BAB II KETENTUAN-KETENTUAN PUTUSAN MENURUT UNDANG-UNDANG KEKUASAAN KEHAKIMAN A. Pengertia Putusan Tujuan akhir pencari keadilan ialah agar segala hak-haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan melalui putusan hakim. Hal ini dapat tercapai jika putusan hakim dapat dilaksanakan.Putusan hakim dapat dilaksanakan secara sukarela atau secara paksa dengan menggunakan alat Negara, apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan secara sukarela.1 Sebelum membahas prinsip eksekusi perlu kiranya disinggung serba sedikit pembakuan istilah eksekusi dalam bahasa Indonesia.Hal ini perlu dibicarakan untuk menghindari istilah yang berkelebihan. Di sini saya akan kemukakan istilah yang dipergunakan oleh Pro. Subekti .beliau mengalihkannya dengan istilah “pelaksanaan” putusan. Begitu pula Nyonya Retno wulan Sutanto, SH juga mengalihkannya ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah “pelaksanaan” putusan.2 Penulis akan mencoba memaparkan tentang beberapa pengertian Putusan. Ada semacam perbedaan mengenai pengertian yang meliputi:
1
Sulaikin Lubis, Hukum acara perdata peradilan agama di Indonesia, Prenada Media Group: Jakarta 2006, cet. 2 h. 170 2 M. yahya harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang perdata, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta 1995, cet. 5 h. 4-5
17
a. Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).3 b. Putusan hakim adalah pemeriksaan suatu sengketa atau perkara dimuka hakim, diakhiri dengan suatu putusan/vonis. Sebagaimana sudah diterangkan pada permulaan pembicaraan mengenai arti pembuktian,
hakim/pengadilan
dalam
putusannya
menetapkan
berhubungan dengan hukum yang sebenarnya (yang harus berlaku) antara dua pihak yang bersangkutan itu.4 c. Putusan adalah tindakan hakim untuk mengabulkan atau menolak sebagian atau seluruhnya terhadap tuntutan yang diajukan oleh penggugat. Hakim wajib memutuskan bagian demi bagian namun hakim dilarang memutus lebih dari tuntutan atau hal-hal yang tidak dituntut oleh penggugat.5 d. Putusan adalah keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa atau perselisihan, dalam arti putusan merupakan produk pengadilan dalam perkara-perkara contentiosa, yaitu produk pengadilan yang sesungguhnya. Disebut jurisdictio contentiosa, karena adanya 2 (dua) pihak yang berlawanan dalam perkara (penggugat dan tergugat).6
3
A. Mukti Arto, Praktek Perkara perdata Pada Pengadilan Agama. Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2000, cet. 3 h. 251 4 subekti, Hukum Pembuktian. PT. Pradnya Paramita: Jakarta 1999, cet. 12 h. 67 5 M. Nasir , HUkum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Djambatan 2003, cet. 1 h. 151 6 Mardani. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah. Sinar Grafika: Jakarta 2009, cet. 1 h. 118
18
Kesimpulan dari pengertian putusan diatas adalah bahwasanya putusan adalah pernyataan hakim yang terakhir dalam memeriksa, mengadili atau menangani suatu perkara. Yang dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Putusan dijatuhkan kepada kedua belah pihak, mana yang benar dan mana yang salah. Setelah pemeriksaan perkara selesai, majelis hakim mengumpulkan semua hasil pemeriksaan untuk disaring mana yang penting dan mana yang tidak penting.Berdasarkan hasil pemeriksaan, majelis hakim berusaha menemukan peristiwanya (feit vinding, fact finding).Setelah majelis hakim mendapat kepastian bahwa telah terjadi merupakan pelanggaran hukum atau tidak.Kemudian, majelis hakim menentukan, peraturan hukum apakah yang menguasai peristiwa yang telah terjadi itu.Inilah yang disebut menemukan hukum (rechtsvinding, law finding).? Apabila hakim memandang pemeriksaan sidang sudah selesai, maka ia mempersilahkan penuntut umum membacakan tuntutannya (requistoir). Setelah itu giliran terdakwa atau penasehat hukumnya membacakan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya mendapat giliran terakhir (Pasal 182 ayat (1) KUHAP).7
7
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia……………… h. 277
19
B. Macam-macam Putusan dan bentuk dari isi putusan a) Dilihat dari segi fungsinya dalam mengakhiri perkara ada 3 macam, yaitu: 1. Putusan akhir, dan 2. Putusan sela. 3. Putusan serta merta. b) Dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan, ada 3 (tiga) macam yaitu: 1. Putusan gugur, 2. Putusan verstek, dan 3. Putusan kontradiktoir. c) Dilihat dari segi isinya terhadap gugatan/ perkara ada 2 (dua) macam, yaitu positif dan negatif, yang dapat dirinci menjadi 4 (empat) macam: 1. Tidak menerima gugatan penggugat (= negatif). 2. Menolak gugatan penggugat seluruhnya (= negatif). 3. Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/ tidak menerima selebihnya (= positif dan negatif). 4. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya (= positif). d) Dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan maka ada 3 (tiga) macam, yaitu: 1. Diklaratoir, 2. Konstitutif, dan
20
3. Kondemnatoir.8 Untuk mengenal lebih jelas macam-macam putusan ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Putusan akhir putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik yang telah melalui semua tahap pemeriksaan maupun yang tidak/belum menempuh semua tahap pemeriksaan. 2. Putusan sela (pasal 185 HIR/196 RBg). Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan. Putusan sela tidak mengakhiri pemeriksaan, tetapi akan berpengaruh terhadap arah dan jalannya pemeriksaan. Putusan sela dibuat seperti putusan biasa, tetapi tidak dibuat secara terpisah melainkan ditulis di dalam Berita Acara Persidangan saja. Putusan sela harus diucapkan di depan sidang terbuka untuk umum serta ditanda tangani oleh majelis hakim dan panitera yang turut bersidang. Putusan sela selalu tunduk pada putusan akhir, karena tidak berdiri sendiri dan akhirnya akan dipertimbangkan pula pada putusan akhir. Hakim tidak terikat pada putusan sela, bahkan Hakim dapat merubahnya sesuai dengan keyakinannya. Putusan sela tidak dapat
8
A. Mukti Arto, Praktek Perkara perdata Pada Pengadilan Agama………….. h. 252-253
21
dimintakan banding kecuali bersama-sama dengan putusan akhir (pasal 201 RBg/ pasal 9 ayat (1) UU No. 20/ 1947). Para pihak dapat meminta, supaya kepadanya diberi salinan yang sah dari putusan itu dengan biaya sendiri. Hal-hal yang menurut hukum acara perdata memerlukan putusan sela, antara lain: a. Tentang pemeriksaan prodeo. b. Tentang pemeriksaan eksepsi tidak berwenang. c. Tentang Sumpah Supletoir. d. Tentang Sumpah decisoir. e. Tentang Sumpah penaksir (taxatoir). f. Tentang gugat provisional. g. Tentang gugat insidentil (Intervensi = tussenkomst, voeging, dan vrijiwaring). Macam-macam putusan sela, yaitu: a. Putusan Preparatoir, yaitu putusan sela yang merupakan persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh terhadap pokok perkara atau putusan akhir. b. Putusan Interlocutoir, yaitu putusan sela yang isinya memerintahkan pembuktian, misalnya perintah untuk pemeriksaan saksi, atau pemeriksaan di tempat dan sebagainya.
22
c. Putusan Insidentil, yaitu putusan sela yang berhubungan dengan incident, yakni peristiwa yang untuk sementara menghentikan pemeriksaan tetapi belum berhubungan dengan pokok perkara. d. Putusan provisional, yaitu putusan sela yang menjawab gugat provisionil.9 3. Putusan Gugur (pasal 124 HIR/ pasal 148 RBg). Putusan gugur adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat /pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil (secara resmi sedang tergugat hadir dan mohon putusan). Putusan gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahap pembacaan gugatan/permohonan. Putusan gugur dapat dijatuhkan apabila telah dipenuhi syaratsyaratnya, yaitu: a. Penggugat/pemohon telah dipanggil dengan resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu. b. Penggugat/pemohon ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidakhadirannya itu karena sesuatu halangan yang sah. c. Tergugat/termohon hadir dalam sidang. d. Tergugat/termohon mohon keputusan. 9
Erfaniah Zuhri, Peradilan Agama Indonesia sejarah pemikiran dan realita, UIN Malang Press (Anggota IKAPI ) 2009, cet. 2 h. 270-272
23
Dalam hal penggugat/pemohonnya lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus gugur. Putusan gugur belum menilai gugatan ataupun pokok perkara. Dalam putusan gugur, penggugat/pemohon dihukum membayar biaya perkara. Terhadap putusan ini dapat dimintakan banding atau diajukan lagi perkara baru.10 4. Putusan verstek (pasal 125 HIR/149 RBg). Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan. Putusan verstek diatur dalam pasal 125-129 HIR dan 196197 HIR, pasal 148-153 RBg dan 207-208 RBg, UU No. 20 tahun 1947 dan SEMA No. 9/1964. Putusan verstek dpat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahap pembacaan gugatan sebelum tahap jawaban tergugat, sepanjang tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut. 5. Putusan kontradiktoir Putusan kontradiktoir adalah putusan akhir yang pada saat dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu pihak atau para pihak. Dalam pemeriksaan/putusan kontradiktoir 10
Sulaiki Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia. Prenada Media Group; Jakarta, cet. 2 h. 170-172
24
disyaratkan bahwa baik penggugat maupun tergugat pernah hadir dalam sidang. Putusan kontradiktoir dapat dimintakan banding. 6. Putusan Tidak Menerima Putusan Tidak menerima yaitu putusan hakim yang menyatakan
bahwa
hakim
“tidak
menerima
gugatan
penggugat/permohonan pemohon” atau dengan kata lain “gugatan penggugat/permohonan
pemohon
tidak
diterima”
karena
gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat hukum, baik secara formil maupun materiil.11 7. Putusan Menolak Gugatan Penggugat. Putusan Menolak Gugatan Penggugat yaitu Putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan, di mana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti.Putusan ini termasuk putusan negatif. 8. Putusan Mengabulkan Gugatan penggugat untuk Sebagian dan Menolak/Tidak menerima Selebihnya. Putusan ini merupakan putusan akhir. Dalam kasus ini, dalil gugat ada yang terbukti ada pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat. Putusan ini merupakan putusan campuran positif dan negatif. 9. Putusan Mengabulkan Gugatan penggugat seluruhnya.
11
A. Mukti Arto, Praktek Perkara perdata Pada Pengadilan Agama. ………..h. 258-259
25
Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil gugat yang mendukung petitum ternyata telah terbukti. Putusan ini merupakan putusan positif. 10. Putusan Diklaratoir Putusan Diklaratoir yaitu putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai suatu keadaan yang resmi menurut hukum. Misalnya, Putusan yang menyatakan sah tidaknya suatu perbuatan
hukum
atau
keadaan/status
hukum
seseorang,
menyatakan boleh tidaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan sebagainya. 11. Putusan kontitutif Putusan
Konstitutif
yaitu
suatu
putusan
yang
menciptakan/menimbulkan keadaan hukum baru, berbeda dengan keadaan hukum sebelumnya. Misalnya, Putusan Perceraian, Putusan pembatalan perkawinan, dan sebagainya. 12. Putusan Kondemnatoir Putusan Kondemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi. Di dalam putusan kondemnatoir diakui hak penggugat atas prestasi yang dituntutnya. Hukuman semacam itu hanya terjadi berhubung dengan perikatan yang bersumber pada persetujuan atau undangundang, yang prestasinya dapat terdiri dari memberi, berbuat dan
26
tidak berbuat. Pada umumnya putusan kondemnatoir itu berisi hukuman untuk membayar sejumlah uang.12
e) Bentuk dari isi Putusan Di dalam HIR tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bagaimana putusan hakim harus dibuat. Hanyalah tentang apa yang harus dimuat di dalam putusan diatur dalam pasal 183, 184, 187, HIR (ps. 194, 195, 198 Rbg), 4 ayat 1, 23 UU 14/1970, 27 RO, 61 Rv. Suatu putusan hakim terdiri dari empat bagian, yaitu: 1. Kepala Putusan, 2. Identitas para pihak, 3. Pertimbangan dan 4. Amar atau dictum putusan. Kepala Putusan Setiap putusan pengadilan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi: “Demi keadilan berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa”(ps. 435 Rv). Kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada putusan. Apabila kepala putusan ini tidak dibubuhkan pada suatu putusan pengadilan, maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut (ps, 224 HIR, 258 Rbg). Identitas Para Pihak Sebagaimana suatu perkara atau gugatan itu mempunyai sekurang-kurangnya
12
dua
pihak,
maka
di
dalam
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. …………h. 221
27
putusan
harusdimuat identitas dari para pihak: nama, umur, alamat, dan nama dari pengacaranya kalau ada. Pertimbangan Pertimbangan atau yang sering disebut juga considerans merupakan dasar putusan. Pertimbangan dalam putusan perdata dibagi dua yaitu: pertimbangan tentang duduknya perkara atau peristiwa dan pertimbangan tentang hukumnya. Dalam proses perdata terdapat pembagian tugas yang tetap antara pihak dan hakim: para pihak harus mengemukakan peristiwanya, sedangkan soal hukum adalah urusan hakim. Dalam proses pidana tidaklah demikian; di sini terdapat perpaduan antara penetapan peristiwa dan penemuan hukum sebagai konsekuensi asas “mencari kebenaran materiil”. Amar atau dictum putusan Yang merupakan jawaban terhadap petitum daripada gugatan adalah amar atau dictum. Ini berarti bahwa dictum merupakan tanggapan terhadap petitum.13 C. Kekuatan Putusan, Penetapan, dan pelaksanaan Putusan 1) Kekuatan putusan Putusan pengadilan mempunyai tiga kekuatan, yaitu: a. Kekuatan mengikat (bindende kracht); Artinya putusan hakim itu mengikat para pihak yang berperkara dan terlibat dalam perkara
13
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. …………h. 212-215
28
itu. Jadi putusan hakim memepunyai kekuatan mengikat: mengikat kedua belah pihak (ps. 1917 BW). Terikatnya para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang hendak mencoba memberi dasar tentang kekuatan mengikat daripada putusan. Teori hukum materiil Menurut teori ini maka kekuatan mengikat daripada putusan yang lazimnya disebut “gezag van gewijsde” mempunyai sifat hukum materiil oleh karena mengadakan perubahan terhadap wewenang
dan
kewajiban
keperdataan:
menetapkan,
menghapuskan, atau mengubah. Teori Hukum Acara Menurut teori ini putusan bukanlah sumber hukum materiil, melainkan sumber daripada wewenanang prosesuil. Siapa yang dalam suatu putusan diakui sebagai pemilik, maka ia dengan sarana prosesuil terhadap lawanya dapat bertindak sebagai pemilik. Teori Hukum Pembuktian Menurut teori ini putusan merupakan bukti tentang apa yang ditetapkan di dalamnya, sehingga mempunyai kekuatan mengikat oleh karena menurut teori ini pembuktian lawan terhadap isi suatu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti tidak diperkenankan.
29
Terikatnya Para Pihak pada Putusan Terikatnya para pihak kepada putusan dapat mempunyai arti positif dan arti negatif. -Arti positif daripada kekuatan mengikat suatu putusan ialah bahwa apa yang telah diputus di antara para pihak berlaku sebagai positif benar. -Arti Negatif daripada kekuatan mengikat suatu putusan ialah bahwa hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus sebelumnya antara para pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama. Kekuatan Hukum yang Pasti Suatu putusan memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau tetap (kracht van gewijsde) apabila tidak ada lagi upaya hukum biasa tersedia.14 b.Kekuatan Pembuktian(bewijzende kracht); Artinya dengan putusan hakim itu telah diperoleh kepastian tentang sesuatu yang terkandung dalam putusan itu. Putusan hakim menjadi bukti bagi kebenaran suatu yang termuat didalamnya. c. Kekuatan eksekusi (executorial kracht). Artinya kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara.
14
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. …………h. 205-208
30
Sesuatu putusan mempunyai kekuatan mengikat dan mempunyai kekuatan bukti ialah setelah putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in kracht).Suatu putusan dikatakan in kracht ialah apabila upaya hukum seperti verzet, banding, kasasi tidak dipergunakan dan tenggang waktu untuk itu sudah habis, atau telah mempergunakan upaya hukum tersebut dan sudah selesai.Upaya hukum terhadap putusan yang telah in kracht tidak ada lagi, kecuali permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung tetapi hanya dengan alsan-alasan sangat tertentu sekali. Putusan yang sudah in kracht, sekalipun ada dimohonkan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, tidak terhalang untuk dieksekusi, itulah yang dikatakan mempunyai kekuatan eksekusi.15 2) Penetapan Menurut Gemala Dewi penetapan adalah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan/voluntair. Sedangkan menurut M. Yahya harahap bahwa penetapan adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan. Penetapan itu muncul sebagai produk pengadilan atas permohonan pemohon yang tidak berlawan maka dictum penetapan tidak akan pernah berbunyi menghukum 15
Erfaniah Zuhri, Peradilan Agama Indonesia sejarah pemikiran dan realita, ………………cet. 2 h. 276-277
31
melainkan
hanya
bersifat
menyatakan
(declaratoire)
atau
menciptakan (constitutoire). Macam-macam Penetapan Apabila dilihat dari sisi kemurnian bentuk voluntaria dari suatu penetapan, maka penetapan ini dapat kita bagi menjadi dua macam, yaitu: a. Penetapan dalam bentuk murni voluntaria; Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penetapan merupakan hasil dari perkara permohonan (voluntair) yang bersifat tidak berlawanan dari para pihak.Inilah yang dimaksud dengan perkara murni voluntair. Secara singkat cirri-cirinya adalah: Merupakan gugat secara “sepihak” atau pihaknya hanya terdiri dari pemohon. Tidak ditujukan untuk menyelesaikan suatu persengketaan. Tujuannya hanya untuk menetapkan suatu keadaan atau status tertentu bagi diri pemohon; Petitum dan amar permohonan bersifat ”deklatoir”.
Azas-azas Penetapan Asas kebenaran yang melekat pada putusan hanya “kebenaran sepihak” (bernilai hanya untuk diri permohonan); Kekuatan mengikat penetapan hanya berlaku pada diri Pemohon;
32
Penetapan “tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian” kepihak manapun. Penetapan “tidak mempunyai kekuatan eksekutorial” b.Penetapan bukan dalam bentuk voluntaria. Contoh dari jenis ini adalah penetapan ikrar talak. Mengenai penetapan ikrar talak ini diatur dalam pasal 66 dan pasal 69 jo. Pasal 82 UU No. 7 tahun 1989.Dari ketiga dasar hukum tersebut terdapat adanya kontraversi.Pasal 66 menyatakan bahwa ikrar talak termasuk perkara permohonan (volunter) yang menghasilkan produk hukum penetapan (dengan sifat yang “deklaratoir”).Namun,
proses
pemeriksaannya
diperintahkan
bersifat “contradiktoir”.16 3) Jenis-jenis Pelaksanaan Putusan Ada beberapa jenis dalam pelaksanaan putusan, yaitu: i.
Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam pasal 196 HIR (ps. 208 Rbg).
ii.
Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR (ps. 208 Rbg). Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan. Akan tetapi pihak yang dimenangkan dapat
16
Erfaniah Zuhri, Peradilan Agama Indonesia sejarah pemikiran dan realita, ………….h.
278-280
33
minta kepada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang. iii.
Eksekusi riil. Eksekusi riil merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riil itu adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti apabila dilaksanakan secara suka rela oleh pihak yang bersangkutan.17
Pelaksanaan Putusan pengadilan (pasal
36
undang-undang
kehakiman No. 4 tahun 2004).
Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa.
Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana di maksud pada ayat 1 dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan undang-undang.
Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan jurusita di pimpin oleh ketua pengadilan.
Putusan pengadilan di laksanakan dengan memerhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.18
17 18
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. …………h. 240 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4 Th. 2004)
34