BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penegakan Hukum Penegakan hukum
dalam bahasa belanda
disebut
dengan
rechtstoepassing atau rechtshandhaving dan dalam bahasa inggris law enforcement, meliputi pengertian yang bersifat makro dan mikro. Bersifat makro mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan dalam pengertian mikro terbatas dalam proses pemeriksaan di pengadilan termasuk proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pelaksanaan putusan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.1 Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakikatnya merupakan penerapan direksi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum akan tetapi mempunyai unsurunsur penilaian pribadi (Wayne La-Favre). Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, melahirkan dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.2 Atas dasar uraian tersebut dapat dikatakan bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi apabila ada ketidakserasian
1
2
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, 2008. Strategi Pencegahan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Refika Editama, Bandung, hlm. 87 Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 5.
9
antara ”tritunggal” nilai, kaidah dan pola perilaku gangguan tersebut terjadi apabila ada ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.3 Penegakan hukum merupakan suatu upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi penegakan hukum yang dilakukan sampai saat ini sangat bertolak belakang dengan prinsip penegakan hukum yang sebenarnya. Masyarakat yang seharusnya memperoleh perlindungan hukum akan hak-haknya malahan menjadi merasa ditindas. Fenomena yang menganggap hukum belum mampu sepenuhnya member rasa aman, adil dan kepastian perlu dicermati dengan hati-hati. Dari fenomena tersebut muncul ekspektasi agar hukum dapat ditegaskan secara tegas dan konsisten, karena ketidakpastian hukum dan kemerosotan wibawa hukum akan melahirkan krisis hukum.4 Menurut Mastra Liba ada 14 faktor yang mempengaruhi kinerja penegakan hukum yaitu :5 1) Sistem ketatanegaraan yang menempatkan “jaksa agung” sejajar menteri 2) Sistem perundangan yang belum memadai 3) Faktor sumber daya alam (SDM) 3 4
5
Ibid Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, 2008. Op.Cit, hlm. 55 Rena Yulia, 2010. Viktimologi (Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan), Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 85
10
4) Faktor kepentingan yang melekat pada aparat pelaksana a. Kepentingan pribadi b. Kepentingan golongan c. Kepentingan politik kenegaraan 5) Corspgeits dalam institusi 6) Tekanan yang kuat pada aparat penegak hukum 7) Faktor budaya 8) Faktor agama 9) Legislatif
sebagai
“lembaga
legislasi”
perlu
secara
maksimal
mendorong dan memberi contoh tauladan yang baik dalam penegakan hukum 10) Kemauan politik pemerintah 11) Faktor kepemimpinan 12) Kuatnya jaringan kerja sama pelaku kejahatan (organize crime) 13) Kuatnya pengaruh kolusi “dalam jiwa pensiunan aparat penegak hukum” 14) Pemanfaatan kelemahan peraturan perundang-undangan Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan,
walaupun
di
dalam
kenyataan
di
Indonesia
kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu ada kecenderungan lain yang mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.namun pendapat-pendapat seperti itu mempunyai kelemahan apabila pelaksanaan
11
undang-undang atau keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pokok penegak hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yaang mempengaruhinya, faktor tersebut mempunyai arti netral sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut adalah:6 1) Faktor hukumnya sendiri 2) Faktor penegak hukum 3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum 4) Faktor masyarakat yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku dan diterapkan 5) Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada rasa kemanusiaan di dalam pergaulan hidup Tujuan penegakan hukum sejalan dengan tujuan hukum itu sendiri, adalah untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan dan tujuan hukum merupakan upaya mewujudkan tercapainya ketertiban dan keadilan (Bodenheimer, 1974). Suatu ketertiban mustahil akan dapat diwujudkan, jika hukum diabaikan. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum, tidak saja berpengaruh terhadap ketertiban dan keadilan, tetapi
6
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 7-8.
12
berperan membentuk kultur (budaya) hukum suatu masyarakat karena mengatur perilaku.7 2.2
Perbandingan Menurut kamus bahasa Indonesia istilah perbandingan berasal dari kata banding yang berarti suatu proses atau cara menyeimbangkan, atau persamaan. Maka perbandingan merupakan suatu proses atau cara yang dilakukan untuk menemukan keseimbangan, persamaan dan perbedaan antara suatu objek dengan objek lainya. Perbandingan hukum adalah suatu metode penelitian dan bukan hanya suatu ilmu hukum dengan mempergunakan metode membendingbandingkan hukum yang satu dengan yang lainya.8 Dr. G. Guitens Bourgois mengemukakan bahwa perbandingan hukum merupakan suatu metode perbandingan yang diterapkan dalam ilmu hukum perbandingan hukum buknlah suatu ilmu hukum melainkan hanya suatu metode studi, suatu metode untuk meneliti suatu cara kerja yakni perbandingan.9 Sunaryati Hartono juga berpendapat bahwa perbandingan hukum bukanlah suatu bidang hukum tertentu. Misalnya hukum tanah, hukun perburuan, atau hukum acara, akan tetapi sekedar cara menyelidiki suatu
7
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, 2008. Op.Cit, hlm. 88 R. Soeroso, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 326. 9 Barda Nawawi, 2003, Perbandingan Hukum Pidana, Rajawali perss, Jakarta, hlm. 4. 8
13
metode untuk membahas suatu persoalan hukum dalam bidang apapun juga.10 Menurut Soerjono Soekanto perbandingan hukum mungkin diterapkan dengan memakai unsur-unsur sistem hukum sebagai titik tolak perbandingan hukum yang mencakup tiga unsur pokok yaitu :11 1)
Struktur hukum yang mencakup lembaga-lembaga hukum
2)
Substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur
3)
Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut. Perbandingan dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur atau
cara kumulatif terhadap semuanya. Dengan metode penelitian hukum dapat dilakukan penelitian terhadap berbagai substansi hukum yang berlaku didalam masyarakat tertentu atau cara lintas sektoral terhadap sistem-sistem hukum berbagai masyarakat yang berbeda-beda. 2.3
Tinjauan Penyidikan 2.3.1 Pengertian Penyelidik Dan Penyidik Dalam anggapan umum yang disebut sebagai penyidik hanya pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (Polri). Namun secara yuridis formal tidak demikian. Selain Polri masih ada Penyidik lain seperti penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), Jaksa dan perwira TNI Angkatan laut. Ketentuan yang mengatur hal itu, antara lain dapat disimak dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
10 11
Ibid. Ibid. hlm 11
14
KUHAP dan peraturan pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.12 Pengertian penyidik menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. Butir 4 mengatakan bahwa: “Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. Pada pasal 1 butir 4 KUHAP penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.”13 Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 KUHAP tersebut karena kewajibannya mempunyai wewenang yakni sebagai berikut :14 1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidaana 2) Mencari keterangan dan barang bukti 3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri 4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab Selanjutnya penyelidik karena atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :15 12
Bambang Waluyo, 2008. Pidana Dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 41 Andi Hamzah , 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 77. 14 Fence M. Wantu., 2011. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek., Reviva Cendekia Yogyakarta , hlm. 26. 13
15
1) Penangkapan,
berupa
larangan
meninggalkan
tempat,
penggeledahan dan penyitaan 2) Pemeriksaan dan penyitaan surat 3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 4) Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik (pasal 5 ayat (1) KUHAP) Dalam pasal 6 ayat (2) KUHAP mengatur tentang syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Kemudian pada pasal 7ayat (1) menyatakan penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang sebagai berikut :16 1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana 2) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian 3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka 4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan 5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat 6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
15 16
Ibid. Ibid.
16
8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksa perkara 9) Mengadakan penghentian penyidikan 10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab Ketentuan selanjutnya dalam Pasal 8 KUHAP menyatakan penyidik
membuat
berita
acara
tentang pelaksanaan
tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang ini. Ayat
(1) penyidik
menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Ayat (2) penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan :17 1) Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara. 2) Dalam hal penyidikan sudah dianggap percaya selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) KUHAP).
2.3.2
Pengertian Penyidikan Dan Penyelidikan Pennyidikan berasal dari istilah yang sejajar dengan investigation dari bahasa Inggris dan menurut de Pinto penyidikan dalam bahasa Belanda yaitu opsporing yang berarti pemeriksaaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undangundang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar
17
Ibid.
17
yang sekadar beralasan, bahwa ada terjadi pelanggaran hukum. Dalam Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 butir 2 pengertian penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 18 Dalam KUHAP pada Pasal 1 butir 5 pengertian penyelidikan: “Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang”19 Penyidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menggumpulkan bukti yang melibatkan langsuk pihak penyidik. Sedangkan penyelidikan merupaakan serangkaian tindakan dalam menemukan suatu peristiwa yang dianggap sebagai suatu tindak pidana yang melibatkan pihak penyelidik. Dimana kedua tindakan tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pemahaman di atas, maka yang termasuk dalam proses penyidikan yakni sebagai berikut :20 1)
Ketentuan tentang alat-alat penyidikan
18
Andi Hamzah, Op.Cti, hlm. 118 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 20 Fence M. Wantu, Ioc.Cit 19
18
2)
Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik
3)
Pemeriksaan di tempat kejadian
4)
Pemanggilan tersangka atau terdakwa
5)
Penahanan sementara
6)
Penggeledahan
7)
Pemeriksaan atau interogasi
8)
Berita acara
9)
Penyitaan
10) Penyampingan perkara 11) Pelimpahan kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan Pada
tahap
penyidikan
kadang-kadang
penyelidik
menggunakan atau dibantu oleh seorang informan. Informan artinya orang yang memberikan informasi atau orang yang biasa membantu memberikan suatu keterangan kepada seorang penyelidik atau kepada seorang penyidik yang sedang menyelidiki atau menyidik suatu tindak pidana tertentu (Drs. P.A.F. Lamintang, SH : 1984). Sebenarnya bukan hanya seorang informan, tetapi kewajiban bagi setiap orang untuk menyampaikan laporan atau pengaduan kepada penyelidik atau penyidik (Pasal 108 KUHAP) apabila terjadi berikut ini :21 1) Mengalami, melihat, menyaksikan, dan atau menjadi korban peristiwa tindak pidana.
21
Bambang Waluyo, Op.Cit, hlm. 41
19
2) Mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik. Setiap pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana.
2.3.3
Penyidik Tindak Pidana Khusus Berdasarkan KUHAP dan PP Nomor 27 Tahun 1983 pelaksanaan penyidikan tindak pidana khusus dilakukan oleh penyidik Polri dan Jaksa. Tindak pidana khusus dimaksud adalah tindak pidana yang diatur dalam undang-uandang:22 1) Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan, Dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. 2) Undang-Undang
Nomor
11
PnPs
Tahun
1963
Tentang
Pemberantasan Subversi. 3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dasar hukum pelaksanaan penyidikan, kecuali diatur oleh masing-masing undang-undang, diatur pula dalam KUHAP Pasal 284 ayat (2) dan penjelasanya seta Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983. Dinyatakan bahwa penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP
22
Ibid, hlm. 51
20
dilaksanakan oleh penyidik, jaksa, dan pejabat penyidik yang berwewenang lainya berdasarkan peraturan perundang-undangan (Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983). Penjelasan Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983 yang berwewenang melakukan penyidikan dalam tindak pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh undang-undang tertentu dilakukan dilakukan oleh penyidik, jaksa, dan pejabat penyidik yang berwewenang lainya yang di tunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan. 23
2.4
Penyidikan Menurut Peraturan Perundang-Undangan Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat,
menegakkan
hukum,
serta
memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.24 Lembaga kepolisisan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi Republik Indonesia sebagai alat penegak hukum terutama bertugas memelihara keamanan dalam negeri, dalam menjalankan tugasanya selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum Negara. Polisi dituntut melaksanakan profesinya dengan adil dan bijaksana serta mendatangkan keamanan dan ketentraman. Kepolisian Negara Republik Indonesia 23
Ibid PERKAP No. 14 Tahun 2002 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
24
21
merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan
pelayanan
kepada
masyarakat
dalam
rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sebagai alat Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan menegakan hak asasi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.25 1. Tugas dan Wewenang Kepolisian26 Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : 1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat 2) Menegakan hukum 3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat Selain itu dalam proses penanganan perkara pidana, kepolisian mempunyai wewenang antara lain : 1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. 2) Melarang orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepetingan penyidikan. 3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.
25
Pramudya Kelik Dan Ananto Widiatmoko, 2010. Etika Profesi Aparat Hukum, pustaka yustisia, Yogyakarta, hlm. 52 26 Ibid, hlm. 58-59
22
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. 5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat 6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. 7) Mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungan pemeriksaan perkara. 8) Menghentikan penyidikan. 9) Menyerahkan berkas kepada penuntut umum. 10) Member petunjuk dan bantuan penyidikan kepada pentidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum. 11) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam peraturan undang-undang kepolisian, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut dan cara yang diatur dalam undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. sedangkan penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.27
27
Sadjijono, 2010, Memahami Hukum Kepolisian, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hlm. 220.
23
Langkah awal dalam penegakan hukum merupakan tahapan penyidikan, karena itu unsur kepolisian merupakan gerbang yang utama dalam sistem peradilan pidana. Peradilan ini sangat diharapkan dapat mewujudkan keinginan masyarakat untuk memperoleh keadilan. Untuk itu dalam melakukan penyidikan kepolisian harus bersikap profesional dalam melaksan tugas dan wewenangnya. Tugas dan wewenang kepolisian dalam melakukan tindak penyidikan pada umumnya telah diatur pada Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) demikian juga pada undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni pada Pasal 14 ayat (1) huruf g menyatakan tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya. Adapun kewenangan kepolisian dalam penyidikan sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 16 ayat (1) sebagai berikut : “1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; 3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; 4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; 8) Mengadakan penghentian penyidikan; 9) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; 10) Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat
24
pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; 11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; 12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”28 Tindakan penyidikan memang sangat dibutuhkan dalam mengusut suatu peristiwa pidana mengingat maraknya peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Terutama dalam mengungkap tersangka dalam perkara pidana. Akan tetapi kenyataanya masih banyak masyarakat yang merasa kecewa dengan kinerja dari penyidik selaku alat peradilan sosial. Hal ini karena adanya pengaruh penguasa dan kekuasaan dalam penegakan hukum, sehingga seolah-olah keadilan hukum hanya dapat dimiliki oleh penguasa dan pemiliki kekuasaan bukan masyarakat. Untuk itu Dalam pelaksanaan penyidikan dan penyelidikan, pihak penyidik harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam pasal 16 ayat (2) sebagai berikut:29 1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum 2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan 3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya 4) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa 5) Menghormati hak asasi manusia.
28 29
Ibid. Ibid.
25
Dalam menerapkan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap warga masyarakat, setiap anggota polri wajib memperhatikan :30 1) Asas Legalitas Setiap tindakan petugas/anggota polri sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, baik dalam perundang-undang nasional maupun internasional. 2) Asaa Nesesitas Setiap tindakan petugas/anggota polri didasari oleh suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan penegakan hukum, yang mengharuskan anggota polri untuk melakukan suatu tindakan yang membatasi kebebasan seseorang ketika menghadapi kejadian yang tidak dapat dihindari. 3) Asas Proporsionalitas Tindakan petugas/anggota polri yang seimbang antara tindakan yang dilakukan dengan ancaman yang dihadapi dalam penegakan hukum.
2.5
Penyidikan Menurut Peraturan Perundang-Undangan Kejaksaan Jaksa adalah pejabat fungisional yang diberi wewenag oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Peran yang demikian penting dalam sistim hukum Indonesia tersebut menuntut seorang jaksa bukan hanya menguasai disiplin hukum pidana, tetapi juga disiplin hukum perdata dan hukum tata usaha Negara. Jaksa tidak hanya dituntut menguasai
30
Pramudya kelik dan ananto widiatmoko,Op.Cit, hlm. 59
26
hukum positif yang bersifat umum (lex generalis), tetapi juga bersifat khusus (lex specialist) yang banyak lahir akhir-akhir ini.31 Dalam Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 13 bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.32
Dalam undang-undang ini tidak dijelaskan secara langsung
tentang jaksa sebagai penyidik. Namun seiring perkembangan politik, kewenagan kejaksaan sudah dibentuk dalam undang-undang tersendiri sebagai penegak hukum. Landasan hukum kejaksaan di Indonesia adalah undang-undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia yang kemudian pada order baru diubah menjadi undangundang Nomor 5 Tahun 1991 yang dibentuk pada tanggal 20 November 1991 yang saat ini digantikan oleh undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesia dengan harapan dalam pelaksanan tugas dan wewenagnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan ainnya. Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara
31
Ibid, hlm. 39 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
32
27
dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undangundang.33 Tugas dan kewenangan jaksa dalam bidang hukum pidana yakni pada Pasal 30 ayat (1) sebagai berikut :34 1) Melakukan penuntutan 2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap 3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat 4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang 5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa karena kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. 33
Ibid.
28
Sehingga kejaksaan berfungsi mengadili proses perkara, karena hanya institusi kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan kepengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana.35 Dibidang penyidikan kejaksaan memiliki peran sebagai penyidik dalam tindak pidana khusus yang meliputi tindak pidana korupsi dan tindak pidana ekonomi. Walaupun pada Pasal 284 KUHAP ditegaskan bahwa semua ketentuan khusu tersebut hanya bersifat sementara dan akan diadakan peninjauan kembali. Lain halnya dalam penyidikan tindak pidana umum yang dipegang sepenuhnya oleh pihak kepolisia. Berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Pasal 17 PP No. 27 Tahun 1983 jo. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 44 ayat (4) serta ayat 1,2,3 dan 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 30 huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, menjelaskan bahwa kejaksaan adalah salah satu institusi penegak hukum yang masih berwewenang melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.36 Sebagai landasan pijak kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi mengacu kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. 35 36
Pramudya kelik dan ananto widiatmoko, Op.Cit, hlm. 36 Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, Op.Cit, hlm. 18
29
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai hukum pidana materil dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum pidana formil.37 2.6 Tindak Pidana Tindak pidana dalam bahasa belanda disebut straafbaarfeit. Terdapat dua unsur kata yaitu straafbaar dan feit. Kata feit dalam bahasa belanda diartikan sebagai dari kenyataan, sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum. Sehingga secara harfiah kata straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.38 2.6.1 Unsur-Unsur Tindak Pidana Adapun suatu tindakan dapat dikatakan tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur di bawah ini :39 a. Unsur Subjektif 1) Kesengajaan atau kelalaian 2) Maksud dari suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP 3) Berbagai maksud seperti yang terdapat dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain. 4) Merencanakan terlebih dahulu seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 340 KUHP 37 38 39
Ibid Evi Hartati, 2012. Tindak Pidana Korupsi (Edisi Dua), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 5 Ibid, hlm. 7
30
5) Perasaan takut seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. b. Unsur Objektif 1) Sifat melawan hokum 2) Kualtas dari pelaku, misalnya seorang pegawai negeri sipil melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 415 KUHP. 3) Kausalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat.
2.6.2 Jenis Tindak Pidana Jenis tindak pidana terdiri atas pelanggaran dan kejahatan. Pembagian tindak pidana ini membawa akibat hokum materil yaitu : 40 a. Undang-undang tidak membuat perbedaan antara opzet dan culpa dalam suatu pelanggaran. b. Percobaan suatu pelanggaran tidak dapat dihukum. c. Keikutsertaan dalam pelanggaran tidak dapat dihukum. d. Pelanggaran yang dilakukan pengurus atau anggota pengurus ataupun para komisaris dapat dihukum apabila pelanggaran tersebut terjadi sepengetahuan mereka. e. Dalam pelanggaran itu tidak terdapat ketentuan bahwa adanya pengaduan yang merupakan syarat bagi penuntutan.
40
Ibid
31
2.7 Tinjauan Korupsi 2.7.1 Pengertian Korupsi Ensiklopedia Indonesia kata korupsi berasal dari bahasa latin yakni ‘corruptio’ yang dapat diartikan dalam bahasa seharihari yakni penyuapan. Istilah asing lain juga ada yakni ‘corruptore’ berasal dari kata asal ‘corrumpiere’ . Perkembangan yang ada saat ini didiuga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia berarti korupsi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia istilah korupsi dapat diartikan kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran. Korupsi juga dapat diterjemahkan sebagai perbuatan
yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya41. Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam
instansi
atau
aparatur
pemerintah,
penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya. Dengan demikian dapat
41
Fence M. Wantu, Rustam Akli, dan Ibrahim Ahmad, Op.Cit, hlm. 29
32
ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang ssangat luas. Istilah korupsi mengacu pada berbagai aktivitas/tindakan secara tersembunyi dan ilegal demi kepentingan pribadi dan golongan. Dalam perkembangannya terdapat penekanan bahwa korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) ataukedudukan public untuk kepentingan pribadi.42 2.7.2 Ciri-ciri Korupsi Ciri-ciri korupsi yang dijelaskan oleh Shed Husein Alatas dalam buknya sosiologi korupsi yaitu:43 a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian atau penipuan. b. Korupsi secara umum dilakukan secara rahasia. c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbale balik. d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum. e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegass dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
42 43
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, Op.Cit, hlm. 2 Evi Hartati, Op.Cit, hlm. 10-11
33
f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan public atau umum (masyarakat). g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu bentuk penghianatan kepercayaan.
2.7.3 Faktor-faktor penyebab korupsi Foktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :44 a. Setiap pelaku yang melakukan korupsi adalah orang yang penghasilannya sudah cukup tinggi, bahkan sudah berlebih bila dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya. b. Setiap pelku yang melakukan korupsi karena adanya godaan dari pihak lain. c. Pelaku korupsinya memiliki sifat-sifat tamak, serakah, sombong, takabur, rakus yang memang ada pada manusia
2.7.4 Dasar Hukum Pengaturan Korupsi Berdasarkan sumber hukum perundang-undangan formil yang berlaku, serta berdasarkan UU No. 12 tahun 2011 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, maka yang menjadi dasar hukum pengaturan korupsi di Indonesia yakni sebagai berikut:45 a. Pancasila dan UUD 1945;
44 45
Fence M. Wantu, Rustam Akli, dan Ibrahim Ahmad, Op.Cit, hlm. 64 Ibid, hlm. 30-31
34
b. Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; c. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab-Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana atau KUHAP; e. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan saat ini sudah diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi; f. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; g. Undang-undang
nomor
30
Tahun
2002
tentang
Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; h. PP RI No. 65 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara. i. PP RI No. 66 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa; j. PP RI No. 67 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa; k. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
35
l. PP RI No. 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara; m. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi; n. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; o. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK); p. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. q. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Selain peraturan perundang-undangan di atas, sebelumnya dasar hukum dari pengaturan tindak pidana korupsi sebelum peroide tahun 1970-an dapat dilihat berbagai peraturan yang ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi sebagai berikut:46 a. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 dan Peraturan Penguasa Merang Nomor PRT/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi; b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi;
46
Ibid. hlm. 32
36
c. Keputusan Presiden
Nomor 228 Tahun 1967 tentang Tim
Pemberantasan Korupsi; d. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1970 tentang Pembentukan Komisi Empat Pada dasarnya tindak pidana korupsi selain diatur dalam berbagai peraturan yang telah disebutkan tersebut, sebenarnya sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana sebenarnya
terdapat
ketentuan-
ketentuan yang mengancam dengan pidana orang yang melakukan korupsi terutama kaitannya dengan penyalahgunaan jabatan.47 Ketentuan-ketentuan tindak pidana korupsi yang tindak pidana korupsi yang belum diatur secara lengkap dalam KUHP. Sebenarnya ketentuan tindak pidana korupsi dalam KUHP dapat dilihat dalam berbagai pasal yakni Pasal 209 KUHP, Pasal 210 KUHP, Pasal 387 KUHP, Pasal 388 KUHP, Pasal 415 KUHP, Pasal 416 KUHP, Pasal 417 KUHP, Pasal 418 KUHP, Pasal 419 KUHP, Pasal 420 KUHP, Pasal 423 KUHP, Pasal 425 KUHP, dan Pasal 434 KUHP.48 Pengaturan lain dalam peraturan perundang-undangan selain ketentuan yang ada di berbagai pasal KUHPidana tersebut tidak lain untuk memberi penegasan yang lebih jelas tentang tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana yang dapat menghancurkan negara. Dengan pengaturan yang ada diberbagai perundang-undangan sebagaimana telah 47 48
Ibid Ibid, hlm. 33
37
disebutkan dalam dasar ataupun landasan hukum di atas, tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang harus dicarikan solusi atau upaya penyelesaian
hukumnya
sebagaimana
diharapkan
oleh
berbagai
peraturan perundang-undangan di atas yang menjadi dasar hukum tindak pidana korupsi sendiri.49
49
Ibid
38