BAB II KONDISI PANGKALAN KERINCI SEBELUM BERDIRI PERUSAHAAN PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER (RAPP) TAHUN 1993 Pangkalan kerinci merupakan wilayah yang sangat luas letaknya sangat strategis karena letaknya tidak jauh dari daerah pinggiran Sungai Kampar dan Sungai Kerinci. Konon cerita filosofi Pangkalan Kerinci menurut Kepala Adat Melayu asalusul namanya adalah “kunci” ketika itu seorang pemuda asal Suku Lalang dari Kerajaan melayu sedang mendayuh samapan sambil membawa barang dagangannya untuk berjualan menggunakan sampan yang mana semua pedagang berkumpul sambil menukarkan barang dagangan kepada pedagang yang lain. Ketika pemuda tersebut mengarungi sungai tercampaklah sebuah anak kunci di kuala Sungai Kampar,jadi ketika itu ada seorang pemuda asal Suku payung datang untuk memayungi pemuda Suku lalang ketika menyelam ke sungai mencari anak kunci yang hilang, alasan dipayungi oleh pemuda asal Suku payung karena zaman kerajaan melayu dahulu terjalinnya kekompakan antara satu suku dengan suku lainnya terdiri dari : Suku lalang, Suku dayun, Suku Dolik, Suku antan-antan, Suku monti, dan lainnya. Jadi kunci yang tidak berhasil diketemukan pemuda asal Suku lalang menamai sungai tersebut Sungai Kerinci. 10 Pangkalan Kerinci dahulunya bagian dari
Kecamatan
Langgam, Kabupaten Kampar bagian hilir (Bangkinang), Provinsi Riau. Dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan Kabupaten
10
Wawancara, H. Anwar Cantik, Batin Lalang (Kepala Suku sekaligus Kepala Lingkungan), Jalan Batin Lalang Simpang Kualo, Pangkalan Kerinci pada 21 September 2015.
18 Universitas Sumatera Utara
Otonom dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah yang dilaksanakan pada tanggal 6 Juni 1967 masa pemerintahan Bupati R. Soebrantas. Dalam Sejarah Imperium Melayu tercatat, bahwa Kampar selaku tepat yang sangat strategis karena dijadikan sebagai lalu lintas pengiriman emas dan lada dari Kerajaan Melayu, yaitu Tun Mutahir bekas bendahara Tun Ali, sebagai penguasa pelaksana juga selaku bandar export emas dari daerah pedalaman yang banyak sungai. 11 Luas wilayah Kabupaten Kampar sekitar 1.490,2 Km, dengan
konsep pembangunan
dan
pemberdayaan masyarakat sulit untuk dilaksanakan karena jauhnya jarak rentang kendali pemerintahan ibukota Kabupaten Kampar dengan wilayah kecamatan yang berada dibawah lingkungannya yang berjarak 125-260 Km yang mengakibatkan banyak program pembangunan berjalan tidak efektif dan lambat berkembang untuk mengejar ketertinggalan wilayah yang sudah cukup berkembang di Kabupaten Kampar Hulu dan Rokan Hulu. Salah satu kesulitan yang dihadapi minimnya sarana pendidikan, Kesehatan, Pembangunan sarana infrastruktur, Fasilitas air bersih, Listrik, Telpon, dan sebagainya masih terabaikan. Sedangkan luas wilayah Kecamatan ± 1.875 Km2 terdiri dari daerah dataran tinggi luas sekitar ±1.149 Km2dan luas daerah rawa gambut ±726 Km, berikut luas wilayah Kabupaten Kampar berdasarkan penggunaan tanah tahun 1993, dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
11
Dey Nazir Alwi, Sari Sejarah Kampar-Pekantua-Dan Pelalawan, Pangkalan Kerinci: Riau, Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 1985, hal. 13.
19 Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Luas Wilayah Kabupaten Kampar Menurut Jenis Penggunaan Tanah Dirinci Menurut Desa atau kelurahan Tahun 1993 Luas Wilayah (Ha) Kabupaten Kampar Tahun 1993 No.
Desa atau Kelurahan
Tanah Sawah
Tanah Kering
Bangunan Pekarangan
Hutan Negara
Lainnya
Jumlah
1.
Kuala Terusan
__
1.567 Ha
12 Ha
3.057 Ha
964 Ha
5.60 0 Ha
2.
UPT. SP I Langgam
6 Ha
1.694 Ha
10 Ha
__
14 Ha
1.724 Ha
3. 4. 5.
Sotol Tambak Pangkalan Kerinci Rantau Baru Langgam Pangkalan Gondai
__ 54 Ha __
3.550 Ha 3.997 Ha 5.606 Ha
62 Ha 64 Ha 166 Ha
3.088 Ha 4.043 Ha 2.129 Ha
2.000 Ha 1.240 Ha 2.899 Ha
8.700 Ha 9.400 Ha 10.800 Ha
__
2.486 Ha
92 Ha
6.622 Ha
2.400 Ha
11.600 Ha
28 Ha __
4.216 Ha 7.630 Ha
162 Ha 16 Ha
4.094 Ha 8.042 Ha
3.200 Ha 2.312 Ha
11.700 Ha 18.000 Ha
Penarikan Sekijang UPT. IV SP 5* UPT. IV SP 6*
__ 12 Ha __
7.449 Ha 2.300 Ha __
80 Ha 153 Ha __
10.029 Ha 5.773 Ha __
2.442 Ha 2.069 Ha __
20.000 Ha 31.500 Ha __
__
__
__
__
__
__
__ 100 Ha
3.550 Ha 72.929 Ha
62 Ha 858 Ha
3.088 Ha 87.092 Ha
2.000 Ha 26.521 Ha
58.47 Ha 187.500 Ha
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Segati Jumlah
Keterangan : UPT (Unit Pelayanan Transmigrasi) : SP (Satuan Pemilik) Sumber : BPS Kabupaten Kampar Tahun 1993. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis keadaan Pangkalan Kerinci di tahun 1965 adalah dusun (tanah asal atau tanah kelahiran), kekuasaan pemerintahan dipimpin oleh seorang wali negeri dan Pebatinan-Kepenguluan (kepala pesukuan),
20 Universitas Sumatera Utara
topografi wilayah Pangkalan Kerinci aalah hutan rimba disekelilingi pohon-pohon besar, hewan seperti singa, harimau, melintas pada siang hari maupun malam hari disekitar hutan, sulitnya sumber kehidupan, jumlah pemukiman penduduk masih sedikit sekitar 5-10 KK, pada umumnya mereka tinggal di Desa Kuala Terusan daerah pinggiran sungai dengan pondasi rumah hanya berdinding papan seperti model limas atau rumah panggung. 12 Jika diperhatikan dari letak topografi, Kecamatan Langgam adalah dataran rendah berbukit-bukit dan bergelombang ± 60% dengan kemiringan 5-350 mempunyai jenis tanah pudsol merah kuning, rawa gambut yang mengandung jenis tanah andosol, juga termasuk kawasan rawan banjir yang mengakibatkan naiknya air Sungai Kampar pada musim hujan akibat dari struktur tanah rawa gambut sehingga air sulit untuk diserap kedalam tanah. Kecamatan Langgam terletak pada ketinggian ± 75 meter diatas permukaan air laut dengan suhu maksimum 34,740C dan suhu minimum 18,900C dengan batasan wilayah, sebagai berikut13 : Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Tingkat II Bengkalis
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Kecamatan Kampar Kiri (Lipat Kain, Bangkinang)
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Tingkat II Indragiri Hulu Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kecamatan Bunut dan Kecamatan Pangkalan Kuras
12
Wawancara, H. Anwar Cantik, BatinLalang (Kepala Suku) dan Kepala Lingkungan, Jalan Batin Lalang Simpang Kualo, Pangkalan Kerincipada 21 September 2015. 13 Kecamatan Langgam Dalam Angka Tahun 1993, log.cit, hal. 1.
21 Universitas Sumatera Utara
Gambar 1 PETA KECAMATAN LANGGAM
Sumber : BPS Provinsi Riau, website http://riau.bps.go.id.
Pada masa pemerintahan Kabupaten Kampar, wilayah ini dibagi atas 4 Kecamatan ditambah 1 Kecamatan Pembantu, yang sudah dimulai sejak pemerintahan Sultan Syarif Jaafar (1866-1872),14 yaitu :
14
H. Tenas Efendy, Mohd Hasbi, dkk., Lintasan Sejarah Pelalawan Dari Pekantua Ke Kabupaten Pelalawan, Pangkalan Kerinci: Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 2005, hal.182.
22 Universitas Sumatera Utara
1.
Kecamatan Langgam
: Ibukota Langgam
2.
Kecamatan Bunut
: Ibukota Pangkalan Bunut
3.
Kecamatan Pangkalan Kuras
: Ibukota Sorek I
4.
Kecamatan Kuala Kampar
: Ibukota petodaan kemudian pindah ke Teluk Dalam
5.
Kecamatan Pebantu Kerumutan
: Ibukota Kopau/Kerumutan
Kabupaten Kampar terletak antara pada 10 Lintang Utara, 1010-750 Bujur Timur sampai 1030-250 Bujur Timur, dengan pusat pemerintahan di Bangkinang. Untuk mencapai ibukota Kabupaten Kampar dapat ditempuh melalui jalan darat maupun jalur sungai yang membutuhkan waktu cukup lama, akan tetapi jalan satu-satunya dapat dilalui melaui jalur sungai menggunakan sarana transportasi air yaitu pompong menempuh waktu perjalanan 20 jam dari Desa Kuala KamparPekanbaru-Teratak buluh-Bangkinang. Selain jalur sungai akses menuju Kabupaten Kampar ditempuh melalui jalan darat atau jalan setapak tanah yang menghubungkan daerah pedalaman dengan daerah pesisir selama 2 hari-2 malam perjalanan. Pada masa bergabung dalam pemerintahan Kabupaten Kampar wilayah Pangkalan Kerinci termasuk wilayah yang cukup berpotensi karena memiliki banyak lahan kosong disekelilingi hutan dan kayu besar sebagai wilayah yang mampu menciptakan peluang kerja untuk penduduk tempatan maupun warga pendatang dari berbagai ragam etnis, disebabkan oleh faktor pendorong berdirinya beberapa perusahaan besar, yakni PT. Stanvec (PT. Expan Petroleum tahun 1983), PT. Indosawit (1986-1990) dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mulai dibangun sejak 1993. Mulai
23 Universitas Sumatera Utara
dari berdirinya industri pengolahan minyak bumi mulai terlihat perubahan pembangunan infrastruktur jalan minyak yang menghubungkan wilayah yang sulit dijangkau seperti daerah Dayun, Kabung, Kewedanaan Pelalawan, Bunut, Pangkalan Sorek, Pangkalan Kuras, dan lainnya. Kemudian dengan masuknya industri perkebunan mendorong masuknya warga pendatang awal tahun 1989 khususnya daerah Pulau jawa untuk mencari pekerjaan atau sumber kehidupan yang baru. Setelah itu berdirinya pabrik kertas yang merupakan perusahaan terbesar di Asia Tenggara yang bergerak dalam produksi bubur kertas dan kertas, mulai tahun 1993 merupakan awal merancang pembangunan pabrik sampai tahun 1995 perusahaan PT. RAPP mulai menjalankan aktivitas pabrik bubur kertas, bahan baku untuk awal pembuatan bubur kertas diperoleh penebangan hutan alam selang beberapa tahun kemudian berlakunya peraturan dari Mentri kehutanan pihak perusahaan mulai menjalankan sistem penanaman bibit pohon Kayu akasia. 15 Seiring perkembangan perusahaan PT. RAPP justru sebagai penyumbang atau berkontribusi dalam pelaksanaan Kabupaten baru yang sudah lama direncanakan mulai tahun 1998, kemudian ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1999, tanggal 20 Oktober 1999 mengenai Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Karimun, Natuna, Kuantan singingi, dan Kota Batam. Kabupaten Pelalawan terletak antara 1025 Lintang Utara dan 0020 Lintang Selatan, 100042103028 Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
15
Wawancara, H. Anwar Cantik, Batin Lalang (Kepala suku sekaligus Kepala lingkungan), Jalan Batin Lalang Simpang Kualo, Pangkalan Kerinci 21 September 2015.
24 Universitas Sumatera Utara
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kabupaten Siak Sri Indrapura dan Kabupaten Bengkalis.
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir.
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Kabupaten Karimun (Provinsi Kepulauan Riau.
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru.
Pada wilayah Kabupaten Pelalawan terbentang sebuah sungai, yakni Sungai Kampar. Sungai Kampar adalah salah satu sungai yang terbesar dan terpanjang alirannya di Pulau Suatera, yang bermuara di Selat Sumatera atau Selat Malaka. Sungai Kampar panjangnya lebih kurang 325 kilometer dan kedalam 6 meter. 16 Luas wilayah Kabupaten Pelalawan adalah ± 13.256,70 Km2 beriklim tropis dengan temperatur udara antara 190-360C. Kabupaten Pelalawan telah berkembang mejadi 12 Kecamatan, terdiri dari 4 Kecamatan Definitif dan 8 Kecamatan Pembantu 17 , diantaranya : Kecamatan Definitif 1. Kecamatan Langgam
: Luas, 916,61 Km2
2. Kecamatan Bunut
: Luas, 1.339,96 Km2
16
Dey Nazir Alwi, op.cit, hal. 3. H. T. Ubaidillah, Profil Pariwisata Kabupaten Pelalawan Tuah Negeri Seiya Sekata, Dalam Majalah, Pangkalan Kerinci: Dinas Pariwisata, Kesenian, Dan Kebudayaan Kabupaten Pelalawan, hal. 8-10. 17
25 Universitas Sumatera Utara
3. Kecamatan Pangkalan Kuras
: Luas, 2.158,68 Km2
4. Kecamatan Kuala Kampar
: Luas, 4.656,34 Km2
Kecamatan Pembantu 1. Kecamatan Pangkalan Kerinci
: Luas, 616,40 Km2
2. Kecamatan Ukui
: Luas, 407,73 Km2
3. Kecamatan Pelalawan
: Luas, 930,63 Km2
4. Kecamatan Pangkalan Lesung
: Luas, 472,73 Km2
5. Kecamatan Kerumutan
: Luas, 773,86 Km2
6. Kecamatan Teluk Meranti
: Luas, 217,49 Km2
7. Kecamatan Bandar Petalangan
: Luas, 365,26 Km2
8. Kecamatan Bandar Sekijang
: Luas, 98,90 Km2
Gambar 2 PETA KABUPATEN PELALAWAN
Sumber : Dinas Pemerintahan Pertanahan Kabupaten Pelalawan. Staff Pengaturan Penataan Pertanahan (Bapak Gusnah Yusuf).
26 Universitas Sumatera Utara
2.2. Keadaan Penduduk Penduduk merupakan potensi untuk melaksanakan pembangunan dan kemajuan suatu daerah, dapat dikatakan sebagai sekelompok orang yang menempati wilayah tertentu secara langsung maupun tidak langsung dan menjalin interaksi satu sama lain dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sebelum pembangunan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) jumlah penduduk pada tahun 1975 berkisar 5 KK-10 KK berasal dari penduduk tempatan 18 yang didominasi oleh etnis melayu 19 atau suku asli wilayah Pangkalan Kerinci bahkan seluruh Provinsi Riau. Pada masa itu kehidupan Penduduknya berpindah-pindah (nomaden), latar belakang kehidupan nomaden awalnya dari sistem mata pencahariannya yaitu berladang berpindahpindah, dengan tersedianya lahan kosong dapat digunakan untuk membuka lahan baru untuk bertani dan berladang. Penduduk Pangkalan Kerinci dikelompokkan menjadi dua etnis melayu berdasarkan adat pebatinan20 yakni : Petalangan dan Melayu Pesisir,
18
Penduduk tempatan (Local Comunity)merupakan suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat sosial. Asumsi Penduduk tempatan adalah adanya tempat/lokal dan perasaan masyarakat setempat, mereka memiliki perasaan yang sama dan saling membutuhkan di antara angota-angotanya. Lihat H. Sujianto, Pengembangan Modal Sosial Untuk Daerah Tertinggal Studi Kajian Di Kabupaten Pelalawan, Pekanbaru: Alaf Riau, Graha UNRI Press, 2008, hal. 21-22. 19 Etnis diartikan sebagai langkah mengidentifikasikan diri menjadi bagian sebuah kelompok yang lebih luas daripada kelompok kekeluargaan atau jaringan orang yang saling mengenal. Etnis terbentuk menurut hubungan salingketergantungan yang berlangsung disepanjang jaringan yang menghubungkan dua atau beberapa kelompok masyarakat. Masuknya Etnis Melayu berakar disuatu kelompok masyarakat dari berbagai asal, yang terbuka dari segala bentuk budaya dan berhasil mengumpulkan sebahagian orang setempat di sekeliling mereka, ciri-ciri dari etnis Melayu yaitu : beragama islam, berbahasa melayu, dan mengikuti adat melayu “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabbulah”. Lihat Daniel Perret, Kolonialisme Dan Etnisistas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 2010, hal. 169-170. 20 Cornelis Van Vollenhoven mengatakan Adat (adatrecht) atau hukum adat, segala hukum yang berasal dari kebiasaan asli lokal (native costumary law) dan hukum islam. Istlah Pebatinan yaitu adanya beberapa Batin yang masing-masing batin memimpin kelompok orang. Jadi maksud Adat Pebatinan yaitu hukum, aturan, atau norma yang mengatur kehidupan kelompok masyarakat yang
27 Universitas Sumatera Utara
disisi lain pengelompokan ini menyebabkan mereka hidup dan berkembang dalam wilayah hutan tanahnya masing-masing, sehingga terjadilah perkampunganperkampungan baru yang dibuat oleh setiap pesukuan. Penduduk Petalangan merupakan mereka yang berada di daerah daratan yang mempunyai Hutan Tanah Wilayat Pebatinan21, terdiri dari pesukuan-pesukuan yang bergabung dalam “Pebatinan/batin Kurang Oso Tigapuluh”22 dan mempunyai adat perkawinan sendiri. Sedangkan Penduduk Melayu Pesisir yaitu mereka yang bermukim di daerah pinggiran sungai atau sepanjang pesisir sungai Kampar ke Kualo, Pulau Penyalai, dan Serapung, mempunyai adat perkawinan yang khusus dan tidak mempunyai batin 23 . Kehidupan penduduk Petalangan ditandai dari berbagai macam suku : Bintan, Lubuk, Monti Gole, Melayu, Peliang, Pelabi, Pematan, Singeri, Singo Bono, Penyabungan, ± ada 17 Suku Petalangan. Penduduk Petalangan termasuk juga suku bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) yang menjadi penduduk awal di Pangkalan Kerinci, disebut “Orang Asli”. Tempat bermukim Orang Petalangan
dipimpin oleh seorang batin. Istilah batin sebagai pemimpin komunitas terdapat dalam beberapa wilayah, seperti dalam budaya masyarakat Sakai, Akit, Talang Mamak di Riau, dan dalam masyarakat Suku Anak Dalam di Jambi. Lihat H. M Harris, dkk., Langgam Dengan Adatnya, Riau: Gurindam Press, 2011, hal. 19. 21 Bagi orang Petalangan, Hutan Tanah bukan hanya sekedar tempat hidup dan mencari nafkah, tetapi menjadi salah satu sumber penting, menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup dan kehidupan mereka, yang serat dengan simbol-simbol budaya. Hutan Tanah Wilayat, merupakan tanah milik keseluruhan anak kemenakan dalam tiap Pebatinan-Kepenghuluan. Lihat H. Tenas Effendy, dkk., op.cit, hal. 115-116. 22 Secara keseluruhan pebatinan-kepenghuluan dikenal dengan nama Pebatinan/batin kuang oso tigo pulou (pebatinan/batin kurang esa tiga puluh) jadi ada 29 wilayah dengan pemerintahan adat yang otonom diakui keberadaannya di bawah Kerajaan Pekantua-Pelalawan. Lihat H.M Harris, dkk., log.cit, hal. 11. 23 Wawancara, M Wali Nasir, Mantan Kepala Desa Kuala Terusan Tahun 1985, Terusan Baru JL. Cempaka Kelurahan Kerinci Barat, Pangkalan Kerinci pada 25 Agustus 2015.
28 Universitas Sumatera Utara
dapat dijumpai pada daerah : Sekijang, Delik, Kerumutan, Sorek, Pangkalan Kuras, Bunut, dan Kabupaten Pelalawan. Bedanya dengan penduduk Melayu Pesisir hanya terdiri satu suku yakni Melayu, tempat bermukim mereka di wilayah pesisir Kecamatan Langgam dan Kuala Kampar, untuk penggunaan Bahasa Orang Melayu Pesisir, intonasi nada yang lembut, lebih mudah dimengerti, dan dialeknya mempunyai perbedaan sendiri dengan menggunakan akhiran “ee”, akhiran kata “oo”24 dan tidak jauh berbeda dengan Bahasa Petalangan, misalnya : Tikar
= Lapiek (Melayu Pesisir)
Apa
= Ape (Melayu Pesisir)
Tidak Ada
= Tak ade (Melayu Pesisir)
Mau Kemana
= Nak kemano (Melayu Pesisir)
Ke pasar
= Ke paso (Melayu Pesisir)
Lapar
= Lapo (Melayu Pesisir
Tikar
=Tike, Tiko (Bahasa Petalangan
Mau Kemana
= Mingkak Kemano, Engkau Kemano (Bahasa Petalangan)
Mamak/Ibu
= Bhoman (Bahasa Petalangan
Abang
= Udo (Bahasa Petalangan)
Paman
= Moman (Bahasa Petalangan)
Adiknya Abang
= Iung (Bahasa Petalangan)
24
Wawancara, H. Tengku Nahar SP, Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Pesisir, JL. Sakura Kelurahan Pangkalan Kerinci Timur, Pangkalan Kerinci pada 31 Agustus 2015.
29 Universitas Sumatera Utara
Menurut Sistem kekerabatan 25 penduduk Melayu Pesisir biasanya keturunan sebelah ayah “Patrineal” sedangkan penduduk Petalangan termasuk dalam keturunan ibu “Matrineal”. Walaupun muncul perbedaan kelompok Etnis Melayu Pesisir maupun Petalangan, kedua etnis ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam istilah bahasa adatnya “Satu mata hitam satu mata putih” artinya saling bergantungan, saling membutuhkan, saling menguatkan, tidak boleh merasa menang, tidak boleh saling berusuhan, dan marasa satu kesatuan yang utuh.26 Mengenai luas daerah dan jumlah penduduk di Kampar Hilir wilayah ini dibagi atas empat kecamatan, hasil registrasi penduduk mulai tahun 1947,1974, dan 1977,27 untuk rinciannya dapat dilihat pada tabel 3 : Tabel 2 Jumlah Registrasi Penduduk Kabupaten Kampar Tahun 1947-1977 Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk 2 Km Tahun Tahun Tahun
No.
1. 2. 3. 4.
Pangkalan Kuras Langgam Bunut Kuala Kampar Jumlah
2
1.724,75 Km 3.069,17 Km2 3.486,21 Km2 3.707,77 Km2 11.987,90 Km2
1947 5.494 4.453 7.362 4.784 22.093
1974 9.036 6.815 9.262 18.029 43.142
1977 9.114 7.825 9.236 19.305 45.850
25
Sistem kekerabatan adalah serangkaian aturan-aturan yang mengatur penggolongan orangorang sekerabat, yang membedakannya dengan orang-orang yang tidak mempunyai hubungan sebagai kerabat, ketentuan mengenai siapa yang tergolong sebagai kerabat disebut ego atau seseorang yang dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap masih keturunan atau mempunyai hubungan darah. Lihat H. Sujianto, op.cit, hal. 33. 26 Wawancara, Mukhtarius M.pd, Ketua Umum Lembaga Adat Petalangan, Akademi Komunitas Negeri Pelalawan (AKNP) JL. Maharaja Indra, Pangkalan Kerinci pada 05 September 2015. 27 Tengkoe Nazir, Sari Sejarah Kampar, Pekantua, Dan Pelalawan, Riau: Pangkalan Kerinci, Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 1985, hal. 147.
30 Universitas Sumatera Utara
Tabel diatas menjelaskan data penduduk tahun 1947-1977 adalah sekitar 111.085 orang. Secara keseluruhan peningkatan jumlah penduduk terjadi tahun 1977 di kecamatan Kuala Kampar, tercatat 19.035 orang. Begitupula dengan Kecamatan Bunut dan Pangkalan Kuras, di tahun yang sama dapat dilihat jumlahnya tidak jauh berbeda hanya selisih 2%. Apabila dibandingkan dengan Kecamatan Langgam sangat jauh bedanya dari 3 kecamatan diatas, hanya tercatat 7.825 orang dengan luas wilayah 3.069,17 Km2 hal ini terjadi karena perkembangan pembangunan wilayah di Kecamatan Langgam sangat lambat juga keadaan alam tidak mendukung serta sumber kehidupan masih sulit didapat. Sesudah masa ladang berpindah-pindah tahun 1985 Pemerintah Kabupaten Kampar membentuk sebuah perkampungan dengan mengadakan 155 rumah sosial untuk ± 600 penduduk, diberikan kepada masingmasing Kepala Keluarga (KK), satu kepling rumah dengan luas 40×60 dan 1 ha untuk lahan kebun. Penempatan rumah sosial hanya terdiri dari penduduk tempatan wilayah pesisir maupun wilayah daratan seperti : Pulau muda, Terusan, Pelalawan, Rantau Baru dan wilayah perairan lainnya, selain tersedianya rumah sosial pemerintah juga membantu memenuhi kebutuhan pangan penduduk selama tiga tahun.28 Setelah tiga tahun berlalu menjadi kawasan Desa Sosial tahun 1988 berdiri perusahaan Perkebunan Indo Sawit di Pangkalan Kerinci, mulai aktif menjalankan usahanya ± 4 tahun, keberadaan Perkebunan Indo Sawit mampu mendorong banyak warga pendatang awal tahun 1989 khususnya dari daerah Pulau Jawa untuk mencari
28
Wawancara, H. M Yunus, Kepala Desa Sering Kabupaten Pelalawan (2004-2010) dan (2013-2019), JL.Jambu Kelurahan Kerinci Kota, Pangkalan Kerinci pada 07 Oktober 2015.
31 Universitas Sumatera Utara
pekerjaan atau sumber kehidupan yang baru. Selain bekerja di perusahaan Perkebunan Indo Sawit disamping itu mereka juga diberi kebun oleh pihak perusahaan dengan cara PIRTRANS (Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi) yang dikelola orang Trans, oleh karena itu wilayah orang Trans disebut juga daerah Satuan Pemilik (SP) sampai sekarang di Pangkalan Kerinci sebutan daerah SP. I sampai SP. XII tetap ada dan rata-rata penduduknya memiliki banyak lahan untuk perkebunan sawit.29 Dengan demikian, pengembangan Perkebunan Indo Sawit melalui pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat) dengan pendekatan sistem agribisnis telah mampu memberikan pengaruh positif terhadap ekonomi di bidang pertanian, adapun dampak positif dari Perkebunan Indosawit mampu menyediakan lapangan kerja bagi penduduk dari luar daerah juga penduduk tempatan sekitar Pangkalan Kerinci, baik sebagai pekerja pabrik, transportasi, pemeliharaan maupun pemanenan kelapa sawit serta kegiatan penyediaan jasa ekonomi lainnya. Dibawah ini dapat dilihat jumlah warga Trans semenjak tahun 1988-1991 tercatat sebanyak 50.960 jiwa 30 yang sebagian besar berada di Kecamatan Pangkalan Kuras, untuk rinciannya dapat dilihat pada tabel 4 :
29
Wawancara, Ekmaizal, Mantan Pegawai Di Kantor Pembantu Bupati Wilayah II Kampar (1988),Kawasan Perkantoran Dinas Tenaga Kerja, Pangkalan Keirinci pada 24 Agustus 2015. 30 Pelalawan Dalam Angka Tahun 2000, Kerjasama Bappeda Dengan BPS Kabupaten Kampar, hal. 52.
32 Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 Penempatan Transmigrasi Di Kabupaten Pelalawan Dari Prapelita Sampai Dengan Tahun 2000 Tahun Unit Pemukiman Realisasi Penempatan Transmigrasi Penempatan Jiwa (UPT) 1983-1984
Langgam Ukui SLS I
400 503
1.600 2.012
Ukui SLS II
370
1.480
Ukui SLS III Ukui SLS IV
426 517
1.704 2.068
Ukui SLS V
579
2.316
Ukui SLS VI
500
2.000
Ukui SLS VII Ukui IIS I
400 532
1.600 2.128
Ukui IIS II
431
1.724
Ukui IIS III
454
1.816
Ukui IIS III
618
2.472
Ukui IIS IV
603
2.412
1989-1990
Ukui IIS V Sei Buatan I Sei Buatan V Sei Buatan VI Sorek SBP I
782 350 510 410 750
3.128 1.400 2.040 1.640 3.000
1990
Ukui IIS VII
782
3.128
1990-1991
Ukui SLS VIII Ukui SLS IX Sorek SBP II
325 380 500
1.300 1.520 2.000
Sorek SBP III
500
2.000
Sorek SBP IV
400
1.600
Sorek SBP V
500
2.000
1990-1991
Sei Buatan VII
1.000
4.000
1996-1997
Sorek SBP V
500
2.000
12.740
50.960
1987-1988
1988-1989
1988-1989 1989-1990
1990-1991
Jumlah
33 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel diatas secara keseluruhan jumlah warga Transmigrasi tahun 1988-1997 sebanyak 50.960 jiwa, akan tetapi jika dilihat dari realisasi penempatan tahun 1990-1991 wilayah Ukui SLS VIII dengan jumlah 1300 jiwa untuk penempatannya 325, bisa dikatakan pemukiman transmigrasi ke wilayah ini sangat rendah apabila dibandingkan dengan wilayah pemukiman Transmigrasi lainnya justru jumlahnya semakin meningkat setiap tahun salah satunya di pemukiman Trans Sei Buatan VII tahun 1990-1991 dengan jumlah 4.000 jiwa. Awal berdirinya Perkebunan Indo Sawit merupakan awal masuknya warga pendatang untuk mencari kehidupan baru, membentuk suatu perkampungan baru, dan meningkatkan potensi Sumber Daya Manusia walaupun sarana pebangunan infrastruktur belum begitu memadai. Sesudah itu tahun 1992-1994 didirikanlah perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), beberapa perkebunan HTI (Hutan Tanaman Industri) dan PT. Indo Sawit yang membawa suatu perubahan pada pertumbuhan perkembangan penduduk yang cukup tinggi baik dari kelahiran maupun migrasi (perpindahan penduduk). Selesai pembangunan mulai tahun 1995 dimana perusahaan PT. RAPP mulai bergerak mengoperasikan produksi pertamanya yaitu Pulp (bubur kertas), awal-awal dibukanya perusahaan banyak merekrut tenaga kerja yang berasal dari daerah tempatan maupun luar daerah sehingga jumlah pertumbuhan penduduk meningkat lebih cepat, terlaksananya program pembangunan jalan Lintas Timur Sumatera, meningkatkan fasilitas-fasilitas pembangunan dan mobilisasi penduduk dari berbagai ragam etnis, antara lain : Melayu, Minang, Batak, Aceh, Jawa, Bugis, Nias, Cina, dan India.
34 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data tahun 1997 mayoritas penduduk di Kabupaten Pelalawan beragama Islam sebanyak 133.982 jiwa atau 98,48 persen, sebagian penduduk Kabupaten Pelalawan beragama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha. Kepadatan rata-rata penduduk di Kabupaten Pelalawan adalah 17 jiwa per/Km2 atau 0,16 jiwa per/hektare, kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Ukui, yaitu 39 jiwa per/Km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Teluk Meranti, sebesar 3 jiwa per/Km2. Sampai tahun 1999 jumlah rumah tangga di Kabupaten Pelalawan sebanyak 31.783 KK, dengan rata-rata setiap satu KK sebanyak 4 jiwa, jumlah rumah tangga terbesar terdapat di Kecamatan Pangkalan Kuras, yaitu 4.865 KK dan terkecil di Kecamatan Teluk Meranti sebanyak 1.580 KK. 31 Dari hasil sensus penduduk tahun 2000 berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, tercatat jumlah penduduk Kabupaten Pelalawan mencapai 291.308 jiwa.32 Kepadatan penduduk Daerah Kabupaten Pelalawan pada tahun 2000 rata-rata 44 jiwa per-Km2, sedangkan Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Langgam dengan 14 Jiwa per-Km2 disusul Kecamatan Bunut dan Kecamatan Pangkalan Kuras dengan 12 Jiwa per-Km2 sedangkan Kecamtan yang kurang padat penduduknya adalah Kecamtan Kuala Kampar dengan rata-rata 6 Jiwa per-Km2, untuk rinciannya telah dimuat pada tabel 5 :
31
T. Azmun Jaafar, Strategi Pemberdayaan Dan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan, Riau: Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 2001, hal. 12-14. 32 Pelalawan Dalam Angka 2001, Kerjasama Bappeda Dengan BPS Kabupaten Pelalawan, hal. 50.
35 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Per-Km2 Menurut Kecamatan Di Kabupaten Pelalawan Tahun 2000
No. 1. 2. 3. 4.
Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Tahun 2000 Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Kepadatan (Km2) Penduduk Penduduk Langgam 1.533,01 Km2 12.978 Jiwa 14 Bunut 2.270,59 Km2 16.284 Jiwa 12 Kuala Kampar 5.647,66 Km2 23.383 Jiwa 6 Pangkalan 3.039,16 Km2 25.180 Jiwa 12 Kuras Jumlah 12.490,42 Km2 291.308 Jiwa 44
2.3. Mata Pencaharian Pada zaman 1960-an secara tradisional penduduk wilayah Pangkalan Kerinci mengatur tempat pemukiman secara berkelompok-kelompok dalam suatu dusun atau desa, dalam setiap kelompok dusun dipimpin oleh seorang Pebatinan-Kepenghuluan (kepala suku), keseluruhan wilayah dibawah kekuasaan pebatinan atau kepenghuluan dinamakan dengan Hutan Tanah Ulayat Soko, yang merupakan tanah milik pebatinan-kepenghuluan juga merupakan milik keseluruhan anak kemenakan. Sebelum status wilayahnya diangkat menjadi ibukota kabupaten, Pangkalan Kerinci, dulunya adalah Desa Kuala Kampar sebagian besar pemukiman penduduknya berada di sekitar daerah aliran Sungai Kampar dan ada pula dekat dengan hutan rimba, dibawah kekuasaan suatu kelompok pebatinan-penghulu. Alasan memilih bermukim disekitar aliran sungai atau berdekatan dengan hutan, yaitu untuk mendekatkan penduduk dengan berbagai sumber mata pencaharian dengan memanfaatkan hasil
36 Universitas Sumatera Utara
sungai dan hasil hutan, disamping itu, potensi sungai dulunya sangat berarti bagi kehidupan penduduk sekitar Pangkalan Kerinci-Desa Kuala Kampar, sungai menjadi jalan akses yang menghubungkan dari satu dusun ke dusun lainnya. Sekitar wilayah dusun dulunya masih terdapat bentuk rumah limas atau rumah panggung yang dibuat dari bahan kayu yang diolah dari hasil hutan, dulunya mengapa banyak pemukiman penduduk membentuk rumah panggung tujuannya agar menghindari kemungkinan adanya gangguan atau serangan binatang buas atau binatang berbisa lainnya serta mengantisipasi bila terjadi banjir. Selain memiliki tempat tinggal menetap disekitar dusun, ada juga sebagian penduduknya memiliki rumah sementara di tempat berladang berupa pondok yang terbuat dari kerangka kayu bulat ketinggian 1,5 meter dari tanah, beralaskan kayu bambu, atapnya terbuat dari daun rumbia, dan rotan, akar, digunakan untuk pengikat bahan bangunan rumah agar tetap kokoh. Dalam memenuhi kebutuhan hidup atau pola mata pencaharian penduduk yang tinggal dekat hutan rimba maupun sekitar daerah aliran Sungai Kampar diperoleh dari hasil hutan alam, sebagai pendukung kehidupan perekonomian penduduk tempatan disekitar dusun, adapun beberapa pilihan pola mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya diperoleh dari hasil, sebagai berikut33 : 2.3.1 Ladang Berpindah (swidden agriculture) Sebelum PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mulai tahun 1965-1980an, pola mata pencaharian penduduk wilayah Pangkalan Kerinci dengan cara
33
H. M Harris, dkk., Langgam Dengan Adatnya, Pekanbaru: Gurindam Press, 2011, hal. 68-
85.
37 Universitas Sumatera Utara
berladang, yaitu suatu usaha memanfaatkan Hutan Tanah Ulayat sebagai tempat berladang menanam padi dan tanaman tumpang tindih atau tanaman muda lainnya. Sistem berladang yang diterapkan masyarakat tempatan pada zaman dahulu dengan sistem ladang berpindah-pindah (swidden agriculture) atau sistem bercocok tanam berpindah-pindah setiap 1-2 tahun atau 1-3 kali panen sesuai dengan tingkat kesuburan dan kondisi tanahnya, maksudnya setiap tahun musim tanaman padi mereka akan mengolah lahan baru dengan proses yang sama, contohnya pada tahun pertama suatu kelompok atau keluarga mengolah hutan tanah peladangan pada tahun (musim) tanaman pertama mengarah ke utara. Pada musim kedua, tanah yang diolah pada musim pertama diolah kembali untuk bertanam padi dan diperluas ke arah utara (pada tempat-tempat tertentu disebut ujung ladang). Musim ketiga, diolah bekas lahan perladangan musim kedua dan dilanjutkan pengolahan lahan baru di tempat ladang sebelumnya pada musim kedua, Diantara tananaman padi juga ditanamai jenis tanaman muda dengan cara tumpang tindih, anatara lain : tanaman ubi, rimbang, terung, cabe, sayur bayam, tomat, dan lain-lain. Sistem berladang berbanjar atau berpindah, tujuannya agar dengan mudah menjaga tanaman dari serangan hama, agar dapat bersosialisasi antara satu kelompok dengan kelompok lainnya menciptakan rasa persaudaraan, saling tolong menolong, dan bersama-sama bergotong royong dalam berbagai hal. Swidden agriculture atau sistem bercocok tanam untuk berpindahpindah setiap 1-2 tahun atau 1-3 kali panen sesuai dengan struktur dan kondisi tanahnya, melalui sistem berladang berpindah-pindah dengan sendirinya tanah akan kembali subur sampai menjadi hutan belukar. Diantara beberapa wilayah berikut ini
38 Universitas Sumatera Utara
yang memiliki areal perladangan yang cukup luas antara lain, Kecamatan Kuala Kampar, Kecamatan Teluk Meranti, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kecamatan Ukui dan beberapa kecamatan lainnya seperti, Kecamatan Bunut, Kecamatan Pelalawan, dan Kecamatan Langgam yang memiliki luas perladangan dengan kapsitas kecil. Berdasarkan luasnya lahan padi perladangan sebesar 2.458,99 hektare sekitar 0,20 % dengan rata-rata produksi ± 2,38 ton per/hektare. Sedangkan untuk luas areal pertanian bersifat persawahan ± 6.419,46 hektare, rata-rata produksi 3,51 ton per/hektare, apabila ditotalkan secara kesulurahan luas areal pertanian yang sifatnya perladangan maupun persawahan mencapai 8.878,45 hektare sekitar 0,71 % dari total wilayah Kabupaten Pelalawan dengan luas 13.256,70 Km2. 2.3.2 Menakik Gotah Selain bermata pencaharian sistem ladang berpindah sebagian penduduk memperoleh sumber kehidupan dengan cara menakik gotah yaitu suatu pekerjaan mengambil getah (lateks) pada pohon karet alam (belvea brasiliensis), dengan luas lahan yang digunakan untuk areal perkebunan karet sebesar 209.970 hektare. Untuk mendapatkan lateks atau getah pohon karet disadat setiap hari, penyadatan dilakukan mulai pagi hingga siang hari selam enam hari berturut-turut setiap pekan, biasanya untuk penyadapan getah karet bisa disadap setelah berumur 5-30 tahun, kemudian puncak produksi getahnya pada umur 14 tahun. Apabila getah karet sudah dipadatkan atau disatukan hingga membentuk gotah ojol maka sepekan dalam sekali getah karet sadapan dijual ke pasar karet untuk dijual pada toke gota.
39 Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Berikan (menangkap ikan) Usaha menangkap ikan dilakukan di sungai (suak) dan danau (tasik) yang terdapat di kawasan hutan tanah ulayat soko, maupun di perairan Sungai Kampar yang dijadikan milik bersama. Untuk mendapatkan ikan yang banyak mereka harus mencari lokasi bermukim sementara (pondok) tidak jauh dari tempat dimana mendapatkan sumber kehidupan, dan beberapa alat tradisional yang digunakan untuk menangkap ikan yaitu lukah, tekalak, kail, jala, jaring, tuba, dan angkutan yang digunakan menuju lokasi pencarian ikan, adalah sampan atau perahu dayung yang dirangkai atau dibuat sendiri dengan memanfaatkan kayu dari hutan alam, disamping itu usaha perikanan masih melibatkan banyak anggota keluarga di dusun terutama bagi anggota kelurga yang tercatat sebagai mata pencaharian sebagai pencari ikan. Peranan kepala rumah tangga begitu penting untuk menghidupi kebutuhan keluarga yang bekerja dibidang usaha perikanan sedangkan peran ibu bekerja sebagai pedagang ikan borongan pada para pedagang pasar di hari pekan, kaum wanita biasanya juga membantu ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai pedagang, bercocok tanam, buruh, dan berkebun. Dalam pencarian ikan bagi penduduk tempatan Pangkalan Kerinci, dikerjakan dalam seharian tergatung pada musimnya, biasanya ikan yang didapatkan selama berikan adalah ikan yang biasanya diminati oleh pembeli, antara lain ikan baung, selais, patin, lomak, motan, singkek, tuman, udang galang, dan beberapa jenis ikan kering hasil produksi penduduk tempatan yaitu ikan asin, ikan salai, dan ikan kerasak.
40 Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Menumbai (Mengambil Madu Lebah) Menumbai adalah kegiatan mengambil madu lebah di pohon Sialang, yaitu sejenis pohon yang tinggi dan merupakan tempat yang disenangi oleh lebah liar untuk bersarang. Menurut Ketua Adat Lemabaga Petalangan, Pohon Sialang adalah salah satu kayu adat, yang ditentukan oleh Anak Kemenakan sesuai kepemilikan suku yang ada di wilayah tersebut, tidak semua kayu bisa menjadi Pohon Sialang ada ketentuan tertentu dipilih menjadi Sialang. Sialang adalah sejenis kayu yang sudah ada sejak turun-temurun mulai zaman leluhur dan beberapa pohon yang sejenis dengan Pohon Sialang yaitu : Kayu Sialang Makaluang dan Sialang Kompe (kempas). Jadi Pohon Sialang termasuk pohon yang tidak bisa diganggu dan dirusak oleh siapapun termasuk Anak Kemenakan, Penduduk Petalangan, dan sekalipun Mitra Perusahaan.34 Pohon Sialang biasanya menajadi tempat bersarangnya lebah yang menghasilkan madu, kegiatan menumbai dipimpin oleh seorang yang dituakan disebut Juragan Tuo (juru panjat), dibantu oleh beberapa juru panjat lainnya disebut Juragan Mudo yang bertugas membantu Juragan Tuo pada saat menyapu lebah, dan dibantu pula oleh beberapa orang sebagai pengumpul timbo (ember) yang berisi madu yang diturunkan menggunakan tali. Jadi kepungan Pohon Sialang di tentukan oleh Terombo Adat, begitu juga dalam istilah memanjat Sialang harus biasanya dilakukan dalam acara ritual adat tersendiri. Tradisi upacara menumbai dilakukan 2-3 kali dalam setahun diperkirakan diatas tanggal 25 sampai tanggal 4 pada bulan berikutnya dalam
34
Wawancara, Mukhtarius M.pd, Ketua Umum Lembaga Adat Petalangan, Akademi Komunitas Negeri Pelalawan (AKNP) JL. Maharaja Indra Pangkalan Kerincipada 05 September 2015.
41 Universitas Sumatera Utara
penanggalan Islam dan proses memanjat Pohon Sialang biasanya dilakukan pada malam hari disaat bulan gelap, menurut kepercayaan Penduduk Petalangan bahwa di Pohon Sialang selalu didiami oleh mahluk halus dan pada saat malakukan menumbai sering dihadapkan pada hal-hal yang ghaib, oleh karena itu setiap tahapan memanjat pohon selalu diiringi dengan membaca monto (mantera). Aktivitas menumbai dapat di temukan di Kecamatan Pangkalan Kuras, Bunut, Langgam, Pangkalan Lesung, Bandar Petalangan, Ukui, Kerumutan, Bandar Sei Kijang, dan Teluk Meranti. Ketika masuk Perkebunan Indosawit tahun 1986 dan pabrik bubur kertas, PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tahun 1992 keadaan Pangkalan Kerinci menciptakan suatu perubahan dalam proses kehidupan manusia yang berhubungan langsung terhadap aspek sosial kemasyarakatan. Terciptanya pembangunan industri mampu memberikan kesempatan bagi mereka yang ingin mengubah kebutuhan hidup dalam bidang pekerjaan sesuai dengan skill (kemampuan) dan pendidikan yang dicapai. Perubahan itu tidak hanya dilihat dari adanya peluang pekerjaan, jumlah pendudukpun bertambah, dan tata ruang suatu wilayah sudah dilengkapi dengan sarana-prasarana dan infrastruktur. Perkebunan Indo Sawit tahun 1986 merupakan milik investor asing yang menanamkan sahamnya di kecamatan Langgam, Ukui, Sorik, dan Sei Buatan. Sebagai awal masuknya warga pendatang bermigrasi dari daerah Pulau Jawa ke Pangkalan Kerinci, padatnya jumlah penduduk di Pulau Jawa, terbatasnya luas lahan untuk bidang pertanian sehingga mereka meraskan kesulitan untuk mencari sumber kehidupan, maka kedatangan mereka ke Pangkalan Kerinci
42 Universitas Sumatera Utara
tujuannya untuk mengubah kehidupan bekerja di salah satu perkebunan sawit milik swasta. 35 Disisi lain didirikan suatu pembangunan yaitu bidang perkebunan sawit pemenuhan kebutuhan hidup atau mata pencaharian penduduk Pangkalan Kerinci pada masa itu tidak terfokus pada perkebunan yang umumnya penduduk Etnis Jawa disamping itu, mulai dari sistem bertani, mencari ikan, mengambil madu, menakik gotah, masih tetap dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seiring waktu berjalan tahun 1991 sampai 1993 mulai dari pembukaan lahan sampai berdirinya perusahaan bubur dan kertas, yaitu PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) mulai menjalankan operasional pabrikpada tahun 1995. Sejak aktivnya operasional pabrik pulp and paper dapat memacu perkembangan perekonomian penduduk tempatan maupun warga pendatang luar daerah Provinsi Riau, meningkatkan jumlah pendapatan penduduk, dan mengubah pola pikir kearah lebih maju seperti : menyediakan rumah sewaan, pekerja buruh harian atau buruh sawmill, penarik becak motor, sopir truk, sopir oplet, pedagang, dan pegawai swasta PT. RAPP, kondisi ini tentunya menyebabkan keragaman etnis di daerah tujuan. 2.4. Pemerintahan Pangkalan Kerinci Sehubungan dengan wilayah Kewedanaan Pelalawan Langgam (Kampar Hilir) dahulu berasal-usul sebagai sebuah wilayah Swapraja dalam Afdeeling Bengkalis-Keresidenan Sumatera Timur, wilayah ini mempunyai Hukum Adat atau Adatrechtskring Pelalawan, yakni mempunyai silsilah keturunan raja-raja juga 35
Wawancara, Kardi, Penduduk Pendatang Dari Jawa Barat (1999), Pasar Baru Kelurahan Kerinci Kota, Pangkalan Kerinci17 Oktober 2015.
43 Universitas Sumatera Utara
mempunyai khasanah kebudayaan dan benda-benda sejarah turun-temurun. Pada tahun 1900-an Sumatera Timur dijadikan 5 Afdeeling, yaitu Deli, Serdang, Langkat, Asahan, Bengkalis, Simalungun, dan Karo. Adapun kerajaan dalam Residensi Sumatera Timur yang termasuk dalam lingkungan Afdeeling Bengkalis, ialah : 1.
Siak
2.
Pelalawan
3.
Rokan IV Koto
4.
Kuntodarusalam
5.
Rambah
6.
Kepenuhan
7.
Tambusai
September 1945 Wilayah Swapraja yang dipimpin oleh As Syaidis Syarif Hasyim bin Abubakar Syahabuddin Tengku Besar Kerajaan Pelalawan, tidak lama menjadi bagian daerah administratif Kabupaten Bengkalis sesudah itu tahun 1956 dipindahkan ke Kabupaten Tingkat II Kampar, pada wilayah kewedanaan Pekanbaru Luar Kota. Perubahan menjadi Kabupaten Kampar sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 menetapkan bahwa Kewedanaan Pelalawan terlepas dari Kabupaten Bengkalis dan bergabung dalam Kabupaten Kampar, menurut Undang-Undang nama Kabupaten Kampar diambil dari nama sungai yaitu Sungai “Kampar”. Beradasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 1963 tentang Penghapusan Keresidenan dan Kewedanaan serta menurut Instruksi Gubernur Kepala Daerah Riau, tanggal 10 Februuari 1946 No. Inst/03/II/1964 mengenai kewedanaan-kewedanaan secara resmi
44 Universitas Sumatera Utara
dihapuskan, kemudian Maret 1946 Kewedanaan Pelalawan juga dihapuskan, sekarang menjadi bagian Kecamatan Bunut hingga tahun 2000. Segala peraturan pelaksanaan yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Pada masa pemerintahan Kabupaten Kampar, wilayah ini dibagi
atas 4
kecamatan ditambah 1 kecamatan pembantu, sejak masa Pemerintahan Sultan Syarif Jaafar (1866-1872) membagi 4 daerah kekuasaan Datuk antara lain : 1. Datuk Angku Raja Lela Putera 2. Datuk Bandar Setia Diraja 3. Datuk Laksemana Mangku Diraja 4. Datuk Kampar Samar Diraja Menurut salah seorang penulis asing adat Melayu disebut dengan Adat Tumenggung, orang-orang besar (wazir) kerajaan diangkat dengan atau tanpa pemufakatan bersama oleh Raja, gelar yang diberikan merupakan sebagai orang yang patutut mereka percayakan untuk memegang fungsi penting, seperti : Panglima Perang, Laksemana, Syahbandar, Bentara, dan lain-lain. Orang-orang besar (wazir) merupakan kapalakepala kaum atau kepala rakyat dalam bagian tertentu dari kerajaan dan duduk sebagai anggota Dewan Kerajaan. Kemudian dilanjutkan dengan pembagian 4 distrik sekaligus merangkap tugas selaku Kepala District semasa Sultan Syarif Hasyim II (1892-1930), empat kecamatan tersebut, yaitu36 : 1. District Langgam 36
: Datuk Angku Raja Lela Putera Encik Saleh.
Tenkoe Nazir, op.cit, hal. 70-75.
45 Universitas Sumatera Utara
2. District Bunut
: Datuk Kampar Samar Diraja, Haji Mahmud.
3. District Pangkalan Kuras
: Datuk Laksemana Mangku Diraja, Encik Keling
4. District Serapung
: Datuk Bentara, Encik Mohammad Nil.
Pada masa pemerintahan Kabupaten Kampar menghadapi kondisi ketertinggalan dari letak geografis, penduduk, pemerintahan, pembangunan yang tidak merata, dan yang dirasakan oleh masyarakat Pelalawan maupun beberapa tokoh-tokoh masyarakat sejak Indonesia Merdeka. Salah satu usaha untuk memperbaiki kondisi ketertinggalan sistem pemerintahan yaitu dengan memiliki kabupaten sendiri, akan tetapi pada saat itu, perkembangan sosial-politik belum berpihak kepada pemimpin daerah, kalangan tokoh masyarakat, kaum intelektual, pemuda, dan perwakilan kecamatan yang berasal dari Kabupaten Kampar. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Kampar membuat suatu kebijakan untuk mempercepat proses pembangunan dan memperpendek rentang kendali pemerintahan, tahun 1988 dibentuklah Wilayah Pemabangunan II Kampar dengan Pembantu Bupati yang berkedudukan di Pangkalan Kerinci.
37
Sejak
bergulirnya reformasi tahun 1998 setelah jatuhnya Presiden Soeharto dan menyerahkan kekuasaannya kepada wakilnya Prof. Dr. Ing. B.J.Habibie pada tanggal 19 Mei 1998 maka terjadi reformasi sosial politik di tanah air, paradigma pembangunan sistem pemerintahan telah banyak berubah. Berdasarkan UU No. 22
37
Wawancara, Ekmaizal, Mantan Pegawai Di Kantor Pembantu Bupati Wilayah II Kampar (1988), Kawasan Perkantoran Dinas Tenaga Kerja Pangkalan Kerinci-Kabupaten Pelalawan pada 24 Agustus 2015.
46 Universitas Sumatera Utara
Tahun 1999 dan kemudian direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 mengenai kesadaran memberikan kewenangannya kepada pemerintah daerah yaitu dikenal dengan desentralisasi pemerintahan yang muaranya adalah otonomi daerah, masa desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah yang bermakna era partisipasi masyarakat yang diutamakan dalam segala kegiatan. Pada era ini, pemerintah pusat maupaun daerah bertugas sebagai fasilitator dan sekaligus sebagai pelayan masyarakat, hal ini sesuai dengan hakekat dari keberadaan peerintah sebagai abdi mayarakat yang sekaligus pelayan negara dalam pengertian pada negara yang menganut sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan pemerintah. UndangUndang No. 32 Tahun 2004 sebagai ladasan hukum pelaksanaan otonomi daerah berorientasi kepada kegiatan yang diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan semboyan pelayanan yang murah, mudah, cepat, dan pengakuan pengembangan keanekaragaman daerah untuk dijadikan potensi efektif dalam kemakmuran masyarakat.38 Salah satu usaha untuk memperbaiki keadaan keberdayaan masyarakat yang sesuai dengan era otonomi daerah yaitu melaksanakan kegiatan pembangunan. Pembangunan dalam arti suatu proses untuk meningkatkan keberdayaan dalam meraih cita-cita masa depan oleh karena itu dalam pelaksanaanya diperlukan strategi yang menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai objek. Sebagai subjek masyarakat didorong untuk membuat perencanaan, melaksanakan, mengendalikannya dan proses pembangunan seperti ini akan mampu 38
H. Sujianto, dkk., op.cit., hal. 11-12.
47 Universitas Sumatera Utara
menggali potensi yang dimiliki oleh daerah atau dikenal dengan pembangunan yang berbasis lokal. Kemampuan suatu daerah menggali potensi lokal sesuai dengan nilainilai kultur daerah setempat, Kabupaten Pelalawan dilihat dari sejarah dan kultural merupakan wilayah bekas Kerajaan Melayu, secara budaya daerah ini telah mempunyai nilai-nilai lokal yang dipangku oleh masyarakatnya, oleh karena itu pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Pelalawan bersumber dari nilai-nilai lokal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Keinginan untuk mewujudkan perubahan sistem dalam sosial politik pemerintahan Republik Indonesia, yang disponsori oleh
Prof. Ir. Dr. Tengku Dahril, MSc
(menjabat Rektor UIR) sekaligus menjabat sebagai Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Riau dan tokoh-tokoh masyarakat Pelalawan, pada tanggal 31 Januari 1999 terpilih sebagai Ketua Umum Formatur Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Pelalawan di Kawasan Kampar Bagian Hilir. Pada 4 Februari 1999 diadakan Rapat Akbar Masyarakat Eks Kewedanaan Pelalawan di Pangkalan Kerinci yang menghasilkan suatu Deklarasi Pembentukan Kabupaten baru di Kawasan Kampar Bagian Hilir, kemudian aspirasi masyarakat dibulatkan dalam Seminar dan Musyawarah Besar (MUBES) Masyarakat Kampar Bagian Hilir dalam rangka Pembentukan Kabupaten Pelalawan yang diselenggarakan pada tanggal 11-13 April 1999 di Pangkalan Kerinci, Kecamatan Langgam, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Musyawarah dihadiri oleh 250 orang utusan terdiri atas wakil masyarakat dari setiap desa dan kecamatan di kawasan Kampar Bagian Hilir serta di dukung oleh seluruh komponen bangsa dan kekuatan reformasi pemuka masyarakat, alim ulama,
48 Universitas Sumatera Utara
cendikiawan, tokoh adat, dan termasuk pejabat pemerintah, dunia usaha, dan lain sebagainya. Hasil Seminar dan Mubes diserahkan kepada Bupati KDH Tk. II Kampar tanggal 3 Mei 1999, DPRD tanggal 7 Mei 1999, Gubernur KDH dan DPRD Tk. I Riau di Pekanbaru tanggal 12 Mei 1999, Presiden dan DPR/MPR di Jakarta, untuk mendapatkan
rekomendasi
dan
persetujuan
berdasarkan
Nomor
:
Kpts./
PMBPKP/SC/III/1999 Pasal I. Akhir bulan Agustus 1999 terdengar informasi mengenai Pembentukan Kabupaten Pelalawan, pada tanggal 16 September 1999 disepakatilah UndangUndang No. 53 Tahun 1999 mengenai pembentukan 8 kabupaten/kota lainnya dalam wilayah Provinsi Riau diantaranya : Kabupaten Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Siak, Karimun, Natuna, Kuantan Singingi, dan Kota Batam. Pemerintah Kabupaten Pelalawan berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999, baik secara politik maupun administratif telah berdiri sendiri, lepas dari Pemerintahan Kabupaten Kampar. Setelah pembentukan Kabupaten Pelalawan maka kegiatan selanjutnya mengenai pemilihan Pelakasana Tugas Bupati dengan mengusulkan beberapa nama akhirnya Gubernur Riau (H. Saleh Jasit) memilih Drs. H. Azwar A.S. (Mantan Seketaris Daerah Kabupaten Kampar) dan Seketaris Daerah Drs. H. Marwan Ibrahim. Setelah dilantiknya Drs. Azwar A.S. sebagai Pejabat Bupati Pelalawan, Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 131.24-1132 pada tanggal 8 Oktober 1999 dan Pelaksana Tugas Bupati oleh Menteri Dalam Negeri, yaitu Interim Jenderal Feisal Tanjung di Aula Depdagri Jakarta pada tanggal 12
49 Universitas Sumatera Utara
Oktober 1999. Pada tanggal 20 Oktober 1999 merupakan hari pelaksanaan syukuran atas terbentuknya Kabupaten Pelalawan yang disponsori oleh Panitia Persiapan dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) bertempat di Kantor Bupati Pelalawan, kemudian berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Riau Nomor. KPTS.528/XI/2000 tanggal 9 November tahun 2000 tentang diresmikannya keanggotaan DPRD Kabupaten Pelalawan hasil Pemilu tahun 1999 sebanyak 25 orang. Sehubungan dengan Legislatif DPRD Kabupaten Pelalawan membentuk Panitia Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pelalawan pertama dilakukan pada tanggal 5 Maret 2001 melalui Sidang Paripurna, terpilihlah pasangan T. Asmun Jafaar, SH sebagai Bupati Pelalawan dan Drs. Abdul Anas Badrun sebagai Wakil Bupati Pelalawan periode 2001-2006, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor. 131.24-024 Tanggal 22 Maret 2001. Dengan pelantikan dan pengangkatan sumpah maka pemberhentian dengan hormat Drs. Azwar A.S. sebagai Pejabat Bupati sekaligus menetapkan T. Asmun Jaafar, S.H. sebagai Bupati Kabupaten Pelalawan dan Drs. Abdul Anas Badrun secara definitif membenahi dan melengkapi struktur pemerintahan, serta mempercepat proses pembangunan Kabupaten Pelalawan yang tertinggal untuk pertama kalinya dalam sejarah Kabupaten Pelalawan. Dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan Kabupaten Pelalawan, maka ditetapkanlah Motto Kabupaten Pelalawan yakni “Tuah Negeri Seiya Sekata” denganrumusan Visi dan Misi Rencana Strategi Kabupaten Pelalawan yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor. 446 Tahun 2002, yaitu39 39
H. Tenas Effendy, dkk., Lintasan Sejarah Pelalawan Dari Pekantua Ke Kabupaten
50 Universitas Sumatera Utara
“
TERWUJUDNYA
KABUPATEN
PELALAWAN
SEJAHTERA, MELALUI PEMBERDAYAAN
YANG
MAJU
DAN
EKONOMI KERAKYATAN
YANG DIDUKUNG OLEH PERTANIAN YANG UNGGUL, DAN INDUSTRI YANG TANGGUH DALAM MASYARAKAT YANG BERADAT, BERIMAN, BERTAQWA, DAN BERBUDAYA MELAYU TAHUN 2030, DENGAN SISTEM PEMERINTAHAN
YANG
BERDISPLIN,
BERTANGUNG
JAWAB
DAN
OTONOMIS, SEBAGAI BEKAL MENGHADAPI ERA GLOBALISASI”. Dengan konsep ini diharapkan Kabupaten Pelalawan dapat menjadi Kabupaten yang dibanggakan oleh masyarakatnya, karena telah eksis, terpandang, dan berpengaruh dalam proses kehidupan sosial-ekonomi di dunia yang akan datang. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Pelalawan telah menyusun Rencana Strategis Kabupaten Pelalawan Tahun 2001-2005 yaitu Lima Arah Pembangunan yang bertujuan untuk menjawab persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah sendiri, diantaranya : 1.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.
Meningkatkan mutu pendidikan dan kesehatan.
3.
Meningkatkan sarana perhubungan dan transportasi.
4.
Meningkatkan usaha pertanian berbasiskan industri.
5.
Meningkatkan aparatur pemerintahan.
Pelalawan, Pangkalan Kerinci: Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 2005, hal. 183-220.
51 Universitas Sumatera Utara
Artinya dalam pelaksanaan Lima Arah Pembangunan tersebut tidak hanya berdasarkan pada letak geografis, sektoral maupun lintas sektoral, akan tetapi bagaimana mengintegrasikannya ke dalam kegiatan multidimensi sehingga akan terlihat keutuhan Lima Arah Pembangunan dan jumlah dana yang digunakan untuk malaksanakannya berikut dipaparkan pada tabel 6 rinciannya, sebagai berikut40 : Tabel 5 Lima Arah Kebijakan Dan Biaya Pelaksanaan Tahun 2001-2007 Pemerintah Kabupaten Pelalawan No. Pembangunan Bidang Dana (Rp) Persentasi (%) 1. Aparatur 1.082,511,263,944.45 26.78 % 2. 3. 4. 5.
Ekonomi Kerakyatan 860,709,841,663.20 21.30 % Kesehatan 453,057,375,556.00 11.21 % Pendidikan 908,199,225,891.00 22.47 % Perhubungan/Transportasi 737,263,964,237.24 18.24 % Jumlah 4.041,736,671,341.89 100.00 % Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010. Dari tabel diatas memberikan penjelasan bahwa selama delapan tahun biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Pelalawan sebesar Rp. 4,041 triliun, dari jumlah persentase terbanyak adalah pembangunan bidang aparatur disusul dengan pembangunan dibidang lainnya sampai terakhir pada bidang kesehatan. Dana pelaksanaan delapan tahun artinya bila dibandingkan dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang akan tercapai tahun 2030 yakni 26,67 % dari total 33,33 % pada sepuluh tahun pertama. Untuk sepuluh tahun kedua pencapaian yang diharapkan adalah 66,67 % dan terakhir akan mencapai 100 % pada tahun 2030.
40
H. Sujianto, dkk., op.cit., hal. 14-15.
52 Universitas Sumatera Utara