BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya (Harnowo, 2002). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 ). Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif, 2000). Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak (Bernard Bloch, 1986). Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah suatu cedera pada tulang yang sebelumnya utuh menjadi retak atau patah yang dapat disebabkan oleh suatu trauma benda keras secara mendadak dan tidak disengaja.
6
B. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1. Anatomi tulang Struktur tulang- tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik. Tulang dibentuk oleh sebuah matriks dari serabut-serabut dan protein yang diperkeras dengan kalsium, magnesium fosfat, dan karbonat. Tulang terdiri atas tiga jenis sel dasar yaitu osteoblas, osteosit dan osteocklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang atau disebut juga sel tulang muda yang akan membentuk osteosit. Osteosit merupakan sel tulang dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang dan terletak ostion.
7
Osteoklas adalah sel tulang yang berperan dalam panghancuran, reabsorpsi dan remodeling tulang. Terdapat 206 tulang di tubuh yang diklasifikasikan menurut panjang, pendek, datar dan tak beraturan, sesuai dengan bentuknya. Permukaan tulang yang keras disebut periosteum, terbentuk dari jaringan pengikat fibrosa. Periosteum mengandung pembuluh darah yang memberikan suplai oksigen dan nutrisi ke sel tulang. Rongga tulang bagian dalam diisi dengan sumsum kuning dan sumsum merah. Sumsum merah adalah tempat hematopolesis yang memproduksi sel darah putih dan merah (RBCs / red blood cells, WBCs / white blood cells) serta platelet (Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001).
C. Etiologi dan Predisposisi Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis. Menurut Oswari E, (1993) ; penyebab fraktur adalah : 1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan
tidak
langsung:
Kekerasan
tidak
langsung
menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat 8
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
D. Patofisiologi Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur terbuka. Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP (Cardiac Out Put) menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. 9
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan
lunak
yang
kemungkinan
dapat
terjadi
infeksi
terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)
E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur paling umum adalah : 1. Rasa sakit 10
2. Pembengkakan 3. Deformitas 4. Sprain atau strain 5. Perubahan warna 6. Krepitasi 7. Perdarahan dan hemorrhage. (Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001).
F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu : 1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan. 2. Reduction
:
tujuannya
untuk
mengembalikan
panjang
&
kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan
kesegarisan
normal/dengan
traksi
mekanis. 11
Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan
itu
mempertahankan
dalam
posisinya
sampai
penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. 3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi
spasme
otot,
mengurangi
nyeri,
mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi. 4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu: 12
1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips. 2. Mempertahankan
posisi
yang
ideal
dari
fraktur.
Seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja. 3. Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. 4. Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
G. Komplikasi Berikut merupakan beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Fraktur : 1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring 13
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali. 4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. 5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. 6. Fat embolism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun. 7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil 8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
14
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia. 10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
H. Pengkajian Fokus 1. Pengkajian a. Riwayat Keperawatan 1) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. 15
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan menerangkan
seberapa
jauh
rasa
skala nyeri atau klien sakit
mempengaruhi
kemampuan fungsinya. e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995). 3) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995). 16
b. Pengkajian Primer 1) Airways a) Bagaimana jalan nafas, bisa berbicara secara bebas b) Adakah sumabatan jalan nafas? (darah, lendir, makanan, sputum) 2) Breathing a) Bagaimana
frekuensi
pernafasan,
teratur
atau
tidak,
kedalamannya b) Adakah sesak nafas, bagaimana bunyi nafas? c) Apakah menggunakan otot tambahan? d) Apakah ada reflek batuk? 3) Circulation a) Bagaimana nadi, frekuensi, teratur atau tidak, lemah atau kuat b) Berapa tekanan darah? c) Akral dingin atau hangat, capillary refill < 3 detik atau > 3 detik, warna kulit, produksi urin c. Pengkajian Sekunder 1) Kepala : bagaimana bentuk kepala, rambut mudah dicabut/tidak, kulit kepala bersih/tidak 2) Mata : konjungtiva anemis +/-, sclera icterik +/-, besar pupil, refleks cahaya +/3) Hidung :bentuk simetris atau tidak, discharge +/-, pembauan baik atau tidak. 17
4) Telinga : simetris atau tidak, discharge +/5) Mulut : sianotik +/-, lembab/kering, gigi caries +/6) Leher : pembengkakan +/-, pergeseran trakea +/7) Dada a) Paru Inspeksi
: simetris atau tidak, jejas +/-, retraksi intercostal
Palpasi
: fremitus kanan dan kiri sama atau tidak
Perkusi
: sonor +/-, hipersonor +/-, pekak +/-
Auskultasi : vesikuler +/-, ronchi +/-, wheezing +/-, crekles +/b) Jantung Inspeksi
: ictus cordis tampak atau tidak
Palpasi
: dimana ictus cordis teraba
Perkusi
: pekak +/-
Auskultasi : bagaimana BJ I dan II, gallops +/-, mur-mur +/8) Abdomen Inspeksi
: datar +/-, distensi abdomen +/-, ada jejas +/-
Auskultasi : bising usus +/-, berapa kali permenit Palpasi
: pembesaran hepar / lien
Perkusi
: timpani +/-, pekak +/-
9) Genetalia
: bersih atau ada tanda – tanda infeksi
10) Ekstremitas
:
a) Adakah perubahan bentuk: pembengkakan, deformitas, nyeri, pemendekan tulang, krepitasi ? 18
b) Adakah nadi pada bagian distal fraktur, lemah/kuat c) Adakah keterbatasan/kehilangan pergerakan d) Adakah spasme otot, ksemutan e) Adakah sensasi terhadap nyeri pada bagian distal fraktur f) Adakah luka, berapa luasnya, adakah jaringan/tulang yang keluar 11) Psikologis
:
a) Cemas b) Denial c) Depresi 2. Pemeriksaan Penunjang a. Sinar Rontgent : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma b. Scan tulang,CT Scan, MRI : memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak c. Arteriogram ; Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai d. Hitung darah lengkap : Ht ↑ / ↓, leukosit ↑ e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal f. Profil koagulasi : pada keadaan kehilangan darah banyak, transfuse multiple, atau cedera hati
I. Pathways Keperawatan Fraktur 19
Fraktur tertutup
Fraktur terbuka
Pemasangan Gibs Immobilisasi
Reduksi
Bedrest
Penekanan Pada kulit
Gangguan Mobilitas Fisik
Interna
Externa
Pembedahan
Traksi
Gangguan Integritas Kulit
Trauma Jaringan
Luka Post Operasi
Resti Infeksi
Nyeri
Immobilisasi
Bedrest
Gangguan Mobilitas Fisik
Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri
(Smeltzer, Suzanne C. 2001), (Carpenito , Lynda juall, 2000)
J. Daftar Diagnosa Keperawatan
20
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka post operasi, trauma jaringan yang ditandai dengan keluhan nyeri, wajah meringis, perilaku berhati-hati 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan immobilitas fisik, bedrest, kerusakan neuromuskuler yang ditandai dengan keterbatasan rentang gerak, membutuhkan bantuan untuk mobilitas 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi, penekanan kulit saat bedrest yang ditandai dengan keluhan gatal, nyeri, tekanan pada area sekitar, 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan terdapat luka post operasi baru
K. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka post operasi, trauma jaringan yang ditandai dengan keluhan nyeri, wajah meringis, perilaku berhati-hati Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan rasa nyaman terpenuhi. Kriteria Hasil : Pasien menyatakan nyeri berkurang dan dapat dikontrol, ekspresi wajah tenang. Intervensi : a. Kaji nyeri dengan skala
21
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri dan menentukan tindakan selanjutnya. b. Motivasi penggunaan tehnik distraksi, contoh napas dalam Rasional : Meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping, mengurangi nyeri. c. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan, perubahan posisi Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, memberikan rasa nyaman d. Kolaborasi pemberian obat analgesik Rasional
:
mungkin
dibutuhkan
untuk
penghilangan
nyeri/ketidaknyamanan. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan immobilitas fisik, bedrest, kerusakan neuromuskuler yang ditandai dengan keterbatasan rentang gerak, membutuhkan bantuan untuk mobilitas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi Kriteria Hasil : - Klien mampu menunjukan peningkatan mobilitas fisik tidak ada kontraktur, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap. Intervensi : a. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : Untuk mengetahui keadaan secara umum b. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada daerah yang cedera maupun yang tidak. 22
Rasional : Untuk mencegah kontraktur c. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional : memberikan rasa aman d. Kolaborasi pemberian relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : Untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi, penekanan kulit saat bedrest yang ditandai dengan keluhan gatal, nyeri, tekanan pada area sekitar. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan Kriteria Hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering Intervensi : a. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer. b. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: Rasional untuk mengurangi penekanan kulit c. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit d. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit 23
e. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan terdapat luka post operasi baru Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan luka pasien sembuh dan kering. Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi Intervensi : a. Kaji luka pasien. Rasional : Untuk mengetahui kondisi luka pasien b. Rawat luka pasien secara teratur dan steril. Rasional : Untuk mencegah infeksi c. Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional : Untuk mencegah infeksi secara farmakologi
24