BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Hakekat Kreativitas 2.1.1 Pengertian Kreativitas Rendahnya
kreativitas
siswa
akan
mempengaruhi
prestasi
akademik
maupun
nonakademik, atau sebaliknya, tinggi rendahnya kreativitas siswa akan mendorong kemauan dalam pengembangan diri sehingga seorang siswa akan menghasilkan sesuatu yang baru. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian tentang kreativitas menurut para ahli, Yakni : Menurut Semiawan, (Zainal Aqib, dkk 2008: 34), bahwa kreativitas sebagai proses merupakan hal yang lebih esensial dan perlu ditanamkan pada individu sejak dini dengan cara menyibukkan diri secara kreatif. Misalnya dalam proses bermain. Menurut Munandar (Zainal Aqib, dkk 2008: 34-35), bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan banyak kemungkinan jawaban suatu masalah dengan menekankan pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Kreativitas yang dimaksud adalah berpikir kreatif atau divergen. Amien (Zainal Aqib, dkk 2008: 35), bahwa kreativitas merupakan pola pikir atau ide yang spontan atau imajinatif yang mencirikan hasil artistik, penemuan-penemuan ilmiah, dan penciptaan-penciptaan secara mekanik. Lebih lanjut Amien menjelaskan bahwa kreativitas meliputi hasil suatu yang baru atau sama sekali baru bagi dunia ilmiah atau relatif baru bagi individunya. Berdasarkan paparan mengenai beberapa definisi kreatifitas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang
baru atau relatif baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Ada hubungan yang erat antara definisi dan teori kreativitas, seperti halnya definisi kreativitas, teori kreativitas juga beragam, sehingga tidak ada teori yang mampu menjelaskan secara komprehensif fenomena kreativitas yang kompleks dan multidimensional. Beberapa kelompok tentang teori kreativitas antara lain adalah : a. Teori Assosiasi. Teori ini memandang kreativitas sebagai hasil dari proses assosiasi dan kombinasi antara elemen-elemen yang telah ada, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru. b. Teori Gestalt. Teori ini memandang kreativitas sebagai manifestasi dari proses individu terhadap lingkungan secara holistik. Dari teori tersebut dapat diartikan bahwa kreativitas bukanlah merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru, tetapi dapat berupa gabungan dari hal-hal yang telah ada sebelumnya. Kreativitas dapat juga berupa kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data informasi atau unsur-unsur yang telah ada. Aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-faktor psikologis (Internal) dengan lingkungan (Eksternal) secara keseluruhan, maka pada setiap orang peranan masing-masing faktor berbeda. Jadi secara psikologis kreativitas adalah satuan potensi yang dimiliki setiap orang dalam menciptakan kombinasi-kombinasi baru dan berbeda dari hal-hal yang telah ada. Keunikan kreativitas berkembang berkat serangkaian proses rekayasa sosial. Kadar kreativitas seseorang antara lain di tentukan oleh faktor motifasi dan komitmen yang tinggi keterampilan dan kecakapan kreatif.
Dari kedua teori diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kreativitas adalah gabungan dari hal-hal atau elemen-elemen yang telah ada sebelumnya yang kemudian diolah berdasarkan potensi yang dimiliki setiap orang sehingga tercipta sesuatu yang benar-benar baru bagi diri seseorang. 2.1.2 Ciri-Ciri Kreativitas Karakteristik kreativitas pada umumnya dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk menentukan kemampuan kreatif dari seseorang. Menuru Guilford (Zainal Aqib, dkk 2008: 36), ciri-ciri kreativitas seseorang dapat dilihat dari aspek berpikir, dan aspek mdorongan atau motivasi. Aspek berpikir kreatif ditunjukan oleh sifat-sifat seperti : 1. Kelancaran (Fluency), Kelancaran adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan. Ciri-cirinya meliputi : - Word Fluency, yakni kemampuan untuk menghasilkan kata-kata yang terdiri dari huruf-huruf tertentu atau kombinasi dari huruf-huruf. Kelancaran kata pertama kali dipublikasikan oleh Thurstone pada tahun 1938. Guilford berpendapat bahwa kelancaran kata merupakan kemapuan yang tidak mudah dilihat, namun merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kegiatan kreativitas sehari-hari. - Associational Fluency, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah kata-kata yang mengandung beberapa macam hubungan, dapat berbentuk sebuah ide, pemberian judul, atau memberikan arti serupa. Selain itu juga dapat diartikan sebagai kemapuan berpikir secara analog atau kebalikannya.
- Expressional Fluency, yaitu kemapuan untuk menyusun kata-kata terorganisasi, seperti dalam bentuk ungkapan-ungkapan atau kalimat-kalimat. Dengan kata lain, kemampuan ini merupakan kelancaran dalam mengekspresikan pikiran-pikiran, ideide, atau pemecahan masalah dalam bentuk kata-kata atau kalimat. - Ideational Fluency, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide-ide dengan cepat yang sesuai dengan kegunaan yang diminta. Ide yang dihasilkan dapat berbentuk simple atau kompleks, dapat berupa pemberian judul, baik untuk gambar maupun cerita, atau dapat pula berupa ungkapan-ungkapan dalam kalimat pendek yang merupakan kesatuan hasil pemikiran. 2. Kelenturan (Flexibility), Kelenturan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Ciri-ciri nya meliputi : - Spontaneous
Flexibility,
yaitu
kemampuan
atau
kecendrungan
untuk
menghasilkan bermacam-macam variasi dari ide-ide yang bebas dari hambatan atau keterpaksaan. - Adaptive Flexibility, yaitu penyesuaian yang fleksibel dalam menghadpi masalah sampai diperoleh hasil pemecahannya. Dalam hal ini, seseorang akan gagal dalam menyelesaikan masalah bila ia tidak mampu untuk bertindak fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan masalah yang sedang dihadapi. 3. Keaslian (Originality), Keaslian merupakan kemampuan untuk meneruskan gagasan atau ide dengan cara-cara yang asli dan tidak klise. Dapat pula diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang luar biasa, jarang ditemui, dan unik.
4. Penguraian (Elaboration). Penguraian adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci, yakni kreativitas untuk merangkai sebuah ide atau jawaban-jawaban sederhana agar menjadi lebih mendetail. Elaborasi ini dapat dikembangkan dengan cara memberi latihan kepada anak untuk memberikan informasi tambahan atau melalui komunikasi verbal. Sedangkan aspek dorongan atau motivasi ditunjukan oleh sifat-sifat karakter, seperti sikap percaya diri, tidak konversional, dan aspirasi keindahan.
2.2 Hakekat Belajar 2.2.1 Pengertian Belajar Belajar telah mengalami perkembangaan secara evaluasi, sejalan dengan perkembangan cara pandang dan pengalaman para ilmuan. Pengertian belajar dapat didefinisikan sesuai dengan nilai filosofis yang dianut dan pengalaman para ilmuwan atau pakar itu sendiri dalam membelajarkan para siswanya. Proses belajar menurut Skinner (Dimiyati dan Mudjiono; 2006:9) ”Belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun”. Berdasarkan beberapa teori di atas maka dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: 1. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon pembelajar. 2. Responsi pembelajar dan 3. Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut.
Basrowi dan Suwandi (2008:177) Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Menurut Howard L. Kingkey (Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 13) mengatakan bahwa “Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Drs. Slameto juga merumuskan pengertian tentang belajar yaitu “suatu proses perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman idividu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya”. Menurut James O. Whittaker (Aunurrahman, 2009: 35), belajar adalah “suatu proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses belajar yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri didalam interaksi dengan lingkungan. Suharsimin Arikunto (2008:19) mengartikan bahwa “belajar merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya, baik berupa pengetahuan, ketrampilan ataupun sikap”. Secara lebih lengkap Bloom dkk (Aunrrahman, 2009: 49-53), mengemukakan bahwa” belajar merupakan proses internal yang kompleks, yang terlibat proses tersebut adalah seluruh
mental yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor”. Masing-masing ranah di jelaskan berikut ini: 1) Ranah kognitf, terdiri dari enam jenis perilaku; a. Pengetahuan b. Pemahaman c. Penerapan d. Analisis e. Sintesis f. Evaluasi 2) Ranah afektif, terdiri dari lima jenis perilaku; a. Penerimaan b. Partisipasi c. Penilaian d. Organisasi e. Pembentukan pola hidup 3) Ranah psikomotor, terdiri dari tujuh perilaku atau kemampuan motorik; a. Persepsi b. Kesiapan c. Gerakan terbimbing d. Gerakan terbiasa e. Gerakan kompleks f. Penyesuaian pola gerakan g. Kreativitas
Pada dasarnya belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang di nyatakan dalam cara-cara bertingkah laku baru akibat dari pengalaman dan latihan. Dalam pengertian ini bahwa belajar selalu terkandung perubahan, dan perubahan itu selalu ada kemajuan seperti dari tidak tahu menjadi tahu, perubahan dalam sikap, kebiasaan dan sebagainya. Oleh sebab itu kegiatan belajar melibatkan secara langsung individu, dimana hal ini dapat diketahui melalui kegiatan yang dilakukan atau dapat diketahui dari perubahan-perubahan yag dilakukan oleh individu itu sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, akhirnya dapat di simpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkunganya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. 2.2.2 Tujuan Belajar Setiap kegiatan belajar pada dasarnya memiliki sejumlah tujuan yang menjadi keinginan untuk dicapai. Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan kearah mana kegiatan itu akan dibawa. Mengenai tujuan-tujuan itu sebenarnya sangat banyak dan bervariasi, tergantung dari orang/individu yang melakukanya. Tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang kita pelajari itu berguna dikemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan intruksional (intructional effect), yang berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedang tujuantujuan yang lebih merupakan hasil sampingan yaitu tercapai karena siswa “menghidup” (to live
in), suatu sistem lingkungan belajar tertentu contohnya, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan menerima pendapat orang lain (nurturant effect). Tujuan belajar menurut Gagne (Hasibuan, 2005: 5), mengemukakan ada 8 (delapan) macam yang kemudian di sederhanakan menjadi 5 (lima) macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, sehingga pada giliranya membutuhkan sekian macam kondisi belajar untuk mencapainya, yaitu sebagai berikut: 1. Keterampilan intelektual, yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan skolastik. 2. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam ari seluas-luasnya termasuk kemampuan memecahkan masalah. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
3.
4. Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah antara lain keterampilan menulis, mengetik dan lain sebagainya. 5. Sikap dan nilai,
berhubungan dengan arah dan intensitas emosional yang dimiliki
seseorang. Sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang, barang atau kejadian. Sunhaji (2009: 14-15), mengemukakan tujuan belajar ada tiga jenis yaitu: 1. Untuk mendapatkan pengetahuan. Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir, pemilahan pengetahuan, dan kemampuan berpikir sebagai hal yang tidak dapat di pisahkan satu sama lain. Dengan asumsi, tidak dapat mengembangkan berpikir tanpa bahan pegetahuan, begitupun sebaliknya.
2. Penanaman konsep dan keterampilan. Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan, yang dapat berupa keterampilan jasmani maupun keterampilan rohani. 3. Pembentukan sikap. Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai (transfer of values). Dalam kaitan ini, fungsi dan peran guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik yang memindahkan nilainilai itu kepada siswa. Dengan dilandasi nilai-nilai tersebut, siswa akan membiasakan kesadaran mengenai apa yang telah dipelajarinya. Dari segi perkembangan maka anak telah memiliki tujuan sendiri pada usia masih muda (pubertas) dan dewasa muda. Mereka secara berangsur-angsur menjadi sadar dan memiliki rasa tanggung jawab. Dari segi pembelajaran, maka sadar diri dan rasa tanggung jawab tersebut perlu dididikan. Dengan ikatan lain, siswa secara perlahan-lahan perlu dididik agar memiliki rasa tanggung jawab dalam belajar dan membuat program belajar dengan tujuan belajar sendiri. Menurut Monks, Knoer, Siti Rahayu (Dimyati, Mujiono, 2009: 25), mengemukakan “siswa perlu di didik untuk menjalankan program dan mencapai tujuan belajar sendiri”. Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan penanaman sikap mental/nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar yang meliputi hal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta, hal personal, kepribadian atau sikap, dan hal kelakuan, keterampilan atau penampilan. 2.2.3 Pengertian Belajar Mengajar
Jika belajar adalah suatu proses yang menimbulkan kematangan, maka mengajar (didaktik) merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “didoskein” yang berasrti pengajaran atau “didaktos” yang berarti pandai mengajar. Di Indonesia didaktik berarti ilmu mengajar. Karena didaktik berati ilmu mengajat, maka pengertian didaktik menyangkut pengertian yan sangat luas. Bertolak dari pengertian di atas, keberhasilan mengajar tentunya harus diukur dari bagaimana partisipasi anak dalam proses belajar mengajar dan seberapa jauh hasil yang telah dicapainya. Dalam menjawab dua permasalahan tersebut, ahli-ahli didaktik mengarahkan perhatiannya pada tingkah laku guru sebagai organisator proses belajar mengajar. Maka timbulah prinsip-prinsip didaktik atau azas-azas mengajar, yaitu kaidah atau rambu-rambu bagi guru agar lebih berhasil dalam mengajar. Jadi, dalam uraian ini yang dimaksud azas-azas didaktik ialah prinsip-prinsip, kaidah mengajar yang dilaksanakan oleh guru secara maksimal, agar lebih berhasil. Sebagian para ahli mengatakan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan sebanyak-banyaknya dalam diri anak didik. Dalam hal ini guru memegang peranan utama, sedangkan siswa tinggal menerima, bersifat pasif. Pengajaran yang berpusat kepada guru bersifat teacher centered. Ilmu pengetahuan yang diberikan kepada siswa kebanyakan hanya diambil dari buku-buku pelajaran, tanpa dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari siswa. Pelajaran serupa ini disebut intelektualistis. Sebagian para ahli lainnya mengatakan bahwa mengajar merupakan usaha penyampaian kebudayaan kepada anak didik. Definisi kedua ini hampir sama maksudnya dengan definisi pertama. Tentu saja yang diinginkan adalah agar anak mengenal kebudayaan bangsa, kebudayaan suku dan marganya.
Tetapi lebih dari itu diharapkan agar anak didik tidak hanya menguasai kebudayaan yang ada, tetapi juga ikut memperkaya kebudayaan tersebut dengan menciptakan kebudayaan baru menurut zaman yang senantiasa mengalami perubahan. Sebagian para ahli yang lain lagi mengatakan bahwa mengajar diartikan menata berbagai kondisi belajar secara pantas. Kondisi yang ditata itu adalah kondisi eksternal anak didik. Termasuk di dalam kondisi eksternal ini adalah komunikasi verbal guru dengan anak didik. Dengan demikian, sesungguhnya kunci proses belajar-mengajar itu terletak pada penataan dan perancangan yang memungkinkan anak didik dapat berinteraktif. Berinteraktif maksudnya adalah terjadinya hubungan timbal¬ balik personal anak dengan lingkungan. Anak didik dapat berinteraktif dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial.Tiap usaha mengajar sebenarnya ingin menumbuhkan atau menyempurnakan pola laku tertentu dalam diri peserta. didik. Yang dimaksud dengan pola laku adalah kerangka dasar dari sejumlah kegiatan yang lazim dilaksanakan manusia untuk bertahan hidup dan untuk memperbaiki mutu hidupnya dalam situasi nyata. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan rohani, misalnya mengamati, menganalisis, dan menilai keadaan dengan daya nalar. Bisa juga berupa kegiatan jasmani. yang dilakukan dengan tenaga dan keterampilan fisik. Umumnya manusia bertindak secara manusiawi apabila kedua jenis kegiatan tersebut dibuat secara terjalin dan terpadu. Di samping menumbuhkan dan menyempumakan pola laku, pengajaran juga menumbuhkan kebiasaan. Kebiasaan dapat dirumuskan sebagai keterarahan, kesiapsiagaan di dalam diri manusia untuk melakukan kegiatan yang sama atau serupa atas cara yang lebih mudah, tanpa memeras atau memboroskan tenaga. Kebiasaan akan timbul justru apabila kegiatan manusia, baik rohani maupun jasmani dilakukan berulang kali dengan sadar dan penuh perhitungan.
Aunurrahman (2009: 34) mengatakan bahwa mengajar adalah suatu keadaan atau suatu aktivitas untuk menciptakan suatu situasi yang mampu mendorong siswa untuk belajar. Situasi ini tidak harus berupa transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa saja, akan tetapi dapat dengan cara lain misalnya belajar melalui media pembelajaran yang sudah disiapkan. Dengan demikian, maka dapat di simpulkan bahwa mengajar adalah upaya yang dilakukan dalam
bentuk
memberikan
bimbingan
dan
pengarahan
termasuk
mengatur
dan
mengorganisasikan lingkungan di sekitar siswa sehingga memungkinkan tumbuhnya dorongan bagi siswa untuk melakukan proses belajar. Sedangakan tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik. Guru yang berhasil mengajar di suatu sekolah belum tentu berhasil di sekolah lain. Itulah sebabnya ada pendapat bahwa mengajar itu adalah suatu “seni” tersendiri. Dengan demikian maka yang dimaksud proses belajar mengajar adalah proses mengorganisasi tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian sehingga satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik seoptimal mungkin menuju terjadinya perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
17
Proses belajar mengajar juga merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.3 Pembelajaran Think, Write and Talk
Model pembelajaran Think, Write and Talk merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memiliki empat langkah penting dalam pelaksanaannya. Empat langkah penting itu adalah sebagai berikut : 1. Langkah I - Berpikir (Thinking). Siswa diberi kesempatan untuk memikirkan materi atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh guru berupa lembar kerja dan di lakukan secara individu. 2. Langkah II – Menulis (Writing). Pada tahap ini siswa di minta menulis dengan bahasa dan pemikiran sendiri hasil dari belajar dan diskusi kelompok yang di perolehnya. 3. Langkah III – Berdiskusi (Talking). Setelah di organisasikan dalam kelompok, siswa di harapkan untuk terlibat secara aktif dalam berdiskusi kelompok mengenai lembar kerja yang telah di sediakan, interaksi pada tahap ini di harapkan siswa dapat saling berbagi jawaban dan pendapat dengan anggota kelompok masing-masing. 4. Hasil tulisan siswa di pamerkan untuk di tunjukan di hadapan kawan-kawan sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoreksi hasil kerja kelompok lain. Keterampilan dalam berpikir bagi siswa dapat dicapai dengan baik apabila dihubungkan dengan topik-topik yang di kenal siswa. Karena itu, untuk dapat mengajak siswa berpikir, guru harus mampu menghubungkan materi yang di sajikan dengan hal-hal yang sudah di kenal dan dekat dengan siswa. Tujuan pembelajaran berpikir kritis adalah menciptakan suatu semangat berpikir kritis yang mendorong siswa mempertanyakan apa yang mereka dengar dan mengkaji pikiran mereka sendiri untuk memastikan tidak terjadi logika yang tidak konsisten atau keliru.
Menurut Mansyur (Zainal Aqib, dkk 2008: 39), bahwa Komponen selanjutnya pada model Think, Write, and Talk adalah diskusi. Diskusi adalah percakapan ilmiah yang berisi pertukaran pendapat, pemunculan ide-ide, dan pengujian pendapat yang di lakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok untuk mencari kebenaran; keputusan; kesimpulan; dan pemecahan dari suatu masalah. Banyak permasalahan yang terjadi di lingkungan siswa yang memerlukan pembahasan lebih dari seseorang saja, terutama masalah-masalah yang memerlukan kerjasama dalam sebuah kelompok. Dengan demikian, diskusi menjadi jalan pemecahan yang memberi kemungkinan untuk mendapatkan penyelesaian yang terbaik. De Potter (Sanjaya 2009: 30), menyatakan bahwa model Pembelajaran Think, Write, and Talk dalam proses belajar mengajar dimana model pembelajaran ini mengharuskan siswa untuk dapat mengemukakan pendapat dalam sebuah kelompok untuk mendapatkan kesimpulan dari keputusan bersama. Ada beberapa kelebihan yang didapati antara lain sebagai berikut : 1. Suasana kelas lebih hidup, karena siswa mengarahkan pemikirannya kepada masalah yang sedang didiskusikan. 2. Siswa dilatih berpikir kritis untuk mempertimbangkan pendapat teman-temannya, kemudian menentukan sikap, menerima dan menolak. 3. Menaikkan prestasi kepribadian individual, seperti toleransi, sikap demokratis, sikap kritis, berpikir sistematis, dan sebagainya. Selama ini dalam teknik-teknik mengajar tradisional selalu mengabaikan kebenaran bahwa menulis merupakan kreativitas penting dalam proses pembelajran yang melibatkan seluruh komponen otak. Menulis hanya dianggap sebagai kegiatan menyalin kembali materi yang telah dibaca atau di dengar sehingga mudah membuat siswa merasa bosan. Hal ini tidak
selamanya benar, karena menulis justru bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi siswa jika guru bisa menyajikannya dalam bentuk yang berbeda. Pada penelitian ini, siswa diminta untuk menuliskan hal-hal yang diperoleh saat proses belajar berlangsung, baik itu permasalahan yang dihadapi, cara memcahkan permasalahan, maupun temuan-temuan lain yang didapat selama proses pembelajaran berlangsung. Kegiatan menulis yang disajikan dalam bentuk seperti ini diharapkan bukan lagi menjadi kegiatan yang membosankan bagi siswa melainkan suatu kegiatan yang dapat melahirkan pemikiran-pemikiran baru dari siswa. Sebelum pelaksanaan model pembelajaran Think, Write, and Talk pertemuan di awali terlebih dahulu dengan melakukan persiapan-persiapan, diantaranya : guru membuat RPP (Rencana Persiapan Pembelajaran), menyiapkan lembar kerja untuk siswa, menyiapkan instrumen-instrumen, dan menentukan kelompok-kelompok siswa di mana setiap kelompok bersifat herogen dalam hal jenis kelamin; prestasi akademik; dan lain-lain. Pada pelaksanaan model pembelajaran Think, Write, and Talk pertemuan diawali dengan penyampaian materi secara garis besar dan kompetensi yang ingin di capai secara klasikal, selanjutnya guru menyampaikan materi secara singkat dan permasalahan kepada siswa kemudian guru membagikan lembar kerja kepada masing-masing siswa dan meminta siswa mengerjakan lembar kerja tersebut secara individu. Selanjutnya guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Dalam kelompok tersebut, siswa di minta mendiskusikan lembar kerja sesuai dengan pemikiran masing-masing, saling bertukar dan berbagi jawaban. Setelah bekerja dalam kelompok siswa kembali ke bangku masing-masing dan di minta untuk menuliskan hasil belajar secara individu dengan bahasa dan pemikiran siswa sendiri. Tahap selanjutnya guru mengadakan pembahasan lembar kerja berupa tanya jawab
singkat kepada seluruh siswa. Di akhir pembelajaran guru membimbing siswa untuk menyimpulakan materi secara lisan dan menambahkan hal-hal yang belum di ungkapkan oleh siswa serta menyempurnakannya. Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh model serta strategi pembelajaran yang dirancang oleh seorang guru. Model dan strategi dalam proses pembelajaran sangat beragam yang mana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Model dan strategi yang dipilih guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Salah satu inovasi model pembelajaran Think, Write and Talk yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kreativitas siswa dalam berpikir kritis, berkarya dan berkomunikasi secara aktif melalui diskusi kelompok, presentasi, da kunjungan anggota kelompok. Siberman (Zainal Aqib, dkk 2008: 42), mengatakan bahwa “yang saya dengar, saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat. Yang saya dengar, lihat dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai paham. Dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai”. Pendapat di atas itulah yang menjadikan dasar dan inovasi pembelajaran dengan model Think, Write and Talk, sehingga siswa benar-benar dapat menguasai dengan baik. model pembelajaran Think, Write and Talk, banyak melibatkan siswa untuk berpikir kritis, berkreasi, dan bertukar informasi serta akan terjadi kompotensi yang dinamis dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah model pembelajaran ini adalah : (1) Think, pada tahap ini siswa dirangsang untuk berpikir bersama kelompoknya untuk dapat menemukan ide-ide pokok atau konsep-konsep penting. (2) Write, pada tahap ini masing-masing kelompok hasus menuliskan kembali hasil
temuannya pada kertas untuk dipamerkan kepada kelompok lain. (3) Talk, pada tahap ini masingmasing kelompok diberi kesempatan untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan dari kelompok lain. Pada akhir kegiatan, guru membatu siswa untuk menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran. Penulis mempunyai estimasi bahwa dengan inovasi seperi ini siswa akan lebih kreatif dan menyenangkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kreativitas serta hasil belajar siswa. 2.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka teoritik yang ada, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : “ Jika guru menggunakan model pembelajaran Think, Write and Talk, maka kreativitas belajar siswa pada mata pelajaran PKn di SMP Negeri 2 Bolang Itang Timur akan meningkat. 2.5 Indikator kinerja Sebagai indikator kinerja dalam penelitian tindakan ini adalah persentase kreativitas belajar siswa pada pelajaran PKn akan meningkat dari 30% menjadi 75%. Jika dalam pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran Think, Write and Talk.