BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kinerja Istilah kinerja (performance) terkait dengan beberapa pemaknaan, antar pengertian
lain
kinerja pengukuran kinerja(measurementperformance) dan indikator
kinerja(performance indikator).Konsep kinerja dalam berbagai literature secara redaksional cukup bervariasi, akan tetapi secara subtansi pada umumnya mengarah kepada makna untuk ketja atau prestasi kerja, ataupun pencapaian hasi kerja. Hal ini antara lain terlihat dari pengertian kinerja menurut Bateman, Heather et al (2003:196-197) bahwa kinerja (performance), merupakan suatu kata kerja dan makna yang terkandung didalam definisinya yakni pada prinsipnya kinerja merupakan suatu pengukuran terhadap tindakan kerja seseorang pegawai berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam konteks organisasi pemerintahan, forbes (2006:262) menjelaskan bahwa “Government performance can be defined broadly as the character and consequences af service provision by public agencies”. Pandangan tersebut mengadung makna bahwa pada subtansinya kinerja pemerintah dapat diartikan secara luas sebagai suatu sifat atau karakter dan konsekwensi dari penyediaan layanan oleh lembaga publik. Mangkunegara (2000;67) memberikan pengertian kinerja sebagai”hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanaan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu keadaan pelaksanaan kerja didalam suatu intitusi yang didasarkan pada emosional seseorang karyawan. Hal ini akan tampak dari sikap karyawan terhadap aspek-aspek yang dihadapinya dilingkungan kerja
menyangkut penyesuaian diri yang sehat termasuk di dalamnya gaji, kondisi fisik, dan psikologis maupun aturan hukum yang ada. Micheal (2003), menjelaskan untuk mengukur kinerja sebuah pemerintah dalam perbandingan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan maka diperlukan akuntabel oleh pemerintah local. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah para pembuat kebijakan dan professional harus merumuskan visi dan tujuan dari rencana strategis mereka dengan menggunakan input dari masyarakat/public. Jika input dari masyarakat ini tidak diakomodasi maka akan mengundang kritikan, walaupun pemerintah local sudah melaksanakan secara efisien sekalipun. Bertitik tolak dari pengertian kinerja itu, maka pada dasarnya keberadaan kinerja itu dapat ditemui dalam berbagai tingkatan, baik pada tahap individu, kelompok maupun organisasi, dan dapat dilihat dari berbagai perspektif atau sudut pandang. Kinerja pada tahap individu pada dasarnya akumulasi akan pencerminan kinerja kelompok dan kinerja yang menggambarkan kinerja organisasi, karena pada hakikatnya keberadaan individu, baik sebagai pribadi maupun kelompok bahagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan organisasi secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Keban (2008:213) bahwa “apa yang dilakukan oleh individu tidak terlepas dari desain proses dan struktur serta perilaku organisasi yang berlaku”. Demikian pula pandangan Swanson (2007:26), yng menyatakan bahwa “organizational performance is mediated human ekpertise and effort”.Dalam konteks ini kinerja organisasi dimediasi melalui keahlian dan usaha manusia dalam hasil kerja secara kualitas yang dicapai seseorang pegawai dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya.Namun tak bisa dipungkiri bahwa seseorang dapat melaksanakan tugasnya haruslah berdasarkan pada keahlian dan usaha pencapaian hasil kerja.
2.2 Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja dalam pemerintahan bukanlah suatu aktivitas yang baru.Setiap departemen, satuan kerja, dan unit pelaksana tugas, telah diprogram untuk mengumpulkan informasi berupa laporan berkala (triwulan/semester/tahun) atas pelaksana tugas pokok dan fungsi.Pengukuran kinerja merupakan suatu alat menajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran, James B. Whittaker (dalam Sedarmayanti,
2010:195).Pengukuran
kinerja
digunakan
untuk
penilaian
atas
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi organisasi.Karenanya, suda merupakan suatu hal yang mendesak untuk menciptakan sistem yang mampu untuk mengukur kinerja dan keberhasilan organisasi. Untuk dapat menjawab pertanyaan tingkat keberhasilan organisasi, maka seluruh aktivitas organisasi tidak semata-mata kepada input dari program organisasi, tetapi ebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan dampak program organisasi. Pengukuran kinerja yang dilakukan secara berkesinambungan memberikan umpan balik (feed back), yang merupakan hal penting dalam upaya perbaikan secara terus menerus dan mencapai keberhasilan dimasa yang akan datang. Melalui pengukuran kinerja diharapkan instansi pemerintah dapat mengetahui kinerja dalam suatu periode tertentu.Dengan adanya suatu pengukuran kinerja maka kegiatan dan program instansi pemerintah dapat diukur dan dievaluasi.Pengukuran kinerja setiap instansi dapat diperbandingkan dengan instansi yang sejenis, sehingga penghargaan dan tindakan disiplin dapat dilakukan secara lebih objektif. Menurut Sedarmayanti (2010:195) Pengukuran kinerja penting peranannya sebagai alat manajemen, yaitu sebagai berikut.
1) Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.
2) Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati.
3) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.
4) Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang btelah disepakati.
5) Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.
6) Mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
9) Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.
10) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Pengukuran kinerja merupakan hal yang penting dalam manajemen program secara keseluruhan, karena kinerja yang dapat diukur akanmendorong pencapaian kinerja tersebut. Biasanya menggunakan kata-kata “baik”, “efektif”, dan “on-time” untuk menilai secara subjektif atas out put dari suatu program. Menurut Sedarmayanti (2010:197) terlepas dari besar, jenis, sektor, atau spesialisasinya, setiap organisasi biasanya cenderung tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek berikut ini.
1) Aspek keuangan, meliputi anggaran rutin dan pembangunan suatu instansi pemerintah.
2) Kepuasan pelanggan. Semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas, maka instansi pemerintah dituntut untuk secara terus-menerus memberikan pelayanan yang berkualitas prima.
3) Operasi bisnis internal. Diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi seperti yang tercantum dalam perencanaan strategi.
4) Kepuasan pegawai. Apabila pegawai tidak terkelola dengan baik, maka kehancuran dari instansi pemerintah sungguh sulit untuk dicegah.
5) Kepuasan komunitas dan shareholders/stakeholders. Instansi pemerintah tidak beroperasi ”in vacum”, artinya kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya.
6) Waktu. Ukuran waktu juga merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam mendesain pengukuran kinerja. Dengan pengkuran kinerja diharapkan pola kerja pelaksanaan tugas pembangunan dan tugas umum pemerintahan akan terlaksana secara lebih efisien dan efektif dalam mewujudkan tujuan nasional. Karena pengukuran kinerja akan dapat berguna untuk: 1) Mendorong orang agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan mereka yang standar kinerja (to encourage good behavior or to correct and discourage below standard performance);
2) Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah mereka telah bekerja dengan baik (to satisfy them about how well they are doing); dan
3) Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan untuk peningkatan organisasi (to provide a firm foundation for later judgements that concern on the organization’s improvement). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah sebuah keharusan didalam sebuah organisasi pelayanan publik ataupun dalam sistim pemerintahan, karena dengan adanya pengukuran kinerja kita dapat mengetahui sampai dimana hasil kinerja yang selama ini sudah ditargetkan.Pengukuran kinerja juga digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi organisasi. Dengan pengukuran kinerja juga kita akan mengetahui apakah mereka suda bekerja dengan baik atau tidak, dalam kaitannya dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang juga termasuk sebuah lembaga penyelenggara pemerintahan daerah khususnya ditingkat desa, perlu mempunyai suatu kinerja tertentu agar hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
2.3 Evaluasi Kinerja Menurut Mahsun (Dalam, Widyantoro, 2009:76), evaluasi kinerja adalah kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan manajer publik dalam kegiatan dan fungsi yang diamanahkan kepadanya sebagaimana visi dan misi organisasi.Evaluasi kinerja merupakan kegiatan lanjutan dari pengukuran kinerja, sehingga dalam melakukan evaluasi kinerja harus berpedoman pada ukuran‐ukuran dan indikator yang telah disepakati dan ditetapkan. Evaluasi kinerja juga merupakan suatu proses umpan balik (feedback) atas hasil kinerja saat ini dan masa lalu sebagai dasar dan pelajaran untuk memperbaiki kinerja di masa datang. Evaluasi kinerja diartikan sebagai suatu proses umpan balik atas kinerja yang lalu dan mendorong adanya produktivitas dimasa mendatang. Evaluasi kinerja tidak akan memberikan hasil yang optimal apabila dilakukan dengan cara-cara atau metode yang tidak tepat. Cara cara evaluasi kinerja yang dapat dilakukan adalah dengan cara membandingkan beberapa hal sebagai berikut ( Tim Studi Pengembangan Sistem AKIP ). 1) Tingkat kinerja yang diidentifikasikan sebagai tujuan dengan tingkat kinerja nyata.
2) Proses yang dilakukan dengan organisasi lain yang terbaik dibidangnya (benchmarking).
3) Realisasi dan target yang dibebankan dari instansi yang lebih tinggi.
4) Realisasi periode yang dilaporkan tahun ini dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu. 5) Rencana lima tahun dengan akumulasi realisasi sampai dengan tahun ini. Selanjutnya juga dijelaskan macam-macam evaluasi kinerja adalah sebagi berikut: 1) Evaluasi kinerja kegiatan, menunjukkan capaian kinerja suatu unit instansi pemerintah dalam suatu kurun waktu tertentu. Evaluasi ini setidaknya menunjukkan penilaian atas
keberhasilan atau kegagalan palaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam kerangka perencanaan strategis.
2) Evaluasi kinerja program, merupakan evaluasi terhadap kinerja program. Program dapat didefinisikan sebagai kumpulan kegiatankegiatan nyata, sistematis, dan terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah ataupun dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, atau yang merupakan partisipasi aktif masyarakat, guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
3) Evaluasi kinerja kebijaksanaan, merupakan evaluasi terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-pihak terkait dan ditetapkan oleh yang berkewenangan untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah ataupun masyarakat agar tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. 2.4 Indikator Kinerja Sedarmayanti (2010:198), Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai
dasar
untuk
menilai
atau
melihat
tingkat
kinerja,baik
dalam
tahap
perencanaan,pelaksanaan,maupun setelah kegiatan selesai dan berfungsi. Indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukan kemampuan dalam rangka dan/atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tanpa indikator kinerja, sulit untuk menilai kinerja (Keberhasilan/ ketidakberhasilan) kebijakan/program/kegiatan,
dan
pada
akhirnya
kinerja
organisasi/unit
kerja
pelaksananya.Secara umum, indikator kinerja memiliki fungsi sebagai berikut : (a).
Memperjelas tentang apa,berapa,dan kapan kegiatan dilaksanakan. (b). Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama melaksanakan kebijakan/program/kegiatan dan dalam menilai kinerjanya. (c). Membangun dasar bagi pengukuran,analisi,dan evaluasi kinerja organisasi/unit kerja. Menurut Dwiyanto (dalam, Kamuli, 2006) tiga indikator dalam pengukuran kinerja organisasi pelayanan publik yaitu: 1. Responsiveness (responsivitas) : Kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan programprogram pelayanan publik sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
2. Responsibility (responsibilitas): Suatu konsep yang menjelaskan persesuai pelaksanaan kegiatan organisasi publik dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau dengan kebijakan organisasi baik yang eksplisit ataupun implisit. 3. Accountability (akuntabilitas): Pertanggung jawaban eksternal organisasi yaitu apakah kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk kepada para stakeholder-nya Sebagai konsekwensi logis dari suatu proses pengukuran kinerja, dengan sendirinya keberadaan indikator kinerja (performance indikator) menjadi faktor pendukung yang sangat penting, dimana keberadaan indikator kinerja dalam proses pengukuran kinerja pada prinsipnya berfungsi sebagai alat atau instrument untuk melakukan pengukuran suatu kinerja. Menurut Richard L. Daft (1998:15), dimensi desain organisasi kinerja terdiri dari 2 tipe yaitu: 1. Dimensi Struktural, yaitu dimensi yang menggambarkan karakteristik internal dari organisasidan menciptakan suatu dasar untuk mengukur dan membandingkan organisasi. Dimensistruktural terdiri dari:
a. FormalisasiFormalisasi mengacu pada suatu tingkat yang terhadapnya pekerjaan di dalam organisasi itudibakukan (Bedelan & Zammuto, 1991:129). Jika suatu pekerjaan sangat
diformalkan,
maka pelaksana
pekerjaan
tersebut
mempunya
tingkat
keleluasaan yang minimum mengenai apa yangharus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana ia harus mengerjakan. Ada 3 macam jenis formalisasi, yaitu: Formalisasi berdasarkan pekerjaan, formalisasi berdasarkan aliran pekerjaan, dan formalisasi berdasarkan peraturan. b. SpesialisasiSpesialisasi hakikatnya ialah daripada dilakukan oleh satu individu, lebih baik seluruh pekerjaanitu dipecah-pecah menjadi sejumlah langkah, dengan tiap langkah diselesaikan oleh seorangindividu yang berlainan (Daft, 1998:16). Suatu spesialisasi kerja ikatakan bersifat ekstensif apabila setiap karyawan hanya mengerjakan tugas-tugas tertentu yang sempit wilayahnya. Suatuspesialisasi dikatakan
rendah
apabila
karyawan
mengerjakan
tugas-tugas
yang
mempunyai batasan yang luas. Ada 2 (dua) tipe spesialisasi, yaitu: a. Spesialisasi horisontal, Spesialisasi horisontal ini menunjuk pada ruang lingkup suatu pekerjaan, atau pada tingkat manaseorang karyawan melakukan suatu pekerjaan yang lengkap. Semakin kecil bagian suatukaryawan terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan, maka semakin horizontal tingkatspesialisasi pada pekerjaan tersebut. b. Spesialisasi vertical, Spesialisasi vertikal menunjuk pada tingkat kontrol yang dimiliki oleh seorang karyawanterhadap suatu pekerjaan. Semakin banyak keputusan yang dibuat oleh seorang karyawan,mengenai bagaimana dan kapan harus melakukan suatu tugas, dan semakin terbatas perilakukaryawan untuk melakukan tugas tersebut diatur oleh peraturan, prosedur, pengawasan ataupunteknologi, semakin rendah tingkat spesialisasi vertikalnya.
c. Standarisasi Standarisasi menunjuk pada prosedur yang di desain untuk membuat aktivitas organisasi menjaditeratur, dan hal ini secara otomatis akan memfasilitasi adanya koordinasi (Jackson & Morgan,1978:92). d. Hierarki Otoritas.Otoritas merupakan bentuk dari kekuasaan yang ada pada suatu posisi atau kantor (Robbins,2003:429). Ketika hak untuk mengatur bawahan termasuk dalam otoritas seseorang, makaotoritas tersebut memberikan hak untuk membatasi pilihan dan perbuatan yang dilakukan oleh bawahan. Hirarki berhubungan dengan ³span of control´, yaitu jumlah karyawan yang melapor pada seorang supervisor. Ketika span of control ini sempit, hirarki otoritasnya cenderung tinggi,ketika span of control ini lebar, hirarki otoritasnya akan lebih pendek. e.KompleksitasKompleksitas menunjuk pada jumlah aktivitas maupun subsistem pada organisasi. Kompleksitas bisa diukur melalui 3 (tiga) diferensiasi yaitu vertikal, horizontal dan spatial. 1. Diferensiasi vertikal. Semakin banyak tingkatan yang ada antara manajemen puncak dengan bagian operasional, organisasi tersebut semakin kompleks. 2. Diferensiasi horisontal adalah jumlah jenis pekerjaan satu departemen yang ada padaorganisasi. Semakin banyak jumlah pekerjaan yang ada pada suatu organisasi yangmembutuhkan
pengetahuan
dan
keahlian
khusus,
semakin
tinggi
kompleksitas horisontal padaorganisasi tersebut .3. Diferensiasi spasial adalah jumlah daerah dari keberadaan organisasi secara fisik.Dengan meningkatnya diferensiasi spasial ini maka semakin tinggi pula kompleksitasnya. f. Sentralisasi.Istilah sentralisasi mengacu pada sampai tingkat mana pengambilan keputusan dipusatkan pada suatu titik tunggal dalam organisasi. Dikatakan bahwa ketika manajemen puncak membuat keputusan-keputusan kunci dalam organisasi dengan
masukan yang terbatas dari karyawan yang berada di bawahnya, maka organisasi tersebut memiliki tingkat sentralisasi tinggi.Sebaliknya, semakin banyak karyawan yang berada di bawah manajemen puncak memberikan masukan bagi pengambilan keputusan, maka dikatakan bahwa organisasilebih terdesentralisasi. g. Profesionalisme adalah level dari pendidikan formal dan training yang harus dimiliki dan diikuti oleh karyawan. Profesionalisme dianggap tinggi apabila karyawan harus mengikuti training dalam jangka waktu yang lama untuk memegang suatu pekerjaan atau jabatan pada perusahaan. h. Personnel ratio.Personel ratio menunjuk pada jumlah karyawan pada suatu fungsi atau departemen tertentu. 2. Dimensi Kontekstual, yaitu dimensi yang menggambarkan keseluruhan dari suatu organisasi.Dimensi ini memperlihatkan susunan organisasi yang mempengaruhi dan membentuk suatudimensi struktural organisasi, yang terdiri dari: a. Ukuran. Ukuran adalah besarnya suatu organisasi yang terlihat dari jumlah orang dalam organisasi tersebut. b. Teknologi Organisasi. Teknologi organisasi adalah dasar dari subsistem produksi, termasuk teknik dan cara yang digunakan untuk mengubah input organisasi menjadi output. c.Lingkungan.Lingkungan mencakup seluruh elemen di luar lingkup organisasi.Elemen kunci mencakup industri, pemerintah, pelanggan, pemasok dan komunitas finansial. 2.5 PengertianAparatur Kamus besar Bahasa Indonesia (2007:68) menyatakan bahwa aparatur adalah pelayan masyarakat, pegawai negeri, alat Negara.Aparatur dapat pula dikatakan sebagai bahagian pegawai atau alat Negara yang terutama meliputi bidang kelembagaab yang memperoleh tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari.
Menurut WJS Purwadaininta (1976:3) bahwa kata aparatur berasal dari kata alat kemudian menjadi kata “Aparatur” dan setalah di kembangkan menjadi kata aparatur yang berarti pegawai-pegawai misalnya aparatur Negara, berarti alat Negara. Memperhatikan uraian tentang pengertian aparatur diatas, dapat disimpulkan bahwa aparatur itu melayani masyarakat dan sebagai alat Negara yang dapat melindungi masyarakat dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai aparatur dan tanggap terhadap aspirasi masyarakat. Aparatur Negara adalah keseluruhan pejabat dan lembaga Negara serta pemerintahan, sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat, bertugas dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan Negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan umum dan nilai-nilai, cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945. Melihat luasnya pengertian dan adanya macam-macam istilah terhadap aparaturur ini, dalam tulisan ini dapat dipakai istilah aparaturur pemerintah diartikan sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat yang melayani, mengayomi dan menumbuhkan prakarsa serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan. 2.6 Pengertian Tanah dan Hak Yang Menguasainya Sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah ialah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas.Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan.Sedangkan yang untuk mendirikan bangunan disebut tanah bangunan.Di dalam tanah garapan itu dari atas ke bawah berturut-turut terdapat sisiran garapan sedalam irisan bajak, lapisan pembentuk humus dan lapisan dalam. Selaku fenomena yuridis hukum positif kita, tanah itu di kualifikasikan sebagai “ permukaan bumi ”, sedangkan di dalam pengertian “ bumi ” itu termasuk pula “ tanah dan
tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air ” (UUPA pasal 4 ayat 1). Pembahasan pengertian “ tanah ” dengan “ permukaan bumi ” itu kita jumpai pula di dalam penjelasan pasal demi pasal atas pasal 1 (satu). Sehubungan dengan itu, Penjelasan Umum Bagian II/(1) menegaskan : “ Dalam pada itu hanya pada permukaan bumi yang di sebut tanah, yang dapat di Haki oleh seseorang ” Kebijakan umum pengelolaan pertanahan bersumber pada pasal 33 ayat 3 UndangUndang Dasar 1945 yang memberi wewenang kekuasaan kepada Negara sebagai organisasi seluruh rakyat, atas bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam pasal 2 ayat 2 UUPA ditetapkan bahwa Hak Penguasaan tersebut memberi wewenang kepada Negara untuk : 1. Mengatur dan menyelengarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi air dan ruang angkasa. 3. Sebagai langkah mengetahui fungsi tanah bagi manusia. 4. Bagaimana prosedur peralihan hak atas tanah itu sendiri. 5. Dan proses administrasi pada kantor pertanahan. Sebagai pengertian hukum, maka hak menguasai itu pada umumnya dapat melekat pada dua jenis subjek hukum, ialah masyarakat atau penguasa dan perorangan.Dalam hal ini penguasa dapat bertindak selaku penguasa, dapat bertindak pula sebagai subjek hukum, sehingga di tundukkan pada hukum umum yang berlaku sebagi subjek hukum biasa atau badab hukum privat. Dilihat dari sudut intensitasnya, maka hak menguasai itu dapat bergerak dari kadar yang paling lemah sampai kepada bobot yang paling kuat, misalnya dari hak pakai, menanam, memetik dan kemudian menikmati hasilnya, hak milik sampai hak mengasingkannya dalam segala bentuk hak memelihara/mengurus/mengelola.
Pelayanan publik menurut Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:63/Kep/M.PAN/7/2003 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara layanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupunpelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.Menteri Pendayagunaan Aparat Negara dalam Keputusan No. 6 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, menyatakan bahwa “Hakikat layanan publik adalah pemberian layanan prima kepadamasyarakat yang merupakan perwujudan dari kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat”. Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah melalui instansi-instansi layanan
publiknya
bertanggung
jawab
memberikan
layananprimakepadamasyarakat.Pernyataanlayananprimaperludigarisbawahi menyangkut dipenuhi
standar oleh
penyedia
kualitas layanan
layanan publik
penyedia
karena
yang haruslah
ini
harus berkategori
“prima”.Karenapadadasarnyamasyarakat adalah warga negara yang harusdipenuhihakhaknyaolehpemerintah.Dengandemikiankata“prima” ini haruslah menjadi misi yang akan menjiwai setiap unit layanan publik. Konsekuensinya, apabila kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat dirasakan tidakprima, maka pada dasarnya penyedia layanan publik dianggap tidak mempunyai
kinerja.
Kata „publik‟ itu sendiri secara garis besar dapat digolongkan dalam dua bentuk: 1. Publik yang berada di wilayah ekstern, yaitu publik di luar lembaga, organisasi,instansi,perusahaan yang memiliki kepentingan dengan lembaga tersebut. 2. Publik yang berada di wilayah intern, yaitu publik yang berada dalam
lingkungan
suatu lembaga, organisasi, instansi atau perusahaan. Misalnya seluruh karyawan dalam
lembaga
tersebut adalah merupakan publik intern dari lembaga tersebut.Ruang lingkup layanan publik meliputi segala aktivitas layanan untuk pemenuhan hak-hakdasar masyarakat sebagaimana yang tercantum dalam Konvenan Internasional tentang HakEkonomi, Sosial, dan Budaya yang diratifikasi dengan UU No. 11/2005, pada 28 Oktober 2005. Terminologi layanan publik sekarang ini pun sudah mengalami perluasan makna. Manajemenpelayanan pada sektor publik umumnya dipahami sebagai keseluruhan kegiatan pengelolaanpelayanan yang dilakukan pemerintah yang secara operasional dilaksanakan oleh instansiinstansipemerintah atau badan-badan hukum lain milik pemerintah (Masyarakat PeduliPelayanan Publik: 2007). Layananpublik dimaknai sebagai dua pengertian: 1. Pelayanan oleh negara kepada masyarakat, baik diselenggarakan oleh instansiinstansipemerintah maupun badan hukum lain milik pemerintah. 2. Pelayanan yang diberikan oleh swasta kepada masyarakat sebagai customer-nya. Pengertian kedua ini seringkali tidak dikategorikan sebagai layanan publik, tetapi dimaknai sebagai layanan pada sektor swasta.Kepuasan masyarakat atau pengguna layanan publik akan berkorelasi positif dengan derajat
pelayanan yang mereka
peroleh. Suatu layanan akan dianggap bernilai jika konsumen merasakan kepuasan (Fitzsimmons dan Fitzsimmons: 2006). Tingkat kepuasan ini dipenaruhi oleh 5 variabel, yakni: (1) service quality (kualitas pelayanan), (2) product quality (kualitas produk), (3) price (harga), (4) situation (situasi), dan (5) personality (sikap personil pelayanan)/(Subroto danNatalisa: 2004).
Pada dimensi kulitas pelayanan persepsi konsumen terhadap pelayanan terkait dengan limaaspek yang spesifik yaitu: reliability (kemampuan dan keandalan dalam menyediakan layananpublik), responsiveness (kesanggupan untuk membantu dan menyediakan layanan yang
cepat,tepat
serta
tanggap
terhadap
keinginan
masyarakat/pelanggan/konsumen),assurance (kemampuan, keramahan, dan sopan santun dalam
meyakinkan
kepercayaan
masyarakat/
konsumen/pelanggan), empathy (sikap tegas tetapi ramah dalam memberikan pelayanan), dantangible (kualitas pelayanan yang terukur secara fisik berupa sarana perkantoran, komputerisasiadministrasi, ruang tunggu, tempat informasi), dan lain-lain (Parasuraman. et al. dalam Zeithaml et al., 2006). 2.7 Pengalihan Hak atas Tanah
Sehubungan dengan pemecahan sertifikat tanah sebelumnya terkait dengan informasi yang di dapatkan bahwa dalam hal pemecahan sertifikat atas tanah dan pengalihan atas tanah kepada pihak lain memerlukan dua kali proses yaitu (i) langkah pertama adalah dengan melakukan pemecahan atas sertifikat tanah yang bersangkutan dan (ii) langkah kedua adalah melakukan pengalihan atas tanah tersebut kepada pihak lain.
Berikut ini adalah penjabaran lebih lanjut mengenai pengalihan hak atas tanah dan beberapa hak atas tanah yang sering dijumpai.untuk menggambarkan secara umum bagaimana suatu pengajuan permohonan pengalihan sertifikat tanah dilakukan. Pada praktek sehari-hari terdapat perbedaan akan penerapan dan pelaksana dilapangan. Skripsi ini dibuat terbatas melalui studi kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan dan beberapa artikel serta beberapa buku pertanahan melalui konfirmasi kepada pejabat pertanahan terkait.
1. Peraturan Terkait:
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (“UU No.5/1960″); 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah (“PP NO.63/1963“) 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha (“HGU”), Hak Guna Bangunan (“HGB”) Dan Hak Pakai Atas Tanah Negara (“HP“); 4. Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No.40/1997“); 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Orangt Asing (“PP No.41/1996“); dan 6. Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Percepatan Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah (“InMenAg No.2 tahun 1999″);
2. Status Tanah yang Tersedia dan Tata Cara Memperolehnya:
Sebelum memasuki pembahasan mengenai peralihan atas tanah berikut ini penulis akan menjelaskan pembagian tanah yang ada di Indonesia yang meliputi:
1. Tanah Negara:
Tanah yang langsung dikuasai oleh Negara;
2. Tanah Hak;
Tanah yang sudah dikuasai dengan sesuatu hak atas tanah oleh orang atau badan hukum; jenis-jenisnya adalah Hak Milik, HGU, HGB, HP dan Hak Pengelolaan (“HPL”); 3. Tanah Hak Pengelolaan (“HPL”);
Yaitu hak yang menyediakan tanah bagi keperluan pihak lain dan pihak lain dapat mengusai bagian-bagian tanah HPL dengan HM dan Hak Pakai memalui pemberian hak.
3. Tanah Hak di Indonesia:
Dari penjabaran mengenai status tanah yang ada di Indonesia sebagaimana dijelaskan dalam angka 2 (dua) diatas status tanah hak yang ada di Indonesia dibagi menjadi beberapa hak atas tanah dengan sifat dan kriteria sebagai berikut:
Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 16 UU No.5/1960 disebutkan bahwa hakhak atas tanah yang diakui di Indonesia dan beberapa hak atas tanah yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari beserta dengan krakteristik dan sifatnya:
1. Hak Milik: 1. Pengertian:
Hak Milik adalah hak atas tanah yang diperoleh secara turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
2. Subjek Pemegang Hak Milik: 1. warga-negara Indonesia. 2. badan-badan hukum telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia;
Berdasarkan ketentuan PP No.63/1963 disebutkan bahwa Badan-badan hukum yang dapat memegang hak milik atas tanah terdiri dari:
1. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara) yang dibatasi memiliki hak milik sebatas: 1. tempat bangunan-bangunan yang diperlukan guna menunaikan tugasnya serta untuk perumahan bagi pegawai-pegawainya; 2. tanah hak milik yang berasal dari pembelian dalam pelelangan umum sebagai eksekusi dari Bank yang bersangkutan, dengan ketentuan, bahwa jika Bank sendiri tidak memerlukannya untuk keperluan tempat usaha atau perumahan bagi pegawainya, dalam waktu satu tahun sejak diperolehnya, tanah itu harus dialihkan kepada pihak lain yang dapat mempunyai hak milik.
Untuk tetap dapat mempunyai hak milik, diperlukan izin Menteri Pertanian Agraria. Jangka waktu satu tahun tersebut diatas, jika diperlukan atas permintaan Bank yang bersangkutan dapat diperpanjang Menteri Pertanian/Agraria atau penjabat lain yang tunjuknya.
2. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian;
Perkumpulan Koperasi Pertanian dapat mempunyai hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari batas maksimum yang ditentukan.
3. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;
Badan-badan keagamaan dan sosial dapat mempunyai hak milik atas tanah yang dipergunakan untuk keperluan-keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha
keagamaan dan sosial Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
3. Pembatasan untuk orang asing
Orang asing yang memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan harus memenuhi ketentuan dalam paragraf diatas.
2. Hak Guna Usaha (HGU); 1. Pengertian:
HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. Hak guna-usaha ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
2. Jangka Waktu:
Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.
3. Subjek Pemegang HGU:
Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah:
1. warga-negara Indonesia; 2. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna-usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat diatas dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh HGU, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika HGU, yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan di indahkan.
3. Hak Guna Bangunan (HGB); 1. Yang dapat menjadi pemegang HGB adalah : 1. Warga Negara Indonesia; 2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Pemegang HGB yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana disebutkan diatas dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila dalam jangka satu tahun haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum.
2. HGB dapat diberikan diatas tanah dengan status lain yaitu: 1. Tanah Negara; 2. Tanah Hak Pengelolaan 3. Tanah Hak Milik:
HGB atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun. Atas kesepakatan antara pemegang HGB dengan pemegang Hak Milik, HGB atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian HGB baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan:
3. Jangka Waktu Kepemilikan HGB:
HGB diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun. Sesudah jangka waktu HGB dan perpanjangannya berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGB di atas tanah yang sama.
4. Syarat perpanjangan HGB:
Permohonan perpanjangan jangka waktu HGB atau pembaharuannya diajukan selambatlambatnya dua tahun sebelum berakhir-nya jangka waktu HGB tersebut atau perpanjangannya.
HGB diatas tanah Negara, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat :
1. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; 2. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan 3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak HGB. 4. tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan. 5. HGB atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang HGB setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. 4. Hak Pakai; 1. Subjek yang dapat memegang Hak Pakai adalah : 1. Warga Negara Indonesia; 2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; 4. Badan-badan keagamaan dan sosial; 5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; 7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
Pemegang Hak Pakai yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana disebutkan diatas dalam waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak
lain yang memenuhi syarat. Apabila dalam jangka waktu satu tahun haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hakhak pihak lain yang terkait di atas tanah tersebut tetap diperhatikan.
2. Hak Pakai dapat diberikan diatas tanah dengan status: 1. Tanah Negara; 2. Tanah Hak Pengelolaan; 3. Tanah Hak Milik 3. Jangka Waktu Hak Pakai:
Hak Pakai diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama. Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada :
1. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; 2. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional; 3. Badan keagamaan dan badan sosial. 4. Syarat perpanjangan Hak Pakai:
Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Pakai atau pembaharuan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut.
Hak Pakai atas tanah Negara dapat diperpanjang atas diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat:
1. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; 2. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan 3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak
4. Cara untuk Memperoleh Hak Atas Tanah: Untuk dapat memperoleh dan memiliki hak atas tanah perlu penjelasan dalam hal tata cara kepemilikan hak atas tanah yang diuraikan pada table berikut Tabel 1 Tata cara memperoleh hak atas tanah Status No Status Tanah Tata Cara Memperoleh Tanah Tanahnya Yang diperoleh: Tanah Hanya dapat diperoleh melalui Permohonan hak
1 Negara
- HM;
- HGU;
- HGB;
- HP Dapat Diperoleh Melalui:
1.
Pembebasan
Hak Yang Diperoleh;
(atau pemberian hak atas HGB, HP, Hak Sewa tanah baru diatas tanah hak milik); 2.
Pemindahan Hak;
jual beli, hibah, tukar
HM, HGU, HGB
menukar, lelang, dll; Tanah Negara 3. 2
Pembebasan Hak;
Tanah Hak
Wajib dikuasai secara (apabila yang bersedia legal
dengan
tanah hak milik dan yang mengajukan akan memperoleh adalah permohonan hak baru badan hukum Indonesia);
sesuai
dengan
keperluannya Tanah Negara 4.
Pencabutan Hak; Wajib dikuasai secara
upaya terakhir dan secara legal
dengan
paksa memperoleh semua mengajukan jenis hak atas tanah permohonan hak baru
sesuai
dengan
keperluannya Pihak ketiga menguasai Bagian-bagiannya Tanah
dapat
Hak
bagian-bagian
tanah
HPL
HM,
diberikan kepada pihak ketiga
3 Pengelolaan
dengan
melalui permohonan hak baru HGB, HP
1. Pemindahan Hak Atas Tanah Dan Kewajiban Untuk Melakukan Pendaftaran Tanah Peralihan Hak:
Setiap terdapat perubahan kepemilikan pemegang hak atas tanah, pemilik hak atas tanah yang baru berkewajiban untuk mendaftarkan kembali tanah yang bersangkutan kepada BPN setempat untuk mengurus balik nama sertifikat:
1. Balik Nama Sertifikat:
Peralihan hak atas tanah dilakukan melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang yang bersangkutan.
Pembuatan akta dihadiri oleh para pihak yang melakukan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
Jangka Waktu Balik Nama Sertifikat:
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatkannya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar.PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta kepada para pihak yang bersangkutan.
2. Pemindahan Hak Atas Tanah Melalui Lelang: 1. Proses Pemindahan Hak Atas Tanah Melalui Lelang.
Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan
dengan
kutipan
risalah
lelang
yang
dibuat
oleh
Pejabat
Lelang.Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum suatu bidang tanah atau satuan rumah susun dilelang baik dalam rangka lelang eksekusi maupun lelang non eksekusi, Kepala Kantor Lelang wajib meminta keterangan. Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan keterangan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan dari Kepala Kantor Lelang.
2. Persyaratan Peralihan Pendaftaran Tanah Melalui Lelang:
Untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan dilengkapi dengan dokumen berikut:
1. kutipan risalah lelang yang bersangkutan; 2. sertipikat hak milik atas satuan rumah susun atau hak atas tanah yang dilelang jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdaftar; atau 3. dalam hal sertipikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya sertipikat tersebut; atau 4. jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar, maka dilampirkan juga: 1. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. 2. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian diatas, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan pendahulunya, dengan syarat:
1. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; 2. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. 3. surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; 5. bukti identitas pembeli lelang; 6. bukti pelunasan harga pembelian. 3. Peralihan Hak Atas Tanah Karena Waris:
Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan pendahulunya, dengan syarat:
1. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; 2. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. 3. surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan;
Jika penerima warisan terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.
Warisan berupa hak atas tanah yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para
penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris tersebut.
2. Jual Beli Ketika Pembelinya Bukan Subjek Hak Atas Tanah yang Bersangkutan:
Jual atas tanah sebagaimana dimaksud dapat terjadi dikarenakan oleh kondisi sebagaimana berikut ini
1. Tanah yang diperjual belikan berstatus Hak Milik, tetapi calon pembelinya adalah badan hukum (PT) yang bukan merupakan subjek pemegang hak milik; 1. Metode Pelepasan Hak:
Bagan 1 Bagan pelepasan hak
Dalam pelepasan hak milik ini pemilik atas tanah akan melepaskan haknya kepada negara terlebih
dahulu (akta pelepasan dibuat antara penjual tanah (perorangan) dengan pembeli (PT)) akta pelepasan hak ini dibuat dihadapan notaris yang berwenang.
Dengan dibuatkannya akta pelepasan hak ini maka membawa akibat hukum sebagai berikut:
2. Penjual sudah melepaskan haknya atas tanah tersebut kenegara. Otomatis status tanah tersebut menajdi tanah negara (tanah yang dikuasai oleh negara); 3. Pembeli
memiliki
hak
preference
untuk
mengajukan
permohonan hak kepada negara atas tanah tersebut:
Setelah tanah dilepaskan dan menjadi tanah milik negara pembeli harus mengajukan permohonan hak atas tanah dengan status tanah yang dimaksud yaitu Hak Guna Bangunan atau hak lain yang diinginkan.
3. Metode Penurunan Hak: Bagan 2 Bagan penurunan hak
1. Berbeda dengan metode pelepasan hak, untuk cara yang kedua ini, penjual tidak perlu melepaskan haknya terlebih dahulu kenegara melainkan menurunkan peringkat haknya , dari semula hak milik menjadi HGB.
Dengan cara ini pembeli cukup mengajukan kepada BPN setempat untuk menurunkan peringkat haknya menjadi HGB atas tanah yang dikuasainya. Sebagai ikatan antara penjual dan pembeli maka di buatkan PPJB.Setelah status tanah berubah menjadi HGB barulah dibuat Akta Jual Beli di hadapan PPAT.Untuk metode penurunan hak ini hendaknya dikoordinasikan terlebih dahulu kepada BPN terkait, karena terkadang BPN tetap mengunakan metode pelepasan hak.
2. Tanah yang diperjual belikan berstatus HGB, sedangkan pembelinya adalah perorangan (WNI) yang ingin memiliki hak atas tanah yang peringkatnya lebih tinggi (dalam bentuk hak milik);
Untuk mengatasi permasalah ini maka dapat dilangsungkan dibuatkan akta jual beli antara pembeli dan penjual (selama penjual berhak sebagai pemegang hak guna bangunan), setelah jual beli terjadi, si pembeli dapat langsung untuk melakukan balik nama dengan sekaligus memintakan peningkatan status menjadi hak milik (pembeli berhak sebagai pemegang hak milik);
3. Tanah yang diperjual belikan adalah Hak Milik atau HGB akan tetapi pembelinya adalah orang asing, yang bukan merupakan subjek atas tanah hak milik ataupun HGB;
Untuk orang asing yang ingin memiliki hak atas tanah di Indonesia dapat mengajukan Hak Pakai atas tanah negara yang memiliki nilai ekonomis, berdasarkan PP No.41/1996 orang asing dapat memiliki rumah tinggal di Indonesia dengan persyaratan sebagai berikut:
1.
Rumah yang dibeli harus berupa sebuah rumah tempat tinggal atau hunian dan
jumlahnya tidak boleh lebih dari satu buah. Dan tidak diperbolehkan digunakan sebagai tempat usaha; 2.
Bertempat tinggal di Indonesia dan memiliki izin tinggal di Indonesia yaitu
KITAS atau KITAP; 3.
Kehadirannya diindonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional;
4.
Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun diatas bidang tanah: 1. Hak Pakai atas tanah negara (yang dapat dipindah tangankan); 2. Dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah; 5. Hak atas Satuan Rumah Susun atau yang lebih dikenal dengan istilah kondominium namun hanya berupa apartemen yang berdiri diatas tanah hak pakai atas tanah negara.
4. Jangka Waktu Proses Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan InMenAg No.2 tahun 1999;
Sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah di Indinesia Para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia harus menyelesaikan setiap permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dan sudah dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagaimana dipersyaratakan dalam waktu 2 minggu setelah tanggal penerimaan permohonan tersebut. Menyelesaikan semua tunggakan permohonan peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dan sudah dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam waktu 3 bulan setelah tanggal instruksi tersebut.