BAB II KANTIN KEJUJURAN DAN KEJUJURAN
A. Kantin Kejujuran 1. Pengertian Kantin Kejujuran Kantin kejujuran merupakan bentuk pendidikan kejujuran yang termasuk dalam domain afektif dan psikokomotorik. Dalam rangka mensukseskan pendidikan kejujuran secara psikomotorik, merealisasikan kantin kejujuran di setiap lembaga pendidikan adalah sebuah keniscayaan. Menurut Abdul Majid: “Kantin kejujuran adalah warung yang menjual makanan kecil dan minuman yang tidak memiliki penjual, tidak dijaga, makanan dan minuman dipajang dalam warung, dalam warung tersedia kotak uang yang berguna menampung pembayaran dari pembeli yang membeli makanan dan minuman. Bila ada kembalian, pembeli mengambil dan menghitung sendiri uang kembalian dari dalam kotak tersebut”.1
Melalui warung kejujuran tersebut para pembeli akan belajar berperilaku jujur. Pembeli akan belajar bersikap taat dan patuh ketika tidak ada orang yang mengawasi, belajar jujur pada diri sendiri. Intinya, inilah sebuah pendidikan kejujuran yang langsung menyentuh domain afektif dan psikomotorik.
1
Abdul Majid, Character Building Through Education, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2011), hlm. 99-100.
23
24
Menurut Fransori: “Kantin kejujuran adalah kantin yang menjual makanan kecil dan minuman. Kantin kejujuran tidak memiliki penjual dan tidak dijaga. Makanan atau minuman dipajang dalam kantin. Dalam kantin tersedia kotak uang, yang berguna menampung pembayaran dari yang membeli makanan atau minuman. Bila ada kembalian, pengunjung/pegawai mengambil dan menghitung sendiri uang kembalian dari dalam kotak tersebut. Di kantin ini, kesadaran pengunjung/pegawai sangat dituntut untuk berbelanja dengan membayar dan mengambil uang kembalian jika memang berlebih, tanpa harus diawasi oleh pegawai kantin”.2
Kantin kejujuran merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pendidikan kejujuran, yang harus diakui merupakan salah satu penyakit atau problema bangsa yang hingga kini masih merajalela di bumi pertiwi. Virus ketidakjujuran telah merajalela hampir disemua lini di setiap orde pemerintahan. Ketidakjujuran yang subur telah menyengsarakan rakyat banyak secara berkepanjangan, bahkan menghambat kemajuan bangsa dan negara ini ke depan. Sangat sulit memang memutus mata rantai ketidakjujuran ini sebab kebanyakan menganggapnya sebagai budaya. Padahal kalau bercermin dengan kultur budaya Indonesia mengambil sesuatu tanpa seizin pemiliknya adalah sangat memalukan, sebuah persepsi yang keliru jika menganggap ketidakjujuran adalah budaya. 3
2
Fransori. “Membentuk Karakter dan Membina Akhlak Siswa Melalui Kantin Kejujuran”. http://nenggelisfransori.wordpress.com/2012/09/12/membentuk-karakter-danmembina-akhlak-siswa-melalui-kantin-kejujuran/. Diakses, 2 Desember 2013. 3 Ibid.
25
Kantin kejujuran merupakan upaya untuk mendidik akhlak siswa agar berperilaku jujur. Kantin kejujuran adalah kantin yang menjual segala kebutuhan anak didik baik berupa makanan, minuman serta segala perlengkapan siswa baik berupa alat tulis menulis maupun buku tulis. Semuanya dipajang dalam etalase kantin kejujuran tanpa ada penjaga, sebagaimana lazimnya sebuah kantin yang di kenal selama ini. Di dalam Kantin dipajang kotak uang, yang berguna untuk menampung hasil transaksi siswa. Bila ada kembalian maka mereka sendiri yang mengambil dan menghitung hasil kembaliannya. Dikantin ini dibangun kesadaran siswa untuk berbuat jujur tanpa harus diawasi oleh guru ataupun pengelola kantin. Tujuan utamanya adalah mengukur kejujuran anak didik sehingga dengan pengalaman mereka itu ia akan menjadi anggota masyarakat yang jujur kedepan.4 Kantin kejujuran adalah program kejujuran diarahkan ke sekolah, tapi tingkat ketidakjujuran merajalela di mana-mana. Namun, pada dasarnya kantin kejujuran arahnya ke siswa bukan hanya kejujuran yang ditanamkan, tetapi ahlak, moral dan budi pekerti. Pelajaran ini sudah merangkum di dalamnya kejujuran. Jika kita melihat ke belakang, dahulu ada pendidikan moral pancasila, sekarang diganti dengan PPKn, kemudian dahulu ada pendidikan budi pekerti, sekarang malah ada yang dihapus dan digantikan. Untuk pelaksanaannya kantin kejujuran dapat di pajang tulisan
4
Ibid.
26
seperti di bawah ini. Tulisan dapat di cetak dalam bentuk pengumuman atau berupa poster, spanduk dan media pendukung lainnya. 2. Sejarah Berdirinya Kantin kejujuran pertama kali digagas oleh lembaga peradilan di negeri ini untuk mendidik para karyawannya agar senantiasa jujur. Secara cepat konsep kantin kejujuran ini mendapat respon positif dari dunia pendidikan untuk menjadi model pembelajaran kejujuran pada siswa sejak dini. Pelajaran kejujuran itu harus dimulai dari sekolah dan ide tentang „Kantin Kejujuran” tersebut sungguh menarik.5 Begitu menariknya sehingga dengan cepat ide „Kantin Kejujuran‟ ini diadopsi di mana-mana dan dianggap sebagai sebuah solusi untuk mendidik
manusia-manusia
Indonesia
yang
terkenal
dalam
soal
ketidakjujuran. Ide ini berhasil entah dimana, diberitakan dengan penuh gegap gempita, dan dianggap sebagai sebuah cara yang sangat tepat untuk mendidik siswa agar kelak tidak tumbuh menjadi koruptor seperti bapaknya. Untuk itu siswa harus diajari untuk bersikap jujur, tidak boleh ngemplang di kantin, tidak boleh kucing-kucingan dengan pemilik kantin yang bermata elang, dan yang penting diberi kepercayaan bahwa mereka, para anak-anak penerus generasi bangsa tersebut, pastilah bisa lebih jujur ketimbang bapaknya yang koruptor. Para pembeli di kantin ini tentunya, diharapkan, adalah para siswa dan guru yang memasuki kantin dengan penuh keimanan di dada dan juga 5
Anonim, “Kantin Kejujuran SMPN 1 Wonogiri”. http://jurnalistikspensa.blogspot .com/2011/01/kantin-kejujuran-smpn-1-wonogiri.html. Diakses, 2 Desember 2013.
27
harus menguasai matematika (minimal aritmatika dasar penambahan dan perkalian) agar tidak keliru dalam membayar sejumlah uang sesuai dengan makanan, minuman, dan camilan yang mereka konsumsi serta berapa kembaliannya. Di kantin jenis ini diharapkan siswa tidak menerapkan Prinsip 3-2-1 yang biasanya mereka terapkan di kantin reguler, yaitu “Makan 3, Ngaku 2, Bayar 1”. Atau menerapkan prinsip ekonomi, “dengan usaha sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesarbesarnya”. 3. Kendala dan Hambatan Kantin Kejujuran Permasalahan kantin kejujuran ini sangat banyak. Selain kasus siswa yang tidak jujur, ada juga para kelompok pencuri yang profesional yang meski berasal dari keluarga baik-baik dan dapat uang saku cukup besar dari orang tua mereka tapi menganggap ngemplang di kantin semacam tantangan yang menggairahkan. Mereka menganggap „Prinsip 32-1‟ ini semacam hobi yang perlu dikembangkan dan dilombakan antar mereka sendiri.6 Jadi kalau “Kantin Kejujuran” bangkrut, mungkin jumlahnya jauh lebih besar ketimbang prosentase keberhasilannya. Selama masih ada sebagian siswa yang berangkat ke sekolah dengan keniatan untuk berbuat tidak jujur di kantin kejujuran. Jika tidak ada keteladanan dari guru dan segenap karyawan di sekolah untuk mencontohkan pendidikan kejujuran di sekolah. 6
Muh Thamrin, “Menanamkan Sikap Anti Korupsi melalui kantin Kejujuran, Harapan dan Kenyataan”. http://www.psb-psma.org/content/blog/3423-menanamkan-sikap-anti-korupsimelalui-kantin-kejujuran-harapan-dan-kenyataan. Diakses, 2 Desember 2013.
28
Konsep Kantin Kejujuran ini belum akan efektif jika tidak ada komitmen bersama dari semua pihak di sekolah untuk mensukseskannya. Semua pihak harus disadarkan dulu betapa pentingnya program ini dan siswa-siswanya
perlu
ditanamkan
rasa
takut
akan
konsekuensi
perbuatannya. Ini harus menjadi komitmen semua pihak. Dan ini yang susah. Komitmen? Bisakah Para Anggota Dewan yang terhormat, para pejabat, para guru, dan para orang tua lainnya juga menjaga komitmennya bahwa mereka juga akan menunjukkan contoh dan keteladanan bahwa mereka juga tidak akan bersikap tidak jujur di „kantin kejujuran APBD‟, „kantin kejujuran proyek‟, „kantin kejujuran kasus‟ dan „kantin-kantin kejujuran‟ lainnya? Mereka harus menunjukkan bahwa mereka juga akan berusaha sama kerasnya dengan para siswa untuk melawan keinginan ngemplang mereka seperti selama ini. Tanpa contoh dan keteladanan maka berapa pun modal yang akan dibelanjakan ke kantin tersebut tetap akan hilang begitu saja. 4. Pengendalian Kantin Kejujuran Perlu juga disadari adanya fakta beberapa siswa yang benar-benar tidak punya uang untuk membayar jajanan di kantin tersebut tapi rongrongan perutnya lebih menuntut, sedangkan keimanan belum masuk
29
betul ke hati. Selain mengandalkan kejujuran, perlu dibuat mekanisme kontrol agar meminimalkan tingkat kerugian yang mungkin timbul. Mekanisme kontrol yang dimaksud semacam Standar Operasional dan Prosedur (SOP) bagi yang membeli atau memanfaatkan kantin kejujuran. Minimal, SOP tersebut harus menjelaskan dan menggambarkan : a. Prosedur pengambilan makanan, minuman, cemilan, dll. Prosedur ini menjelaskan berapa barang (Makanan, Cemilan) yang diambil dan kemudian dihitung jumlah pembayarannya. b. Prosedur Pembayaran baik Tunai maupun Kredit (hutang). c. Prosedur Pencatatan dalam buku Kas dan Hutang. Dalam buku Hutang, minta mereka menuliskan berapa jajanan yang mereka makan, jumlah nilai uangnya, dan tuliskan juga janjinya kapan akan dibayar. Meski ditulis „akan saya bayar kalau saya mbesok sudah kerja‟ ya biar saja. Bukankah itu juga bentuk latihan untuk menuju „kejujuran‟?!.7 Kejujuran adalah sifat manusia yang hakiki. Bila diberi ruang dan berada dalam lingkungan yang baik maka akan berkembang dengan sendirinya. Suasana untuk berbuat jujur perlu didorong agar sifat yang hakiki tersebut dapat tumbuh dengan sendirinya. Ciptakan suasana dimana kejujuran bisa mendapat tempat berupa penghargaan,dan pelanggaran mendapat hukuman yang setimpal. Sebagai generasi bangsa,siswa yang terlibat dalam kantin kejujuran kalau diberi amanah untuk berbuat baik tentunya mereka mampu untuk melakukannya .Sebab inti dari sebuah 7
Azka“Kantin Kejujuran-Sebuah Edukasi Anti Korupsi di Tengah Kampus”. http://my perspectiv economics.blogspot.com/2008/12/kantin-kejujuran-sebuah-edukasi-anti.html. Diakses, 2 Desember 2013.
30
proses pendidikan tidak hanya pengetahuan semata tetapi mengubah perilaku menjadi lebih baik. Jadi siswa-siswa ini perlu diajari soal kejujuran agar kelak jika mereka telah berbaur dengan warga masyarakat mereka tidak lagi berusaha mengemplang dan sabet sana sabet sini. Pelajaran dari kantin kejujuran ini perlu ditanamkan sejak dini,dimulai dari sekolah
sebab
dianggap
langkah
mujarab
dalam
memberantas
ketidakjujurna. Agar harapan yang dibebankan kepada generasi muda dengan label proyek kejujuran dapat berhasil tentunya “generasi tua”mereka-mereka penentu kebijakan harusnya memberi contoh terlebih dahulu. Karena boleh jadi ide kantin kejujuran ini dibuat akibat ketidakmampuan mereka untuk berbuat jujur.8
B. Kejujuran 1. Pengertian Kejujuran Menurut Anton M. Moeliono: “Kejujuran berasal dari kata dasar jujur. Jujur dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan dengan lurus hati, tidak curang. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jujur diartikan dengan lurus hati, tidak curang, tulus, ikhlas. Kejujuran sendiri diartikan sebagai kelurusan hati dan ketulusan hati”. 9 Imam Suraji dalam bukunya Etika dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Al-Hadits menjelaskan bahwa jujur atau benar dalam bahasa Arab disebut
8
Eko Anom, “Efek Negatif Kantin Kejujuran.”http://notesanom.wordpress.com/2011 /11/02/efek-negatif-adanya-kantin-jujur/. Diakses, 2 Desember 2013. 9 Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 367.
31
sidiq. Secara hakikat jujur dapat diartikan dengan menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan kenyataan yang ada. Penyampaian tersebut tidak hanya melalui perkataan, tetapi juga melalui tulisan, isyarat, dan perbuatan. Kejujuran harus meliputi seluruh aktifitas setiap muslim, dimulai dari niat sampai pelaksanaannya, baik berupa perkataan, tulisan, kesaksian, ataupun perbuatan-perbuatan lainnya. Kejujuran atau kebenaran adalah salah satu sendi terpenting dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.10 Nurul Zuriah menerangkan bahwa jujur diartikan sebagai sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata apa adanya, dan berani mengakui kesalahan.11 Linda dan Eyre sebagaimana dikutip oleh Masganti Sit, menjelaskan bahwa kejujuran terdiri dari kejujuran terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat. Kejujuran ini timbul dari kekuatan percaya diri yang berasal dari dalam diri karena tidak ada yang harus disembunyikan. Oleh karena itu, pendidikan kejujuran harus dimulai dengan membuat anak merasa percaya diri mengakui kesalahannya dan mengatakan yang sebenarnya.12 Dari beberapa pendapat tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa kejujuran merupakan salah satu sifat mulia atau akhlak terpuji yang
10
Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2006), hlm. 250. 11 Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Ed. 1, Cet. 2, hlm. 83. 12 Masganti Sit, “Mengajarkan Kejujuran pada Anak Usia Dini, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2009), Vol. 15, No. 2, Edisi Maret, hlm. 340.
32
berasal dari ketulusan dan kelurusan hati, sehingga melahirkan kesesuaian antara setiap yang diucapkan, dilakukan, dan yang terdapat di dalam hati sanubari seseorang. Kejujuran tersebut mempunyai inti yang sama dengan kebenaran, sebagaimana dalam bahasa Arab kejujuran diartikan dengan kata shidiq yang berarti kebenaran. 2. Jenis-Jenis Kejujuran Jenis-jenis kejujuran sebagaimana dipaparkan oleh M. Amin Syukur dalam bukunya Dari Hati ke Hati, menjelaskan bahwa kejujuran terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: a. Jujur dalam hati (shidqu al-qalb) Jujur dalam hati yaitu menghiasi hati dengan iman kepada Allah, sehingga akan bersih dari hati yang kotor. Hati yang jujur akan tercermin dalam niat yang tulus dan ikhlas. b. Jujur dalam perkataan (shidqu al-qaul) Jujur dalam perkataan berarti bahwa segala yang disampaikan, pertanyaan yang diajukan, dan jawaban yang diberikan, semata-mata adalah kebenaran. Orang yang jujur dalam perkataan akan dipercaya oleh siapa saja. c. Jujur dalam perbuatan dan pergaulan (shidqu al-‘amal) Jujur dalam perbuatan yaitu segala perilakunya sesuai dengan syariat Islam. Orang yang memiliki sifat ini, tidak menipu, tidak memalsu, dan tidak berkhianat, serta dalam berbuat baik tidak pernah mengharapkan balasan, kecuali dari Allah.
33
d. Jujur dalam kenyataan hidup (shidqu al-hal)13 Jujur dalam kenyataan hidup yaitu bersikap apa adanya, dalam berbuat dan berkata kapan pun dan di mana pun, tidak menambahnambah atau mengurangi karunia Allah yang diberikan kepadanya. Jadi, tidak perlu merasa malu kalau mungkin ada kekurangan dalam diri kita dan tidak perlu mencoba mengubahnya dengan segala upaya agar tidak terlihat oleh orang lain. Oemar Bakry dalam bukunya Akhlak Muslim, menjelaskan bahwa kejujuran dibagi menjadi empat jenis. Semua jenis kejujuran tersebut saling terkait dan berhubungan satu sama lain. Keempat jenis kejujuran tersebut yaitu sebagai berikut: e. Jujur dalam perkataan (ucapan) Jujur dalam perkataan ialah mengatakan apa yang sebenarnya dan berterus terang. Kebenaran yang disampaikan dapat berupa peristiwa yang terjadi, sesuatu yang didengar, dan sesuatu yang ada dalam pikiran. f. Jujur dalam perbuatan Jujur dalam amal perbuatan berarti tidak bersifat munafik, yaitu lain di hati, lain pula dalam perkataan dan perbuatan. g. Jujur dalam pergaulan Jujur dalam pergaulan ialah berkata dan berbuat benar kepada setiap orang dalam hidup bermasyarakat. Hubungan antar sesama
13
Amin Syukur, Dari Hati ke Hati (Semarang: Lembaga Bimbingan dan Konsultasi Tasawuf, 2009), hlm. 39-41.
34
manusia di dunia ini hendaknya selalu dilandasi dengan sikap kejujuran.14 Dari uraian tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa jenis-jenis kejujuran pada dasarnya mempunyai kesamaan, yaitu mempunyai dasar kebenaran dan kesesuaian antara yang dilakukan, diucapkan dan yang terdapat dalam hati. 3. Faktor-Faktor Yang Menghalangi Kejujuran Lawrence E. Shapiro dalam bukunya Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak, dengan merujuk pendapat Paul Ekman, menerangkan bahwa anak berkata tidak jujur karena berbagai macam alasan. Mereka paling sering berkata tidak jujur dengan maksud untuk menghindari hukuman, untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan atau untuk mendapat pujian dari sesama teman. Anak remaja cenderung tidak jujur karena untuk melindungi privasinya, untuk menguji kewibawaan orang tua, atau untuk melepaskan diri dari rasa malu.15 Dian Ibung menjelaskan bahwa seseorang berbuat tidak jujur atau melakukan kecurangan mempunyai alasan tersendiri mengapa mereka melakukan hal tersebut. Alasan itu diantaranya adalah sebagai berikut: a. Adanya tuntutan dari lingkungan pada diri seseorang agar berhasil dalam suatu bidang. Anak yang sangat peduli terhadap lingkungannya, sangat mengharapkan penerimaan lingkungan terhadap dirinya. Hal ini menyebabkan anak tersebut merasa “terbebani” tuntutan dari 14
Oemar Bakry, Akhlak Muslim, (Bandung: Angkasa, 2003), hlm. 28-30. Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), Cet. 2, hlm. 63 15
35
lingkungannya itu. Apabila tuntutan itu melebihi kemampuan dirinya, anak tersebut akan melakukan berbagai cara agar memenuhi tuntutan itu, salah satunya dengan berbuat curang. b. Adanya karakteristik anak yang tidak mau kalah. Lepas dari ada tidaknya tuntutan lingkungan, anak tidak ingin gagal dalam melaksanakan tugas tertentu. Oleh karena itu, anak berbuat tidak jujur atau curang agar berhasil. Hal ini mungkin terjadi pada anak yang tidak pernah atau jarang merasakan kegagalan atau pada anak yang hanya memikirkan dirinya sendiri.16 Irawati Istadi dalam bukunya Mendidik dengan Cinta, menjelaskan bahwa penyebab kebohongan yang dilakukan oleh seseorang itu ada beberapa hal, yaitu sebagai berikut: a. Kebohongan kadang timbul karena seseorang ingin dipuji (haus pujian). Pendorongnya adalah naluri yang bersifat egosentris dan cinta diri. b. Seseorang melakukan kebohongan karena merasa bahwa apabila berkata jujur akan berakibat tidak baik bagi dirinya (merasakan pahitnya kejujuran). Oleh karena itu, baik orang tua maupun guru harus menghargai setiap kejujuran yang disampaikan oleh anak atau peserta didiknya, sepahit apapun kejujuran itu. c. Seseorang berbuat kebohongan karena menyembunyikan kesalahan. Hal ini terjadi biasanya karena seseorang ingin menghindari hukuman 16
Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak: Panduan bagi Orang Tua untuk Membimbing Anaknya Menjadi Anak yang Baik, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), hlm. 81.
36
yang akan diterima sebagai akibat dari kesalahan yang telah diperbuat.17 Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh dalam bukunya Psikologi Anak dan Remaja Muslim, menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mendorong seorang siswa merasa perlu berbohong adalah sebagai berikut: a. Seorang siswa berbohong karena ingin terbebas dari sanksi hukuman. b. Seorang siswa berbohong untuk menyelamatkan temannya. c. Seorang siswa berbohong untuk mewujudkan keinginan pribadinya. d. Seorang siswa berbohong untuk kebanggaan kepada teman-temannya. e. Seorang siswa berbohong karena berprasangka buruk dan tidak percaya pada orang lain. f. Seorang siswa berbohong untuk menyusahkan atau melampiaskan dendam kepada orang lain yang tidak disukainya. g. Seorang siswa berbohong karena memang hidup di lingkungan yang buruk. h. Seorang siswa berbohong karena ada kekacauan-kekacauan hubungan keluarga. i. Seorang siswa berbohong karena tidak mendapatkan pendidikan agama secara baik, termasuk pendidikan Islam atau dengan kata lain karena lemahnya pendidikan agama.18
17
Irawati Istadi, Mendidik dengan Cinta (Jakarta: Pustaka Inti, 2003), hlm. 170-173. Muhammad Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), Cet. 1, hlm. 179. 18
37
Selain itu, faktor-faktor ketidakjujuran yang dilakukan oleh seseorang memiliki berbagai tujuan. Tujuan kebohongan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian: a. Bohong yang berorientasi pada diri sendiri. Bohong yang berorientasi pada diri sendiri atau ditujukan lebih kepada kepentingan diri si pembohong. b. Bohong yang orientasinya orang lain. Bohong yang orientasinya di luar dari diri pembohong, misalnya teman, saudara, atasan atau siapapun, sebenarnya sama dengan bohong berorientasi diri sendiri, bedanya hanya ditujukan untuk orang lain. c. Bohong tanpa orientasi. Bohong tanpa orientasi tidak memiliki akibat apapun dan dilakukan tanpa tendensi apapun. Pada umumnya bohong memiliki orientasi, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. 19 Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ketidakjujuran dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut ditimbulkan dari berbagai dorongan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk orang lain. Oleh karena itu, untuk menghindari ketidakjujuran yang dilakukan seseorang kita harus mengurangi pengaruh yang ditimbulkan dari faktor tersebut, salah satunya dengan memberikan pendidikan akhlak pada anak.
19
Moh. Sochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 12.