BAB II KAJIAN TEORI
Berbagai kebijakan dan program pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah ketika diimplementasikan ternyata pencapaiannya tidak sesuai dengan yang di harapkan oleh masyarakat. Kegagalan implementasi ini tentu tidak boleh di biarkan terus terjadi Kegagalan implementasi kebijakan itu di karenakan beberapa faktor, baik dari eksternal maupun internal dari pelaku kebijakan. Untuk dapat memahami fenomena implementasi kebijakan publik di Indonesia, maka dalam penelitian ini berfokus pada tiga hal pokok yang berkaitan dengan kebijakan publik yaitu; fokus dari kajian implementasi kebijakan (dalam penelitian ini berfokus pada program pengentasan kemiskinan yaitu PNPM mandiri Pedesaan), teori yang dapat menjelaskan tentang implementasi kebijakan, metodologi studi implementasi kebijakan. Dalam proses memahami fenomena implementasi PNPM mandiri Pedesaan ini, penelitian ini mengkaji beberapa teori yang berkaitan yaitu; teori tentang kebijakan publik, teori implementasi kebijakan, dan teori tentang PNPM mandiri Pedesaan. A. Kebijakan Publik Dalam sistem pemerintahan, selain aparatur birokrat dan lembanga publik juga harus terdapat suatu rumusan kebijakan publik yang merepresentasikan
9
10
tujuan dari pemerintahan itu sendiri. Dalam perumusan kebijakan itu, haruslah memperhatikan tujuan pemerintahan dan fenomena sosial masyarakat dalam lingkungan tersebut. Menurut Thomas R.Bye (Winarno, 1982;2) kebijakan publik merupakan apapun yang di pilih pemerintah untuk dilakukan ataupun tidak dilakukan. Hal ini menunjukan bahwa dalam penyusunan kebijakan publik menjadi hak prerogratif pemerintah pusat baik itu lembaga eksekusif, legeslatif maupun yudikatif. Ketiga lembaga itu seharusna menjadi satu kesatuan dalam perumusan kebijakankebijakan yang akan di keluarkan. Wahab (1997:4) berpendapat bahwa kebijakan merupakan serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik berkenaan dengan tujuan yang di pilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi dimana keputusan tersebut masih berada dalam batas-batas kewenangan aktor tersebut. Dari pendapat dari beberapa definisi tentang kebijakan publik diatas, maka dapat di simpulkan bahwa serangkaian keputusan aktor politik dengan melihat fenomena sosial yang terjadi terkait tindakan yang akan dilalukan maupun tidak dilakukan untuk mencapai tujuan pemerintahan.
11
Adapun lingkungan suatu kebijakan dapat di gambarkan dalam skema seperti berikut;
Gambar 1. Lingkungan kebijakan PELAKU KEBIJAKAN
LINGKUNGAN KEBIJAKAN
KEBIJAKAN PUBLIK
Sumber : Dunn. 1994;71 Dalam gambar lingkungan kebijakan tersebut, ada keterkaitan antara pelaku kebijakan, lingkungan kebijakan, dan kebijakan publik yang dikeluarkan. Hal ini menunjukan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan tidak bisa terlepas dari ketiga komponen tersebut. Karakteristik kebijakan yang di keluarkan haruslah sesuai dengan kondisi sosial masyarakat sebagai target dari kebijakan. Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai publik aktor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat. Kajian tentang implementasi kebijakan merupakan cara untuk melakukan pemahaman terkait Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mandiri Pedesaan) yang merupakan produk dari kebijakan publik yang
12
memiliki keterkaitan secara langsung dengan kondisi lingkungan dan pelaksana kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi masalah kemiskinan. B. Implementasi Kebijakan Kebijakan publik merupakan segala keputusan yang di keluarkan oleh pemerintah untuk diterapkan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala bentuk kebijakan publik yang di buat perlu dilaksanakan secara baik sehingga tujuan dari pembuatan kebijakan tersebut dapat dicapai. Untuk memaksimalkan kebijakan itu, maka sangat di perlukan kajian tentang implementasi kebijakan. Untuk mendalami proses implementasi, maka di perlukan pemahaman akan konsep implementasi itu sendiri. Untuk memahami konsep implementasi itu Harold Laswell (1956) menggagas suatu pendekatan proses (policy process approach). Dalam konsep yang di gagasnya itu, Laswell mengurai beberapa tahapan kebijkan publik menjadi beberapa tahapan, yaitu; (1) agenda-setting, (2) formulasi, (3) legitimasi, (4) implementasi, (5) evaluasi, (6) reformulasi, (7) terminasi. Dari siklus kebijkan tersebut terlihat jelas bahwa implementasi merupakan bagian atau tahapan dari proses suatu kebijakan publik dirumuskan Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (dalam Wahab 2004:65) implementasi kebijakan merupakan upaya memahami apa yang sebenarnya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Sedangkan Van Mater dan Horn (1974) mendifinisikan implementasi sebagai “policy implementation encompasses those actions by public or private individuals (or group) that are
13
directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” yang secara garis besarnya berarti "Implementasi kebijakan merupakan tindakantindakan oleh individu dalam masyarakat atau swasta (atau kelompok) yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya Dalam pelasksanaan implementasi kebijakan, ada beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi itu. Menurut George Edward III (1980:10) ada 4 faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Yaitu : 1. Communication (komunikasi) ; Komunikasi merupakan upaya untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Dalam menyampaikan informasi, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan konsistensi agar informasi yang disampaikan tidak menimbulkan kesimpang siuran. 2. Resources (sumber daya) ; sumber daya merupakan implementator dari kebijakan
yang
dikeluarkan.
sumber-sumber
dalam
implementasi
kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Dalam implementasi sebuah kebijakan, sumber daya dari kebijakan itu harus relatif cukup jumlahnya, mempunyai keahlian dan keterampilan untuk melaksanakan kebijakan, informasi yang memadai atau relevan
14
untuk keperluan implementasi, dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan
implementasi
kebijakan,
wewenang
yang
dimiliki
implementor untuk melaksanakan kebijakan. 3. Dispotisions or attitude (sikap) ; merupakan sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Implementator kebijakan haruslah memiliki inisiatif dalam mendukung ketercapaian sebuah kebijakan itu. 4. Bureaucratic structure (struktur birokrasi) ; tahapan implementasi kebijakan yang memiliki keterkaitan dengan tahapan birokrasi baik antar lembaga maupun dengan lembaga yang berbeda sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi. Sementara itu Sabatier (1986:268) menyebut, setelah mereview berbagai penelitian implementasi, ada enam faktor utama yang dianggap memberi kontribusi keberhasilan atau kegagalan implementasi. Enam faktor tersebut adalah: 1. Tujuan atau sasaran kebijakan yang jelas dan konsisten, yakni rincian mengenai sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan beserta standar untuk mengukur pencapaiannya. 2. Dukungan teori yang kuat dalam merumuskan kebijakan, yakni landasan dalam penyusunan kebijakan yang dilaksanakan
15
3. Proses implementasi memiliki dasar hukum yang jelas sehingga menjamin terjadi kepatuhan para petugas di lapangan dan kelompok sasaran, yakni peraturan yang mengatur tahapan-tahapan implementasi kebijakan 4. Dukungan para stakeholder, yakni dukungan dari berbagai pihak yang terkait dengan implementasi program yang di jalankan 5. Komitmen dan keahlian para pelaksana kebijakan, yakni pengetahuan dan pemahaman akan isi dan tujuan kebijakan; sikap mereka atas kebijakan tsb; serta intensitas sikap tsb) 6. Stabilitas kondisi sosial, ekonomi, dan politik, yakni aspek ketercukupan sumberdaya ekonomi, seberapa besar dan bagaimana kebijakan dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi yang ada, bagaimana tanggapan publik tentang kebijakan tersebut Dalam melakukan Analisis program PNPM Mandiri Pedesaan Ini, peneliti menggunakan pendekatan teori implementasi yang di kemukakan oleh Sabatier (1986:268) yang membagi enam variable utama yang dianggap memberi kontribusi keberhasilan atau kegagalan implementasi. Pendekatan ini dipilih peneliti karena enam variabel tersebut dianggap dapat membantu peneliti dalam mengolah data-data yang di peroleh sehingga hasil analisis yang disajikan di harapkan dapat memberikan gambaran terkait implementasi program yang di jalankan (PNPM Mandiri Pedesaan).
16
C. Definisi Kemiskinan Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan). Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidak seimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh. Menurut Edy Suandi Hamid (2008:13) seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pengertian kemiskinan dengan tidak melihat aspek pendapatan dan konsumsi saja, tetapi juga melihat masalah ketergantungan, harga diri, kontinuitas pendapatan dsb. Berdasarkan deskripsi BAPPENAS 2004 (BPS, 2006:11) yang dimaksud dengan kemiskinan adalah : “Kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar antara lain, (a) terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya dan lingkungan hidup, (b) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan (c) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik baik bagi perempuan maupun laki-laki”. SMERU Research Institute mengartikan kemiskinan dengan melihat berbagai dimensi (dalam Edy Suandi Hamid, 2008: 14-15): 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan);
17
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi); 3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga); 4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal; 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam; 6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat; 7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan; 8. Ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik maupun mental; dan 9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil). Dari definisi tersebut diperoleh pengertian bahwa kemiskinan itu merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain (Ravi Dwi Wijayanto, 2010:14-15). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan. Pengeluaran perbulan ini mengacu pada kebutuhan minimum 2100
18
kilo kalori per kapita perhari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah transportasi, serta kebutuhan rumah tanggan dan individu yang mendasar lainnya. D. PNPM Mandiri Pedesaan Program pengentasan kemiskinan merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan sebagai bentuk representasi dari tujuan nasional bangsa Indonesia. Adapun program pengentasan kemiskinan yang di canangkan pemerintah saat ini adalah; 1. PNPM mandiri Pedesaan PNPM Mandiri adalah sebuah akronim (singkatan) dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Bicara soal PNPM Mandiri, masyarakat tentu akan dibingungkan dengan banyaknya istilah PNPM Mandiri yang dilengkapi dengan akronim sektoral, yaitu : PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Generasi, PNPM Mandiri RESPEK, PNPM Mandiri Pasca Bencana, PNPM Mandiri R2PN, PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Pariwisata. Kesemua program tersebut merupakan program-program yang mendukung dan bernaung di bawah koordinasi PNPM Mandiri.
Ditinjau dari aspek historis, PNPM Mandiri diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. PNPM Mandiri Pedesaan ini merupakan scaling up
19
(pengembangan yang lebih luas) dari program-program penanggulangan kemiskinan pada era-era sebelumnya. PNPM Mandiri digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan program penanggulangan kemiskinan dari berbagai departemen yang ada pada saat itu, khususnya yang menggunakan konsep
pemberdayaan
masyarakat
(community
development)
sebagai
pendekatan operasionalnya. Penanganan kemiskinan taidak hanya dilakukan pada masa SBY. Akan tetapi, sebelum adanya PNPM Mandiri pada tahun 2007, telah banyak program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Dimulai dari program yang paling terkenal di masa Pemerintahan Orde Baru, adalah program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang dimulai pada tahun 1993/1994, awal Repelita VI. Program ini merupakan manivestari dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Program IDT dilaksanakan dengan memberikan bantuan modal usaha berupa dana bergulir yang berlangsung selama 3 tahun. Sejalan dengan bantuan dana bergulir tersebut pemerintah juga memberikan bantuan teknis pendampingan yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat desa dalam rangka pemanfaatan dana bergulir tersebut. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM) merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang mendukung PNPM
20
Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya adalah masyarakat perdesaan. Dalam pelaksanaannya, program ini memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan. Program ini terdiri dari tiga komponen utama (buku saku PNPM Mandiri), yaitu : 1. Dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) untuk kegiatan pembangunan, 2. Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk kegiatan perencanaan pembangunan partisipatif dan kegiatan pelatihan masyarakat (capacity building), 3. Pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh para fasilitator pemberdayaan, fasilitator teknik dan fasilitator keuangan. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen/Kementrian Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), apartisipasi dari CSR (Corporante Social Responcibility) dan dari dana hibah serta pinjaman dari sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses
21
perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. 2. Prinsip Pokok PNPM Mandiri Pedesaan Dalam pelaksanaannya, PNPM Mandiri Pedesaan menekankan prinsipprinsip pokok SiKOMPAK (buku saku PNPM Mandiri Pedesaan), yang terdiri dari: 1.
Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara moral, teknis, legasl maupun administratif
2.
Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya
3.
Berorientasi pada Orang/ Masyarakat Miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung
4.
Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi
dalam
menentukan
pembangunan secara swakelola
dan
mengelola
kegiatan
22
5.
Partisipasi/ Pelibatan Masyarakat. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan
6.
Prioritas Usulan. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas
7.
Kesetaraan
dan
Keadilan
Gender.
Laki-laki
dan
perempuan
mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut 8.
Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antarpemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan
9.
Keberlanjutan. mempertimbangkan
Setiap
pengambilan
kepentingan
keputusan
peningkatan
harus
kesejahteraan
masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan 10.
Bertumpu pada pembangunan manusia. Setiap kegiatan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya
23
11.
Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin
Prinsip tersebut selain memiliki filosofi yang mencerminkan prinsipprinsip program dalam arti harafiah, juga ingin mengajak masyarakat untuk kompak bersatu padu dalam mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Melalui SiKOMPAK ini diharapkan kemandirian desa dapat terwujud. E. Penelitian yang Relevan Masalah kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks, sehingga hal ini menjadi menarik untuk di teliti. Adapun penelitian yang dilakukan dan sangat relevan dengan penelitian ini antara lain: 1. Penelitian tentang “Fenomena Program-program Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Klaten” oleh Trimo Yulianto
yang di
gunakan untuk
menyelesaikan studi magister tekhnik dan pembangunan kota di UNDIP Semarang Tahun 2005. Penelitian ini mendiskripsikan tentang programprogram pengentasan kemiskinan seperti Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKSP-BBM) birang pangan (RASKIN), PKPS bidang pendidikan, PKPS Bidang Kesehatan yang sasarannya adalah keluarga miskin. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang di lakukan yaitu sama-sama mengkaji masalah implementasi program pengentasan kemiskinan yang dilakukan di Kabupaten Klaten.
24
2. Penelitian tentang “Analisis Program-program Penanggulangan Kemiskinan Menurut SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di Kota Semarang Dengan Metode Analisis Hierarki Proses (AHP)” oleh Andika Azzi Djannata untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis di UNDIP Semarang Tahun
2012.
Penelitian
ini
meneliti
tentang
program-program
penanggulangan kemiskinan di kota Semarang dan mencoba menganalisis alternatif-alternatif program-program dalam upaya mengurangi kemiskinan dan menetapkan skala prioritas program penanggulangan kemiskinan di kota Semarang. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan terkait implementasi PNPM Mandiri Pedesaan karena dalam penelitian ini mengkaji program-program pengentasan kemiskinan. F. Kerangka Pikir Pemerintah mengeluarkan kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mandiri Pedesaan) sebagai upaya untuk menganggulangi
permasalahan kemiskinan.
Dalam pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu agar terjadi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin (Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Propenas). Untuk mengkaji program pengentasan kemiskinan tersebut, peneliti mengamati tentang implementasi program PNPM Mandiri Pedesaan di Kabupaten Klaten dengan studi kasus di desa Puluhan, Trucuk, Klaten. Implementasi
25
program PNPM Mandiri Pedesaan pada penelitian ini di tinjau dari beberapa variabel yang di ungkapkan Sabatier (1986;268) di antaranya ditinjau dari : 1. Tujuan dan sasaran kebijan, 2. Tahapan pelaksanaan/ implementasi kebijakan, 3. Dukungan stakeholder (masyarakat), 4. Komitmen dan keahlian pelaksana, 5) kondisi sosial, ekonomi dan politik. Dalam penelitian ini tidak mencantumkan teori yang mendukung implementasi karena Program Pemberdayaan Masyarakat mandiri Pedesaan sudah memiliki dasar yang kuat yakni sesuai dengan tujuan Negara untuk mensejahterakan rakyat. Peneliti memetakan baik faktor penghambat maupun faktor pendukung dari pelaksanaan/implementasi program PNPM Mandiri Pedesaan di desa Puluhan ini. Peneliti mencoba menjelaskan dan menggungkap fenomena implementasi program PNPM Mandiri Pedesaan di desa Puluhan, Trucuk. Selanjutnya dilakukan analisis data yang di peroleh dilapangan dan di sajikan dalam bentuk diskriptif. Penelitian ini menghasilkan out put berupa saran dalam melaksanakan program PNPM Mandiri Pedesaan.
26
Kebijakan Pengentasan kemiskinan (PNPM Mandiri Pedesaan)
Faktor Pendukung
Implementasi/pelaksanaan program PNPM Mandiri. Diltinjau dari: 1. Tujuan dan sasaran kebijakan 2. Tahapan implementasi kebijakan 3. Dukungan stakeholder (masyarakat) 4. Komitmen dan keahlian pelaksana 5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Diskripsi Implementasi PNPM Mandiri Pedesaan di Kab. Klaten dengan studi di desa Puluhan, Trucuk, Klaten Analisis pelaksanaan Program PNPM Mandiri Pedesaan di desa Puluhan, Trucuk, Klaten
Saran untuk pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan Gambar 2. Kerangka pikir
Faktor penghambat
27
G. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana Implementasi PNPM Mandiri Pedesaan sebagai program pengentasan kemiskinan yang di lakukan di Kab. Klaten ditinjau dari : 1.1. Tujuan dan sasaran Program 1.2.Tahapan Pelaksanaan Program 1.3. Dukungan stakeholder 1.4. Komitmen dan keahlian pelaksana 2. Bagaimana partisipasi masyarakat desa Puluhan, Trucuk, Klaten terhadap program PNPM mandiri Pedesaan yang menjadi salah satu program pengentasan kemiskinan? 3. Apa faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan program PNPM mandiri Pedesaan di desa Puluhan, Trucuk, Klaten?