BAB II KERANGKA TEORI
A. Landasan Teori 1. Teori Konsumsi Dalam Perspektif Islam a. Pengertian dan Konsep Dasar Konsumsi adalah suatu bentuk perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan manusia. Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas konsumsi termasuk manusia. Aktivitas konsumsi dalam perspektif ekonomi
Islam
sesungguhnya
tidaklah
berbeda
dari
ekonomi
konvensional. Namun demikian bukan berarti konsumsi dalam prespektif Islam dan konvensional sama persis. Titik perbedaan yang paling menonjol terletak pada paradigma dasar dan tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri.1 Islam melihat pada dasarnya perilaku konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu kebutuhan (hajat) dan kegunaan atau kepuasan (utility). Secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkan sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Dalam perspektif ekonomi Islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka sudah barang tentu motivasi yang 1
Sumar‟in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm.85.
15
16
mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Artinya, karakteristik dari kebutuhan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi Islam.2 b. Prinsip- Prinsip Konsumsi Islami Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk menciptakan maslahah menuju falah (kebahagian). Motif berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah maslahah. Meskipun secara alami tujuan
berkonsumsi
dari
seseorang
individu
adalah
untuk
mempertahankan hidupnya.3 Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya konsumsi yang dilakukan oleh sesorang muslim akan sangat erat hubungannya dengan etika dan norma dari konsumsi itu sendiri. Menurut pendapat Naqfi setidaknya terdapat 6 (enam) aksioma pokok dalam konsumsi meliputi : 4 1) Tauhid (unity/ kesatuan). Dalam perspektif Islam, kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT sehingga senantiasa berada dalam hukum- hukum Allah. Karena itu seorang mukmin berusaha mencari kenikmatan dengan menaati perintah- perintah-Nya dan 2
Sumar‟in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 85. 3
Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 130, dalam Sumar‟in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013 ), hlm. 85. 4
Syekh Nawab Haidar Naqvi, Etika dan Ilmu Ekonomi : Suatu Sintesis Islami, (Bandung : Mizan, 1985), dalam M Nur Riyanto, Dasar- Dasar Ekonomi Islam, (Solo : PT. Era Adicitra Intermedia, 2011), hlm. 141-144.
17
memuaskan dirinya sendiri dengan barang- barang dan anugrah yang dicipta (Allah) untuk umat manusia. 2) Adil (eqiulibrium/ keadilan) Pemanfaatan atas karunia Allah tersebut harus dilakukan secara adil sesuai syariah, sehingga disamping mendapatkan keuntungan material, ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual. 3) Free will (kehendak bebas) Alam
semesta
adalah
milik
Allah
yang
memiliki
kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan kesempurnaan atas makhluk-makhluk-Nya.
Manusia
diberi
kekuasaan
untuk
mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak- banyaknya sesuai dengan kemampuannya atas barang-barang ciptaan Allah. 4) Amanah (responsibility atau pertanggung jawaban) Dalam melakukan konsumsi, manusia dapat berkehendak bebas, tetapi akan mempertanggung jawabkan atas kebebasan tersebut, baik terhadap keseimbangan alam, masyarakat, diri sendiri, maupun di akhirat kelak. 5) Halal Dalam kerangka acuan Islam, barang- barang yang dapat dikonsumsi hanyalah barang-barang yang menunjukan nilai kebaikan,
kesucian,
keindahan
serta
akan
menimbulkan
kemaslahatan untuk umat, baik secara material maupun spritual.
18
Sebaliknya benda- benda yang buruk tidak suci (najis), tidak bernilai, tidak dapat digunakan dan juga tidak dapat dianggap sebagai
barang-barang
konsumsi
dalam
Islam
serta
dapat
menimbulkan kemudharatan apabila dikonsumsi akan dilarang. 6) Sederhana Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas (israf) termasuk pemborosan dan berlebih-lebihan yaitu membuang- buang harta dan menghambur- hamburkannya tanpa faedah serta manfaat dan hanya memperturutkan nafsu semata. Adapun aturan Islam mengenai bagaimana seharusnya melakukan kegiatan konsumsi adalah sebagai berikut:5 1) Tidak boleh berlebih- lebihan Allah SWT berfirman “….dan janganlah kamu berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebihan (QS. Al An‟aam : 141). Jika manusia dilarang untuk berlebih-lebihan, itu berarti manusia sebaiknya melakukan konsumsi seperlunya saja. Dalam bahasa ekonomi, perilaku konsumsi Islami yang tidak berlebih- lebihan berarti bahwa pola permintaan Islami lebih didorong oleh faktor kebutuhan (needs) dari pada keinginan (want).
5
Mustofa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 88.
19
2) Mengkonsumsi yang halal dan thoyyib Konsumsi seseorang muslim dibatasi kepada barang-barang yang halal dan thoyyib (QS. al- Baqarah : 75). Tidak ada permintaan terhadap barang haram. Disamping itu didalam Islam, barang yang sudah dinyatakan haram untuk dikonsumsi otomatis tidak lagi memiliki nilai ekonomi, karena tidak boleh diperjual belikan. Berkaitan dengan aturan pertama tentang larangan berlebih- lebihan, maka barang halal pun tidak boleh di konsumsi sebanyak yang kita butuhkan. c. Rasionalitas Konsumsi Islami Ada beberapa aksioma yang dikembangkan dalam menentukan pilihan-pilihan rasional individu : 1) Completennes (kelengkapan) Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan yang lebih disukainya diantara dua keadaan.6 Jika individu dihadapkan dua situasi A dan B maka ia akan senantiasa dapat menentukan secara pasti salah satu dari ketiga kemungkinan A lebih disukai daripada B, B lebih disukai daripada A, dan A dan B sama-sama disukai. 7 Dalam hal ini, individu diasumsikan dapat mengambil keputusan secara konsekuen dan mengerti akibat dari keputusan 6
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, 2005) , hlm. 124. 7 Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Cetakan I, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.109.
20
tersebut, asumsi juga mengarah pada kemungkinan bahwa individu lebih menyukai salah satu dari A dan B. 2) Transitivity Asumsi ini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat konsisten atau internal.8 Jika seseorang berpendapat bahwa A lebih disukai dari pada B dan b lebih disukai dari pada C maka tentu ia akan mengatakan A harus disukai dari pada C. 3) Continuity Jika seseorang menganggap A lebih disukai dari pada B maka situasi yang cocok mendekati A harus juga lebih disukai dari pada B. Dari aksioma dan asumsi diatas dapat dianalisis bagaimana individu dapat membuat tingkatan dari berbagai situasi pilihan atau secara singkat hal tersebut dinyatakan oleh Jeremmy Bentham dalam “introduction to the principles of morals and legislation” sebagai utility (nilai guna).9 Begitu pula dengan asumsi dan aksioma dalam Islam akan tetapi titik tekannya terletak pada halal, haram, serta berkah tidaknya barang yang akan dikonsumsi sehingga jika individu dihadapka pada dua pilihan A dan B maka seorang muslim (orang yang memiliki prinsip keislaman) akan memilih barang yang mempunyai tingkat kehalalan dan keberkahan
8
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, 2005) , hlm 124. 9
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Cetakan I, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.109.
21
yang lebih tinggi, walaupun barang lainnya secara fisik lebih disukai. Hal ini nampak jelas bagaimana pendekatan yang digunakan oleh ekonomi Islam dan konvensional dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Teori perilaku konsumen rasional dalam paradigma ekonomi konvensional didasari pada prinsip- prinsip utilitarianisme. Diprakarsai oleh Bentham yang mengatakan bahwa secara umum seseorangpun tidak dapat mengetahui apa yang baik untuk kepentingan dirinya kecuali orang itu sendiri. Sir John R. Hick menjelaskan bahwa konsumen akan menggunakan parameter kepuasan (Utility) yang dalam kurva Indifference (tingkat kepuasan yang sama). Lebih lanjut Hick mengungkapkan bahwa individu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktivitas konsumsi pada tingkat kepuasan yang maksimal menggunakan tingkat pendapatannya (income) sebagai keterbatasan penghasilan (budget constraint).10 Kurva indifference menggambarkan tingkat kepuasan antara dua barang atau jasa yang keduanya memang disukai oleh konsumen. Hubungan antara tingkat utilitas yang diperoleh dengan jumlah anggaran yang dimiliki seseorang akan menghasilkan kurva indifference. Indifference adalah tempat kedudukan kombinasi barang untuk menghasilkan utulitas yang sama.11 Peta utilitas untuk konsumsi untuk dua barang digambarkan dalam grafik dengan sumbu X sebagai barang 10
Sumar‟in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013 ), hlm. 86. 11
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, 2005), hlm 124.
22
yang disukai dan sumbu Y sebagai barang lain yang disukai. Untuk menggambarkan peta ini, perhatikan data berikut :
Kombinasi
Tabel 2.1 Kombinasi Barang X dan Y yang dikonsumsi untuk meningkatkan utilitas Jumlah Barang X Jumlah Barang Y
A B C D E
3 unit 3 unit 5 unit 3 unit 4 unit
3 unit 2 unit 1 unit 5 unit 4 unit
Berdasarkan tabel diatas dapat dibuat peta utilitas perhatikan gambar berikut ini :
Gambar 2.1 Kurva Indifference dengan Utilitas Brebeda Semua kombinasi titik (pada kurva indifference yang sama memiliki tingkat kepuasan yang sama. Titik A, B dan C pada gambar diatas memberikan tingkat kepuasan yang sama pada U1, sedangkan ttitik D dan E memberikan kepuasan titik yang sama pada U2. Kurva indifference yang lebih tinggi cenderung meninggi ke kanan atas menunjukan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi kurva indifference berarti semakin banyak barang dapat dikonsumsi, yang
23
berarti semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen. Bentuk tingkat kepuasan yang convex (cembung pada titik nol) menunjukan adanya dimishing marginal rate of substitution. Bahasa mudahnya kepuasan yang didapat dari mengkonsumsi satu mangkok pertama
soto ayam lebih
tinggi dari pada mengkonsumsi satu mangkok piring kedua.12 Dalam Islam cara pikir ini juga ditemukan. Rasulullah SAW bersabda “ orang beriman yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari pada orang orang beriman yang lemah. “Dalam hadist lain bermakna, “Iri hati itu dilarang kecuali terhadap ilmunya, dan orang kaya yang membelanjakan hartanya dijalan Allah”. Jadi dalam konsep Islampun diakui bahwa yang lebih banyak (tentunya yang halal) lebih baik. Lahirnya teori kepuasan konsumen dalam perspektif konvensional adalah melahirkan manusia serakah dan mementingkan diri sendiri. Hal ini karena asumsi rasional konsumsi dibangun atas dasar utility (kepuasan). Secara sederhana setidaknya ada dua hal yang perlu di kritisi dari perilaku konsumsi yang berorientasi pada pada utility yaitu, pertama tujuan konsumsi adalah untuk mencapai kepuasan dan kedua batasan konsumsi
adalah
kemampuan
anggaran.
Artinya
sepanjang
dia
mempunyai pendapatan maka tidak ada yang bisa membatasinya untuk melakukan konsumsi. Tentunya sikap ini akan menafikan kepentingan
12
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, 2005), hlm. 124.
24
orang lain dan menafikan zat dan jenis barang (halal dan berkahnya barang).13 Pada intinya hal terpenting dalam teori ekonomi konvensional dalam
konsumsi
adalah
bagaimana
konsumen
mengalokasikan
pendapatannya untuk membelanjakan atas produk atau jasa dan menjelaskan keputusan alokasi tersebut dalam menentukan permintaan yang diinginkan. Oleh karena itu, konsumsi dalam perspektif Islam mestinya menjadikan al-Qur‟an dan sunnah sebagai pedoman. Dimana konsep maslahah yang merupakan tujuan dari Dinul Islam selanjutnya menjadi tujuan perilaku konsumsi tersebut dalam mencapai kepuasan. Kurva IsoMaslahah (IM) menunjukan kombinasi dua barang atau jasa yang memberikan maslahah yang sama. Dimana semakin tinggi kurva Iso Maslahah berarti banyak barang yang bisa dikonsumsi serta semakin optimal pula maslahah yang dihasilkan.14 Dalam kondisi normal dimana barang yang tersedia adalah barang yang halal dan thoyyib. Kurva isomaslahah berbentuk cembung dengan slope negative, yang menunnjukan adanya mekanisme substitusi.
13
P3EI UII, Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 144, dalam Sumar‟in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013 ), hlm. 100. 14 Sumar‟in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 100.
25
Y
Y1
.
Y2 Y3 0
IM
X1 X2
X3
Gambar 2.2 Kurva Iso - Maslahah Lebih lanjut dalam konsep Islam sangat penting membagi jenis barang dan jasa yang halal dan yang haram. Oleh karena itu kedua hal itu dapat digambarkan secara berbeda dalam fungsi maslahah.15 Halal
Halal
Halal
Haram
Gambar 2.3 Kurva Iso Maslahah Barang Halal X dan Halal Y serta Kurva Iso Maslahah Barang Haram X dan Halal Y Dalam tingkat kepuasan antara dua barang atau jasa yang halal (halal- halal) maka digambarkan kurva yang sama dengan kurva IM dalam ekonomi konvensional. Sedangkan dalam tingkat kepuasan antara 15
Sumar‟in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 100-101.
26
barang dan jasa yang halal dengan haram (halal haram) kurvanya akan terbalik dengan kurva halal- halal. Perbedaan antara dua kurva tersebut karena adanya tingkat maslahah yang tidak optimal (tidak ada) dalam penggunaan barang haram. Jadi permintaan barang halal akan meningkatkan tingkat keberkahan
dan
manfaat
serta
menambah
maslahah.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa permintaan barang haram dalam ekonomi Islam tidak dibenarkan kecuali dalam keadaan darurat.16 Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam sangat memperhatikan kualitas dan kesucian barang konsumsi yang termanifestasi ke dalam Alqu‟ran maupun Al-Hadits, hal ini selain bersifat transcendental juga keduniawian karena
Islam
sangat
memperhatikan kesucian dan
kebersihan dari barang yang dikonsumsi, sehingga paradoks ini mendorong kita pada pemahaman bahwa kepuasan seorang muslim sangat ditentukan oleh kadar kehalalan maupun kadar keharaman barang konsumsi, dengan meminjam alat analisis konvensional hal ini dapat diilustrasikan
sebagai
berikut
:
diasumsikan
konsumen
muslim
dihadapkan pada pilihan barang halal (X) dan barang haram (Y) dan pendapatan sebesar I, karena Y memberi utulitas 0 atau U= 0 maka seorang konsumen muslim tidak pernah membelanjakan pendapatannya pada barang Y, identifikasi masalah ini adalah Y= -(Px/ Py) X+ I/ Py. Persamaan tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa jika individu 16
Sumar‟in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Prespektif Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 101.
27
memilih membelanjakan seluruh danannya pada barang halal (Y) maka X=0 sehingga persamaan tersebut menjadi I/ Py artinya seluruh pendapatan individu muslim habis dibelanjakan hanya untuk barang Y saja, dan karena X= 0 maka antara barang X dan Y tidak pernah terjadi substitusi (pergantian), berapapun harga dari barang Y dan berapapun murahnya harga barang X begitu pula sebaliknya. 17 Dalam ekonomi Islam segala sesuatu yang dilakukan haruslah halalaln toyyiban, yaitu benar secara hukum Islam dan baik dalam perspektif nilai dan moralitas Islam. Kebalikan dari halalan thoyyiban adalah haram, yaitu sesuatu yang jika dilakukan akan menimbulkan dosa. Meninggalkan yang haram adalah mutlak kewajiban seorang muslim dan sebaliknya melaksanakan yang halal adalah mutlak kewajiban seorang muslim. Haram dalam hal ini juga bisa terkai dengan zat atau prosesnya. Dalam
hal
zat,
Islam
melarang
mengkonsumsi,
memproduksi,
mendistribusikan, dan seluruh mata rantainya terhadap komoditas dan aktivitas, antara lain : alcohol (khamr) dan sejenisnya, mengurangi atau menghilangkan akal sehat, daging babi dan kebanyakan dari binatang buas, bangkai kecuali ikan, hewan yang disembelih bukan atas nama allah, dan lain- lain. 18 Pelarangan atau pengharaman konsumsi untuk suatu komoditi bukan tanpa sebab. Pengharaman untuk komoditi karena zatnya, karena
17
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Cetakan I, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.109 18 Munrochim Misanam, Priyonggo Suseni, dan Bhekti Hendrieanto, Ekonomi Islam, (Yogyakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 72.
28
antara lain berbahaya bagi tubuh dan tentu berbahaya pula bagi jiwa. Bukan hanya aspek halal haram saja yang menjadi batasan konsumsi dalam syariah Islam, termasuk pula aspek yang mesti diperhatikan adalah yang baik, yang cocok, yang bersih, dan tidak menjijikan. 19 Dengan demikian perilaku seorang konsumen muslim haruslah mencerminkan hubungan dirinnya dengan Allah SWT. Secara rasional seseorang tidak akan pernah mengkonsumsi suatu barang manakala tidak membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya (dalam hal ini adalah barang haram). Seorang konsumen muslim membutuhkan barang yang halal untuk konsumsinya dan akan melakukan pembelian produk barang halal untuk kosumsinya.
2. Konsep Dasar Keputusan Pembelian Produk a. Pengertian Keputusan Pembelian Mempelajari
keputusan
pembelian
merupakan
bagian
dari
mempelajari perilaku konsumen. Mempelajari perilaku konsumen bagi para produsen dan para pemasar sangat penting sekali, karena dari situlah para produsen dan pemasar akan mengetahui bagaimana proses yang terjadi dibenak kosumen dalam melakukan pencarian pembelian, penggunaan, pengevaluasian, dan penentuan produk atau jasa yang
19
Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Islam, Ed. 1 (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2006) hlm. 14-15.
29
mereka harapkan.20 Dari hasil kajian yang sudah dikembangkan paling tidak ada dua model untuk mengetahui perilaku konsumen, yaitu model stimulus respon dari Philip Kotler dan perilaku konsumen menurut Assael. Untuk dapat memahami dua model perilaku konsumen kita tersebut dapat kita lihat pada gambar berikut: Gambar 2.4 Model Perilaku Konsumen Assael Umpan Balik ke konsumen Evaluasi pasca pembelian Konsumen Individu Pengambilan Keputusan konsumen
Pengaruh Lingkungan
Komuniskasi
Respon Konsumen
Gambar 2.5 Model Perilaku Konsumen Berdasarkan Stimulus Response Kotler
20
Panji Anorga, Manajemen Bisnis, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hlm. 227, dalam Ma‟ruf Abdullah, Manajemen Bisnis Syariah, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2014), hlm. 212.
30
Schiffman dan Kanuk mendefinisikan suatu keputusan sebagai suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif.21 Sedangkan Mowen dan Minor menjelaskan bahwa pengambilan keputusan konsumen meliputi semua proses yang dilalui konsumen dalam mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif dan memilih diantara pilihanpilihan pembelian mereka.22 Keputusan membeli seseorang merupakan hasil suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan rumit antara faktorfaktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi.23 Keputusan konsumen sangat dipengaruhi oleh perilaku konsumen. Kotler sendiri mendefinisikan keputusan pembelian konsumen sebagai keputusan pembelian konsumen akhir perorangan dan rumah tangga yang membeli barang atau jasa untuk konsumsi pribadi. 24 Menurut Wells dan Prensky t, sebagai individu, proses keputusan pembelian akan mempunyai banyak variasi yang berbeda untuk tiap individu karena perbedaan budaya dan nilai-nilai individu, demografi, psikologi, dan atribut sosial termasuk didalamnya perbedaan pada motivasi dan keterlibatan.25
21
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011),hlm 357. 22
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen, Jilid 2 (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 2. Alih Bahasa Oleh Dwi Kartini Yahya. 23
Nugroho J. Setiaji, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen. Ed. Revisi. Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hlm. 14. 24
Philip Kotler, dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, Edisi 13 (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 184. 25
Tony Wijaya, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis : Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013) , hlm 117.
31
b. Karakteristik dan Jenis Perilaku Keputusan Pembelian Perilaku pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh beberapa karakteristik. Karakterisrik tersebut terdiri dari faktor budaya, faktor sosial, dan faktor psikologis. Faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam pada perilaku konsumen, faktor budaya tersebut antara lain : kebudayaan, subbudaya, dan kelas sosial. Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kelompok, keluarga, peran dan status. Disamping itu menurut Mowen dan Minor sebagai mana dikutip oleh Nuraeni, pembelian yang dilakukan oleh konsumen dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan prespektif pengalamannya, antara lain :26 1) Pembelian yang diakibatkan pencarian keragaman Pembelian berdasarkan mencari keragaman diklasifikasikan sebagai pembelian bersifat pengalaman, karena pembelian tersebut dilakukan untuk mempengaruhi perasaan, yaitu apabila konsumen merasa jenuh dan mencoba membeli merek terbaru, mereka berusaha membuat diri mereka menjadi lebih baik. 2) Pembelian yang dilakukan berdasrkan kata hati (Implusif ) Pembelian yang dilakukan berdasrkan kata hati (Implusif) dapat dikatakan sebagai kegiatan konsumen ketika memutuskan untuk membeli suatu produk tanpa merencanakan terlebih dahulu.
26
Nuraeni, Pengaruh Literasi Ekonomi, Kelompok Teman Sebaya dan Kontrol Diri Terhadap Perilaku Pembelian Implusif Untuk Produk Fashion Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negri Yogyakarta, Skripsi, (Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2015 ), hlm.43- 45.
32
3) Pembelian yang dilakukan berdasarkan kesetian merek Kesetian mereka didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pelanggan menunjukan sikap positif terhadap merek, mempunyai komitmen kepadanya, dan bermaksud untuk terus membelinya di kemudian
hari.
Sehingga
keputusan
pembelian
tidak
lagi
memerlukan proses yang rumit karena konsumen telah mengetahui secara mendalam mengenai merek. c. Proses Keputusan Pembelian Pengambilan keputusan (decision making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Menurut Assael dalam penelitiannya Made Deasy Natalia Rusadi, pengambilan keputusan konsumen berdasarkan dua dimensi. Pertama, The Extent of Decision Making, (tingkat pengambilan keputusan) dan habit (kebiasaan). Dimensi tersebut menggambarkan proses yang berkesinambungan dari pengambilan keputusan menuju kebiasaan.
Keputusan
dibuat
berdasarkan
proses
kognitif
dari
penyelidikan informasi dan evaluasi pilihan merek. Disisi lain, sangat sedikit atau tidak ada keputusan yang mungkin terjadi bila konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan pembelian secara menetap.27 Terdapat hubungan antara pengambilan keputusan dan kebiasaan. Pengambilan keputusan dibuat berdasarkan proses pencarian pada 27
Made Deasy Natalia Rusadi, Pengaruh Atribut Produk dan Motif Hedonic Terhadap Keputusan Pembelian, Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen Vol.3 No. 7 (2014), hlm. 9.
33
informasi dan evaluasi merek. Sedangkan pembelian karena kebiasaan hanya memerlukan sedikit informasi. Kedua, The degree of involvement in the purchase (derajat keterlibatan dalam pembelian).28 Dimensi kedua ini merupakan suatu kejelasan antara pembelian dengan keterlibatan tinggi dan pembelian dengan keterlibatan rendah. Engel, Blackwell dan Miniar berpendapat bahwa terdapat tiga faktor yang mendasari variasi perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan untuk membeli atau menggunakan produk barang dan jasa. Adapun faktor- faktor tersebut adalah:29 1) Pengaruh lingkungan Pengaruh lingkungan terdiri dari budaya (culture), kelas sosial, personal influence, family, dan situation. Budaya merupakan kumpulan nilai- nilai dasar, persepsi, keinginan, dan tingkah laku yang dipelajari oleh seseorang anggota masyarakat dari keluarga, dan lembaga penting lainnya. Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai, nilai, minat, dan tingkah laku, yang serupa.
28
Made Deasy Natalia Rusadi, Pengaruh Atribut Produk dan Motif Hedonic Terhadap Keputusan Pembelian, Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen,Vol.3, No. 7, 2014, hlm. 9. 29
Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung: Alfabeta, 2010),
hlm. 74.
34
2) Karakteristik individu Karakteristik individu terdiri dari sumber daya konsumen , motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, nilai dan gaya hidup. a) Sumber daya Menurut Engel dalam Ratih Hurriyati, sumber daya konsumen merupakan sumber daya yang digunakan dalam proses pertukaran dan melalui ini pemasar memberikan barang dan jasa. b) Motivasi Motivasi adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkkan dimana seorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan, dalam hal ini termasuk dorongan, keinginan atau hasrat. c) Keterlibatan Keterlibatan merupakan pribadi yang dirasakan penting dan atau minat konsumen terhadap perolehan konsumsi, dan disposisi barang, jasa atau ide. d) Pengetahuan Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan konsumen. Mowen dan minor mendefinisikan pengetahuan sebagai the amount of experience with and information about particular products of service a peson has.
35
e) Sikap Sikap
merupakan
predisposisi
(keadaan
mudah
terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat mengarahkan tingkah laku individu. f) Kepribadian Mowen mengemukakan kepribadian sebagai pola prilaku khusus, termasuk pikiran dan emosi yang mengkarakteristikan sitiap adaptasi individu terhadap situasi kehidupannya. 3) Faktor psikologis Pemilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor psikologis diantaranya : motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan sikap. Adapun model keputusan konsumen dapat kita lihat dalam gambar berikut ini :30
30
Gambar 2.6 Model Keputusan Pembelian
Nugroho J. Setiaji, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen , Ed. Revisi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hlm.10.
36
Dalam proses penciptaan keputusan pembelian ada beberapa tahap yang harus dilalui. Antara lain sebagai berikut : 1) Pengenalan Masalah Proses pembelian diambil ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut
dapat
dicetuskan oleh
rangsangan Internal atau eksternal.31 Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkan, dengan timbulnya desakan atau dorongan dalam dirinya. Desakan atau dorongan tersebut dapat membangkitkan tindakan, yang merupakan usaha konsumen dalam memenuhi atau memuaskan kebutuhannya. 2) Pencarian Informasi Terdapat tiga hal yang mendasari kebutuhan konsumen terhadap informasi. Pertama, berkenaan dengan dengan suatu produk dengan berbagai merek yang ada dalam jenis produk itu. Kedua, diperlukan dalam rangka memberikan alasan yang sah untuk menjadikannya tertarik pada suatu merek. Ketiga, digunakan sebagai alat untuk membantu mengevaluasi merek guna tercapainya kepuasan atas kebutuhan-kebutuhannya.32 Dalam upaya memperoleh kepuasan, konsumen selalu berusaha untuk mencari informasi yang terkait dengan produk atau jasa yang dibutuhkan. Seberapa besar usaha 31
Phillip Kotler, dan Kevin Lane Keller, Manjemen Pemasaran, Jilid I, Indonesia oleh PT. Macanan Jaya Cemerlang, 2007), hlm.235. 32
Dicetak di
Tony Wijaya, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis : Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013), hlm. 114.
37
konsumen akan sangat tergantung pada kuat atau lemahnya dorongan akan kebutuhan tersebut, informasi yang telah dimiliki, kemudahan dalam memperoleh informasi tambahan, dan kepuasan yang diperoleh selama mencari informasi tersebut. 3) Evaluasi alternative Adalah proses evaluasi terhadap suatu alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Proses ini akan melibatkan kriteria evaluasi yakni standar atau spesifikasi yang digunakan oleh individu untuk membandingkan produk dan merek yang berbeda. Evaluasi alternative ini dipengaruhi oleh : (1) Perbedaan individu, yaitu: sumber daya konsumen, motivasi, pengetahuan, informasi, sikap kepribadian, gaya hidup dan demografi. (2) Pengaruh lingkungan : budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi setelah melakukan pengumpulan informasi dan sebagainya. 33 4) Keputusan Pembelian Setelah terbentuk maksud pembelian, ada dua faktor yang turut mempengaruhi keputusan pembelian, yaitu sikap orang lain dan Faktor situasi tidak terduga. Seseorang konsumen yang memutuskan untuk melaksanakan keputusan pembelian, yaitu tentang keputusan merek yang dipilih, keputusan membeli dari sikap, keputusan tentang jumlah, keputusan tentang waktu membeli dan keputusan tentang cara
33
Tony Wijaya, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis : Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013), hlm. 114.
38
pembayaran (harga). Jadi setelah tahap 1-3 dilakukan, maka konsumen harus mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. 34 5) Perilaku setelah pembelian Perilaku ini akan ditentukan oleh kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap produk yang dibeli.
3. Konsep Dasar Halal Literacy a. Pengertian Halal Literacy Mulanya, istilah literasi menunjuk pada huruf, sehingga terkadang literasi diterjemahkan sebagai keaksaraan. Ini seusai dengan makna hurufiah bahwa literasi adalah kemampuan membaca dan menulis.35 Dalam perkembanagan selanjutnya, istilah literasi dipergunakan secara longgar dan meluas, bukan hanya berkenaan dengan kemampuan membaca dan menulis saja. Perkembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi melahirkan tantangan yang menuntut manusia memiliki kemampuan literasi
lain, diluar melek
huruf. Perkembagan
ini
mengakibatkan definisi dan makna literasi sudah berubah dan akan terus berubah. Badan PBB yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan menyatakan “..literasi adalah kemampuan seseorang individu untuk membaca dan menulis yang ditandai dengan kemampuan
34
Made Deasy Natalia Rusadi, Pengaruh Atribut Produk dan Motif Hedonic Terhadap Keputusan Pembelian, Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen Vol.3 No. 7 (2014), hlm.8. 35
Yosal Iriantoro, Literasi Media : Apa, Mengapa, Bagaimana, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), hlm 3.
39
memahami
pernyataan
singkat
yang
ada
hubunganya
dengan
kehidupannya. Namun karena perkembagan dan perubahan sosial, makna literasi ini menjadi tidak terbatas hanya pada kemampuan membaca dan menulis saja. Inilah yang oleh Lamb dinyatakan bahwa literasi tidak hanya didefinisikan sebagai kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga “ kemampuan
menempatkan,
mengevaluasi,
menggunakan
dan
mengkomunikasikan melalui berbagai sumber daya termasuk sumber daya teks, visual, suara dan vidio”. 36 Ingerman and Collier-Reed dalam penelitiannya Imam Salehudin mendeskripsikan literacy sebagai berikut : “Literacy as having two component, Potential and Enactment. Potential literacy is made up of knowledge of a particular situation, personal engagement with a situation, and social engage-ment in the world. While Enactment requires a particular set of competencies in action, which together helps shape the situation: recognizing needs; articulating problems; contributing to-wards the process; and analyzing consequences. These definitions, albeit used originally in other contexts of literacy, may also be approriate to be used describe literacy in the context of halal consumtion. 37
Keaksaraan memiliki dua komponen, potensi dan pengesahan. Keaksaraan potensial terdiri dari pengetahuan tentang situasi tertentu , keterlibatan pribadi dengan situasi, dan keterlibatan sosial yang mendunia. Sementara pengesahan membutuhkan satu set tertentu dari kompetensi dalam tindakan, yang bersama-sama membantu membentuk situasi; kebutuhan mengakui; mengartikulasikan masalah; kontribusi untuk -
36
Yosal Iriantoro, Literasi Media : Apa, Mengapa , Bagaimana (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009).hlm. 4-5 37
Imam Salehudin, Halal Literacy : A concept Exploration an measurenment, Asean Marketing Journal, June 2010, vol. II- No.1, hlm 3.
40
bangsal proses; dan menganalisis konsekuensi. Definisi ini meskipun digunakan awalnya dalam konteks lain dari melek huruf, mungkin juga approriate untuk digunakan menggambarkan keaksaraan dalam konteks konsumsi halal. Istilah halal literacy memang masih jarang kita dengar, namun Imam Salehudin dalam penelitiannya “ halal literacy : a concept exploration an measurenment“, literacy halal dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membedakan apa yang diperbolehkan (halal) dan dilarang (haram) barang atau jasa yang berasal dari hukum Islam (Syariah). Ini merupakan konstruk yang baru dikonsepkan, keaksaraan halal adalah variabel potensial dalam menjelaskan varians compliance (kepatuhan)
untuk halal com- mandement konsumen muslim. Secara
umum ada dua cara cara untuk mengukur literasi dalam konteks perilaku. Salah satunya adalah dengan mengukur evaluasi diri menggunakan item sikap bahwa hasil yang dirasakan adalah melek, sedangkan yang lain adalah dengan memberikan item berdasarkan tes yang menghasilkan keaksaraan yang sebenarnya. 38 Akan tetapi dalam penelitian ini literasi halal yang dimaksud dalam penelitian adalah Konsep literasi yang peneliti kaitkan dengan konsep halal haram berdasarkan syariah maupun labelisasi halal. Literasi disini lebih kepemahaman atau pengetahuan konsumen akan hal tersebut.
38
Imam Salehudin, Halal Literacy : A concept Exploration an measurenment, Asean Marketing Journal, June 2010, vol. II- No.1, hlm 4.
41
b. Konsep dan Dasar Hukum Halal Haram Telah menjadi pengetahuan umum bahwa umat Islam diwajibkan memakan makanan yang halal. Perintah mengenai makanan halal terdapat di dalam Al quran, yaitu sebagai berikut : 39 Al Baqaroh : 168
Terjemah : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
(Al Baqoroh [2]: 168) An Nahl:114
Terjemah : “ Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukuilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepadanya- Nya saja menyembah.” (An Nahl [16 ]: 114) Sedangkan untuk makanan Haram terdapat pada : Al- Baqarah: 173
Terjemah : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]40. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa 39
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011),hlm 209. 40
Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.
42
(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Baqoroh [2]: 173) Al-qur‟an mengisyaratkan, bahwa dalam mengkonsumsi tidak hanya halal saja, namun juga harus toyyib. Hal ini terbukti dalam katakata halalan dalam beberapa ayat Al-qur‟an selalu diikuti dengan katakata toyyiban. Kata Halal berasal dari bahasa Arab yang berarti “ melepaskan” dan “ tidak terikat‟‟. Secara etimologi halal berarti hal- hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuanketentuan yang yang melarangnya.41 Kata Halal memiliki arti “di ijinkan”, diperbolehkan, legal, diperkenankan”. Halal berarti diijinkan dan diperbolehkan oleh Allah; sedangkan haram berarti dilarang. Hukum memakan yang halal menentukan makanan mana yang diperbolehkan dan makanan mana yang dilarang. Orang- orang muslim dilarang untuk mengkonsumsi babi, alkohol, darah, bankai, dan daging hewan yang disembelih tanpa mematuhi hukum atau aturan, dalam Islam. Halal
Menurut
Departemen
Agama
yang
dimuat
dalam
KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal adalah: “…tidak mengandung unsur atau bahan haram atau
41
Lois Ma‟luf, Al Munjid, (Beirut- Libanon : Dar El Machreq Sari Publisher, 1986), hlm. 146, Dalam Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hal.110.
43
dilarang untuk dikonsumsi umat islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam”.42 Makanan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur dan bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melaui proses rekayasa genetika dan iridasi pangan dan yang pengolahannya dilakukan sesuai dengan ketentuan agama Islam. 43 Konsumsi produk halal tidak hanya mencangkup makanan saja, namun meliputi sejumlah produk dalam rentang yang luas, seperti : peternakan, fashion, cosmetics, banking, dan industri lainnya. Seorang muslim harus hidup sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan dalam setiap detail kehidupannya, misalnya dalam pekerjaan, keuangan, kehidupan sosial dan konsumsi makanan. 44 Pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dasar penentuan halal haramnya suatu makanan bagi umat Islam terdapat dalam alquran, seperti yang telah disebutkan diatas. Mengacu pada dasar penentuan
42
Eri Agustin dan Sujana, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen : Studi Kasus Pada produk Wall‟s Conello, Jurnal Imliah Manajemen Kesatuan, Vol 1 No.2, 2013 ISSN 2337-7860, hlm. 171. 43
Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan., dalam Dalam Zulham, , Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm.109. 44
Dwiwiyati Astogini, Wahyudin, dan Siti Zulaikha Wulandari, Aspek Religiusitas Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal : Studi tentang labelisasi halal pada produk makanan dan minuman kemasan, Journal JEBA, Vol.13, No.1, Maret 2011, hlm 3.
44
kehalalalan suatu produk maka dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syari‟at Islam yaitu : 45 1) Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi 2) Tidak mengandung bahan- bahan yang diharamkan seperti: Bahanbahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran dan sebagainya. 3) Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syari;at Islam. 4) Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tatacara yang diatur menurut syariat Islam. 5) Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khomer. c. Sertifikat halal dan labelisasi halal Pegetahuan mengenai makanan halal atau tidak, sangatlah penting bagi masyarakat umum terutama umat Islam dan sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Halal atau tidak merupakan suatu keamanan pangan yang sangat mendasar untuk umat Islam. Konsumen Islam cenderung memilih produk yang telah dinyatakan halal dengan produk yang belum dinyatakan halal oleh lembaga yang berwenang. Hal tersebut 45
Departemen Agama RI, Panduan Sertifikasi Halal, (Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2008 ), hlm. 2 , dalam Aisjah Girindra, Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal, (Jakarta : LP POM MUI, 2005 ),hlm 123, dalam Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hal.111.
45
dikarenakan, produk makanan dan kosmetik yang telah dinyatakan halal oleh lembaga yang berwenang cenderung lebih aman terhindar dari kandungan zat berbahaya. Lembaga Pengkajian Pangan dan ObatObatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPOM- MUI) merupakan lembaga yang bertugas meneliti, mengkaji, dan menganalisis produk- produk makanan dan kosmetik yang tidak berbahaya bagi masyarakat dan halal dari segi agama. 46 Sertifikat
halal
merupakan
syarat
untuk
mendapatkan
izin
pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Adapun labelisasi halal adalah perizinan pemasangan kata “ Halal” pada kemasan produk dari suatu perusahaan oleh Badan POM. Izin pencantuman label halal pada kemasan produk makanan yang dikeluarkan oleh Badan POM disasarkan rekomendasi MUI dalam bentuk sertifikasi MUI. Sertifikat halal MUI dikeluarkan oleh MUI berdasarkan hasil pemeriksaan LP-POM MUI. 47
46
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011),hlm 210. 47
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm.112- 113.
46
Tabel 2.2 Contoh Produk – Produk yang telah memperoleh sertifikat halal dari LPPOM- MUI Nama Produk
No. Sertifikasi halal
Perusahaan
Kelompok Ikan dan Produk Ikan Olahan Frozen Squid, Frozen Cuttle Starfood
00030064640
Fish, Frozen Big Eye, Frozen International,
403
Tread Bream, Frozen Croacker
Exp. 210417
PT
Kelompok Minuman dan Bahan Minuman Mirai- Minuman teh hijau, Miraiminuman teh hijau rasa madu, Suntory Garuda 00120070971 minuman teh hijau rasa sakura
Beverage, PT
214 Exp. 021216
Kelompok Pemanis Gula Premium PSM kemasan 1 Sumber Kg,
Gula
Premium
Inti 00230038880
PSM Pangan, PT
kemasan 50 kg, Gula Premium
306 Exp. 141016
PSM kemasan 500 gram Kelompok Rempah, Bumbu dan Kondimen SAS 03(-SAS 08), chili sauce
Karawang
0060035370
071, saos colek cup, cheese
Food
605
sauce, lemon
PT
Exp. 061017
SieradProduce
0002006890
Unit RPA
05514
sauce,
coctail
Lestari,
sauce, McD tomato Kelompok Rumah Potong Hewan Daging Ayam
Exp.2904201 6
47
Kelompok Susu dan Produk Susu Olahan Clevo Minuman mengandung
GarudaFood
00040055650
susu rasa coklat, Clevo minuman
Putra Putri Jaya,
710
mengandung susu
PT
Exp. 190816
rasa jeru (orange Punch) , Strowbery Splash, rasa blackcurant. Kelompok Obat- obatan Sangobion Capsule
Merck Tbk, PT
00140070441 014 Exp. 071016
Kelompok Restoran McDonald‟s Restoran
Rekso Nasional 001600006304 Food, PT
49Exp. 231215
Kelompok Kosmetik Wardah
Perfect
Bright
Paragon
0015005976
Lightening Moisturizer, wardah
Technology
1111
C- Defence Serum, Wardah
and Innovation,
Exp. 150716
Crystallure Lipstick 01 Garnet
PT
*Sumber: Diolah dari Panduan Belanja Produk Halal: Fatwa LPPOM MUI Pusat Edisi No. 116/ November- Desember 2015, Diakses pada tanggal 30 November 2015.
Sertifikasi halal berlaku selama dua tahun sejak tanggal diterbitkan dan harus mengikuti prosedur perpanjangan sertifikat halal untuk mendapatkan sertifikat baru. Produk yang telah ditetapkan status kehalalannya oleh komisi fatwa MUI akan diuraikan dalam bentuk “sertifikat” lengkap dengan penomoran yang telah diatur oleh LPPOM
48
MUI. Sertifikat halal produk tersebut ditanda tangani oleh ketua umum MUI, ketua komisi fatwa MUI dan diketahui LPPOM MUI.48 Label dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduannya, atau bentuk lain yang disertakan pada pagan, dimasukan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.49 Maka, setiap orang yang memproduksi atau memasukan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau dikemasan pangan. Label dimaksud tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah dilihat dan dibaca. Label pangan tersebut sekurang- kurangnya memuat keterangan: 1) Nama produk, 2) Daftar bahan yang digunakan 3) Berat bersih atau isi bersih, 4) Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. 5) Tanggal, bulan, dan tahun kadarluarsa.
48
DPHI, Indonesian Halal Product Directory, (Jakarta : PT. Tribunawa Cahya Ananta, 2008-2009), dalam Fatkhurohmah, Pengaruh Pemahaman Label Halal dan Faktor Sosial Terhadap Niat Membeli Produk Makanan Kemasan Berlabel Halal : Studi pada Santri Mahasiswa Pondok Pesantren Al Barokah), Skripsi (Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2015), hlm. 39. 49
Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan, dalam Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm.113.
49
Konsumen muslim akan memilih dan mengkonsumsi makanan halal. Mereka bukan saja harus mengkonsumsi makanan yang aman secara fisik, tetapi juga makanan yang aman secara keyakinan, yaitu makanan halal. Ketentuan makanan halal dalam ajaran agama Islam sangat mempengaruhi semua konsumen muslim dalam menentukan makanan yang akan dikonsumsinya. Para konsumen muslim tentu tidak memiliki kemampuan untuk menilai apakah makanan tersebut halal, oleh sebab itu perlu lembaga pemerintah yang melakukan sertifikasi untuk menilai kehalalan suatu produk makanan. Lembaga tersebut adalah LPPOM MUI. Cara memilih produk pangan dalam kemasan yang telah dijamin kehalalnnya oleh MUI adalah sebagai berikut:50 1) Lihat logo halal MUI di kemasan, ciri- cirinya adalah 2) Lingkaran luar tertulis “ Majelis Ulama Indonesia (tulisa latin) 3) Lingkaran dalam tertulis “ Majlis al- Ulama al- Indunisy (tulisan bahasa arab) dan halal (tulisan arab dan latin). 4) Dibawah logo biasanya terdapat nomor registrasi. Contohnya: Gambar 2.7 Logo Halal Yang Beredar di Masyarakat
50
DPHI, Indonesian Halal Product Directory, (Jakarta : PT. Tribunawa Cahya Ananta, 2008-2009), dalam Fatkhurohmah, Pengaruh Pemahaman Label Halal dan Faktor Sosial Terhadap Niat Membeli Produk Makanan Kemasan Berlabel Halal : Studi pada Santri Mahasiswa Pondok Pesantren Al Barokah), Skripsi (Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2015), hlm. 39.
50
4. Konsep Dasar Religiusitas a. Pengertian Religiusitas Religi berasal dari bahasa latin „erilogio‟ yang akar katanya adalah „religare ‟ dan berarti mengikat. Maksudnya adalah bahwa dalam religi (agama) pada umumnya terdapat aturan- aturan dan kewajiban yang harus dilaksanakan, yang semuanya itu berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya terhadap tuhan, sesama manusia serta alam sekitarnya. 51 Religi atau agama bukanlah merupakan suatu yang tunggal, tetapi merupakan sistem yang terdiri dari beberapa aspek. Di dalam psikologi agama dikenal adanya kesadaran beragama (religious consiousness) dan pengalaman beragama (Religious experiences). Ayahdi mendefinisikan releigiusitas sebagai tanggapan, pengamatan, pemikiran, perasaan, dan sikap akan ketaatan yang diwarnai oleh oleh rasa keagamaan.52 Selain itu Wijarnako mendefinisikan religiusitas sebagai keadaan yang ada dalam diri manusia dalam merasakan dan mengakui adanya kekuasaan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia dengan cara melaksanakan semua perintah tuhan sesuai dengan kemampuannya dan
51
M.A Subandi, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hal 87. 52
Abdul Aziz Ayahdi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung : Sinar BAru, 2001 ), hlm. 53
51
meninggalkan semua larangan-Nya, sehingga hal ini akan membawa ketentraman batin dan ketenangan pada dirinya. 53 Rahmat berpandangan bahwa religiusitas terbentuk dari dua faktor, yaitu faktor interbal dan eksternal individu. Faktor internal didasarkan pada pengaruh dari dalam diri manusia itu sendiri, yang pada dasarnya dalam diri manusia terdapat potensi untuk beragama. Hal ini didasarkan karena manusia merupakan homo Religius. Potensi tersebut termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan, maupun kehendak dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal timbul dari luar individu, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah. 54 b. Dimensi Religiusitas Beberapa konsep dan teori religiusitas telah dikemukakan oleh para ahli, salah satunya adalah konsep religiusitas menurut R. Stark dan C.Y. Glock. Menurut R. Stark dan C.Y. Glock dalam bukunya American Piety : The Nature of Religions Commitment, Religiusitas (Religiousity) meliputi 5 dimensi yaitu : 55
53
Jalaludin, Psikologi Agama, edisi revisi, (Jakarta : PT Raja Gafindo Persada, 2004) hlm.
205. 54
Djamaludin Ancok dan Suroso F.N, Psikologi Islami Solusi atas Problem- Problem Psikologi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hlm.71. 55
Dwiwiyati Astogini, Wahyudun, dan Siti Zulaikha Wulandari, Aspek Religiusitas Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal : Studi Tentang Labelisasi Halal Pada Produk Makanan Dan Minuman Kemasan, Journal JEBA, Vol.13, No.1, Maret 2011, hal 2-3.
52
1) Dimensi Ritual Merupakan aspek yang mengukur sejauh mana seseorang melakukan kewajiban ritualnya dalam agama yang dianut. Misalnya: pergi ketempat ibadah, berdoa pribadi, berpuasa dan lain-lain. Dimensi ritual ini merupakan perilaku keberagaman yang berupa peribadatan yang berbentuk upacara keagamaan. 2) Dimensi idiologis; Dimensi yang mengukur tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal- hal yang bersifat dogmatis dalam agamanya. Misalnya : menerima hal- hal yang bersifat menerima keberadaan tuhan, malaikat dan setan, surga dan neraka, dan lain-lain. Dalam konteks
ajaran
Islam,
dimensi
idiologis
ini
menyangkut
kepercayaan seseorang terhadap kebenaran agama- agamanya. Semua ajaran yang bermuara dari alqur‟an dan hadits harus menjadi pedoman bagi segala bidang kehidupan. 3) Dimensi Intelektual Yaitu tentang seberapa jauh seseorang mengetahui, mengerti, dan paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana seseorang itu
mau
melakukan
aktivitas
untuk
semakin
menambah
pemahamannya dalam hal keagamaan yang berkaitan dengan agamanya.
53
4) Dimensi Pengalaman Berkaitan dengan seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan- perasaan dan pengalaman religius. Dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat dengan allah, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan tentram bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakkal, perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat- ayat alqur‟an dan perasaan syukur kepada allah, dsb. 5) Dimensi Konsekuensi Dimensi ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang itu mau berkomitmen dengan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya; menolong orang lain, bersikap jujur, mau berbagi dsb. Disamping itu konsep religiusitas juga datang dari Gordon Allport. Menurut Jaeger tahun 2006, Allport dan Ross menggunakan teori motivasi untuk menggolongkan orientasi religius menjadi dua macam, yaitu orientasi religius intrinsik dan orientasi religius ekstrinsik.56 Secara umum orang yang memiliki orientasi religius instrisnik akan berusaha “ menghidupkan agama untuk hidup sedangkan ektrinsik mengggunakan agama untuk hidup “. Pada orientasi intrinsik, agama adalah suatu yang sangat vital dalam kehidupan seseorang, sementara 56
2013),
M.A Subandi, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
54
pada orientasi ekstrinsik, agama bersifat fungsional. Adapun beberapa aspek yang membedakan keduannya diantaranya : 57 1) Aspek Personal vs Institusional Orang yang memiliki kecenderungan orientasi religius instrinsik meyakini secara mendalam dan personal nilai- nilai agama sebagai hal yang vital dan berusaha menghayati agama dalam kehidupan sehari- hari. Mereka akan menganggap agama sebagai bagian dari kehidupan internal individu dan menjadikan agama sebagai tujuan hidup. Sebaliknya orang yang memiliki kecenderungan orientasi religius ekstrinsik lebih menkankan agama dalam aspek formal dan institusional. Mereka lebih menekankan kaitanyya dengan keanggotaan dalam kelompok sosial. 2) Aspek Unselfish vs Selvish Orang yang memiliki orientasi intrinsik cenderung tidak bersifat egoistis
atau
unselfish.
Mereka
berusaha
mentrsendensikan
kebutuhan- kebutuhan pribadinya. Artinya dalam menjalankan agama mereka dimotivasi oleh kepntingan- kepentingan pribadi, tetapi murni karena
perintah
agama.
Sementara
orang
yang
memiliki
kecenderungan ekstrinsik cenderung egoistis atau selfish. Seluruh perilakunya berpusat pada pemuasan diri sendiri dan kepentingan pribadi. Contohnya ketika melakukan kebaikan atau menolong orang
57
M.A Subandi, Psikologi Agama dan Kesehatan Mental, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm 92- 94 .
55
lain, maka akan cenderung kurang ikhlas dan punya motif supaya dikenal orang sebagai orang yang baik. 3) Terintegrai vs Terpisah Orang yang memiliki orientasi religius intrinsik agama dapat terintegrasi secara utuh dengan seluruh aspek kehidupan. Mereka berusaha untuk menginternalisasikan ajaran agamanya secara penuh. Mereka memiliki kesetiaan dan komitmen serta menjalani praktek peribadatan. Agama menjadi motif dasar yang mengintegrasikan dan menyatukan seluruh aspek kehidupan. Artinya ketika mereka menjalankan aktivitas sosial, ekonomi, atau politik, maka semuanya dilandasi oleh agama. Dengan demikian agama menjadi faktor pemandu (unifying factor) dalam kehidupan mereka. Sebaliknya, orang yang memiliki orientasi religius ekstrinsik memposisikan agama di bagian perifer dari kehidupannya. Agama hanya sebagian kecil dari berbagai aspek dalam kehidupannya. Agam tidak mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku mereka. 4) Penghayatan total vs penghayatan dangkal Orang yang religius intrinsik akan menerima keyakinan agamanya secara sungguh-sungguh dan totalitas tanpa syarat. Dalam melaksanakan ritual agama meraka akan menghayati sepenuh hati, sehingga mereka dapat merasakan nikmatnya menjalankan ibadah agama, betapapun beratnya. Mereka serius mengerahkan energy untuk
56
sungguh- sungguh dalam kehidupan beragama dalam kehidupan sosialnya. Pada orang yang berorientasi ektrinsik hanya menghayati keyakinan agama secara dangkal dan tidak dihayati secara penuh. Mereka lebih merasakan ritual agama sebagai suatu kewajiban bukan kebutuhan pribadi. 5) Pokok vs Instrumental Orang dengan orientasi religius intrinsic cenderung menjadikan agama sebagai tujuan akhir. Hidup mereka didedikasikan untuk menjalankan perintah- perintah agama. Sebaliknya orang dengan orientasi religius ektrinsik menggunakan agama untuk keuntungan pribadi, status atau kedudukan sosial. Agama dilihat dari nilai instrumetal (alat) dan utilitarian (asas kegunaan). 6) Assosiasional vs Komunal Orang yang memiliki orientasi religius intrinsik memiliki keterlibatan dalam kehidupan beragama yang sangat dalam. Mereka berafiliasi dalam suatu kelompok keagamaan demi mencapai kehiduoan yang penuh makna. Sebaliknya orang yang memiliki orientasi religius ekstrinsik berusaha untuk memperluas jaringan sosial dan untuk memperkuat status sosial mereka di masyarakat. 7) Dinamis vs Statis Orang yang memiliki orientasi religius intrinsic selalu berusaha menjaga perkembangan iman mereka agar jangan sampai menurun,
57
sehingga mereka akan terus menerus memperdalam ajaran agama yang dianutnya, melalui keikutsertaan pada kelompok kajian atau membaca buku- buku agama. Sebaliknya yang beragama ekstrinsik tidak begitu memperdulikan perkembangan keimanannya. Tidak ada usaha untuk menginternalisasikan dan menambah pemahaman tentang ajaran agamanya. Berdasarkan
beberapa
konsep
religiusitas
serta
dimensi
religiusitas yang telah dibahas diatas peneliti menggunakan dimensi religiusitas yang di kemukakan oleh Glock. c. Relevansi Terhadap Perilaku Konsumen Menurut Tailor, jika dikaitkan dengan perilaku konsumen, agama (Religion) adalah fondasi terpenting dari budaya yang mempengaruhi kebiasaan konsumen, sikap dan nilai. Religiusitas adalah nilai sakral dan suci yang pengaruhnya kuat pada pengalaman emosi seseorang, perilaku, pemikiran, dan perasaan psikologis yang baik. Agama berdampak pada kehidupan konsumen sehari- hari baik pada konsumsi maupun secara budaya.58 Menurut Johnstone sebagaimana dikutip oleh mokhlish bahwa agama adalah sistem keyakinan dan praktik atas pemahaman dan respon seseorang terhadap hal- hal supranatural dan kesucian (sacred) sebagai unsur fundamental dari masyarakat dalam budaya dan secara pasti berkaitan dengan banyak aspek dalam kehidupan dan perilaku. Menurut 58
Daru Asih, 2015. Dimensi- Dimensi Spiritualitas dan Religiusitas dalam Intensi Keperilakuan Konsumen, Disertasi, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada ), hlm. 7.
58
Ellison dan Cole dalam penelitianya mokhlis, pada kenyataannya agama memang berperan penting dalam kehidupan dan pengalaman hidup
dan selanjutnya menjadi kekuatan kunci dalam perilaku
individu.59 Beberapa
perilaku
konsumsi
terkait
religiusitas
adalah
dilarangnya orang islam memakan daging babi atau umat hindu makan daging sapi. Religiusitas merupakan dogma yang harus diamalkan bagi pemeluknya. Menurut Wilson J dan Liu, paradigma halal merupakan sesuatu yang utama dan penting untuk meningkatkan kesadaran kalangan muslim. Ini adalah proses yang dinamis dan siklis sebagai keputusan akhir yang menunjukkan area di mana aspek kognitif, afektif dan konatif bagi kalangan muslim dalam mengambil keputusan guna meminimalisasi risiko bagi mereka. Moklis mengatakan bahwa agama merupakan sesuatu yang paling universal dan berpengaruh pada institusi sosial dan berdampak signifikan atas berbagai sikap, nilai dan perilaku masyarakat baik di tingkat individu maupun masyarakat.60 Shah Alam, Mohd Hisham, dalam penegasan lain menambahkan, agama (religi) sebagai seperangkat keyakinan yang diajarkan sejak dini dan bagi setiap individu berkomitmen untuk memahami ajarannya.
59
Daru Asih, 2015. Dimensi- Dimensi Spiritualitas dan Religiusitas dalam Intensi Keperilakuan Konsumen, Disertasi, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada ), hlm. 7. 60
M. Dharma Tuah Putra Nasution dan Yossie Rossanty, Hubungan antara Religiusitas dan Pengambilan Keputusan Membeli Panganan Halal di Moderasi oleh Persepsi Konsumen atas Resiko”, Jurnal Ilmiah Research Sains Vol.2 No.2 Juni 2016, hlm.8.
59
Menurut De Run et.al, “agama juga mempengaruhi kesucian tindakan dan ritual, nilai-nilai yang
membentuk pengalaman emosional
individu, kognisi dan kesejahteraan psikologis, yang pada gilirannya, mempengaruhi pilihan konsumsi yang dilakukan konsumen. Menurut Mukhtar, A & Butt, M, religiusitas secara umum dan Islam khususnya, menjadi bagian integral dari budaya dan mempengaruhi ketertarikan para peneliti untuk mengeksplorasi peran religiusitas dalam keputusan pembelian.61
5. Konsep Dasar Halal Involvement a. Pengertian Keterlibatan Konsumen Menurut Mittal, keterlibatan (involvement) sering diangggap sebagai motivasi. Menurut Vermeir dan Verbeke keterlibatan atau kepentingan pribadi dirasakan merupakan jenis tertentu dari motivasi.62 Tyebjee dalam Benzencon, sebagaimana dikutip Sisca Luviana, tingkat keterlibatan tergantung pada jumlah nilai yang ada pada produk, sentralitas nilai- nilai, dan keterkaitan produk dengan nilai. Zaichowski menyatakan bahwa keterlibatan sebagai kebutuhan personal, gambaran, dan ketertarikan terhadap produk. Keterlibatan mempengaruhi tingkat pencarian informasi, pengambilan keputusan, pembentukan keyakinan, sikap dan niat, perilaku beralih merek, 61
M. Dharma Tuah Putra Nasution dan Yossie Rossanty, Hubungan antara Religiusitas dan Pengambilan Keputusan Membeli Panganan Halal di Moderasi oleh Persepsi Konsumen atas Resiko”, Jurnal Ilmiah Research Sains Vol.2 No.2 Juni 2016, hlm.8. 62 Sisca Luviana, “Persepsi Produk Makanan Organik dan Minat Beli Konsumen “, Skripsi (Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2013), hlm 27.
60
loyalitas, dan frekuensi penggunaan produk.63 Keterlibatan konsumen (consumer involvement) adalah pribadi yang dirasa penting atau minat konsumen terhadap perolehan, konsumsi, dan disposisi barang, jasa atau ide.64 Dari beberapa definisi diatas terlihat bahwa keterlibatan adalah ketertarikan atau minat seseorang atau dalam hal ini konsumen terhadap perolehan, konsumsi dan disposisi barang dan jasa. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan suatu produk maka konsumen akan memiliki motivasi lebih besar untuk memperhatikan, memahami dan megeksplorasi informasi untuk melakukan pembelian. Keterlibatan adalah motivasi sentral yang membentuk sikap dan perilaku konsumen. Keterlibatan erat kaitanya dengan motivasi, emosi, dan perilaku. Menurut Aurora, Greenwald dan Leavitt, Richins dan Bloch, Zaichkowsky, Celsi dan Olson, Kapferer dan Laurent, Swinyard, Mulvey,
dalam
penelitiannya
Sandra
Sunanto
dan
Istiharini,
mengatakan bahwa relevansi pribadi adalah konsep kunci ketika menjelaskan, menggambarkan, dan mengoperasionalkan keterlibatan. Menurut Goldsmith dan Emmert, konsumen yang terlibat akan merasa berminat, senang dan antusias terhadap suatu kategori produk yang relevan. Oleh karena itu menurut Mital dan Lee keterlibatan dapat dikatakan sebagai “goal – directed arousal capacity“, kemampuan
63
Baharrel dan Dennison dalam Vermeir dan Verbeke, 2006, dalam Sisca Luviana, “Persepsi Produk Makanan Organik dan Minat Beli Konsumen”, Skripsi (Surakarta : Universitas Sebelas Maret), hal 27. 64
John C. Mowen / Michael Minor, Perilaku Konsumen, Jilid 1, Ed. Lima, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 83. Alih bahasa oleh Lina Salim.
61
yang dapat membangkitkan suatu tujuan terarah. Dan menurut Engel et al, dimana konsumen akan menjadi terlibat pada objek (barang, jasa, promosi) tersebut menarik bagi konsumen dan dapat dipersepsikan dapat memenuhi kebutuhan, tujuan serta nilai konsumen. 65 Keterlibatan adalah bentuk perwujudan motivasi dan merupakan suatu kondisi. Suatu kondisi dimana konsumen berupaya untuk mendekatkan dirinya dengan produk atau merek dalam suatu bentuk hubungan tertentu. Upaya konsumen ini dapat berupa upaya mental maupun fisik yang rela dikorbankan agar konsumen dapat mengkonsumsi produk tertentu, misalkan konsumen secara aktif : 66 1) Melakukan berbagai aktivitas mencari informasi dengan bertanya kepada produsen, pelanggan lain atau melaukan perbandingan dengan merek lain. 2) Melakukan aktifitas pemrosesan informasi secara kognitif, misalkan mengingat kembali pengalaman masa lalunya dengan produk atau merek tertentu. 3) Mempertimbangkan lebih banyak atau sedikit atribut dari beberapa produk atau merek yang menjadi alternative pilihan.
65
Sandra Sunanto dan Istiharini, Perilaku Berbelanja Fashion Tradisional Indonesia : Antecedents dan Konsekuensi dari Involvement Konsumen Studi Pada Tenun Songket Palembang . (Parahyangan : P3M Universitas Katolik Parahyangan, 2014), hlm. 10-11. 66
Erna Ferrinadewi, Merek dan Psikologi Konsumen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008),
hlm.33.
62
Ketika konsumen melakukkan lebih banyak pengorbanan berbentuk aktivitas- aktivitas diatas maka dikatakan konsumen ada pada kondisi keterlibatan tinggi. Pada umumnya keterlibatan konsumen meningkat apabila produk atau jasa yang yang dipertimbangkan lebih mahal, diterima secara sosial, dan memiliki risiko pembelian. Motivasi untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhannya sangat dipengaruhi untuk melakukan lebih banyak upaya mendapatkan produk yang dinilai mampu memenuhi tujuan atau kebutuhannya. Ketika produk tersebut dianggap mampu memenuhi tujuan dan kebutuhannya, maka konsumen dapat menjadi sangat terikat dengan produk tersebut. Setiap Konsumen akan memiliki derajat pengorbanan mental dan fisik yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan ini akan tercermin pada : 1) Jumlah dan tipe kriteria pilihan 2) Luas sempitnya informasi yang diperoleh 3) Panjang pendeknya proses pengambilan keputusan 4) Pengalihan merek.67 Adapun perbedaan antara keterlibatan rendah dan keterlibatan yang tinggi ditunjukan dalam tebel berikut ini : Tabel 2.3 Perbedaan Antara Keterlibatan Rendah dan Keterlibatan Tinggi
67
Keterlibatan Rendah
Keterlibatan Tinggi
Sedikit mencari informasi
Banyak mencari informasi
Sedikit pertimbangan kognitif
Banyak pertimbangan kognitif
Sedikit memproses informasi
Banyak pertimbangan atribut
Erna Ferrinadewi, Merek dan Psikologi Konsumen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008),
hlm.34.
63
Keterlibatan psikologis dalam proses keputusan pembelian itu berbeda- beda sesuai dengan sifat keputusan itu sendiri, yaitu pengambilan keputusan yang komplek (extented decision making) , pengambilan keputusan yang terbatas (limited decision making) , dan pengambilan keputusan berdasarkan kebiasaan (habitual decision making).68 Tabel berikut ini akan menjelaskan megenai keterlibatan keputusan pembelian berdasarkan tahapan sesuai dengan sifat keputusan itu sendiri: Tabel 2.4 Keterlibatan Keputusan Pembelian Sesuai Sifat Keputusan Tahapan
Extented decision
Habitual decision Rendah Selektif Internal Terbatas
Kompleks
Limited decision Menengah Generik Internal Eksternal terbatas Sedikit Atribut Sederhana
Ketrlibatan Mengenal Masalah Mencari Informasi
Tinggi Generik Internal Eksternal
Evaluasi
Banyak Atribut
Keputusan Membeli Purna Beli
Evaluasi kompleks
Evaluasi terbatas
Tidak ada evaluasi
Tidak ada
Namun Konsumen tidak saja berbeda pada tingkat keterlibatan tetapi juga berbeda dalam tipenya. Laurent dan Kapferer menemukan beberapa kondisi yang menjadi pemicu perbedaan dalam tipe keterlibatan yaitu:69
68
Ali Hasan, Marketing Bank Syariah : Cara Jitu Meningkatkan Pertumbuhan Pasar Bank Sayriah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 65. 69
Erna Ferrinadewi, Merek dan Psikologi Konsumen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008),
hlm 34.
64
1) Presepsi konsumen akan pentingnya produk atau merek 2) Presepsi konsumen akan dinilai- nilai dirinya yang dapat direflesika oleh produk atau merek. 3) Presepsi akan nilai- nilai kenyamanan 4) Persepsi konsumen akan risiko yang mungkin harus ditanggungnya bila mengkonsumsi produk atau merek. b. Faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Konsumen Faktor terpenting yang mempengaruhi keterlibatan konsumen antara lain : 1) Jenis produk yang menjadi pertimbangan 2) Kararakteristik komunikasi yang diterima konsumen 3) Karakteristik situasi dimana konsumen beroperasi 4) Kepribadian kosumen c.
Beberapa Faktor Anteseden Dari Keterlibatan Faktor- faktor anteseden yang mempengaruhi keterlibatan antara lain sebagai berikut : 70 1) Faktor Pribadi Tanpa pengaktifan kebutuhan dan dorongan, maka tidak akan ada keterlibatan, dan ini paling kuat apabila produk atau jasa dipandang sebagai citra diri yang mempertinggi. Bila demikian halnya, maka ini mungkin langgeng, sebagaimana berlawanan denga situasi atau temporer.
70
Nugroho J. Setiadji, Perilaku Konsumen, Edisi Revisi, (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2013), hlm. 52-55.
65
2) Faktor Produk Produk tidak menimbulkan ketelibatan dalam dan dari diri sendiri. Sepertinya cara konsumen merespon terhadap suatu produk itulah yang menentukan tingkat keterlibatan mereka. Meskipun begitu, karakteristik produk dapat membentuk keterlibatan konsumen. Secara umum, keterlibatan lebih besar untuk produk yang memenuhi kebutuhan dan nilai yang penting. Selain itu keterlibatan dapat meningkat karena alternatif pilihan dipandang secara lebih dibedakan didalam penyajiaan mereka. Produk atau merek juga menimbulkan keterlibatan apabila ada semacam risiko yang dirasakan dalam suatu pembelian dan pemakaian. Reymond Bauer sebagaimana dikutip oleh Engel et al, mengajukan proporsi yang penting ini: “ Perilaku konsumen melibatkan risiko dalam pengertian bahwa setiap tindakan konsumen akan menimbulkan akibat yang tidak dapat di antisipasi dengan apa saja yang mendekati kepastian, dan sebagian mungkin tidak menyenangkan.71 Sebagaimana orang akan mengharapkan secara logis, semakin besar risiko yang disadari atau yang dihadapi, maka semakin besar kemungkinan adanya keterlibatan yang lebih tinggi, maka akan ada motivasi entah untuk menghindari pembelian dan pemakaian sama
71
Nugroho J. Setiaji, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen , Ed. Revisi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hlm 53.
66
sekali atau meminimumkan risiko melalui pencarian dan tahap evaluasi alternatif didalam pemecahan masalah yang lebih luas. 3). Faktor Situasi Meskipun keterlibatan yang langgeng dapat dipertimbangkan sebagai ciri yang stabil, keterlibatan situasi (instrumental) akan berubah sepanjang waktu. Keterlibatan situasi bersifat operasional atas dasar temporer dan akan memudar segera setelah hasil pembelian terpecahkan. d. Tipe Keterlibatan Peran tipe keterlibatan dalam pengambilan keputusanmpembelian masih terus diperdebatkan. Hal ini berbeda dengan peran tingkat keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang telah banyak dibuktikan. Semakin tinggi keterlibatan konsumen maka semakin banyak konsumen melakukan aktivitas mencari informasi, aktivitas kognitif pemrosesan informasi, aktivitas perbandingan atribut antar alternatif. Dalam broderick, hingga saat ini belum ada definisi baku mengenai tipe keterlibatan, namun beberapa peneliti sepakat bahwa sebaiknya tipe keterlibatan dipandang sebagai suatu konsep yang undimensional yaitu:72 1) Normative involvement Tipe keterlibatan ini terjadi ketika konsumen cenderung mengkaitkan nilai- nilai pribadinya, emosi dan egonya dengan kinerja produk atau merek. 72
Erna Ferrinadewi, Merek dan Psikologi Konsumen, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hal
35.
67
2) Enduring involvement Tipe ini terjadi ketika konsumen memiliki kepentingan dan rasa familiar terhadap produk atau merek dalam jangka waktu tertentu. 3) Situational involvement Tipe ini terjadi ketika konsumen memiliki kepentingan dan komitmen tertentu terhadap produk atau merek tertentu. 4) Hedonic involvement Tipe ini berkaitan dengan kemampuan atau tingkat rangsangan yang disajikan oleh produk atau merek. 5)
Subjective risk involvement Tipe keterlibatan ini berkaitan dengan toleransi konsumen pada dirinya sendiri untuk menanggung risiko akibat kesalahan pembelian yang dilakukannya. Menurut Broderick & Foxall tahun 1999, Tipe keterlibatan ini dapat dilihat dari beberapa prespektif yaitu :73 a) Prespektif produk Keterlibatan sebagai persepsi konsumen akan tingkat kepentingan mereka terhadap produk, apakah produk tersebut diragukan dapat memenuhi kepentingan konsumen sehingga dipandang kurang penting atau sebaliknya produk tersebut dianggap penting.
73
Erna Ferrinadewi, Merek dan Psikologi Konsumen , (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hal 36
68
b) Prespektif subjek Keterlibatan dari prespektif subjek dapat didefinisikan menjadi:Keterlibatan sebagai tingkat minat atau perhatian terhadap kategori produk atau seberapa penting produk tersebut bagi konsumen, sejauh mana keterlibatan konsumen dengan produk dikaitkan dengan tujuan akhir tertentu atau informasi yang berdampak langsung, Tingkat komitmen yang ditunjukan oleh konsumen berkaitan dengan posisinya dalam masalah kesetian produk. c) Prespektif respon Menjelaskan bahwa keterlibatan merupakan partisipasi aktif konsumen dalam pemrosesan informasi. e.
Model Dasar Keterlibatan Konsumen Olson menunjukan bahwa tingkat keterlibatan konsumen dipengaruhi oleh sumber relevansi pribadi- intrisnsik dan situasional, setiap sumber dapat mengaktifkan atau menciptakan rantai akhir yang menghubungkan pengetahuan ciri produk pada konsekuensi dan nilai relevan secara pribadi. Berikut merupakan gambar model dasar keterlibatan produk konsumen: 74
74
Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung: Alfabeta, 2010),
hlm.83.
69
Gambar 2.8 Model Dasar Keterlibatan Konsumen Olson Ciri Konsumer Konsep Pribadi, nilai dasar, tujuan kebutuhan, kepribadian, keahlian Ciri Produk Komitmen waktu, Harga, arti simbolis, tingkat bahaya, kemungkinan kinerja tidak maksimal
Kontek Situasional Situasi Pembelian Situasi Penggunaan Tekanan waktu Lingkungan fisik Lingkungan sosial
Relevansi Pribadi Intrinsik
Relevansi pribadi situasional
Keterlibatan Tanggapan pengaruh dan pengetahuan tentang ciri konsekuensi, dan nilai yang diaktifkan
Proses Interpretasi dan Integrasi
Konsep halal involvement dalam penelitian ini merupakan konsep keterlibatan yang dikaitkan dengan perilaku muslim dalam pembelian produk halal. Seperti yang telah kita ketahui dari penjelasan menengenai keterlibatan, bahwa keterlibatan dalam keputusan pembelian
dapat
berbentuk keterlibatan rendah maupun tinggi, seseorang mempunyai keterlibatan tinggi akan banyak mencari informasi, banyak pertimbangan kognitif dan banyak pertimbangan atribut. Berdasarkan konsep keterlibatan diatas, apakah keterlibatan yang tinggi dalam keputusan pembelian produk halal terjadi pada konsumen muslim saat melakukan pembelian. Seperti yang kita tahu bahwa konsumen muslim sekarang ini dihadapkan oleh beberapa produk yang berlabel halal maupun tersertifikasi halal, namun dipasaran juga banyak beredar produk- produk yang belum tersertifikasi halal secara resmi dan kita sebagai konsumen
70
juga susah membedakan apakah produk yang kita beli benar benar halal tanpa adanya jaminan halal atau kita melihat proses produksinya sendiri. dengan demikian sebagai seorang muslim kita harus mempunyai perilaku jeli dalam mecari informasi atau mempunyai high involvemnet terkait kehalalan produk sebelum akhirnya melakukan keputusan pembelian. Dalam arti sebelum melakukan keputusan pembelian konsumen muslim terlibat atau tidak untuk melalukan pencarian informasi terkait produk yang di beli mempunyai labelisasi halal dan sertifikat halal atau tidak. Jadi
halal involvement dalam penelitian ini adalah keterlibatan
kosumen dalam mencari informasi halal apakah produk yang mereka beli mempunyai sertifikat halal atau tidak, disamping itu juga seberapa banyak konsumen mecari informasi halal, banyak pertimbagan kognitif atas informasi halal, serta banyak pertimbangan atribut.
B. Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian terdahulu terkait produk halal antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Dwiyati, dkk yang berjudul “Aspek Religiusitas Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal : Studi tentang Labelisasi halal pada produk makanan dan minuman dalam kemasan “dengan Religiusitas sebagai variabel Dependen yang terdiri dari 5 dimensi yaitu dimensi ritual, idiologis, intelektual, pengalaman, konsekuensi, dangan variabel independenya keputusan pembelian produk halal dengan analisis
71
regresi berganda menunjukan bahwa dimensi yang paling berpengaruh adalah dimensi konsekuensi.75 Penelitian yang dilakukan oleh Wida Tri Maulidati mengenai “Pengaruh Kelompok Acuan Terhadap Keputusan Pembelian Pada Restoran Bersertifikat Halal MUI Dengan Label Halal Sebagai Variabel Moderating : Studi Pada Mahasiswa Universitas Brawijaya (Malang)”,dengan analisis regresi berganda dengan uji variabel moderatingnya menggunakan uji residual menunjukan bahwa Kelompok Acuan (variabel independen) berpengaruh Signifikan terhadap Keputusan Pembelian( indpependen) ” Dan label halal sebagai variabel moderating memperlemah hubungan antara kelompok acuan terhadap keputusan pembelian.76 Penelitian oleh Muhammad Nailul Author tentang “ Pengaruh Religiusitas, Brand Liking Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Makanan Halal Sertifikat MUI Dengan Sikap Terhadap Merek Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Konsumen Kebab Turki Baba Rafi Di Malang) menggunakan analisis regresi berganda dan causal steps menunjukan hasil bahwa tingkat religiusitas dan brand liking berpengaruh terhadap keputusan pembelian dan sikap terhadap merek sebagai variabel intervening mempengaruhi hubungan tingkat religiusitas dan brand liking
75
Dwiyati, dkk, Aspek Religiusitas Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal : Studi tentang Labelisasi halal pada produk makanan dan minuman dalam kemasan. Journal JEBA, Vol. 12, No.1, Maret 2011. 76
Wida Tri Maulidyawati, Pengaruh Kelompok Acuan Terhadap Keputusan Pembelian Pada Restoran Bersertifikat Halal MUI Dengan Label Halal Sebagai Variabel Moderating : Studi Pada Mahasiswa Universitas Brawijaya (Malang).
72
terhadap keputusan pembelian makanan halal bersertifikat MUI dengan pengaruh partial mediation. 77 Penelitian Megawati Simanjuntak dan Muhammad Mardi Dewantara tentang “ The Effect of knowledge, Religiusity Value , and Attitude on Halal Reading Behavior of Under Graduate Students “ dengan analisis regresi berganda menunjukan hasil penelitian bahwa usia , religiosity value dan sikap terbukti berpengaruh secara signifikan pada perilaku membaca halal label produk makanan. 78 Penelitian yang dilakukan oleh Imam Salehudin dan Bagus Adi Luthfi tentang Marketing Impact of Halal Labeling toward Indonesian Muslim Consumer‟s Behavioral Intention” dengan sebagai variabel Independennya: attitude toward halal compliance, subjective norms regarding halal compliance, perceived behavioral control, and actual behavioral control serta variabel dependenya: halal info- seek bahavioral intenstion dan halal switcing behavioral intention serta origin of the product, halal labels, availability of alternative sebagai situational variabel dengan multi-group structural equation modeling (MG-SEM) menunjukan hasil bahwa teori perilaku
terencana (theory planned behavior) tidak dapat sepenuhnya menunjukan intensi perilaku konsumen muslim di Indonesia untuk mencari informasi
77
Muhammad Nailul Author, Pengaruh Religiusitas, Brand Liking Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Makanan Halal Sertifikat MUI Dengan Sikap Terhadap Merek Sebagai Variabel Intervening ( Studi Pada Konsumen Kebab Turki Baba Rafi Di Malang), hlm. 6-7. 78
Megawati Simanjuntak, dan Muhammad Mardi Dewantara, 2014, The Effect of Knowlwdge, Religiosity Value , and Attitude on Halal Reading Behavior of Undergraduate Students. Asean Marketing Journal , Desember, Vol.VI. No.2. hlm. 65-76
73
terkait sertifikat halal sebuah produk, maupun membatalkan pembelian ketika label sertifikasi halal produk tersebut tidak ditemukan. Perbedaan dalam besaran dan signifikasi jalur ditemukan antara kategori produk yang berbeda.79 Fatmasari Sukesti dan Mamdukh Budiman, tentang “The Influence Halal Label And Personal Religiousity On Purchase Decision On Food Products In Indonesia dengan metode analisis regresi berganda menunjukan hasil bahwa label halal dan personal religiosity sebagai variabel independen berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian (dependen). 80 Penelitian oleh Fatkhurrohmah tentang “Pengaruh Pemahaman Label Halal dan Faktor Sosial Terhadap Niat Membeli Produk Makanan Kemasan Berlabel Halal (Studi Pada Santri Mahassiwa Pondok Pesantren Al Barokah) dengan jenis penelitian kausal assosiatif menggunakan metode analisis regresi berganda
hasil penelitian bahwa pemahaman konsumen
terhadap label halal, dan faktor sosial sebagai variabel independen berpengaruh signifikan terhadap niat membeli makanan kemasan berlabel halal (dependen). 81
79
Imam Salehudin dan Bagus Adi Luthfi, Marketing Impact of Halal Labeling toward Indonesian Muslim consumer‟s behavioral Intention, Journal Asean Marketing, June 2011Vol.III- No.1,hlm 40-41. 80
Fatmasari Sukesti dan Mamdukh Budiman, The Influence Halal Label and Personal Religiosity on Food Products In Indonesia, International Journal Of Bussiness, Economics and Law, Vol 4. Issue 1 (June), hlm. 152. 81
Fatkhurohmah, Pengaruh Pemahaman Label Halal dan Faktor Sosial Terhadap Niat Membeli Produk Makanan Kemasan Berlabel Halal : Studi pada Santri Mahasiswa Pondok Pesantren Al Barokah), Skripsi (Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta, 2015), h1m. 29.
74
Peneltian yang dilakukan oleh Jusmaliani dan Hanny Nasution tentang “ Religiosity Aspect in Consumer Behavior : Determinants of Halal Meat Consumtion , dengan variabel indpenden : attitude, behavioral control, habits, self identity, subjective norm, and information, serta variabel dependenya berupa intention halal meat consumtion menunjukan hasil bahwa variabel independen berpengaruh signifikan pada niat mengkonsumsi daging halal. 82 Penelitian oleh Asadollah Kordnaeij, dkk menegenai “Studying Affecting Factors on Customers‟ Attitude toward Products with Halal Brand (Case study: Kuala lumpur, Malaysia) dengan variabel dependen consumer‟s attitude toward products with halal brand dan independen afecting factor on consumers attitude toward halal brand product, advertesing and progres, halal product relative quality, subjective norm, religius, consumtion barriers, attitude toward other pruduct menggunakan SEM dan confirmatory analisis berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Advertising and progress, halal product quality, subjevtive norm and religius pada attitude toward product with halal brand menunjukan pengaruh positif, dan consumtion barries dan attitude toward other pruduct menunjukan pengaruh negatif dan signifikan.83
82
Jusmalini dan Hanny Nasution, Religiosity Aspect in Consumer Behavior Halal Meat Consumtion, Asean Maketing Journal, December 2009- Vol. I- No.2, hlm. 9. 83
Assadollah Kordnaeij, dkk, Studying Affecting Factors on Costumers Attitude Toward Product With Halal Brand, International Reseach Journal Of Applied an Bassic Sciences . Vol 4., hlm. 3142-3143.
75
Penelitian yang dilakukan oleh Sisca Luviana tentang “Persepsi Produk Mananan Organik dan Minat Beli Konsumen”, menunjukan hasil bahwa kesadaran lingkungan, kesehatan, dan idenitas diri sebagai konsumen etis secara signifikan berpengaruh positif pada persepsi terhadap produk organik. Persepsi tershadap produk organik secara signifikan berpengaruh pada minat beli konsumen. Akan tetapi keterlibatan (involvement) tidak berhasil memoderasi pengaruh persepsi terhadap produk organik pada minat beli. 84 Penelitian oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Kementrian Agama RI, mengenai “Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan Dalam Mengkonsumsi Produk Halal “ dengan hasil
terdapat pengaruh
signifikan antara pengetahuan responden dengan persepsi mereka terhadap produk halal. Pengetahuan dan persepsi secara bersama berpengaruh posistif terhadap perilaku responden dalam mengkonsumsi produk halal. 85 Penelitian yang dilakukan oleh M. Dharma Tuah Putra Nasution dan Yossie Rossanty, tentang “ Hubungan antara Religiusitas dan Pengambilan Keputusan Membeli Panganan Halal di Moderasi oleh Persepsi Konsumen atas Resiko”, dengan religuisitas sebagai variabel independen, dan persepsi resiko sebagai variabel moderating menunjukan hasil bahwa religiusitas berpengaruh terhadap keputusan pembelian panganan halal. Akan tetapi
84
Sisca Luviana, Persepsi Produk Makanan Organik dan Minat Beli Konsumen, Skripsi (Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2013), hlm 74. 85
Muchith A. Karim (Editor), Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan Dalam Mengonsumsi Produk Halal, (Jakarta : Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang Diklat, dan Kementrian Agama RI , 2013), hlm. 107.
76
persepsi kosnsumen atas risiko tidak dapat memoderasi hubungan religiusitas dalam pengambilan keputusan pembelian panganan halal.86 Penelitian oleh Muhammad Nasrullah, tentang “Islamic Branding, Religiusitas dan Keputusan Konsumen Terhadap Produk”, menunjukan hasil islamic branding berpengaruh terhadap keputusan konsumen terhdap sebuah produk, dan Religiusitas sebagai variabel moderating
memperlemah
hubungan anatara variabel islamic branding dengan keputusan konsumen. 87 Penelitian oleh Sri Hesty Mandasari, tentang “Pengaruh Kualitas Produk, Citra Merek, dan Kehalalan Produk Terhadap Kepercayaan Konsumen dan Dampaknya pada Keputusan Pembelian Kosmetik Wardah”, yang menyatakan bahwa kehalalan produk berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan konsumen dan berdampak pada keputusan pembelian.88 Penelitian oleh Eri Austian H dan Sujana tentang “ Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen : Studi Kasus Pada Produk Wall‟s Conello” menunjukan hasil bahwa label halal mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen.89 Berdasarkan uraian diatas maka dapat diringkas
sebagai berikut:
86
M. Dharma Tuah Putra Nasution dan Yossie Rossanty, Hubungan antara Religiusitas dan Pengambilan Keputusan Membeli Panganan Halal di Moderasi oleh Persepsi Konsumen atas Resiko”, Jurnal Ilmiah Research Sains Vol.2 No.2 Juni 2016, hlm. 10-11. 87
Muhammad Nasrullah, Islamic Branding, Religiusitas dan Keputusan Konsumen Terhadap Produk. Jurnal Hukum Islam (JHI), Volume 13, Nomor 2, Desember 2015 hlm. 78-87. http:// e- journal. stain-pekalongan.ac.id/index.php/jhi. Diakses pada 10 Desember 2015. 88
Sri Hesty Mandasari, “Pengaruh Kualitas Produk, Citra Merek, dan Kehalalan Produk Terhadap Kepercayaan Konsumen dan Dampaknya pada Keputusan Pembelian Kosmetik Wardah (Survey pada Pengunjung Counter Wardah di Balubur Town Square Bandung)”, Skripsi Manajemen (Bandung: Universitas Pasundan, 2016), hlm. 74. 89 Eri Agustin H dan Sujana, Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen : Studi Kasus Pada Produk Wall‟s Conello, Jurnal Ilmu Manajemen Kesatuan, Vol, 1, No. 2, 2013 ,STIE Kesatuan, ISSN 2337-7860.hlm 169-178.
77
Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
N
Jenis dan Pendekatan
O
Judul dan Peneliti
1.
Aspek Religiusitas Dalam Keputusan Pembelian Produk Halal (Dwiwiyati Astogini, Wahyudin, dan Siti Zulaikha Wulandari)
Jenis penelitian kausalitas dengan pendekatan kuantitatif
2.
Pengaruh Kelompok Acuan Terhadap Keputusan Pembelian Pada Restoran Bersertifikat Halal MUI dengan Label Halal Sebagai Variabel Moderating
Jenis penelitian kausalitas dengan pendekatan kuantitatif
Metode Variabel Analisis Data Regresi Dependen Keputusan Pembelian Linear Produk Halal Berganda Independen - Dimensi Ritual - Dimensi Ideologis - Dimensi Intelektual - Dimensi Pengalaman - Dimensi Konsekuensi
Dependen Keputusan Pembelian Independen Kelompok Acuan
Regresi Linear Sederhana, dan uji residual (uji variabel
Hasil Penelitian Dari kelima dimensi yang paling berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal adalah dimensi Konsekuensi Dimensi ritual, idiologis, intelektual dan pengalaman tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal.
Variabel kelompok acuan (X) memiliki kontribusi positif dan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel label halal merupakan variabel moderating
Perbedaan dan Persamaan dengan penelitian ini Persamaan Menggunakan variebel religiusitas sebagai variable X dan Keputusan pembelian produk halal (Y) , pendekatan, dan metode anlisis Perbedaan Peneliti menambahkan variabel X : halal literacy dan halal involvement (M) , Persamaaan Y: keputusan pembelian, regresi berganda Perbedaan Peneliti menggunakan variabel X : halal literacy dan halal involvement (M) ,
78
(Studi Pada Mahasiswa Universitas Brawijaya (Malang) Wida Tri Maulidyawati
3.
The Effect of knowledge, Religiusity Value , and Attitude on Halal Reading Behavior of Under Graduate Students
Jenis Penelitian Kausalitas dengan pendekatan kuantitatif
Megawati Simanjuntak dan Muhammad Mardi Dewantara, 2014
4.
Pengaruh religiusitas, Brand Liking Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Makanan
Jenis penelitian Kausalitas pendekatan kuantitatif
moderatin g), teknik sampel , accidental sampling , kuantitatif Analisi Dependen - Halal Reading data Behavior of Under :Regresi Graduate Students Berganda Independen - knowledge, - Religiusity Value , and Attitude
Dependen Keputusan Pembelian Independen - Religiusitas - Brand Liking Sikap terhadap merek
Analisis data : analisi Regresi Berganda dan
dalam penelitian ini telah terbukti kebenarannya.
sampel stratified random sampling. Pengujian Interaksi (MRA), untuk menguji variabel moderating.
Usia , Religiosity value dan sikap terbukti berpengaruh secara signifikan pada perilaku membaca halal label produk makanan
Persamaan Sama sama menggunakan variabel X berupa pengetahuan dan religiusitas, analisis regresi berganda, dan pendekatan kuantitatif. Perbedaan Peneliti menambahkan variabel halal involvement (M) ,Variabel Y: keputusan pembelian produk halal.
Tingkat religiusitas dan brand liking berpengaruh terhadap keputusan pembelian dan sikap terhadap merek sebagai variabel intervening mempengaruhi hubungan tingkat religiusitas dan
Persamaan Y : Keputusan Pembelian, analisis data menggunakan regresi Perbedaan Peneliti menambahkan
79
Halal Sertifikat MUI Dengan Sikap Terhadap Merek Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Konsumen Kebab Turki Baba Rafi di Malang )
(Intervening)
Causal Steps,
brand liking terhadap keputusan pembelian makanan halal bersertifikat MUI
variabel X : Halal literacy dan halal involvement (M)
Dependen - Niat membeli Produk makanan Kemasan Berlabel halal Independen
Analisis data : Regresi berganda,
Pemahaman konsumen terhadap label halal dan faktor siosial berpengaruh signifikan terhadap niat membeli makanan kemasan berlabel halal
Persamaan Peneliti menggunakan variabel X : halal literacy yang juga mengandung unsur pemahaman terhdap label halal, jenis penelitian, Metode analisis dan pendekatan Perbedaan Y: Keputusan pembelian, peneliti menambahkan variabel X : Halal literacy dan variabel moderating
Muhammad Nailul Author 5.
Pengaruh Pemahaman Label Halal dan Faktor Sosial terhadap Niat Membeli Produk Makanan Kemasan Berlabel Halal (Studi Pada Santri Mahasiswa Pondok Pesantren Al Barokah) Fattkhurohmah 2015
Jenis Causal assosiatif Dengan pendekatan kuantitatif
-
Pemahaman Label Halal Faktor Sosial
80
halal involvement 6.
Marketing Impact of Halal Labeling toward Indonesian Muslim Consumer’s Behavioral Intention Imam Salehudin and Bagus Adi Luthfi
Jenis Dependen penelitian : - Halal Info-Seek Quasi Behavioral Intention. experimental - Halal Switching Pendekatan Behavioral kuantitatif Intention Independen - Attitude toward Halal Compliance. - Subjective Norms regarding Halal - Compliance - Perceived Behavioral Control - Situational Variables Origin of product, Halal labels, Availability of alternative.
Analisis data Multigroup Structural Equation Modeling (MGSEM)
Hasilnya menunjukan bahwa tidak seluruhnya valid untuk menjelaskan intensitas perilaku konsumen muslim di indonesia untuk mencari informasi tentang sertifikat halal pada produk dan membatalkan pembelian jika produk itu tidak mempunyai sertifikat halal. Perbedaan dalam besaran dan signifikansi jalur ditemukan antarakategori produk yang berbeda.
Persamaan Varibel X : halal involvement yang intinya sama dengan Halal info – seek behavioral intension Perbedaan Variabel Y : Keputusan pembelian, peneliti menggunakan jenis penelitian kausal. Analisis data menggunakan regresi berganda dan halal involvement dijadikan variabel moderating.
81
7.
8.
9.
Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan dalam Mengkonsumsi Produk Halal Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Kementrian Agama RI
Jenis penelitian deskriptif dan kausalitas dengan pendekatan : Mix Method
Dependen - Pengetahuan - Persepsi produk halal Independen Perilaku mengkonsumsi
Analisis data : Deskriptif dan Analysis Path
Terdapat pengaruh signifikan anatara pengetahuan responden dengan persepsi produk halal.pengetahuan produk halal secara positif meningkatkan persepsi positif terhadap produk halal. Pengetahuan dan persepsi secara bersama- sama berpengaruh positif terhadap perilaku responden dalam mengkonsumsi produk halal.
Persamaan Variabel X berupa pengetahuan tentang produk halal Perbedaan Analis data yang dipakai dan varibel Y penelitian ini adalah keputusan pembelian produk halal.
The Influence Halal Label And Personal Religiousity On Purchase Decision On Food Products In Indonesia (Fatmasari Sukesti dan Mamdukh Budiman, 2014) Studying Affecting Factors on Customers’ Attitude toward Products with
Jenis penelitian kausalitas dengan pendekatan kuantitatif
Dependen Purchase Decision Independen - Halal Label - Personal Religiusity
Analisis data : Multiple linear regression analysis.
Persamaan Y : Keputusan pembelian , menggunakan analisis regresi berganda, X: Religiusitas , Perbedaan Peneliti menambahkan variabel halal involvement (M).
Dependen Consumer‟s Attitude toward Products With Halal Brand
Structural Equation Model (SEM)
secara parsial hasil pengujian menunjukan bahwa Label halal dan personal religiusity perpengaruh signifikan terhadap dependen (keputusan pembelian). Itu artinya penggunaan label halal pada produk makanan di indonesia berpengaruh pada keputusan pembelian. Secara bersama- sama analisis data menunjukan bahwa variabel Independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
Jenis penelitian deskriptif dengan
produ halal
Persamaan X: Religius Perbedaan Jenis penelitian ini adalah
82
pendekatan Halal Brand (Case study: Kuala kuantitatif lumpur, Malaysia) Asadollah Kordnaeij, Hossein Askarikapoor, Alireza Bakhshizadeh Posgraduate)
10.
Independen Afecting Factor on consumers attitude toward halal brand product - Advertesing and Progress - Halal Product relative quality - Subjective norm - Religius - Consumtion Barriers - Attitude toward other pruduct Religiosity Aspect in Descriptive Dependen reserch dan Intension Halal Meat Consumer kausalis consumtion Behaviour: dengan Determinants of Independen Halal Meat pendekatan - Attitude - Behavioral Control kuantitatif Consumption - Habits Jusmaliani and Hanny - Self identity Nasution (2009) - Subjective norm Information
dan Confirmat ory Factor Analisis
dependen. Advertising and progress, halal product Quality, subjevtive norm and religius pada Attitude toward product with halal brand menunjukan pengaruh positif. Dan consumtion barries dan attitude toward other pruduct menunjukan pengaruh negatif
penelitian causal assosiatif, analisis menggunakan regresi berganda
Multiple Regresion Analysis
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel independen (i.e. attitude, subjective norm, behavioural control, habit, self identity, availability, and information), berpengaruh signifikan pada niat mengkonsumsi daging halal.
Persamaan Analilsis data menggunakan regresi linear berganda Perbedaan Variabel dependen penelitian ini berupa keputusan pembelian produk halal. Dan indepndenya halal literacy dan religiusitas
83
11.
Presepsi Produk Makanan Organik dan Minat Beli Konsumen Sisca Luviana (2013)
Confirmatory reserch dengan pendekatan kuantitatif
Dependen - Minat Beli Indpenden -
12.
Peran Product Involvement Dalam Memoderasi Country Of Origin Terhadap Purchase Intention Smarthphone Merek Oppo Di Kota Denpasar I Gusti Ayu Putu Utami Mayastuti
Jenis penelitian kausalitas dengan pendekatan kuantitatif
Kesadaran Lingkungan Identitas diri Kesadaran Kesehatan Persepsi terhadap makanan organik Keterlibatan (moderating)
Dependen - Purchase Intention Independen - Country Of Origin Moderator - Product involvement
Structual Equation Modelling
Analisis Regresi Moderasi
bahwa kesadaran lingkungan, kesehatan, dan idenitas diri sebagai konsumen etis secara signifikan berpengaruh positif pada persepsi terhadap produk organik. Persepsi tershadap produk organik secara signifikan berpengaruh pada minat beli konsumen. Akan tetapi keterlibatan (involvement) tidak berhasil memoderasi pengaruh persepsi terhadap produk organik pada minat beli Country Of origin berpengaruh positif dan signifikan terhdap purchase intention, dan Product Involvement secara positif dan signifikan memperkuat pengaruh Country of Origin terhadap Purchase Intention.
Pesamaan Sama sama menggunakan keterlibatan pada variebel independennya sebagai variabell moderating. Perbedaan Jenis penelitian, analisis data penelitian ini mengunakan analisis regresi berganda.
Persamaan Sama- sama menggunakan variabel keterlibatan (involvement) di variabel independennya, analisis data analisis regresi moderasi Perbedaan Variabel dependen dan independenya berbeda.
84
13.
14
Hubungan antara Religiusitas dan Pengambilan Keputusan Membeli Panganan Halal di Moderasi oleh Persepsi Konsumen atas Resiko” M. Dharma Tuah Putra Nasution dan Yossie Rossanty (2016) Islamic Branding, Religiusitas dan Keputusan Konsumen Terhadap Produk Muhammad Nasrullah (2015)
Jenis Penelitian Konklusif dengan pendekatan deskriptif
Regresi Dependen Keputusan Pembelian Berganda Panganan Halal dan MRA
Jenis Penelitian Kausalitas dengan pendekatan kuantitatif
Dependen Keputusan Konsumen Independen -Islamic Branding -Religiusitas
Independen Religiusitas Moderasi Persepsi Konsumen atas Risiko.
Regresi Berganda dengan MRA
Hasil Penelitian menunjukan bahwa religiusitas berpengaruh terhdap keputusan pembelian panganan halal, dan persepsi konsumen atas risiko bukan merupakan variabel moderating.
Persamaan:
Hasil penelitian menunjukan bahwa Islamic Branding berpengaruh terhadap keputusan konsumen pada sebuah produk.
Pesamaan Menggunakan variabel (X) berupa religiusitas dan varaibel (Y) berupa Keputusan Perbedaan Menggunakan religiusitas sebagai moderating, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel moderating berupa halal involvement.
Sama- sama mengunakan variabel dependen keputusan pembelian produk halal, dengan variabel independen religiusitas Perbedaan Penelitian menambahkan variabel halal invol
85
15
Jenis Pengaruh Kualitas Produk, Citra Merek, penelitian kausalitas. dan Kehalalan Produk Terhadap Kepercayaan Konsumen dan Dampaknya pada Keputusan Pembelian Kosmetik Wardah Sri Hesty M (2016)
16
Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen : Studi Kasus Pada Produk Wall’s Conello” (Eri Agustian dan Sujana, 2013)
Jenis penelitian kausalitas.
Dependen Kepercayaan Konsumen Independen - Kualitas Produk - Citra Merek - Kehalalan Produk
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis jalur (path).
Terdapat pengaruh antara kualitas produk, citra merek, dan kehalalan produk terhadap kepercayaan konsumen dan dampaknya pada kerputusan pembelian produk kosmetik Wardah baik secara simultan maupun parsial.
Persamaan: Sama sama menggunakan variabel keputusan konsumen (Y) dan kehalalan produk (X) Perbedaan : Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel independen berupa halal literacy, religiusitas dan halal involvement. Sedangkan dalam penelitian ini mengunakan analisis regresi berganda menggunakan MRA.
Dependen Keputusan Pembelian Konsumen Indipenden Labelisasi Halal
Analisis Regresi dan korelasi
label halal mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen
Persamaan: Sama sama menggunakan variabel keputusan konsumen (Y) Perbedaan: peneliti menggunakan variabel (X) halal literacy, religiusitas dan halal involvement.
86
Posisi penelitian ini selain sebagai pengembangan dari penelitianpenelitian sebelumnya, penelitian ini juga ingin menguji kembali apakah religiusitas berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal. Hal tersebut dikarenakan, berdasarkan penelitian terdahulu terdapat research gap terhadap penelitian yang dilakukan oleh Dwiyati Astogini bahwa kelima dimensi yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal hanya dimensi konsekuensi, sedangkan dimensi idiologis, ritual, intelektual dan pengalaman tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal. Penelitian ini juga berusaha untuk menguji apakah kita sebagai konsumen muslim sebelum melakukan keputusan pembelian mereka mepunyai keterlibatan (involvement) untuk mencari informasi apakah produk yang akan mereka beli mempunyai sertifikat label halal serta informasi lainnya. Akan tetapi dalam penelitian ini peneliti juga mecoba untuk menguji apakah keterlibatan yang dalam hal ini (halal involvement) memoderasi hubungan antara halal literacy dan religiusitas terhadap keputusan pembelian. Hal tersebut dikarenakan, terdapat research gap antara dua penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sisca Luvina dan Gusti Ayu Putu Utami. Penelitian Gusti menunjukan bahwa
Product Involvement mampu menjadi variabel
moderasi yang memperkuat pengaruh Country of origin terhadap purchase intention. Sedangkan Sisca Luvina menunjukan hasil bahwa keterlibatan tidak berhasil memoderasi pengaruh persepsi terhadap produk organik pada minat beli konsumen.
87
C. Kerangka Berpikir Menurut Widayat dan Amrullah kerangka berpikir atau juga disebut sebagai kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di identifikasi sebagai masalah yang penting.90 Pengembangan alur berpikir selanjutnya adalah pengaruh halal literacy dan religiusitas, terhadap keputusan pembelian produk halal dengan halal involvement sebagai variabel moderator. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan penjelasan teori diatas, maka muncul suatu model kerangka berpikir. Adapun kerangka berpikir dan hubungan antar variabel independen dengan dependennya sebagai berikut: Gambar 2.9 Model Kerangka Berpikir halal literacy (X1)
H1 KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK HALAL (Y)
H5 Religiusitas (X2)
H2
H6
Halal Involvement (X3) H6
H3
Uji F / H4
Kerangka berpikir diatas menggambarkan pengaruh antara variabel dependen (Y) yaitu keputusan pembelian produk halal dan tiga variabel independen (X) yaitu halal literacy (X1) Religiusitas (X2), dan halal
90
Masyhuri dan Zaenudin, Metodologi Penelitian (Bandung ; PT. Rafika Aditama, 2011), hal
119.
88
involvement (X3) sebagai variabel moderator. Adapun kerangka berpikir pengaruh antar variabelnya sebagai berikut: a. Hubungan Halal Literacy dengan Keputusan Pembelian Produh Halal. Menurut Engel, Blackwell dan Miniar, selain faktor lingkungan dan psikologis faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian produk atau jasa adalah karakteristik pribadi. Karakteristik pribadi terdiri dari sumber daya konsumen, motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, nilai dan gaya hidup.
91
Pengetahuan konsumen merupakan
semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya terkait produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan konsumen. 92 Di samping itu, telah kita ketahui bahwa sebelum konsumen berada pada tahap keputusan pembelian, konsumen akan melewati proses evaluasi alternative. Proses evaluasi alternative merupakan proses evaluasi terhadap suatu alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Proses ini akan melibatkan kriteria evaluasi antara lain standar
atau
spesifikasi
yang
digunakan
oleh
individu
untuk
membandingkan produk dan merek yang berbeda. Evaluasi alternative ini dipengaruhi oleh : (1) Perbedaan individu, yaitu: sumber daya konsumen, 91
Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung: Alfabeta, 2010),
hlm.74. 92
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), hal. 163.
89
motivasi, pengetahuan, informasi, sikap kepribadian, gaya hidup dan demografi. Pengetahuan mengenai makanan halal atau tidak, sangatlah penting bagi masyarakat umum terutama umat Islam dan sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Halal atau tidak merupakan suatu keamanan pangan yang sangat mendasar untuk umat Islam.93 Konsumen Islam cenderung memilih produk yang telah dinyatakan halal dengan produk yang belum dinyatakan halal oleh lembaga yang berwenang. Hal tersebut dikarenakan, produk makanan dan kosmetik yang telah dinyatakan halal oleh lembaga yang berwenang cenderung lebih aman terhindar dari kandungan zat berbahaya. Dalam hal ini halal literacy termasuk pengetahuan individu dan orang lain disekitarnya. Jadi menurut peneliti halal literacy akan mempengaruhi keputusan pembelian. Hal ini sejalan dengan penelitianya fatkhurrohmah tahun 2015 dan Megawati Simanjuntak dan Muhammad Mardi Dewantara tahun 2014. b. Hubungan Religiusitas Dengan Keputusan Pembelian Produk Halal. Keputusan membeli seseorang merupakan hasil suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan rumit antara faktor- faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologi.94 Menurut Mukhtar, A & Butt, religiusitas secara umum dan Islam khususnya, menjadi bagian integral dari budaya dan 93
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011),hlm 210. 94
Nugroho J. Setiaji, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen. Ed. Revisi. Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hlm. 14.
90
mempengaruhi ketertarikan para peneliti untuk mengeksplorasi peran religiusitas dalam keputusan pembelian95 Sebelum seorang konsumen berada pada proses keputusan, konsumen akan mengalami proses evaluasi. Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi terhadap merek- merek yang terdapat pada perangkat pilihan. Konsumen juga membentuk tujuan membeli untuk merek yang paling disukai. Walaupun demikian, dua faktor tersebut dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor- faktor keadaan tidak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor- faktor seperti : pendapatan keluarga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan.96 Dalam beragama, kita sebagai muslim mengharapkan apa yang kita lakukan selalu berada pada koridor yang telah ditetapkan oleh ajaran agama dan sebisa mungkin mematuhi ajaran yang telah ditetapkan oleh syariat agama kita. Salah satunya dalam bentuk konsumsi, apa yang kita konsumsi atau produk yang kita gunakan seharusnya bisa berguna untuk hal yang kita harapkan bisa menigkatkan ketaqwaan kita kepada Allah. Maka hal yang demikian itu akan kita jadikan patokan maupun motivasi untuk berperilaku. Maka secara tidak langsung menurut peneliti ketika kita melakukan pembelian
95
M. Dharma Tuah Putra Nasution dan Yossie Rossanty, Hubungan antara Religiusitas dan Pengambilan Keputusan Membeli Panganan Halal di Moderasi oleh Persepsi Konsumen atas Resiko”, Jurnal Ilmiah Research Sains Vol.2 No.2 Juni 2016, hlm.8. 96
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Prespektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan dan Keinginan Konsumen , Ed. Revisi, (Jakrta: Prenada Media Group, 2013), hal 17.
91
kita akan berfikir apakah produk yang kita beli sesuai dengan yang kita harapkan. Maka kita akan selektif dalam melakukan pembelian. Hasil penelitian yang mendukung hal tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Fatmasari Sukesti dan Mamdukh Budiman bahwa personal
religiosity
berpengaruh
signifikan
terhadap
keputusan
pembelian produk makanan di Indonesia. Selain itu penelitian oleh Jusmailiani hany, Nailul Author serta Assadollah Korneidj juga mendukung
bahwa
religiusitas
berpengaruh
terhadap
keputusan
pembelian makanan halal. c. Hubungan Halal Literacy dan Religiusitas Terhadap Keputusan Pembelian Produk Halal dengan Halal Involvement sebagai Variabel Moderating. Faktor – faktor yang mempengaruhi keterlibatan konsumen antara lain : Konsep pribadi, nilai dasar, tujuan dan kebutuhan, kepribadian, keahlian, komitmen waktu, harga, arti simbolis, tingkat bahaya, kemungkinan kinerja tidak maksimal, situasi pembelian, situasi penggunaan yang diinginkan, tekanan waktu, lingkungan sosial dan lingkungan fisik.97 Menurut Ujang Sumarwan, konsumen Islam cenderung memilih produk yang telah dinyatakan halal dengan produk yang belum dinyatakan halal oleh lembaga
yang berwenang. Hal tersebut
dikarenakan, produk makanan dan kosmetik yang telah dinyatakan halal 97
Peter Olson, Consumer Behavior, dalam Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.83.
92
oleh lembaga yang berwenang cenderung lebih aman terhindar dari kandungan zat berbahaya. Mengingat masih banyak masalah dilapangan, dimana kaum muslim dihadapkan pada produk- produk yang ditandai dengan label halal dan tidak yang menjadikan kita ragu- ragu atas kehalalan produk yang kita beli, maka untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan konsumen muslim harus selektif dalam membeli produk. Hal tersebut dapat mempengaruhi keterlibatan dalam proses pembelian. Menurut Wilson, J dan Liu, dorongan meminimalkan risiko melalui keterlibatan mereka atas suatu produk, sehingga kategori produk yang memiliki keterlibatan yang rendah dapat menjadi komoditas yang memerlukan keterlibatan tinggi. Setiap jenis produk yang halal menjadi tempat yang aman dalam mengurangi ketidakpastian atau risiko.98 Begitu juga dengan religiusitas. Menurut Razzaque dan Chaudhry, muslim yang religius berkeyakinan mereka dapat menghindari risiko yang bertentangan dengan nilai Islami. Sebagaimana religiusitas mempengaruhi keputusan pembelian, religiusitas yang merupakan bagian dari nilai dasar juga bisa mempengaruhi keterlibatan (involvement). Akan tetapi,
keberadaan keterlibatan konsumen bisa saja
memperlemah atau memperkuat atau memperlemah pengaruh religiusitas dan halal literacy terhadap keptutusan konsumen. Menurut peneliti, hal 98
M. Dharma Tuah Putra Nasution dan Yossie Rossanty, Hubungan antara Religiusitas dan Pengambilan Keputusan Membeli Panganan Halal di Moderasi oleh Persepsi Konsumen atas Resiko”, Jurnal Ilmiah Research Sains Vol.2 No.2 Juni 2016, hlm.8.
93
tersebut dikarenakan seandainya dalam proses keterlibatan konsumen tersebut apa yang diinginkan konsumen tidak ditemukan, asumsi peneliti , bisa saja konsumen batal melakukan keputusan pembelian, atau tidak menutup kemungkinan ada sebagian konsumen yang tetap melakukan keputusan pembelian. Untuk itu peneliti mencoba menguji apakah halal involvement memoderasi hubungan antara religiusitas, halal literacy, terhadap keputusan pembelian produk halal. Penelitian yang mendukung bahwa keterlibatan mempengaruhi pembelian sebagai variabel moderasi adalah penelitian yang dilakukan oleh
Gusti Ayu Putu Utami, yang menunjukan bahwa product
involvement mampu menjadi variabel moderasi yang memperkuat pengaruh country of origin terhadap purchase intention. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh sisca luvina keterlibatan tidak mampu memoderasi hubungan persepsi terhadap makanan organik.99 Untuk itu peneliti ingin menguji apakah halal involvement dapat memoderasi hubungan antara halal literacy dan religiusitas terhadap keputusan pembelian.
1. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
99
Sisca Luviana, Persepsi Produk Makanan Organik dan Minat Beli Konsumen, Skripsi (Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2013), hal 74.
94
H01
: Diduga halal literacy tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal pada mahasiswa Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016.
Ha1
: Diduga halal literacy berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal pada mahasiswa Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016.
H02
: Diduga religiusitas tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal pada mahasiswa Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016.
Ha2
:Diduga religiusitas bepengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk
halal pada mahasiswa Ekonomi Syariah
STAIN Pekalongan tahun 2016. H03
: Diduga halal involvement
tidak
terhadap keputusan pembelian produk
bepengaruh signifikan halal pada mahasiswa
Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016. Ha3
: Diduga halal involvement bepengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk
halal pada mahasiswa Ekonomi
Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016. H04
: Diduga halal literacy, religiusitas, dan halal involvement secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk halal pada mahasiswa Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016.
95
Ha4
: Diduga halal literacy, religiusitas dan halal involvement secara simultan berpengaruh
terhadap keputusan pembelian produk
halal pada mahasiswa Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016. H05
: Diduga halal literacy tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal dengan halal involvement sebagai variabel moderating pada mahasiswa Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016.
Ha5
: Diduga halal literacy berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal dengan halal involvement sebagai variabel moderating pada mahasiswa ekonomi syariah STAIN Pekalongan tahun 2016.
H06
: Diduga religiusitas tidak
berpengaruh terhadap keputusan
pembelian produk halal dengan halal involvement sebagai variabel moderasi pada mahasiswa ekonomi syariah STAIN Pekalongan tahun 2016. Ha6
: Diduga religiusitas berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk halal dengan halal involvement sebagai variabel moderasi pada mahasiswa Ekonomi Syariah STAIN Pekalongan tahun 2016.