BAB II KAJIAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kemiskinan Sajogya (dalam Marliati 2005) mengartikan Kemiskinan tidak sebatas hanya dicerminkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan pengeluaran. Sajogya memandang kemiskinan secara lebih kompleks dan mendalam dengan ukuran delapan jalur pemerataan yaitu rendahnya peluang berusaha dan bekerja, tingkat pemenuhan pangan, sandang dan perumahan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kesejahteraan desa dan kota, peran serta masyarakat, pemerataan, kesamaan dan kepastian hukum dan pola keterkaitan dari beberapa jalur tersebut. Mubyarto (1998:4) kemiskinan merupakan salah satu situasi serba kekurangan dan disebabkan terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Menurut Todaro (2002:200) salah satu generalisasi (anggapan sedehana) yang terbilang paling valid mengenai penduduk miskin adalah bahwa mereka pada umumnya bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lain yang erat hubunganya dengan sektor ekonomi tradisional. Pada membandingkan
umumnya tingkat
ahli-ahli
ekonomi
kesejahteraan
10
berpendapat
seseorang
dapat
bahwa
dilakukan
untuk dengan
membandingakan tingkat konsumsi mereka. Hal ini mengingat tingkat konsumsi mudah diukur dan dapat dikualifikasikan dengan mudah, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kondisi dimana seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya, hak dasar tersebut antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, serta rasa aman dari tindak kekerasan dan dapat berpartisipasi di dalam kehidupan sosial politik (Pranab Bardhan, 2006:38). Menurut Suparlan (1984:12) kemiskinan di definisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah: yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Tolak ukur yang digunakan adalah batasan tingkat pendapatan per waktu kerja (Rp 30.000,00 per bulan atau lebih rendah) yang dibuat berdasarkan atas batas minimal jumlah kalori yang dikonsumsi per orang yang diambil persamaannya dalam konsumsi beras di pedesaan 320kg beras dan di kota 480kg per tahunnya (Sajogya dalam Subagyo, 2003:13). Pengertian kemiskinan itu sangat luas tetapi para ahli ekonomi mengelompokkan ukuran kemiskinan menjadi 2 macam yaitu: pertama, Kemiskinan absolut yang diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan dari satu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, papan, pemukiman, kesehatan, dan pendidikan. Ala (1981), mengartikan kemiskinan dari segi material dan non material sebagai, tidak ada atau kurang (relatif sedikit) nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang berhasil diakomodasikan oleh aktor yang sedikit banyak bersifat “sah”. Melalui definisi ini, ada beberapa hal penting yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
11
1) Nilai-nilai (Values) Nilai-nilai dimaksudkan sebagai sesuatu yang dihargai tinggi oleh masyarakat. Nilai dalam masyarakat menurut Harold Laswell terdiri dari power (kekuasaan),
enlightenment
(pendidikan/pengetahuan),
wealth
(harta
benda/kekayaan), wellbeing (keadaan kesehatan), skill (keterampilan), affection (kasih sayang), rectitude (keadilan), deference (penghargaan/penghormatan). Karl Deutsch menambah dua nilai lagi yaitu security (keamanan) dan liberty (kebebasan). 2) Kemiskinan Multidimensional Banyaknya nilai yang ada dalam masyarakat menyebabkan kemiskinan pun memiliki banyak dimensi. Dari pengertian kemiskinan diatas diketahui ada sepuluh macam nilai yang ada dalam masyarakat, sehingga dengan demikian ada sepuluh macam dimensi atau aspek kemiskinan, yaitu miskin dalam hal kekuasaan, harta benda (kekayaan), kesehatan, pendidikan (pengetahuan), keterampilan/keahlian, cinta kasih, keadialan, penghormatan (penghargaan), keamanan dan kebebasan. Adanya Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas dalam arti penyaluran kewenangan pemerintah yang secara nyata dilaksanakan daerah. 3) Adanya Hubungan Antara Aspek-aspek kemiskinan Kesepuluh aspek-aspek kemiskinan itu saling berhubungan satu sama lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ini berarti, kemajuan atau kemunduran pada satu aspek kemiskinan dapat mempengaruhi kemajuan dan kemunduran aspek-aspek lainnya. Hubungan aspek-aspek kemiskinan ini oleh
12
Lukas Hendratta (dalam Marliati, 1993) disebut dengan istilah “spiral kemiskinan” (poverty spiral). Sifat antara hubungan di antara aspek-aspek ini adalah bahwa satu aspek dapat mempengaruhi aspek lainnya, baik dalam arti pengaruh positif maupun pengaruh negatif. 4) Aktor-aktor Kemiskinan Aktor-aktor kemiskinan adalah para pelaku yang hanya sedikit atau tidak mampu mengakumilasikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Aktor bisa berupa individu, masyarakat, kolompok, organisasi. Bappenas (2002 dalam Marliati, 2005), kemiskinan adalah suatu situasi dan konsidi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Bank Dunia (1990, dalam Marliati, 2005) mendefiniskan kemiskinan sebagai tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan UD$ 1 per hari. Biro Pusat Statistik (2002, dalam Syaefudin, 2003) mendifinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2100 kalori per kapita per hari. Menurut BKKBN (dalam Syaefudin, 2003) kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapt melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan 2 kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian, bagian terluas rumah berlantai tanah dan tidak mampu membawa anggota keluarga kesarana kesehatan. Ukuran ini dikaitkan dengan batasan pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak. Seseorang yang mempunyai pendapatan dibawah kebutuhan minimum maka orang tersebut
13
dikatakan miskin. Kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang berkaitan dengan distribusi pendapatan yang mengukur ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif ini seseorang yang telah mampu memenuhi kebutuhan minimumnya belum tertu disebut tidak miskin. Kondisi seseorang atau keluarga apabila dibandingakan dengan masyarakat sekitarnya mempunyai pendapatan lebih rendah, maka keluarga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Dengan kata lain kemiskinan ditentukan oleh keadaan sekitarnya dimana orang tersebut tinggal (Arsyad, 1997:70-71)
2.1.2
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Menurut Friedman (1981; dalam Tadjuddin, 1995:261) kemiskinan di kota
erat kaitanya dengan langkanya peluang kerja yang produktif. Dalam banyak kasus penghasilan mereka hanya dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari meskipun mereka telah bekerja keras, Jadi dapat dikatakan bahwa kemiskinan lebih di sebabkan oleh keadaan ekonomi. Menurut Geertz (1974) dalam Tadjuddin (1995:257) kemiskinan pedesaan sebagai akibat dari adanya pertanian, beliau berpendapat bahwa adanya mekanisme pembagian penghasilan dengan melanggengkan derajat homogenitas sosial ekonomi. Geertz mengatakan struktur kepemilikan tanah yang timpang berarti mencerminkan ketidaksamaan penghasilan masyarakat pedesaan. Menurut Zadjuli (1995:23) faktor penyebab kemiskinan di dunia termasuk di Indonesia sebagai berikut:
14
1) Kemiskinan kerena kolonialisme Masyarakat miskin disebabkan oleh penjajahan yang memeras suatu bangsa dalam kurun waktu yang lama. Seperti halnya Nepal (U$ 170), Banglades (U$ 210) India (U$ 350) dan Pakistan (U$ 380), yaitu berkat penjajahan Inggris. 2) Miskin karena tradisi sosial kultural seperti : Suku dayak di pedalaman Kalimantan, Suku Kubu dan Suku Sumatra. 3) Miskin karena terisolasi Kemiskinan karena lokasi tempat tinggal terisolasi, misalnya orang mentawai di Kepulauan Mentawai, Suku Tengger di Jawa Timur. 4) Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural terdiri dari struktur kekuasaan ekonomi dan persaingan yang berat setelah menjadikan Negara Utara dan Negara Selatan katulistiwa kebanyakan miskin. Persaingan yang tidak seimbang antara daerah yang mempunyai keunggulan komparatif. Ketimpangan yang dimaksud meliputi: ketimpangan pemilikan lahan, pemilikan modal, dan struktur kualitas sumber daya manusia.
2.1.3
Ukuran Kemiskinan Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan memang tidak mudah
untuk mengukurnya. Namun demikian, dibawah ini akan menjelaskan 3 macam ukuran kemiskinan yang umum digunakan yaitu, 1) Kemiskinan Absolut Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau
15
kebutuhan minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara baik. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin atau sering disebut garis batas kemiskinan. Jadi konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimim yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup (Todaro, 2002). Selanjutnya kriteria untuk garis kemiskinan dengan asumsi pendapatan per kapita pertahun dalam nilai yang disamakan dengan beras. Garis kemiskinan yang digunakan ada tiga, dengan membedakan daerah pedesaan dan perkotaan. Untuk daerah pedesaan penduduk dengan konsumsi beras kurang dari 320 kg per kapita per tahun dapat digolongkan miskin. Di daerah perkotaan adalah 480 kg per tahun (Sajogyo dalam Subagyo, 2003:13). 2) Kemiskinan Relatif Menurut Arsyad (1999:232), kemiskinan relatif yang berkaitan dengan distribusi pendapatan perorangan digunakan Gini Ratio yang merupakan ukuran derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu negara yang diperoleh dengan menghitung luas daerah antara lain garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana terdapat Kurve Lorenz tersebut seperti yang direkomendasikan Bank Dunia. Klasifikasi Gini Ratio adalah sebagai berikut: pertama, ketidakmerataan tinggi = 0,50-0,70, kedua, ketidakmerataan sedang = 0,30-0,49 dan ketiga, ketidakmerataan rendah = 2,20-0,36
16
3) Kemiskinan Politik Menurut Ellis (Tadjuddin, 1995:253) kemiskinan politik menekankan pada derajat akses terhadap kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud mencakup tatanan sistem sosial (politik) yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang/tatanan sistem sosial yang menentukan alokasi penggunaan sumber daya. Cara mendapatkan akses itu dapat melalui sistem politik formal, kontak-kontak informal dengan struktur kekuasaan, dengan mempunyai pengaruh pada kekuasaan ekonomi. Namun aspek-aspek itu tidak begitu penting dalam menilai kemiskian politik. Hal yang perlu diperhatikan dalam menilai kemiskinan politik adalah (1)
Bagaimana sekelompok orang dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam masyarakat itu.
(2)
Bagaimana sekelompok orang dapat turut ambil bagian dalam pengambilan keputusan penggunaan sumber daya yang ada.
(3)
Kemampuan untuk turut serta dalam membentuk keleluasaan dalam masyarakat yang akan dilaksanakan dan ditaati oleh pemeritah.
4) Kemiskinan Sosial Selain kemiskinan yang didasarkan pada ukuran pendapatan, kemiskinan dapat dilihat dari kemampuan masyarakatn untuk memperoleh akses kepada pelayanan dasar, seperti: (1)
Rendahnya kualitas pendidikan yang disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik dan sarana pendidikan di daerah miskin/terpencil, serta sulitnya mengakses layanan pendidikan karena hambatan geografis.
17
(2)
Rendahnya akses pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi, diantaranya meliputi pula masih belum memadainya tenaga medis, dana dan peralatan medis di daerah miskin serta hambatan geografis/fisik dalam mengakses pelayanan kesehatan sehingga mengakibatkan antara lain rendahnya usia harapan hidup dan gizi buruk anak dan balita.
(3)
Rendahnya akses masyarakat miskin kepada peayanan air minum.
(4)
Keterbatasan terhadap akses sumber-sumber pendanaan dan masih rendahnya kapasitas serta produktivitas usaha.
(5)
Masih lemahnya kelembagaan pengutamaan gender dan anak terutama di tingkat kabupaten/kota.
(6)
Masih biasnya pengaturan undang-undang mengenai gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan dan kehiduan termasuk anak sehingga mengakibatkan rendahnya angka gender-related development index (GDI).
2.1.4
Indikator Kemiskinan Ada bermacam-macam indikator kemiskinan antara lain yaitu 1) tingkat
konsumsi beras, 2) tingkat pendapatan, 3) pengeluaran rumah tangga, 4) kebutuhan fisik minimum, 5) kebutuhan dasar, 6) kriteria dari Badan Pusat Statistik (BPS). 1) Tingkat Konsumsi Beras Menurut Sajogyo (Arsyad, 1999:240) garis kemiskinan yang digunakan ada tiga yaitu: dengan membedakan daerah pedesaan dengan daerah perkotaan, untuk daerah pedesaan penduduk dengan konsumsi beras kurang dari 320 kg per
18
kapita per tahun dikatakan penduduk miskin. Sedangkan untuk daerah perkotaan adalah 480 kg per kapita per tahun. Selanjutnya Sajogyo merinci kemiskinan dalam kategori seperti tabel 2.1. Tabel 2.1 Katagori Kemiskinan Menurut Sajogyo di Perdesaan dan Perkotaan berdasarkan tingkat konsumsi beras No
Kategori
1 Melarat 2 Sangat Miskin 3 Miskin Sumber : Arsyad (1999:240)
Pedesaan
Perkotaan
180 Kg 240 Kg 320 Kg
270 Kg 360 Kg 480 Kg
Menurut Sajogyo (Arsyad, 1999:240) sejak tahun 1979 garis melarat dihilangkan dan kemudian ditambah haris Nyaris Miskin Yaitu dengan 480 kg di desa dan 720 kg di kota. 2) Tingkat Pendapatan Kategori rumah tangga miskin menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan pendapatan adalah : (1) RTM sangat miskin (mempunyai penghasilan < Rp 480.000/bulan) (2) RTM miskin (mempunyai penghasilan Rp. 480.000 – Rp 600.000/bulan) (3) RTM mendekati miskin (mempunyai penghasilan > Rp. 600.000 – Rp. 700.000/bulan). 3) Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran Rumah Tangga merupakan alternatif lainnya untuk mengukur kesejahteraa. Hal ini sudah digunakan oleh Badan Pusat Statisik (BPS). Pengeluaran Rumah Tangga dibagi dalam dua kategori yaitu: pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Apabila proporsi pengeluaran untuk makanan
19
berkurang maka dapat dikatakan bahwa kesejahteraan seseorang telah meningkat. 4) Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) Kebutuhan fisik minimum digunakan untuk menentukan tingkat upah/gaji karyawan. Nilai KFM mencerminkan jumlah minimum nilai ekonomi dari barang dan jasa yang diperlukan oleh seorang pekerja, dan juga keluarganya dalam jangka waktu satu bulan. Barang dan jasa tersebut antara lain: (1) makanan dan minuman, (2) bahan bakar, (3) perumahan dan alat-alat didapur, (4) pakian dan sandang, (5) lain-lain. 5) Kebutuhan dasar (Basic Needs Approach) Kebutuhan dasar (basic need) pengertian lebih luas dari KFM. Komponen lain yang diperhitungkan dalam kebutuhan pokok antara lain: kesehatan, pendidikan, penyediaan air, partisipasi, desentralisasi kesempatan kerja, dan lain-lain. Beberapa komponen untuk menentukan tingkat kesejahteraan, antara lain: kesehatan, konsumsi gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, dan kebebasan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Nilai pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan inilah yang digambarkan sebagai garis kemiskinan (GK). (BPS, 2008;3). 6) Kriteria BPS Menurut
BPS
Provinsi
Bali,
(2005:4-5)
kriteria
keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin apabila:
20
untuk
menentukan
(1)
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
(2)
Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu
(3)
Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/bersama-sama dengan rumah tangga lain
(4)
Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain
(5)
Sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik
(6)
Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan
(7)
Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu/arang/minyak tanah
(8)
Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
(9)
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
(10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari (11) Tidak sanggup membayar pengobatan di Puskesmas/Poliklinik (12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan pekerja lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan. (13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tamat SD/hanya SD (14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, atau barang modal lainnya
21
Jika minimal 9 (sembilan) dari 14 (empatbelas) variabel terpenuhi sebagai rumah tangga miskin. Rumah tangga yang tidak layak mendapatkan STL adalah a. Rumah tangga yang tidak memenuhi 9 atau lebih cirri rumah tangga miskin b. PNS/TNI/Polri/Pensiunan/Purnawirawan/Veteran c. Penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap d. Pengungsi yang diurus oleh pemerintah e. Ada ART (Anggota Rumah Tangga) yang memiliki asset kendaraan bermotor, banyak hewan ternak, sawah/kebun luas, kapal motor, handphone, atau barang berharga lainnya. Data mengenai rumah tangga miskin diperoleh melalui 3 cara yaitu (1)
Pada awalnya data masyarakat miskin berasal dari data BKKBN, yaitu data keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera I, yang menurut BKKBN merupakan termasuk dalam kategori miskin, berdasarkan data inilah kemudian BPS melakukan pendataan kembali ke alamat-alamat yang telah dibuat.
(2)
Bersamaan dengan dilakukannya survei ke alamat keluarga miskin yang dikelurkan oleh BKKBN, BPS sendiri mencatat rumah tangga yang sekiranya memenuhi kriteria RTM yang langsung ditemui pada saat melakukan pendataan.
(3)
Data RTM juga diperoleh dari informasi para pemuka-pemuka masyarakat, karena pemuka inilah yang mengetahui kondisi riil
22
masyarakatnya, dengan informasi tersebut BPS mendata langsung dan menyesuaikannya dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2.1.5. Program Penanggulangan Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah besar dan kompleks yang ditimbulkan oleh gabungan antara faktor budaya, sosial, politik dan ekonomi. Karena itu strategi dan program penanggulangan kemiskinan memerlukan pendekatan yang terpadu, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap yang terencana dan berkesimambungan. Disamping itu penanggulangan kemiskinan menurut keterlibatan semua pihak, termasuk Bupati, Walikota, anggota DPRD, Ornop (termasuk LSM, lembagalembaga sosial dan keagamaan, partai politik) dunia usaha dan berbagai unsure masyarakat madani lainnya. Indonesia memiliki peluang emas utuk mengentaskan kemiskinan dengan cepat dengan kondisi: (a) mengingat sifat kemiskinan di Indonesia, dengan memusatkan perhatian pada beberapa bidang prioritas dapat diperoleh keberhasilan dalam perang melawan kemiskinan dan rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. (b) Sebagai Negara penghasil minyak dan gas bumi, Indonesia dalam beberapa tahun kedepan akan meraih keuntungan dari peningkatan penerimaan Negara-sebesar US$10 milyar pada tahun 2006-berkat melonjaknya harga minyak dan pengurangan subsidi BBM. (c) Indonesia bisa memetik manfaat yang lebih besar lagi dari proses demokratisasi yang masih terus berlangsung (Streer, 2006) Sejak tahun 1960-an pemerintah telah berupaya menanggulangi kemiskinan dengan strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat melalui Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (PENASBEDA) akan tetapi usaha pemerintah tidak
23
berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena disebabkan oleh terjadi krisis politik pada tahun 1965. Program tersebut dimulai lagi tahun 1970-an melalui PELITA, sasaran yang ingin ditempuh oleh pemerintah adalah kelompok-kelompok masyarakat yang berada di Desa tertinggal dengan memberikan dana bergulir yang ketentuannya di sepakati secara musyawarah oleh masing-masing kelompok masyarakat. Menurut Mubyarto (2001;143) program-program: Jaringan Pengamanan Sosial (JPS) tetap merupakan program-program penyelamatan bagi penduduk miskin. Padahal 12,3 juta orang tidak lagi miskin (hanya miskin sementara), maka tidak pada tempatnya pemerintah Indonesia yang benar-benar sudah jatuh miskin memaksakan diri untuk melaksanakan program-program darurat yang demikian, lebih-lebih jika dananya berasal dari utang luar negeri. Program JPS ini diubah bentuknya menjadi program-program penanggulangan kemiskinan gaya lama seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang benar-benar mampu memperdayakan ekonomi kerakyatan yang pada umumnya sudah pulih seperti kondisi sebelum krisis ekonomi. Keuangan mikro dapat menjadi faktor kritikal dalam usaha penanggulangan kemiskinan yang efektif. Peningkatan akses dan pengadaan sarana penyimpangan, pembiayaan dan asuransi yang efisien dapat membangun keberdayaan kelompok miskin dan peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan. Dalam menanggulangi kemiskinan dibutuhkan suatu pemikiran dan kerja keras yang sangat penjang karena kemiskinan sangatlah kompleks sehingga banyak aspek yang mempengaruhinya. Oleh karena itu upaya penanggulangan kemiskinan mensyaratkan adanya identifikasi mengenal siapa, apa, bagaimana, dimana dan mengapa ada masyarakat
24
miskin. Identifikasi tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam menentukan kebijakan
yang paling sesuai untuk menanggulangi masalah kemiskinan
(Sumodoningrat, 2003). Setiap program penangulangan kemiskinan yang digulirkan oleh pemerintah memiliki tujuan masing-masing. Adapun program-program penangulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah berdasarkan tujuan diselenggarakannya program tersebut adalah 1) Pemenuhan Kebutuhan dasar masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar diantaranya, (1) Pelayanan Pendidikan bagi keluara miskin Pelayanan
pendidikan
kepada
keluarga
miskin
bertujuan
untuk
membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh pelayanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun. Kebijakan ini dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Komponen kebijakan ini adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan
Khusus
Murid
(BKM).
BOS
diperuntukkan
dalam
penyelenggaraan pendidikan, sedangkan BKM ditujukan untuk pemberian beasiswa bagi siswa wajib belajar dari keluarga miskin. Tujuan diberikannya beasiswa kepada anak-anak keluarga miskin adalah agar keperluan siswa seperti seragam, alat tulis dan transportasi dapat dipenuhi sedangkan untuk BOS sendiri diberikan agar siswa dapat dibebaskan dari iuran sekolah dalam bentuk dana yang dibayarkan langsung ke sekolah.
25
(2) Pelayanan kesehatan bagi kelurga miskin Pelayanan kesehatan kepada keluarga miskin bertujuan meningkatkan akses pelayanan
kesehatan
bagi
seluruh
penduduk
miskin
dengan
terselenggaranya pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya, serta rawat inap kelas III di rumah sakit dengan sistem rawat jalan tingkat pertama di Puskesmas, rawat inap tingkat pertama di Puskesmas, pelayanan gawat darurat di Puskesmas, rawat jalan dan rawat inap tingkat lanjut di ruang rawat kelas III RS Pemerintah dan RS Swasta yang ditunjuk Pemerintah. (3) Penyediaan prasarana dan sarana desa Penyediaan sarana dan prasarana desa dilakukan di daerah yang dikategorikan banyak dihuni keluarga miskin yang dilakukan dengan tujuan memberikan lapangan pekerjaan dan perluasan lapangan medis kepada keluarga miskin.dan juga bertujuan menyediakan prasarana fisik yang mendukung kegiatan ekonomi keluarga miskin di pedesaan. 2) Peningkatan Kesempatan Berusaha Pelaksanaan kebijakan peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin diarahkan pada kegiatan- kegiatan: (1) program pengembangan kecamatan (PPK); (2) program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP); (3) program peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (P4K); (4) program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP); (5) program kemitraan dan pengembangan ekonomi local (KPEL); dan (6) program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa (PMPD).
26
(1) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin yang dilakukan oleh skema PPK memiliki tujuan meningkatkan penghasilan kepada masyarakat miskin desa, PPK sendiri dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri. (2) Program Penangulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin yang dilakukan melalui skema P2KP bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin secara ekonomi, sosial dan lingkungan di kawasan kelurahan. Dengan sasaran pencapain penanggulangan kemiskinan dan memberikan kontribusi dalam pencapaian salah satu target MDGs yaitu meningkatkan kesejahteraan umat manusia. P2KP dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. (3) Program Peningkatan Pertanian dan Nelayan Kecil (P4K) P4K
dilaksanakan
oleh
Depatemen
Pertanian,
P4K
bertujuan
menumbuhkan kemandirian dan memberdayakan masyarakat prasejahtera di pedesaan agar bersedia dan mampu menjangkau fasilitas yang tersedia untuk mengembangkan agribisnis agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga miskin. (4) Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Skema PEMP dilaksanakan oleh Depatemen kelautan dan Perikanan yang secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan lembaga keuangan
27
mikro, penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan, PEMP dimulai dari tahun 2001. (5) Program Kemitraan dan Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL) Selain itu terdapat pula skema KPEL dengan pendekatan fasilitas kelembagaan. KPEL dilaksanakan oleh Bappenas. Skema KPEL bertujuan: (a) menguatkan kapasitas pemeerintahan lokal dalam mendukung pengembangan ekonomi lokalyang berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik; (b) meningkatkan pola pembangunan desa dan kota yang seimbang dalam rangka pengembangan ekonomi lokal; (c) meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan kerja produktif; (d) memberdayakan komunitas lokal agar mampu mengambil inisiatif secara mandiri dalam pembangunan ekonomi lokal. (6) Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (PMPD) Selain itu terdapat pula skema PMPD yang bertujuan; (a) memberdayakan masyarakat desa dengan meningkatkan kapasitas aparat pemerintah dalam memfasilitasi pembangunan desa; dan (b) mendukung kegiatan investasi lokal
serta
meningkatkan
keterkaian
perdesaan-perkotaan
dengan
membangun sarana dan prasarana pedesaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan produktivitas usaha skala kecil dan mikro. Skema PMPD dilaksanakan oleh Departeman Dalam Negeri.
28
3) Perlindungan Sosial Dalam rangka mengurangi beban masyarakat miskin akibat dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan oktober 2005, dilaksanakan Program Subsidi Langsung Tunai (STL). Program ini rencananya akan dilaksanakan dalam epat kali pembayaran. Penerima STL adalah rumah tangga miskin hingga mendekati miskin. Dampak pemberian STL secara umum adalah menjaga daya beliRTM di seluruh kabupaten/kota yang terjangkau, agar tidak tergerus kenaikan harga umum setelah subsidi dikurangi. Dibidang kesehatan, program perlindungan social yang dilakukan adalah mengatasi permasalahan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (KB-KR) pada penduduk miskin. Kebijakan umum yang diambil diantaranya diarahkan untuk: (a) memberdayakan dan menggerakkan masyarakat untuk membangun keluargakecil berkualitas; dan (b) memberikan fasilitas penyediaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro bagin pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan keluarga miskin. Kebijakan umum tersebut kemudian dijabarkan menjadi kebijakan oprasional, diantaranya dengan meningkatkan perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum diinginkan. Upaya meningkatkan perencanaan kehamilan dan kehamilan yang belum diinginkan tersebut dilaksanakan diantaranya melalui pelayanan KB gratis bagi penduduk miskin.
2.1.6
Efektivitas Subagyo (2000;23) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan
tujuan yang telah ditetapkan, tingkat efektivitas program dalam hal ini
29
menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Apabila realisasi program 1 persen sampai dengan 50 persen dari target termasuk efektivitas rendah, sedangkan apabila realisasi program antara 51 persen sampai dengan 100 persen dari target, termasuk efektivitas tinggi. Menurut Manurung (1997:50-54) mengatakan bahwa untuk mengetahui dampak pemberian kredit kepada masyarakat dapat dilihat pengaruhnya terhadap pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:134) efektivitas merupakan ukuran hasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya, apakah suatu organisasi telah mencapai tujuannya maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Dalam menentukan tingkat efektivitas bantuan subsidi langsung tunai, dipergunakan kriteria efektivitas dari Litbang Depdagri (1991) sebagai berikut 1) Koefisien efektivitas bernilai kurang dari 40% = sangat tidak efektif 2) Koefisien efektivitas bernilai 40% - 59,99% = tidak efektif 3) Koefisien efektivitas bernilai 60% - 79,99% = cukup efektif 4) Koefisien efektivitas bernilai diatas 79,99% = sangat efektif Selanjutnya untuk mengukur tingkat bantuan program Jaminan Kesehatan Masyarakat kepada rumah tangga miskin di Kecamatan Jembrana Kabupaten Jembrana perlu disiapkan variabel jumlah keluarga miskin yang merupakan target untuk mengetahui efektivitas program tersebut, dimana keluarga miskin yang dipakai adalah keluarga yang memperoleh bantuan Jaminan Kesehatan Masyarakat.
2.1.7
Konsep Kesejahteraan
30
Wickenden (Basuki 1995: 5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin dan memperkuat berbagai jenis penyediaan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang akui sebagai kebutuhan dasar bagi kesehteraan warga negara dan untuk berfungsinya secara lebih baik ketertiban sosial. Kesejahteraan sosial meliputi semua bentuk penanganan yang berhubungan dengan pemeliharaan kesejahteraan individu dan masyarakat sebagai keseluruhan Definisi kesejahteraan sosial yang dikemukakan oleh PBB menyebutkan kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan yang penuh baik jasmani, mental maupun sosial dan bukan hanya kebetulan-kebetulan sosial tertentu saja. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial menyebutkan: Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil dan spirituiil yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir bantin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta sewajiaban sesuai dengan Pancasila. Adapun fungsi-fungsi kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut: 1) kegiatan pemeliharaan untuk melindungi individu dengan menyediaakan dukungan dan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kehidupan secara damai, 2) kegiatan pengembangan yang dalam lingkup nilai-nilai sosial dan struktural politik yang berlaku, membantu pertumbuhan secara tertib dari individu dan lembaga-lembaga keluarga, ekonomi dan keagamaan dalam kerangka rencana dan aspirasi nasional untuk meletakkan
31
dasar bagi pengembangan penuh individu dan keluarga, 3) kegiatan pengubahan yang langsung diajukan kepada pengubah fungsionalitas individu, keluarga dan kelompok pada saat mereka ingin berubah dan bila perubahan diperlukan untuk melindungi dirinya dan lain, juga diarahkan secara langsung kepada perubahan unsur-unsur yang bermakna dalam struktur sosial.
2.1.8
Dampak Program Dampak Program adalah merupakan akibat dan pengaruh kepada
masyarakat yang berdampak terhadap pendapatan masyarakat. Pendapatan masyarakat meningkat sebanyak tambahan pembelanjaan agregat. Penambahan pendapatan masyarakat akan mendorong pertambahan konsumsi (Sukirno, 2004). Subagyo (2000:23) menyebutkan 2 (dua) dampak utama dan bantuan dana (kredit mikro) yakni peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan peluang usaha atau kerja. Untuk mengetahui dampak bantuan kepada masyarakat penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan adalah dampaknya terhadap pendapatan masyarakat.
Dari
hasil
penelitian
tersebut,
dapat
disimpulakan
program
penanggulangan kemiskinan memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima bantuan program penangulangan kemiskinan.
2.1.9 Pengertian Jaminan Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Deklarasi Universal Hak azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatanganinya) dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 28H, menetapkan
32
bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Kesadaran tentang pentingnya jaminan sosial terus berkemabang sesuai dengan amanat pada pembukaan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan sosial dalam pembukaan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, (SJSN), menjaadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kejelahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Berdasarkan konstitusi dan Undang Undang tersebut, Kementrian Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin /JP-KMM (2005) atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jamkesmas sampai sekarang. Jamkesmas adalah bentuk belanja bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan tidak mampu serta peserta lainnya yang uraiannya dibayar oleh Pemerintah. Program ini diselenggarankan secara Nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Program Jamkesmas Tahun 2010 dilaksanakan dengan beberapa perbaikan pada aspek kepesertaan, pelayanan, pendanaan dan pengorganisasian.
33
Pemerintah Pusat menyiapkan anggaran untuk pendanaan Program Jamkesmas dan Jampersal untuk setiap kabupaten dan kota yang ada di Indonesia tahun anggaran 2011 sebesar 1,895 triliun rupiah. Anggaran untuk Program Jamkesmas sebesar 972 milyar dan Jampersal sebesar 922 milyar. Provinsi Bali mendapatkan dana alokasi untuk Program Jamkesmas dan Jampersal tahun anggaran 2011 sebesar 19 milyar, untuk program Jamkesmas sebesar 7,241milyar dan Program Jampersal sebesar 12,424 milyar, dan Kabupaten Jembrana mendapat dana alokasi untuk program Jamkesmas sebesar 307 juta rupiah dan untuk Program Jampersal sebesar 836 juta rupiah. Secara umum tujuan program Jamkesmas ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Bali pada khususnya. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya peserta harus menunjukkan kartu Jamkesmas. Pelayanan kesehatan tentunya harus dilakukan secara bertahap, dari tempat pelayanan kesehatan terdepan/terkecil (Puskesmas) kemudian dilanjutkan ke Rumah Sakit Daerah dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (Bali). Dengan menunjukkan kartu Jamkesmas masyarakat miskin sudah bisa mendapatkan pelayanan gratis ini. Pada dasarnya manfaat yang disediakan bagi peserta bersifat komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan komprehensip tersebut meliputi antara lain: 1. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan Jaringanya. a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan jaringannya yang meliputi pelayanan:
34
1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik, dan penyuluhan kesehatan. 2) Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin) 3) Tingdakan medis kecil 4) Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut dan tambal 5) Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi, dan balita 6) Pelayanan KB dan efek samping (alat kontrasepsi disediakan BKKBN) 7) Pemberian obat.
b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas perawatan, meliputi pelayanan: 1) Akomodasi rawat inap 2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik, dan penyuluhan kesehatan 3) Laboratorium sederhana (darah, urin, feses rutin) 4) Tindakan medis kecil 5) Pemberian obat 6) Peersalinan normal dan dengan penyulit (PONED) Biaya pelayanan rawat inap tingkat pertama tidak diklaimkan secara terpisah akan tetapi menjadi bagian dari kapasitas dana pelayanan kesehatan dasar. c. Persalinan normal dilakukan di Puskesmas non-perawatan/bidan di desa/Polindes/dirumah pasien/praktek bidan swasta. d. Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria/diagnosa 2. Pelayanan Kesehatan di PPK lanjutan a. Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) di Rs dan Balkesmas meliputi :
35
1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik, dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum 2) Rehabilitasi medik 3) Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektro medik 4) Tindakan medis 5) Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan 6) Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/ keguguran, penyembuhan efek samping dan konplikasinya (kontrasepsi disediakan BKKBN) 7) Pemberian obat mengacu pada formularium 8) Pelayanan darah 9) Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi dan penyulit b. Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III (tiga) RS, meliputi: 1) Akomodasi rawat inap pada kelas III 2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik, dan penyuluhan kesehatan 3) Penunjang diagnostik: patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiologi, dan elektromedik 4) Tindakan medis 5) Oprasi sedang, besar dan khusus 6) Pelayanan rehabilitasi medis 7) Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU) 8) Pemberian obat mengacu pada formilarium
36
9) Pelayanan darah 10) Bahan dan alat kesehatan habis pakai 11) Persalian dengan resiko tinggi dan penyulit (PONEK) c. Pelayanan gawat darurat (emergency) d. Seluruh penderita thalasemia dijamin, termasuk bukan peserta Jamkesmas.
3. Pelayanan yang dibatasi (Limitation) a. Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1, atau lebih sama dengan +0,50 cylindris karena kelainan cylindris (astigmat sudah mengganggu penglihatan), dengan nilai maksimal Rp. 150.000,- berdasarkan resep dokter. b. Alat bantu dengar diberi pengganti sesuai resep dari dokter THT, pemilihan alat bantu dengar berdasarkan harga yang paling efisien sesua kebutuhan medis pasien dan ketersediaan alat di daerah. c. Alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) diberikan berdasarkan resep dokter dan disetujui komite medik atau pejabat yang ditunjuk dengan mempertimbangkan alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi sosial peserta tersebut. Pemilihan alat bantu gerak didasarkan pada harga dan ketersediaan alat yang paling efisien di daerah tersebut. d. Kacamata, alat bantu dengan dan alat bantu gerak tersebut diatas disediakan oleh RS bekerjasama dengan pihak-pihak lain dan diklaimkan terpisah dari paket INA-DRG
37
4. Pelayanan yang tidak dijamin (Excusion) a. Pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan b. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika c. General check-up d. Prothesis gigi tiruan e. Pengobatan alternatif (antara lain akupuntur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah f. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi g. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, kecuali memang yang bersangkutan sebagai peserta jamkesmas h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial.
2.1.10 Sasaran dan Tujuan Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Kemiskinan dan Kesehatan terkadang saling berkaitan, kedua hal tersebut akan selalu berkaian satu dengan lainnya kecuali dilakukan intervensi terhadap salah satu atau kedua kondisi tersebut. Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan kesehatan, karena orang miskin rentan terhadap penyakit seperti gizi buruk, perilaku kesehatan kurang, pengetahuan kesehatan kurang, lingkungan sekitar pemukiman yang buruk dan biaya kesehatan yang tidak tersedia. Sebaliknya kesehatan menekan kemiskinan karena orang sehat memiliki kondisi yang baik untuk dapat melakukan hal-hal seperti, produktivitas kerja tinggi, investasi dan tabungan memadai,tingkat pendidikan maju, tingkat fertilisasi rendah, pengeluaran untuk berobat rendah, dan
38
stabilitas ekonomi. Sasaran dari program Jamkesmas adalah masyarakat miskin tidak mampu diseluruh Indonesia dan yang tidak termasuk sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Tujuan dari program Jamkesmas ada 2 yaitu tujuan umum dan khusus, tujuan umum program Jamkesmas adalah terselenggaranya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien dan tujuan khusus dari program Jamkesmas adalah meningkatkan cakupan masyarakat dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit, serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin.
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Candrika Dewi tahun 2011, dalam
penelitian yang berjudul “Efektivitas Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) pada rumah tangga miskin di Desa Tegal Tugu Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar”. Dimana penelitian ini menggunakan 3 metode analisis yaitu : pertama, analisis matematika dan statistik sederhana, kedua, analisis Non Parametrik uji 2 sampel berpasangan Wilcoxon dan ketiga, analisis statistik dan analisis kuantitatif dan teknik pengumpulan data pada penelitian sebelumnya menggunakan metode wawancara dengan menggunakan metode pengamatan. Hasil yang peroleh dari hasil penelitian tersebut adalah bahwa secara umum program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) pada rumah tangga miskin di Desa Tegal Tugu Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar efektivitasnya tinggi dan berpengaruh terhadap penigkatan pendapatan keluarga
39
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Candrika Dewi yang diteliti adalah mengenai efektivitas Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) pada rumah tangga miskin, sedangkan pada penelitian ini meneliti mengenai efektivitas program bantuan Jaminan Kesehatan Masyarakat kepada rumah tangga miskin. Persamaan dengan penelitian ini sama-sama mengenai efektivitas program penanggulangan kemiskinan dan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis matematika dan statistik sederhana. Kedua, analisis Non Parametrik uji 2 sampel berpasangan Wilcoxon dan ketiga, analisis statistik dan analisis kuantitatif dan teknik pengumpulan data. Penelitian kedua dilakukan oleh Linda Kumalasari (2009) dengan judul “Efektivitas dan Dampak Program Kesejahteraan Sosial Kelompok Usaha Bersama (PROKERSOS KUBE) Dalam Memperdayakan Fakir Miskin di Kota Denpasar” dimana Penelitian ini menggunakan 2 metode analisis yaitu pertama, metode analisis statistik sederhana dan yang kedua adalah uji statistik beda rata-rata berpasangan untuk mengetahui dampak program terhadap pendapatan dan kesempatan kerja anggota. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa Program Kesejahteraan Sosial Kelompok Usaha Bersama (PROKERSOS KUBE) Dalam Memperdayakan Fakir Miskin di Kota Denpasar cukup efektif dan berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan dan konsumsi masyarakat miskin. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Linda Kumalasari yang diteliti adalah efektivitas dan dampak program kesejahteraan sosial kelompok usaha bersama terhadap fakir miskin, sedangkan pada penelitian ini meneliti tentang
40
Efektivitas dan dampak program Jaminan Kesehatan Masyarakat kepada masayarakat miskin. Persamaan dengan penelitian adalah sama-sama mengenai efektivitas dan dampak program penanggulangan kemiskinan. 2.3
Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok permasalahan dan landasan teori diatas, maka dapat
dirumuskan hipotesis, yaitu: 1) Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berdampak positif terhadap kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Jembrana Kabupaten Jembrana. 2) Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berdampak positif terhadap pendapatan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Jembrana Kabupaten Jembrana.
41