺍﷲ ﻭﻣﺎ ﻫﻦ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺮﻙ ﻭﺍﻟﺸﺤﺮ ﻭﻗﺘﻞ ﻧﻔﺲ ﺍﻟﱴ ﺣﺮﻡ ﺍﷲ ﺍﻻ ﺑﺎﳊﻖ ﻭﺍﻛﻞ ﺍﻟﺮﺑﺎ ﻭﺍﻛﻞ ﺍﳌﺎﻝ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ ﻭﺍﻟﺘﻮﱃ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺰﺣﻒ 26
( )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ.ﻭﻗﺪﻑ ﺍﶈﺼﻨﺎﺕ ﺍﳌﺆﻣﻨﺎﺕ ﺍﻟﻐﺎﻓﻼﺕ
Artinya: "Jauhilah tujuh macam perkara yang membinasakan para sahabat bertanya, "apakah itu, wahai Rasulullah?" beliau menjawab: "yaitu menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari barisan perang di hari pertempuran dan menuduh wanita yang baik berbuat zina." (Mutafaq alaih) Perhatian Islam terhadap harta anak-anak yatim, menjadi perhatian serius karena memakan harta anak yatim termasuk dosa besar. Seperti halnya menyekutukan Allah dan yang lainnya yang termasuk dosa besar. Untuk itulah bagi pemelihara agar berhati-hati dalam mengelola harta anak yatim. Dalam kitab al-amwal menyebutkan.
ﺍﻻﻣـﻦ ﻭﱄ ﻳﺘـﻴﻤﺎﻟﻪ ﻣـﺎﻝ ﻓﻠﻴﺘﺠﺮ ﻓﻴﻪ ﻭﻻ ﻳﺘﺮﻛﻪ ﺣﱴ ﺗﺎﺀﻛﻠﻪ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ )ﺭﻭﺍﻩ 27
(ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ
Artinya: "Ketahuilah, barang siapa menjadi wali seorang anak yatim yang mempunyai harta, maka hendaklah ia memperdagangkan harta itu dan jangan membiarkannya, hingga habis dimakan oleh sedekah" (HR. At-Tirmidzi).
26
Abi Zakaria bin Syarif Nawawi, Riyadhus Shalihin, Maktabah al Islamiyyah, t.t., hlm.
574. 27
Imam Al Adzim Al Khafidil Khajati Abi Abidil Qosim bin Salam, Al-Amwal: Dar AlFikr, 22 H, hlm. 547.
23
C. Pengelolaan Harta Anak Yatim Pada dasarnya mengurus yatim merupakan kefarduan (kewajiban) bagi setiap orang yang paling dekat dengannya. Jika dia yang terdekat itu telah dapat melakukan kewajibannya mengurus yatim dengan baik maka jatuh kewajiban dari yang lainnya yang dekat dengannya. Akan tetapi jika orang yang paling dekat kepadanya belum melakukan hal itu yakni belum mengurusnya tapi tidak tercapai sasaran bahkan mungkin menganiaya, maka (yang lain) yang juga dekat berhak ikut campur memperbaiki keadaannya. Karena mengurus anak yatim adalah fardu kifayah atas umat Islam. jika telah ada yang mengurusnya maka yang lain bebas dari kefarduan.28 Dalam ayat Al-Qur'an menyebutkan:
ﻢ ﻫ ﻮﺍ ﹾﻛﺴﺎ ﻭﻢ ﻓِﻴﻬ ﻫ ﺯﻗﹸﻮ ﺭ ﺍﺎﻣﹰﺎ ﻭﻢ ِﻗﻴ ﻪ ﹶﻟ ﹸﻜ ﻌ ﹶﻞ ﺍﻟﻠﹼ ﺟ ﺍﱠﻟﺘِﻲﺍﹶﻟﻜﹸﻢﻣﻮ ﺎﺀ ﹶﺃﺴ ﹶﻔﻬ ـﻮﹾﺍ ﺍﻟﺆﺗ ﺗ ﻭ ﹶﻻ {5 : ﻭﻓﹰﺎ }ﺍﻟﻨﺴﺎﺀﻌﺮ ﻣ ﻮ ﹰﻻ ﻢ ﹶﻗ ﻬ ﻭﻗﹸﻮﻟﹸﻮﹾﺍ ﹶﻟ Artinya: "Dan janganlah kamu berikan kepada orang-orang yang tidak beres akalnya, harta-harta kamu yang Allah telah dijadikannya sebagai pokok penghidupan bagi kamu, tetapi berilah mereka makan dalam harta tersebut dan berilah mereka pakaian serta katakanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (An-Nisa': 5)29 Khitab (pembicaraan) dalam ayat ini ditujukan kepada semua umat, dan larangannya mencakup setiap harta yang diberikan kepada orang dungu, artinya berikanlah kepada setiap anak yatim harta mereka apabila telah baligh, kepada setiap istri maharnya, kecuali apabila salah satu dari mereka adalah orang safih (dungu), tidak bisa menggunakan harta benda. Maka, cegahlah 28
Hasan Ayyub, Assulukul Ijtimai fil Islami, Terj. Tarmana Ahmad Qosim, et.al., Etika Islam Kehidupan yang Hakiki", Bandung: Trigenda, 1994, hlm. 362. 29 Depag RI, op.cit., hlm. 115.
24
harta mereka agar jangan disia-siakan, dan peliharalah harta mereka itu olehmu hingga mereka dewasa.30 Ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud "sufaha" (orang-orang yang kurang beres akalnya), sebagian ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud itu ialah kanak-kanak yang belum cukup umur, dan anak-anak kecil yang belum cukup dewasa. Demikian sebagai yang diriwayatkan dari AzZuhri dan Ibnu Zaid.31 Yang lain berpendapat "sufaha" yaitu orang yang tidak berfikiran cukup untuk menjaga harta. Termasuk disini orang-orang perempuan, anakanak yang belum cukup umur dan anak-anak yatim serta siapa saja yang digolongkan dengan sifat ini.32 Pengelolaan harta anak-anak yatim merupakan tanggung jawab wali anak yatim atau orang yang diwasiati untuk mengelola harta anak yatim. Tugas yang mereka emban hanya memelihara dan mengelolanya bukan untuk memilikinya. Jika mereka melupakan kedudukan dan tugas mereka yang sebenarnya niscaya hal itu akan mendorongnya untuk melakukan pelanggaran. Maksud mengelola harta anak yatim yaitu mengembangkan harta milik mereka melalui kegiatan bisnis atau usaha lain yang menguntungkan sehingga lama kelamaan harta mereka tidak habis begitu saja karena dipakai untuk
30
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir Al-maraghy, Terj. Bahrun Abu Bakar dkk., "Terjemah Tafsir Al-Maraghi", Semarang: Toha Putra, 1986, hlm. 336. 31 Muhammad Ali Assyabuni, op.cit., hlm.373. 32 Ibid.
25
kebutuhan mereka.33 Dalam hal ini tidak lepas dari sikap kehati-hatian agar harta anak yatim tersebut tetap terjaga dengan baik tanpa tindakan kezaliman. Seperti dalam firman Allah:
:}ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ.…ﺎﺭﹰﺍﻢ ﻧ ﺑﻄﹸﻮِﻧ ِﻬ ﻳ ﹾﺄ ﹸﻛﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻓِﻲ ﺎﻧﻤﻰ ﹸﻇﻠﹾﻤﹰﺎ ِﺇﺎﻣﻴﺘﺍ ﹶﻝ ﺍﹾﻟﻣﻮ ﻳ ﹾﺄ ﹸﻛﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﹶﺃ ﻦ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﱠـﺬِﻳ {10 Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya." (Qs. An-Nisa': 10).34 Sebenarnya pesan yang terkandung dalam ayat diatas agar harta anakanak yatim tetap terjaga demi untuk memenuhi kebutuhan anak-anak yatim, jika bisa mengembangkan agar harta tersebut terus berkembang dan berguna bagi kehidupan anak yatim tersebut. Orang yang mengurus harta anak yatim berhak mengembangkan harta tersebut melalui berbagai cara misalnya berkoperasi yang paling mudah atau untuk
modal
mengembangkan
dalam harta
perdagangan. yatim
Jika
tersebut
dia maka
hanya
mengurus
diapun
berhak
dan untuk
memanfaatkan (mengambil) sebagian harta itu dengan cara yang baik (halal), tidak berlebihan dan tidak dengan cara bathil (salah). Orang yang mengurus anak yatim juga berhak (boleh) saja mencampuradukkan hartanya dengan harta anak yatim tersebut dengan syarat harus adil dan benar.35 Ada tiga cara dalam melindungi harta anak yatim: 33
Syaikh Muhammad Al Madani, Al Mujtama'al Mitsali Kama Tunazhzhimuhu Suratu An-Nisaa, Terj. Kamaluddin Sa'diyatul Haramain, "Masyarakat Ideal dalam Perspektif Surah AnNisa'.", Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, hlm. 309. 34 Depag RI, op.cit., hlm. 116. 35 Hasan Ayyub, op.cit., hlm. 363.
26
1. Dengan menentukan seorang penanggung jawab (qayyim) 2. Mengembangkan harta tersebut dan menambahi modal kapitalnya. Hal ini setelah ada izin untuk memperdagangkannya apabila harta tersebut tidak ajeg.36 Dalam hal ini Nabi bersabda: 37
( ﻭﻻﻳﺘﺮﻛﻪ ﻓﺘﺄﻛﻠﻪ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ،ﺍﻻﻣﻦ ﻭﱄ ﻳﺘﻴﻤﺎﻟﻪ ﻣﺎﻝ ﻓﻠﻴﺘﺠﺮ ﻟﻪ
Artinya: "Ketauhilah barang siapa menjadi wali seorang anak yatim yang mempunyai harta, maka hendaklah ia memperdagangkan harta itu dan jangan membiarkannya, hingga habis dimakan oleh sedekah". (HR. At-Tirmidzi) 3. Dengan menaruh harta itu kedalam suatu gudang penyimpanan yang terpercaya untuk melindungi dari kerusakan.38 Tujuan dari pengelolaan harta anak-anak yatim tersebut semata-mata agar harta tidak membeku, tanpa bergerak sehingga berkembang. Jadi agar dana bisa produktif dan bertambah banyak untuk kelangsungan hidup anakanak yatim. D. Kewajiban Terhadap Anak Yatim Terhadap anak yatim berkewajiban untuk bersikap kasih sayang melindungi kekayaan mereka, memberi nafkah kepada mereka apabila mereka tidak mempunyai harta yang cukup. Sebenarnya yang paling utama dalam hal pemeliharaan mereka adalah wali-wali yang terdekat, apabila mereka mampu. Tapi apabila anak yatim tersebut tidak mempunyai wali dari sanak kerabatnya, maka perwalian menjadi hak pengadilan dan pengadilan akan menitipkan
36
Muhammad Abu Zahrah, op.cit., hlm. 124. Imam Al Adzim Al Khafidil Khajati Abi Abidil Qosim bin Salam, loc.cit., 38 Muhammad Abu Zahrah, loc.cit. 37
27
mereka kepada seseorang yang dianggap mempunyai sifat sayang dalam pergaulan atau pengadilan dapat pula menitipkan mereka kepada panti-panti asuhan.39 Menitipkan anak-anak yatim di panti asuhan atau yayasan-yayasan sosial merupakan salah satu alternatif jika anak-anak yatim tersebut tidak ada yang mampu mengurusnya, hal ini demi kemaslahatan hidupnya, hal ini demi kemaslahatan hidupnya, agar mereka bisa menjalani kehidupannya lebih baik, seperti anak-anak lain yang masih mempunyai orang tua. Allah SWT dan rasul-Nya memperingatkan para pemegang wasiat (pengurus) anak yatim supaya berhati-hati dalam mengurus anak yatim. Antara lain paling pokoknya ada dua masalah yaitu: 1. Jangan memakan harta anak yatim dengan batil atau salah, yakni tidak mengikuti peraturan yang benar (lihat surat An-Nisa’ ayat 6). 2. Tidak boleh menukarkan harta mereka yang jelek dengan harta kekayaan milik anak yatim yang bagus (lihat surat An-Nisa' ayat 2).40 Sebenarnya dalam Islam adanya perhatian dan bimbingan anak terhadap mereka yang lemah tertindas dan anak-anak yang telah kehilangan para orang tuanya hal itu dilakukan dua pertolongan yaitu materiil dan moril pertolongan materiil seperti ditunjukkan pada ayat Al-Qur'an sebagai berikut:
{8 :ﻭﹶﺃﺳِﲑﹰﺍ }ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ ﻳﺘِﻴﻤﹰﺎﻭ ﺴﻜِﻴﻨﹰﺎ ﺒ ِﻪ ِﻣﻋﻠﹶﻰ ﺣ ﻡ ﺎﻮ ﹶﻥ ﺍﻟ ﱠﻄﻌﻳ ﹾﻄ ِﻌﻤﻭ
39 40
Ibid., hlm. 123. Hasan Ayyub, op.cit., hlm. 364.
28
Artinya: "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan." (Qs. Al-Insan: 8)41 Dan pertolongan yang bersifat moril dalam firman Allah sebagai berikut:
ــﻰﺎﻣﻴﺘﺍﹾﻟــﻰ ﻭﺮﺑ ﻭﺫِﻱ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ ﺎﻧﹰﺎــﺴﻳ ِﻦ ِﺇﺣﺪ ﺍِﻟﻭﺑِﺎﻟﹾــﻮ ﻪ ﻭ ﹶﻥ ِﺇﻻﱠ ﺍﻟﻠﹼــﺒﺪــﺗﻌ … ﹶﻻ {83 :}ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ.…ﲔ ِ ﺎ ِﻛﻤﺴ ﺍﹾﻟﻭ Artinya: "…Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim dan miskin…."(Qs. Al-Baqarah: 83)42 Agama Islam memerintahkan umatnya untuk memuliakan anak yatim seperti yang terkandung dalam surat An-Nisa' yang berkenaan dengan nasib anak-anak yatim berkewajiban untuk: -
Memelihara anak-anak yatim
-
Mengelola dan mengatur harta anak yatim dengan baik dan benar
-
Biaya kelangsungan hidup diambil dari harta mereka dan biaya pengelolaannya diambil dari keuntungan dan basil investasinya bukan dari modal pokoknya.
-
Mengurus diri anak-anak yatim dengan baik termasuk pendidikan mereka agar menjadi manusia yang bermanfaat
-
Menjunjung tinggi niat yang baik dalam mengurus dan mengatur segala hal yang berkaitan dengan anak-anak yatim
-
Mempersaksikan penyerahan harta milik anak-anak yatim setelah mereka mencapai usia dewasa.43
41
Depag RI, op.cit., hlm. 1004. Depag RI, op.cit., hlm. 23. 43 Syaikh Muhammad Al Madani, op.cit., hlm. 301-302. 42
29
ﻢ ﺍِﻟ ﹸﻜﻣﻮ ﻢ ِﺇﻟﹶﻰ ﹶﺃ ﻬ ﺍﹶﻟﻣﻮ ﺗ ﹾﺄ ﹸﻛﻠﹸﻮﹾﺍ ﹶﺃ ﻭ ﹶﻻ ﺐ ِ ﻴﺚ ﺑِﺎﻟﻄﱠ ﺨﺒِﻴ ﹶ ﺪﻟﹸﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟ ﺒﺘﺗ ﻭ ﹶﻻ ﻢ ﻬ ﺍﹶﻟﻣﻮ ﻰ ﹶﺃﺎﻣﻴﺘﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﺁﺗﻭ {2 :ﻮﺑﹰﺎ ﹶﻛﺒِﲑﹰﺍ }ﺍﻟﻨﺴﺎﺀﻪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺣ ِﺇﻧ Artinya: "Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (Qs. An-Nisa': 2).44 Memelihara anak-anak yatim dan memelihara harta peninggalan orang tuanya merupakan kewajiban bagi masyarakat Islam, memuliakan anak yatim berarti memelihara dan membesarkan mereka sebagaimana anak-anak biasa. Bila anak itu dewasa, maka adalah hak mereka untuk mendapatkan kembali harta peninggalan orang tuanya. Jika mereka tidak mempunyai harta sebagai penunjang kehidupannya. Maka selayaknya orang-orang yang mampu untuk memberikan sebagian hartanya untuk mereka. Jika dilihat dari sisi kenegaraan, fakir miskin dan anak yatim piatu atau anak terlantar merupakan salah satu tanggung jawab nasional. Dalam Undangundang dasar 1945 Pasal 34 dicantumkan bahwa: "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara". Dalam sistem pemerintahan di sinilah letaknya peran serta dan tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara terutama umat Islam karena sangat relevan dengan ajaran agama. Tinggal bagaimana anak yatim tersebut secara baik dan efektif, agar mereka menjadi manusia-manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa.
44
Depag RI, op.cit., hlm. 114.