BAB II KONSEP DASAR
A.
PENGERTIAN Cidera kepala adalah adanya pukulan atau benturan yang mendadak pada kepala (trauma kulit kepala, tengkorak dan otak) dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, S.M, 1997:496; Smeltzer, S.C & Bare , B-G, 2000:2210) Trauma atau cidera kepala dapat menyebabkan Fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak, atau kulit dengan derajat bervariasi pada luas daerah. Type trauma kepala : 1. Trauma kepala terbuka Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi durameter. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak merusak otak. Fraktur tulang tengkorak yang dapat terjadi : 1.a. Fraktur linear di daerah temporal dimana arteri meningeal media dalam jalur tulang temporal. Sering menyebabkan perdarahan epidural. 1.b. Fraktur linear melintang garis tengah sering menyebabkan perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior. 1.c. Fraktur di daerah basis disebabkan karena trauma dari atas/kepala bagian atas yang membentur jalan atau benda diam. 1.d. Fraktur anterior biasanya karena atau trauma di daerah temporal sedangkan posterior disebabkan oleh trauma di daerah oksipital. 2. Trauma kepala tertutup
Adalah cidera kepala yang disertai adanya gangguan pada komponen intrkranial. Bentuk Spesifik : 2.a. Cosmosio Cerrebi / gegar otak Merupakan bentuk trauma kapitis ringan dimana terjadi pingsan (10 menit) Gejala lain : Pusing, noda-noda di depan mata dan bingung. Comosio cerrebi tidak meninggalkan gejala sisa atau tidak menyebabkan kerusakan struktur otak. 2.b. Kontusio Cerrebi/memar otak Merupakan perdarahan kecil/ptekie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf atau otak yang akan menimbulkan Oedema jaringan otak di daerah sekitarnya. Berdasar lokasi bentuknya lesi dibedakan menjadi 2 : 2.b.1. Kaup Kontusio
:
lesi terjadi pada sisi/tempat benturan
2.b.2. Kontra Kaup
:
lesi pada area yang berlawanan.
PERDARAHAN INTRA KRANIAL Perdarahan vesikuler yang utama dari trauma kepala meliputi: 1. Perdarahan epidural Adalah perdarahan yang terjadi antara tabita internal dan durameter, lokasi tersering di daerah temporal. Sumber perdarahan
adalah pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venoslis akibat fraktur cranii. 2. Perdarahan subdural Merupakan perdarahan antara durameter dan arachnoid, dibedakan menjadi 3 : 2.a.
Akut : dihubungkan dengan cidera otak besar dan batang otak. Tanda dan gejala klinis : sakit kepala, perasaan kantuk, bingung, gelisah
2.b.
Sub akut : biasanya berkembang 7-10 hari setelah cidera dihubungkan dengan kontusio cerrebi yang kuat.
2.c.
Kronik : terjadi karena luka ringan, mulanya perdarahan kecil memasuki
ruang
subdural,
beberapa
minggu
kemudian
menumpuk di sekitar membrane vaskuler dan pelan-pelan meluas. 3. Perdarahan intra cerebral Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak.
B. ETYOLOGI Adanya trauma : 1. Berkecepatan rendah : jatuh dari ketinggian, dipukul 2. Berkecepatan tinggi : kecelakaan lalu lintas 3. Cedera penetrasi peluru
C. TANDA DAN GEJALA
Gejala yang muncul pada cidera lokal tergantung pada jumlah dan distribusi cidera otak : 1. nyeri menetap/setempat : adanya fraktur. 2. perdarahan dari hidung, faring, telinga dan darah terlhat di bawah konjungtiva, fraktur dasar tengkorak. 3. laserasi/kontusio otak : adanya cairan, spinal berdarah.
D. MANIFESTASI KLINIS 1.
Gangguan kesadaran
2.
Konfusi
3.
Abnormalitas pupil
4.
Awitan tiba defisit neurologik
5.
Perubahan tanda vital Mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensori, kejang otot, vertigo, gangguan pergerakan, kejang adanya shock hipovolemik
A. PATOFISIOLOGI Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan O 2 dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O 2 , Jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa. Sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
75% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan melalui proses metabolic anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada komosio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam. Lalu hal ini akan menyebaban asidosis metabolic.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Rontgen tengkorak 2. CT. scan 3. Angiografi
C. PENATALAKSANAAN Individu cedera kepala diasumsikan dengan cedera medula cervicalis dari tempat kecelakaan pasien dipindahkan dengan papan dimana kepala dan leher dipertahankan sejajar. Traksi ringan harus dipertahankan pada kepala dan kolar servical. Dipasang dan dipertahankan sampai sinar X medulla servical didapatkan dan diketahui tidak ada cedera medulla spinalis cervical. Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan homeostasis otak dan menengah, kerusakan otak skunder. Tindakan ini mencakup : stabilisasi cardiovaskuler dan fungsi pernafasan, untuk mempertahankan fungsi cerebral adekuat, hemoragi terkontrol, hipovolemi diperbaiki dari nilai AGD dipertahankan pada nilai yang diinginkan. G.1. Pedoman penatalaksanaan cedera kepala
a.
pada semua pasien dengan cedera kepala dilakukan foto tulang belakang, servical, pastikan tulang servical C1-C7 normal.
b.
pada pasien dengan cedera kepala sedang dan berat. • Pasang infus dengan larutan NaCl 0,9% atau RL untuk menghindari adanya oedema cerebri. • Lakukan pemeriksaan laboratorium : hematokrit, trombosit, darah perifer lengkap, glukosa protombin.
c.
lakukan CT. scan, foto rontgen kepala, tidak diberikan jika susah, dilakukan CT. scan karena lebih sensitive untuk mendeteksi fraktur. Pasien dengan CKR/CKB harus dievaluasi adanya :
d.
•
Hematoma epidural
•
Darah dalam subarachnoid dan interventrikel
•
Kontusio dan perdarahan jaringan otak
•
Oedema cerrebri
•
Pergeseran garis tengah
•
Fraktur cranium
cedera kepala ringan Umumnya dapat dipulangkan tanpa CT. scan dengan criteria : •
Hasil pemerksaan neurolgis normal
•
Foto servical jelas normal
•
Adanya orang yang bertanggung jawab megamati pasien 24 jam
cedera kepala sedang
Klien yang menderita konkusi otak (komosio otak) dengan GCS 15 dan CT. scan normal, tidak perlu dirawat meski terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, amnesia, resiko timbulnya lesi mata cranial lanjut yang bermakna pada pasien. cedera kepala berat Indikasi intervensi bedah saraf segera. Jika ada indikasi harus segera dikonsultasikan tindakan operasi. Penatalaksanaan CKB seharusnya dilakukan di unit rawat intensif. Meski kerusakan primer akibat akibat cedera otak akibat cedera sangat minim untuk diatasi, tapi sedikitnya untuk mengurangi kerusakan otak akibat hipoksia, hipotensi atau tekanan intracranial yang meningkat. •
Penilaian ulang jalan nafas
•
Monitor TTV
•
Penatalaksanaan cairan
•
Nutrisi
•
Terapi obat-obatan
•
Temperatur suhu tubuh
•
Pemasangan alat monitor tekanan intracranial pada pasien dengan GCS <8
e.
penilain GCS Tingkat keparahan cedera kepala dapat dinilai dengan GCS (Glosgow Coma Scale) dimana kriteria yang secara kwantitatif menilai
respon membuka mata (E) respon motorik terbaik (M) dan respon verbal terbaik (V). •
Respon membuka mata (E) o Membuka mata spontan : 4 o Membuka mata dengan rangsang suara : 3 o Membuka mata dengan rangsang nyeri : 2 o Tidak ada respon : 1
•
Respon motorik (M) o Mengikuti perintah yang benar : 6 o Mampu melokalisir nyeri : 5 o Menarik diri dari rangsang nyeri : 4 o Fleksi abnormal/dekortikasi : 3 o Ektensi abnormal/deserebrsai : 2 o Tidak ada respon : 1
•
Respon verbal (V) o Oreantasi baik : 5 o Percakapan membingungkan : 4 o Kata-kata tidak tepat : 3 o Suara tidak bermakna, merintih : 2 o Tidak ada respon : 1
G.2. komplikasi •
Hematoma intracranial
•
Edema cerebralprogresif
•
Herniasi otak
D. PENGKAJIAN FOKUS Pengkajian fokus pola fungsional menurut Doenges, M.E (2000) antara lain : 1. Aktifitas/istirahat Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan kesadaran, letargi, hemiparase, quadriplegi, ataksia cara jalan tidak bisa tegap, kehilangan tonus otot. 2. Sirkulasi Perubahan tekanan darah/hipertensi, perubahan frekwensi jantung, takikardia, diselingi bradikardi. 3. Integritas ego Perubahan tingah laku atau kepribadian (tenang dan dramatis, cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsive). 4. Eliminasi Inkontenensia kandung kemih/usus dan mengalami gangguan fungsi. 5. Makanan/cairan Mual, muntah, mengalami perubahan selera makan, gangguan menelan, air liur keluar, disfagia. 6. Neuronsensori Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, baal pada extremitas, perubahan pada penglihatan, (diplopia, pandangan kabur dan penurunan ketajaman), perubahan
status mental (oreantasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah), perubahan pupil,/papiledama, wajah tidak simetri, reflek tendon tidak ada atau lemah, aprakasia, hemiparese, kejang, kehilangan sensasi. 7. Nyeri/kenyamanan Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama, wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
8. Pernafasan Perubahan
pola
nafas
(cheines
stokes/apnea
diselingi
oleh
hiperventilasi) nafas bunyi, stridor, tersedak, ronckhi, mengi positif. 9. Keamanan Adanya trauma baru, fraktur, dislokasi, gangguan penglihatan, adanya tanda battle pada sekitar telinga, gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis, demam. 10. Interaksi sosial Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti/bicara diulang-ulang, disartria. 11. Penyuluhan/pembelajaran Kajian adanya riwayat penggunaan alkohol dan obat lain, kemampuan perawatan diri, transportasi dan perubahan tata ruang atau penempatan fasilitas lain di rumah.
12. Pemeriksaan diagnostik a. CT. Scan untuk menentukan hemoragi, ukuran ventrikel, pergeseran jaringan otak. b. Angiografi untuk menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma. c. Sinar X untuk menentukan adanya fraktur tengkorak. d. Analisa gas darah untuk mengetahui masalah ventilasi dan oksigenasi akibat peningkatan tekanan intracranial. E. PATHWAYS KEPERAWATAN J. Trauma kepala deselerasi
Trauma kepala aselerasi
pengubahan posisi rotasi pada kepala Trauma reagangan dan robekan pada substansia alba dan batang otak Autoregulasi cairan cerebral terganggu
Peningkatan volume darah yang berakibat peningkatan isi intra kranial
Tekanan intrkanial meningkat
Mk = perubahan perfusi jaringan cerebral Diorentrasi, letargi, gejala
Penurunan kesadaran
Perubahan kemampuan mencerna dan menelan
Edema otak dan herniasi otak
Kompresi batang otak
Nadi jadi dalam dan cheine stokes
Menekan saraf III (Oculomotorik)
Pupil edema/melebar
Diplopia,padangan kabur, ketajaman penglihatan
(TuCker, 5-M,1997 = 496-496 = smeltzer, 5-C & bare, B-G. 2000 ; 2210 -2212; long, B.C, 1995 = 130-132; hudak & gallo, 1996 : 226; doenges, M.E 2000 277-285; padsantjoyo, 2003 : 21)
J. FOKUS INTERVENSI 1. Perubahan perfusi jaringan periserebral berhubungan dengan edema serebral a. Tujuan : Klien mampu mempertahankan tingkat kesadaran biasa setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria perbaikan kognitif, perbaikan fungsi motorik, dan sensori, tanda vital stabil dan tidak ada tanda peningkatan intracranial (Doenges , M.E, 2000 : 273) b. Intervensi (Doenges , M.E, 2000 : 273-176) 1. Kaji faktor : yang berhubungan dan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial 2. Pantau status neurologis (GCS) 3. Pantau tekanan darah, nadi 4. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, ketajaman dan kesamaan reaksi terhadap cahaya 5. Kaji perubahan penglihatan, pandangan kabur 6. Kaji reflek menelan, batuk, babinski 7. Pantau suhu dan atur suhu lingkungan 8. Pertahankan kepala/leher pada posisi terlentang atau pada posisi netral dengan gulungan handuk kecil, hindari pemakaian bantal besar
9. Bantu pasien membatasi/menghindari batuk, muntah, pengeluaran faeses dengan dipaksakan/hindari mengejang dengan kuat 10. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi 11. Batasi pemberian cairan, berikan parenteral dengan alat control 12. Berikan oksigen sesuai tambahan 13. Pantau GDA 14. Berikan obat-obatan sesuai indikasi(diuretic, steroid, anti konvulsan, chlorpromazine, analgetik, sedative, antiplretik) 2. Resiko tinggi pola nafas inefektif a. Tujuan Klien mampu mempertahankan pola pernafasan normal/efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria: bebas dari diagnosis, GDA dalam batas normal (Doenges,M.E, 2000 :277). b. Intervensi (Doenges,M.E, 2000 :277-178). 1) Pantau frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan 2) Catat kompetensi refleks gag/menelan 3) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan 4) Anjurkan klien melakukan nafas dalam 5) Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati kurang dari 10 detik 6) Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya hiperventilasi dan adanya suara tambahan (ronki, krekles, mengi) 7) Pantau analisa gas darah 8) Berikan oksigen sesuai indikasi
9) Lakukan fisioterapi dada 3. Perubahan persepsi sensori (penglihatan) a. Tujuan Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria : mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan
perubahan
perilaku/gaya
hidup
untuk
mengkompensasi/defisit hasil (Doenges,M.E, 2000 : 278). b. Intervensi (Doenges,M.E, 2000 : 278-280) 1) Pantau adanya perubahan orientasi 2) Kaji kesadaran sensorik 3) Observasi respons perilaku 4) Hilangkan suara bising/stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan 5) Bicara dengan suara yang lembut dan pelan gunakan kalimat yang pendek dan sederhana, pertahankan kontak mata 6) Berikan stimulasi yang bermanfaat (verbal dengan berbincang-bincang dengan pasien, taktil dengan sentuhan, pendengaran dengan tape dan radio, hindari isolasi baik secara fisik maupun psikologis 7) Beri lingkungan yang terstruktur termasuk terapi dan aktivitas 8) Gunakan penerangan pada siang dan malam hari 9) Berikan keamanan pada pasien 10) Berikan kesempatan berkomunikasi yang banyak 4. Perubahan proses pikir
a. Tujuan Klien mampu mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental dan realitas biasa setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria : mengenali perubahan berpikir/berperilaku, berpartisipasi dalam aturan terapeutik/penyerapan kognitif (Doenges,M.E, 2000:280). b. Intervensi (Doenges,M.E, 2000:280-282). 1) Kaji tentang perhatian, kebingungan, kecemasan klien 2) Pertahankan bantuan yang diberikan oleh staf 3) Usahakan klien untuk dilatih kealam realitas dan hindari berfikir yang tidak masuk akal 4) Berikan penjelasan tentang prosedur-prosedur yang akan dilakukan 5) Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negativ, argumentasi, konfrontasi 6) Dengarkan dengan penuh perhatian semua yang diungkapkan oleh klien 7) Sarankan untuk melakukan relaksasi 8) Hindari meninggalkan pasien sendirian 5. Kerusakan mobilitas fisik a. Tujuan Klien dapat melakukan kembali/mempertahankan posisi fungsi optimal setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria : tidak adanya footdrop, kontraktur (Doenges,M.E, 2000:282). b. Intervensi (Doenges,M.E, 2000:283-284)
1) Kaji kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi 2) Letakkan klien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan 3) Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional 4) Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha ketika pasien berada pada kursi roda 5) Intruksi klien mengikuti program latihan dan penggunaan alat mobilisasi 6) Bantu klien melakukan latihan rentang gerak 7) Berikan perawatan kulit dengan cermat, massase dengan pelembab 8) Ganti pakaian atau linen yang basah dengan yang kering 6. Resiko tinggi nutrisi urang dari kebutuhan tubuh 1). Tujuan Tidak terjadi kekurangan nutrisi dengan kriteria : BB stabil, Diare
terhenti,
makan
yang
disediakan
habis
(Wahidi,K.R
&
Aryati,Y,1993: 59). 2). Intervensi a). Kaji makan kesukaan dan tidak suka, kesulitan menelan adanya mual & muntah b). Anjurkan pasien bed rest total c). Berikan tindakan kenyamanan seperti oral hygiene
d). Berikan makan porsi kecil tapi sering dalam keadaan hangat sesuai diit e). Timbang BB tiap hari f).
Pantau nilai albumin serum