9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Pengertian Geografi Armin K. Lobeck mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan yang ada antara kehidupan dengan lingkungan fisiknya. Richard Hartshorne yang merupakan tokoh geografi Amerika mendeskripsikan bahwa geografi adalah ilmu yang menafsirkan realisme diferensiasi area muka bumi seperti apa adanya, tidak hanya dalam arti perbedaan-perbedaan hal tertentu, tetapi juga dalam arti kombinasi keseluruhan fenomena di setiap tempat yang berbeda dengan tempat yang lain (Suharyono dan Moch. Amien, 1994: 13-15). Seminar dan Lokakarya (SEMLOK) tahun 1988 di Semarang mendefinisikan bahwa geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan (Subyoto,dkk, 1999: 5). 2. Pendekatan Geografi Pendekatan yang digunakan dalam geografi ada 3, yaitu: a. Pendekatan keruangan Analisis keruangan mempelajari mengenai perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat yang penting dan harus diperhatikan, seperti
10
penyebaran penggunaan ruang yang telah ada, dan penyediaan ruang yang akan digunakan (Subyoto, dkk, 1999: 69). b. Pendekatan ekologi atau kelingkungan Ekologi merupakan sebuah studi antara organisme hidup dengan lingkungannya. Kelompok organisme serta lingkungan hidup sebagai suatu kesatuan dinamakan ekosistem. Tiap unit dalam ekosistem memiliki sifat dan peran tertentu dalam ekosistem, serta mempunyai interaksi tertentu dengan jenis unit yang lain. Pendekatan ekologi melihat bahwa manusia tertarik pada tanggapan dan penyesuaian terhadap lingkungan fisiknya dan pada interaksinya dengan manusia lain yang biasa disebut ruang sosial (Subyoto, dkk, 1999: 70-72). c. Pendekatan kompleks wilayah Pendekatan kompleks wilayah merupakan kombinasi antara analisa keruangan dan analisa ekologi. Analisa kompleks wilayah atau analisa regional yaitu sebuah pendekatan wilayah-wilayah tertentu dengan pengertian areal differentiation (anggapan bahwa interaksi antar wilayah berkembang karena wilayah yang satu berbeda dengan wilayah yang lain). Analisa kompleks wilayah memperhatikan penyebaran fenomena tertentu (analisis keruangan) dan interaksi antara manusia dengan lingkungannya untuk dipelajari kaitannya (analisa ekologi). Aspek penting dalam analisa kompleks wilayah yaitu aspek yang berkaian dengan ramalan wilayah (regional forecasting) dan perancangan wilayah (regional planning) (Subyoto, dkk, 1999: 74).
11
Berdasarkan penjelasan mengenai pendekatan geografi di atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kelingkungan. Pendekatan kelingkungan digunakan karena dalam penelitian ini mendeskripsikan keterkaitan antara aktivitas manusia dengan erosi yang terjadi di Desa Kalegen Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang. 3. Konsep Esensial Geografi Suharyono dan Moch. Amien dalam bukunya Pengantar Filsafat Geografi (1994: 26-35) menjabarkan 10 konsep esensial geografi, yaitu konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, morfologi, aglomerasi, nilai kegunaan, interaksi, diferensiasi area, dan keterkaitan keruangan. Penelitian ini tidak menggunakan semua konsep geografi, tetapi beberapa konsep saja, yaitu: a. Konsep lokasi Dalam konsep ini lokasi dibedakan menjadi lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut menunjukkan letak terhadap sistem grid atau koordinat, sedangkan lokasi relatif adalah letak yang berubah-ubah berkaitan dengan keadaan sekitar. Konsep lokasi dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukkan letak tempat penelitian yaitu di Desa Kalegen, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang. b. Konsep morfologi Morfologi menggambarkan perwujudan daratan muka bumi sebagai hasil pengangkatan atau penurunan wilayah yang disertai dengan erosi dan sedimentasi sehingga membentuk bentang muka bumi saat ini.
12
Morfologi juga menyangkut bentuk lahan yang terkait erosi dan sedimentasi, pengolahan lahan, tebal tanah, ketersediaan air, dan jenis vegetsai yang dominan. Konsep morfologi ini sangat berkaitan dengan kondisi fisik Desa
Kalegen
yang
akan
diteliti.
Desa
Kalegen
memiliki
keanekaragaman tingkat kemiringan lereng, mulai dari 0% sampai lebih dari 40%. Desa Kalegen memiliki beberapa lahan pertanian yang berada pada daerah berlereng curam, oleh karena itu perlu adanya konservasi lahan terutama pada lereng curam. c. Konsep interaksi Interaksi merupakan peristiwa saling mempengaruhi daya-daya, objek atau tempat satu dengan tempat yang lainnya. Setiap tempat mengembangkan potensi dan kebutuhannya yang tidak selalu sama dengan tempat yang lainnya. Penelitian ini akan melihat interaksi beberapa faktor fisik yang mempengaruhi tingkat erosi yang terjadi di Desa Kalegen. Faktor fisik yang mempengaruhi tingkat erosi adalah faktor hujan, erodibilitas tanah, dan kelerengan, sedangkan faktor non-fisik adalah faktor pengelolaan tanaman dan pengelolaan lahan. d. Konsep diferensiasi areal Integrasi berbagai unsur dan fenomena kehidupan menjadikan suatu wilayah memiliki corak tersendiri sebagai suatu region yang berbeda dengan tempat yang lainnya. Unsur atau fenomena lingkungan
13
bersifat dinamis dan interaksi juga menghasilkan karakteristik yang berubah dari suatu waktu ke waktu yang lain. Adanya perbedaan fenomena inilah yang kemudian membentuk diferensiasi areal yang mendorong terjadinya interaksi antar tempat yang satu dengan yang lain. Konsep diferensiasi area dapat dilihat melalui perbedaan penggunaan lahan pada setiap klasifikasi kemiringan lereng. Lahan pertanian yang berada pada lereng 0-25% cenderung ditanami padi lahan basah, sedangkan pada lereng lebih dari 25% ditanami tanaman cabai. Tanaman yang ditanam oleh penduduk Desa Kalegen memiliki nilai ekonomis. 4. Pengertian Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Daerah beriklim basah dan tropis seperti Indonesia, erosi air yang memiliki peran penting dalam proses pengikisan tanah. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah subur dan baik untuk pertanian serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air (Sitanala Arsyad, 2010: 5). Erosi pada dasarnya adalah proses pemerataan kulit bumi melalui proses penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan. Bentuk permukaan bumi yang selalu berubah sepanjang masa, pada suatu tempat terjadi pengikisan, dan di tempat lain terjadi penimbunan. Proses erosi terjadi secara alami dan sangat lambat sehingga seringkali tidak disadari oleh manusia, dan hasilnya baru terlihat setelah berpuluh-puluh tahun bahkan
14
beratus-ratus tahun. Aktivitas manusia, misalnya usaha tani, pada umumnya justru akan mempercepat laju erosi (Wani Hadi Utomo, 1994: 15-19). Lahan-lahan pertanian yang terus menerus ditanami tanaman tanpa istirahat (fallow), dan tanpa disertai cara pengelolaan tanaman, tanah, dan air yang baik dan tepat, khususnya daerah basah dengan curah hujan yang melebihi 1500mm per tahun akan mengalami penurunan produktivitas tanah. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah merupakan akibat dari hilangnya unsur hara pada lapisan tanah bagian atas saat terjadi erosi. Oleh karena itu, lahan pertanian perlu dijaga kelestariannya (Suripin, 2004: 9-10). 5. Proses terjadinya erosi Erosi terjadi melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment), tahap pengangkutan (transportation) oleh media yang erosif, dan bila energi untuk mengangkut sudah tidak ada lagi maka akan terjadi tahap ketiga yaitu pengendapan (deposition). Percikan air adalah media utama pelepasan partikel tanah (Suripin, 2004: 30). Air hujan yang mengenai permukaan tanah, maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya agregat tanah dan terlepasnya partikel-partikel tanah. Penghancuran agregat tanah dan pelepasan partikel tanah dipercepat oleh adanya daya penghancur dari air sendiri, selanjutnya partikel tanah yang terlepas menyumbat pori-pori tanah, sehingga menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi air ke dalam tanah (Ananto Kusuma Seta, 1987: 18).
15
Genangan air di permukaan tanah terjadi bila intensitas hujan yang turun lebih tinggi dari kapasitas dan laju infiltrasi, kemudian genangan air mengalir menjadi aliran permukaan. Aliran air di permukaan tanah ini memiliki energi untuk mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dilepaskan. Partikel-partikel tanah akan diendapkan bila energi aliran permukaan sudah tidak mampu mengangkut partikel tanah (Ananto Kusuma Seta, 1987: 19). 6. Macam dan bentuk erosi Beberapa macam erosi yang ada dalam buku konservasi tanah dan air, yaitu (Sitanala Arsyad, 2010: 53): a. Erosi geologi adalah erosi yang terjadi sejak permukaan bumi terbentuk yang menyebabkan terkikisnya batuan, sehingga terjadi bentuk morfologi permukaan bumi sekarang ini. b. Erosi normal adalah proses pengangkutan tanah/ bagian-bagian tanah yang terjadi di bawah keadaan alami. c. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah dengan laju yang lebih cepat dibandingkan dengan erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat hilangnya tumbuhan penutup tanah oleh manusia. Menurut bentuknya, erosi dibedakan menjadi (Sitanala Arsyad, 2010: 53-56): a. Erosi lembar (sheet erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah yang disebabkan kekuatan
16
butir-butir hujan dan aliran permukaan yang merata di atas permukaan tanah. b. Erosi alur (rill erosion) adalah pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu pada permukaan tanah, yang merupakan parit-parit kecil dan dangkal. Erosi ini terjadi karena air mengalir di permukaan tanah terkonsentrasi pada alur tertentu, sehingga pengangkutan tanah terjadi pada tempat aliran permukaan terkonsentrasi. c. Erosi parit (gully erosion) adalah erosi yang terjadi dengan proses sama dengan erosi alur, namun alur yang terbentuk sudah sangat besar. Erosi parit yang baru terbentuk lebarnya sekitar 40cm dan kedalaman 30cm, sedangkan erosi parit yang telah lanjut kedalamannya dapat mencapai 30m. Erosi parit dapat membentuk V atau U, tergantung pada kepekaan erosi substratanya. d. Erosi tebing sungai (river bank erosion) adalah akibat pengikisan tebing sungai oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan aliran sungai yang kuat pada daerah belokan sungai. 7. Faktor yang Mempengaruhi Erosi Pengaruh faktor yang mempengaruhi sifat aliran permukaan sangat kompleks, sehingga meskipun semuanya dapat diketahui, keadaan aliran permukaan yang terjadi hanya mungkin dapat dihitung sampai mendekati keadaan sebenarnya. Faktor yang mempengaruhi sifat aliran permukaan ada beberapa, yaitu (Sitanala Arsyad, 2010: 72):
17
a. Curah hujan: intensitas, jumlah, dan distribusi b. Tanah: tipe, jenis substratum, dan topografi c. Tanaman/ tumbuhan penutup tanah d. Sistem pengelolaan tanah Proses erosi bersifat tidak linear. Erosi terjadi karena peningkatan aliran permukaan akibat kurangnya infiltrasi tanah. Besarnya erosi juga banyak berkaitan dengan aliran permukaan. Erosi adalah akibat interaksi antara faktor iklim, topografi, tumbuhan (vegetasi), dan manusia terhadap tanah yang dinyatakan dalam persamaan berikut (Sitanala Arsyad, 2010: 106-107): E = f (i, r, v, t, m) Dimana: E
= besarnya erosi
i
= iklim
r
= topografi
v
= tumbuhan
t
= tanah
m
= manusia Persamaan faktor erosi di atas mengandung dua jenis peubah yaitu
faktor yang dapat diubah oleh manusia dan faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia. Faktor yang dapat diubah oleh manusia adalah tumbuhan atau vegetasi penutup tanah, dan sebagian sifat tanah (kesuburan tanah, ketahanan agregat, dan kapasitas infiltrasi tanah). Faktor yang tidak dapat
18
diubah manusia adalah iklim, tipe tanah, kecuraman lereng dan panjang lereng (Sitanala Arsyad, 2010: 107). a. Iklim Faktor iklim yang memiliki pengaruh yang besar terhadap erosi adalah hujan dan suhu. Hujan adalah faktor yang paling penting karena memiliki peran dalam erosi tanah melalui tenaga pelepasan dari pukulan butir-butitr hujan pada permukaan tanah dan kontribusinya terhadap aliran permukaan (Suripin, 2004: 41). Daerah beriklim basah seperti Indonesia, faktor iklim yang paling mempengaruhi erosi yang terjadi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada areal tertentu yang dinyatakan dalam satuan m3 per satuan luas atau dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm. (Sitanala Arsyad, 2010: 107). Intensitas hujan adalah besarnya hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat (5, 10, 15, 30 menit) dan dinyatakan dalam satuan mm per jam atau cm per jam. Klasifikasi intensitas hujan dijelaskan dalam tabel berikut (Sitanala Arsyad, 2010: 107-108):
19
Tabel 1. Klasifikasi Intensitas Hujan No. Intensitas Hujan Klasifikasi (mm per jam) 1 0–5 Sangat rendah 2 6 – 10 Rendah 3 11 – 25 Sedang 4 26 – 50 Agak Tinggi 5 51 – 75 Tinggi 6 > 75 Sangat Tinggi Sumber : Sitanala Arsyad, 2010: 108 Hujan berlebih adalah hujan yang menimbulkan aliran permukaan. Menurut U. S Weather Bureau, hujan dinyatakan hujan berlebih bila mempunyai intensitas (Sitanala Arsyad, 1989: 175): HB =
X 1500 mm per jam
Dimana: HB
= hujan berlebih
T
= lama hujan dalam menit Hujan berlebih adalah hujan yang berlangsung kurang dari satu
jam namun memiliki jumlah seluruh air yang jatuh lebih dari 20 mm. Rumus penghitungan hujan berlebih di atas dapat digunakan bila hujan jatuh langsung mengenai agregat tanah tanpa penghalang apapun. Berikut adalah sifat-sifat minimum suatu hujan berlebih (Sitanala Arsyad, 2010: 110): Tabel 2. Sifat-Sifat Minimum Suatu Hujan Lebih No. Lamanya Intensitas Rata- Jumlah air yang Hujan rata (mm per jatuh (mm) (menit) jam) 1. 8 150 20 2. 20 60 20 3. 40 30 20 4. 60 20 20 5. 120 17, 5 35 6. 180 16, 75 50 Sumber: Sitanala Arsyad, 2010: 110
20
Sebagian besar hujan memiliki butir berdiameter 1-4 mm. Kowal dan Kassam mendapatkan rata-rata diameter butir hujan di daerah tropis sekitar 3 mm sampai 4 mm. Diameter butir hujan di daerah tropika umumnya lebih besar dibandingkan di daerah beriklim sedang. Setiap hujan terdapat berbagai ukuran butir hujan, namun terdapat korelasi yang nyata antara intensitas hujan dengan ukuran median butir-butir hujan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam tabel berikut (Sitanala Arsyad, 2010: 111-112): Tabel 3. Hubungan antara Intensitas Hujan dengan Diameter Median Butir Hujan No. Intensitas Hujan Diameter Median Butir (mm per jam) Hujan (mm) 1. 0,25 0,75 – 1,00 2. 1,25 1,00 – 1,25 3. 2,50 1,25 – 1,50 4. 12,50 1,75 – 2,00 5. 25,00 2,00 – 2,25 6. 50,00 2,25 – 2,50 7. 100,00 2,75 – 3,00 8. 150,00 3,00 – 3, 25 Sumber: Sitanala Arsyad, 2010: 112 Kecepatan jatuh butir-butir hujan ditentukan oleh gravitasi, tahanan udara, dan angin. Gravitasi bekerja secara seragam pada semua butir hujan saat keadaan udara tenang tetapi tahanan udara per satuan massa air semakin besar dengan semakin kecilnya butir hujan, karena semakin kecil butir hujan maka semakin besar permukaan jenisnya/luas permukaan per satuan massa. Kecepatan jatuhnya butir hujan dijelaskan pada tabel berikut (Sitanala Arsyad: 2010, 112-113):
21
Tabel 4. Kecepatan Jatuh Berbagai Ukuran Butir Hujan Setelah Jatuh 20 m No. Diameter Butir Kecepatan Jatuh (meter (mm) detik) 1. 1,25 4,85 2. 1,50 5,51 3. 2,00 6,58 4. 3,00 8,06 5. 4,00 8,86 6. 5,00 9,25 7. 6,00 9,30 Sumber: Sitanala Arsyad, 2010: 113 Distribusi hujan menentukan apakah suatu hujan tahunan akan menyebabkan ancaman erosi yang hebat atau tidak. Salah satu sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetik hujan karena menjadi penyebab pokok penghancuran agregat tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 113). Energi hujan terdiri dari dua komponen yaitu energi potensial (Ep) dan energi kinetik (Ek). Energi potensial timbul karena adanya perbedaan yang tinggi antara benda dengan titik tinjau. Energi potensial merupakan hasil kali antara massa, beda tinggi, dan percepatan gravitasi. Energi kinetik berkaitan dengan massa dan kecepatan (Suripin, 2004: 41). Bols menyatakan interaksi energi kinetik dengan intensitas maksimum 30 menit dalam persamaan berikut (Sitanala Arsyad, 2010: 115): EI30 = 6,119 (R)1,21. (D)-0,47. (MP)0,53 Dimana: EI30
= indeks erosi hujan bulanan
22
R
= curah hujan rata-rata bulanan dalam cm
D
= jumlah hari hujan rata-rata per bulan
MP
= curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan dalam cm
EI30 tahunan adalah jumlah EI30 bulanan. Indeks erosi hujan adalah pengukur kemampuan suatu hujan untuk menimbulkan erosi. Kemampuan hujan untuk menimbulkan atau menyebabkan erosi disebut daya erosi hujan atau erosivitas hujan (Sitanala Arsyad, 2010: 116). b. Topografi Sifat topografi yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi adalah kemiringan lereng dan panjang lereng. Unsur lain yang juga mungkin dapat berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng (Sitanala Arsyad, 2010: 117). 1) Kemiringan lereng Erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Percikan butir air hujan pada lahan datar melemparkan partikel-partikel tanah ke udara secara acak. Partikel tanah pada lahan miring lebih banyak terlempar ke arah bawah. Peningkatan kemiringan lereng mengakibatkan semakin besarnya proporsi lemparan partikel tanah (Suripin, 2004: 56). Sudut lereng menentukan kesetimbangan antara limpasan permukaan dengan infiltrasi. Sudut lereng yang semakin besar
23
berakibat pada dominasi jumlah limpasan permukaan terhadap infiltrasi. Wilayah dengan limpasan permukaan besar dan kecepatan aliran permukaan tinggi memiliki ancaman erosi yang besar (Junun Sartohadi, dkk, 2013: 17). Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Semakin curam lereng maka akan memperbesar jumlah aliran permukaan, kecepatan aliran permukaan dan energi angkut aliran permukaan. Semakin miring lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir air hujan akan semakin banyak (Sitanala Arsyad, 2010: 117). 2) Panjang lereng Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal terjadinya aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng berubah sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran permukaan berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng, sehingga lebih banyak air yang mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng daripada bagian atas lereng. Akibatnya tanah bagian bawah lereng lebih banyak mengalami erosi yang lebih besar dibandingkan tanah bagian atas (Sitanala Arsyad, 2010: 118). Semakin panjang lereng, cenderung semakin banyak air permukaan terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih
24
tinggi kedalamannya dan kecepatannya. Kombinasi kedua variabel topografi lereng (kemiringan dan panjang lereng) menyebabkan laju erosi meningkat drastis (Suripin, 2004: 56). 3) Konfigurasi lereng Lereng permukaan tanah dapat berbentuk cembung (konvek) atau cekung (konkav). Pengamatan secara umum menunjukkan, bahwa erosi lembar lebih besar pada permukaan cembung daripada permukaan cekung, sedangkan pada permukaan cekung cenderung terjadi erosi alur atau erosi parit (Sitanala Arsyad, 2010: 120). Posisi lereng pada suatu kawasan berpengaruh terhadap jumlah hujan dan jumlah air yang diterima. Wilayah yang terletak di dasar cekungan mungkin memiliki curah hujan yang rendah daripada wilayah sekitar yang memiliki elevasi lebih tinggi (Junun Sartohadi, dkk, 2013: 18) 4) Keseragaman lereng Lereng tidak selalu memiliki keseragaman kemiringan, dimana lereng curam diselingi dalam jarak pendek oleh lereng-lereng yang lebih datar, mungkin mempunyai pengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Pengaruh tidak langsung dari ketidakseragaman kemiringan lereng adalah lereng yang sangat tidak seragam lebih sulit untuk diusahakan bercocok tanam tanaman semusim daripada lereng yang seragam (Sitanala Arsyad, 2010: 120).
25
5) Arah lereng Arah hadap lereng merupakan faktor yang penting. Arah hadap lereng pada wilayah lintang tinggi menentukan intensitas penyinaran matahari (Junun Sartohadi, dkk, 2013: 17). Kohnke dan Bertarand menjelaskan bahwa pada daerah di belahan bumi utara, lereng yang menghadap ke selatan mengalami erosi yang lebih besar dibandingkan lereng yang menghadap ke utara. Hal ini dikarenakan tanah yang berlereng menghadap selatan sebagai akibat pengaruh sinar matahari secara langsung dan lebih intensif, sehingga kandungan bahan organiknya lebih rendah dan tanah lebih mudah terdispersi (Sitanala Arsyad, 2010: 121). c. Tumbuhan (Vegetasi) Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Oleh karena itu, vegetasi mempengaruhi volume air yang masuk ke sungai dan danau, ke dalam tanah, dan cadangan air bawah tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 121). Suatu kejadian hujan yang jatuh pada sebidang tanah dengan sifat-sifat yang sama, tetapi yang satu terbuka dan yang lain tertutup tanaman, akan menimbulkan intensitas erosi yang berbeda. Jika diperhatikan, erosi pada lahan terbuka akan jauh lebih besar
26
dibandingkan
dengan
lahan
tertutup
tanaman.
Tanaman
dapat
memperkecil erosi karena adanya (Ananto Kusuma Seta, 1987: 70): 1) Intersepsi air hujan oleh tajuk tanaman. 2) Pengurangan aliran permukaan. 3) Peningkatan agregasi tanah serta porositasnya. 4) Peningkatan kehilangan air tanah, sehingga tanah cepat kering. d. Tanah Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air, dan sifat tanah yang mempengaruhi
ketahanan
struktur
tanah
terhadap
dispersi
dan
penghancuran agregat tanah oleh tumbukan hujan dan aliran permukaan (Sitanala Arsyad, 2010: 138): 1) Sifat tanah yang mempengaruhi erosi Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 138). Tekstur tanah adalah sifat fisik tanah yang merupakan gambaran deskriptif komposisi ukuran butir partikel-partikel penyusun tanah yang digolongkan ke dalam tiga ukuran utama (Junun Sartohadi, dkk, 2013: 49). Butir pimer tanah terkelompok dalam liat (clay), debu
27
(silt), dan pasir (sand). Menurut sistem USDA, liat berukuran kurang dari
0,002mm,
debu
berdiameter
0,002-0,05mm,
dan
pasir
berdiameter 0,005-2mm. Tanah bertekstur kasar seperti pasir mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi dan jika memiliki profil tanah yang dalam maka erosi diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus juga memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi, namun bila terjadi aliran permukaan butir-butir halus akan mudah terbawa (Sitanala Arsyad, 2010: 138). Bouyoucos mengemukakan bahwa nisbah liat (clay ratio) diperoleh dengan membagi persentase pasir dan debu dengan persentase liat, yaitu (Sitanala Arsyad, 2010: 139): % pasir + % debu % liat Nisbah liat merupakan kriteria yang penting dalam menduga kepekaan tanah terhadap erosi. Tanah yang memiliki nisbah rendah (% liat tinggi) umumnya kurang peka terhadap erosi dibandingkan dengan tanah yang mempunyai nisbah tinggi (% liat rendah) (Sitanala Arsyad, 2010: 139). 2) Kepekaan erosi tanah (erodibilitas tanah) Kepekaan erosi tanah (erodibilitas tanah) adalah kemudahan tanah tererosi. Indeks erodibilitas tanah diberi simbol K. Kepekaan tanah tererosi ditentukan oleh ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar dan kemampuan tanah untuk menyerap air (infiltrasi dan
28
perkolasi). Makin mudah masa tanah dihancurkan, maka makin tinggi nilai erodibilitasnya. Demikian juga makin sulit tanah meresap air, maka makin besar limpasan permukaan, dan makin besar massa tanah terkikis dan terangkut, sehingga nilai K juga semakin tinggi (Wani Hadi Utomo, 1994: 46-47). e. Manusia Permasalahan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup sangat terkait dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat memerlukan lahan, permukiman, dan energi, sehingga telah membawa konsekuensi bagi cadangan sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan (Hadi S. Alikodra, 2012: 1). Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanah secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan memberikan pendapatan yang tinggi untuk jangka waktu yang tidak terbatas, antara lain (Sitanala Arsyad, 2010: 149): 1) Luas tanah pertanian yang diusahakan. 2) Jenis dan orientasi usaha pertanian. 3) Status penguasaan tanah. 4) Tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi pertanian yang mengusahakannya.
29
5) Pertimbangan harga antara harga produk pertanian dengan harga sarana produksi dan kebutuhan petani. 6) Sistem perpajakan. 7) Sumber modal yang diperlukan petani. 8) Infrastruktur dan fasilitas kesejahteraan petani. 9) Keuntungan yang akan diterima oleh petani kecil dalam waktu singkat. 8. Pendugaan Banyaknya Tanah yang Tererosi Pendugaan besar erosi tanah secara kuantitatif dapat menggunakan rumus “USLE” (Universal Soil Lost Equition). USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah keadaan tertentu. Rumus pendugaan besar erosi ini dikembangkan dan dipakai sampai sekarang oleh Dinas Konservasi Tanah, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) (E. Saifuddin, 1988: 113). Persamaan USLE adalah (Sitanala Arsyad, 2010: 367): A = R. K. L. S. C. P Dimana: A
= banyaknya tanah tererosi dalam ton/ha/thn.
R
= faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan yang dinyatakan dalam ton/ha. Faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan adalah jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan
30
perkalian antara energi total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan. K
= faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R)
untuk suatu tanah, yang didapat dari petak percobaan
standar, yaitu petak percobaan dengan panjang 72,6 kaki (22,1 meter), terletak pada lereng 9% tanpa tanaman (K= A R-1). L
= faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22,1 meter) di bawah keadaan yang identik.
S
= faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
C
= faktor pengelolaan tanaman/vegetasi, yaitu nisbah antara besarnya dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman.
P
= faktor pengelolaan lahan/ konservasi lahan (pengelolaan dan penanaman menurut kontur, penanaman dengan strip, guludan, dan teras), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perilaku tindakan konservasi khusus, seperti pengolahan
31
menurut kontur, penanaman strip atau teras, terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik. Wishmeier mengemukakan bahwa USLE dapat dipergunakan untuk (Ananto Kusuma Seta, 1987: 87): a. Meramalkan kisaran kehilangan tanah tahunan dari suatu lahan miring dengan kondisi penggunaan lahan tertentu. b. Memberikan petunjuk dalam memilih sistem pengelolaan pertanaman dan praktek secara mekanis yang cocok pada lahan miring. c. Meramalkan perubahan kehilangan tanah yang akan dihasilkan akibat adanya perubahan sistem pengelolaan pertanaman dan praktek konservasi secara mekanis pada suatu lahan. d. Menentukan bagaimana praktek-praktek konservasi harus dilakukan agar didapatkan cara pengelolaan lahan yang lebih intensif. e. Meramalkan kehilangan tanah dari penggunaan lahan di luar pertanian. f. Memberikan prakiraan kehilangan tanah suatu lahan untuk para pakar konservasi, sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk menentukan strategi konservasi yang diinginkan. Penjelasan berbagai parameter USLE adalah sebagai berikut: a. Erosivitas Hujan (R) Erosivitas hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ketempat yang lebih rendah. Erosivitas hujan sangat berkaitan dengan energi kinetis dan momentum, yaitu parameter yang berasosiasi dengan laju curah hujan atau volume hujan (Chay Asdak, 2010: 357). Faktor erosivitas hujan merupakan hasil perkalian antara energi kinetik (E) dari suatu kejadian hujan dengan intensitas hujan maksimal 30 menit (l30). Jumlah dari seluruh hujan dengan spesifikasi tersebut di atas selama satu tahun merupakan erosivitas hujan tahunan. Pada metode
32
USLE prakiraan besarnya erosivitas hujan adalah dalam kurun waktu tahunan (Chay Asdak, 2010: 358). Untuk menghitung besar erosivitas hujan dapat digunakan Persamaan Bols yaitu (Sitanala Arsyad, 2010: 115): EI30 = 6,119 (R)1,21. (D)-0,47. (MP)0,53 Dimana: EI30
= indeks erosi hujan bulanan
R
= curah hujan rata-rata bulanan dalam cm
D
= jumlah hari hujan rata-rata per bulan
MP
= curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan dalam cm
EI30 tahunan adalah jumlah EI30 bulanan. b. Erodibilitas Tanah (K) Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah (Sitanala Arsyad, 2010: 138): 1) Sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air. 2) Sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan penghancuran agregat tanah oleh tumbukan hujan dan aliran permukaan.
33
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 138): 1) Tekstur Tekstur adalah perbandingan relatif tiga golongan besar partikel tanah, yaitu fraksi debu, lempung dan pasir dalam suatu massa tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi. Tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi dan jika terjadi aliran permukaan butir-butir halus mudah terangkut (Ananto Kusuma Seta, 1987: 53). Tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan poripori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran permukaan dan erosi. Bouyoucos telah mengemukakan tentang The Clay Ratio as a Criterium of Soil to Erosian untuk menentukan erodibilitas tanah. Persamaannya adalah sebagai berikut (Sitanala Arsyad, 1989: 96): M = (% Sand + % Silt) (100% - % Clay) Dimana: Sand : pasir sangat halus (0,1-0,005mm) Silt : debu (0,005-0,002mm) Clay : lempung (< 0,002mm)
34
2) Struktur Struktur tanah adalah penyusun butir-butir primer (pasir, debu, dan liat) menjadi butir sekunder (agregat, clod) dengan ruang pori-pori diantaranya. Arsyad menyatakan bahwa dua aspek struktur tanah yang dianggap penting kaitannya dengan erosi yaitu sifat-siat fisik-kimia liat yang mendukung terbentuknya kemantapan agregat dan adanya bahan pengikat yang dapat membentuk butir-butir primer menjadi agregat yang mantap (Ananto Kusuma Seta, 1987: 55). Struktur tanah dapat dibagi dalam struktur makro dan mikro. Struktur makro/struktur lapisan bawah tanah yaitu penyusun agregat tanah satu dengan yang lainnya, sedangkan struktur mikro adalah penyusun butir-butir primer tanah (pasir, lempung, dan liat) menjadi partikel sekunder yang disebut peds atau agregat. Tanah yang mempunyai struktur yang mantap terhadap pengaruh air memiliki permeabilitas dan drainase yang sempurna serta tidak mudah didispersikan oleh air hujan. Umumnya struktur yang dikehendaki bagi lahan pertanian adalah struktur remah (Suripin, 2004: 47-48). Adapun kode struktur tanah adalah sebagai berikut (Sitanala Arsyad, 2010: 369): Tabel 5. Kode Struktur Tanah No. Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter) 1. Granuler sangat halus ( < 1 mm ) 2. Granuler halus ( 1 sampai 2 mm ) 3. Granuler sedang kasar ( 2 sampai 10 mm ) 4. Berbentuk blok, bloky, plat, masif Sumber: Sitanala Arsyad, 2010: 369
Kode 1 2 3 4
35
3) Permeabilitas Sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah permeabilitas lapisan tanah tersebut. Permeabilitas tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Permeabilitas tanah adalah kepekaan suatu tanah dalam meloloskan zat cair melalui pori-pori tanah tersebut, baik secara vertikal maupun horisontal. Berikut adalah tebel kode permeabilitas profil tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 369): Tabel 6. Kode Permeabilitas Profil Tanah No. Kelas Permeabilitas Kecepatan cm/ jam Kode 1. Sangat lambat < 0.5 6 2. Lambat 0.5 – 2.0 5 3 Lambat sampai sedang 2.0 – 6.3 4 4. Sedang 6.3 – 12.7 3 5. Sedang samapi cepat 12.7 – 25.4 2 6. Cepat >25 1 Sumber: Sitanala Arsyad, 2010: 369 4) Kandungan Bahan Organik Bahan organik terdiri dari sisa-sisa tanaman, jasad hidup yang telah membusuk dalam tanah (hasil proses dekomposisi). Bahan organik dan kimia tanah mempunyai peranan dalam menjaga kestabilan agregat tanah sehingga tahan terhadap erosi. Tanah dengan kandungan organik rendah biasanya keras dan menjadi lebih resisten (sifat erodibilitasnya berkurang) terutama pada tanah kering (Sitanala Arsyad, 2010: 143). Nilai erodibilitas tanah ditentukan oleh besarnya persentase debu, pasir, bahan organik dan struktur tanah serta permeabilitasnya. Faktor erodibilitas tanah (K) adalah nilai kuantitatif yang telah didefinisikan pada persamaan (Sitanala Arsyad, 2010: 369):
36
100K = 1,292 [2,1M1,14 (10-4) (12-a)+ 3,25(b-2)+ 2,5(C-3)] Dimana: M
= persentase pasir sangat halus dan debu (0.1 - 0.05 + 0.05 – 0.02 mm) (100 persentase liat)
a
= persentase bahan organik
b
= kode struktur tanah
c
= kelas permeabilitas tanah.
c. Kelerengan (LS) Faktor indeks topografi L dan S, masing-masinng mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran permukaan yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. L dan S dalam praktiknya dihitung sekaligus berupa faktor LS. LS adalah rasio antara besarnya erosi dari sebidang tanah dengan panjang lereng dan kecuraman tertentu terhadap besarnya erosi dari sebidang tanah. Lahan
yang
mempunyai
kemiringan
antara
3
sampai
menggunakan persamaan (Chay Asdak, 2002: 366): LS = L 1/2 (0.00138 S2 + 0.00965 S + 0.0138) Dimana: L
= panjang lereng (m)
S
= kemiringan lereng (%)
18%
37
Harper menunjukkan bahwa persamaan yang disarankan untuk digunakan dalam lahan berkemiringan lebih dari 20% yaitu (Chay Asdak, 2010: 365-367): LS
= ( L/22)m C (cos α ) 1.50 [0.5 (sin α) 1.25 + (sin α) 2.25]
Dimana: L
= panjang lereng (m)
S
= kemiringan lereng
C
= 34.71
M
= eksponen nilai m berkisar antara 0.2 – 0.5 0.5 untuk lereng lebih dari 5% 0.4 untuk lereng antara 3% - 4.9% 0.3 untuk lereng antara 1% - 2.9% 0.2 untuk lereng kurang dari 1%
d. Pengelolaan Tanaman (C) Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya erosi. Besarnya angka C tidak selalu sama dalam kurun waktu satu tahun. Berikut adalah tabel nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan tanaman (Chay Asdak, 10: 367):
38
Tabel 7. Nilai C untuk Berbagai Jenis Tanaman dan Pengelolaan Tanaman No. Jenis Tanaman Nilai C 1. Tanaman rumput 0,290 2. Tanaman kacang jogo 0,161 3. Tanaman gandum 0,242 4. Tanaman ubi kayu 0,363 5. Tanaman kedelai 0,399 6. Tanaman serai wangi 0,434 7. Tanaman padi lahan kering 0,560 8. Tanaman padi lahan basah 0,010 9 Tanaman jagung 0,637 10. Tanaman jahe,cabe 0,900 11. Tanaman kentang ditanam searah lereng 1,000 12. Tanaman kentang ditanam searah kontur 0,350 13. Pola tanaman tumpang gilir + mulsa jerami (6 0,790 ton/ha/thn) 14. Pola tanam berurutan 0,398 15. Pola tanam tumpang gilir + mulsa sisa tanaman 0,357 16. Kebun campuran 0,200 17. Ladang berpindah 0,400 18. Tanah kosong diolah 1,000 19. Tanah kosong tidak diolah 0,950 20. Hutan tidak terganggu 0,001 21. Semak tidak terganggu 0,010 22. Alang-alang permanen 0,020 23. Alang-alang dibakar 0,700 24. Sengon dengan semak 0,012 25. Sengon tidak disertai semak tanpa seresah 1,000 26. Pohon tanpa semak 0,320 Sumber : Chay Asdak, 2010: 373 e. Pengelolaan Lahan (P) Faktor P adalah tindakan-tindakan khusus konservasi tanah yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan, tindakan konservasi khusus seperti pengelolaan menurut kontur, penanaman dalam strip, atau teras, terhadap besarnya erosi tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik. Nilai faktor P menunjukkan aktivitas pengolahan lahan. Pengelolaan lahan yang baik dapat menekan besarnya
39
laju erosi, namun pengelolaan lahan yang tidak baik dapat meningkat laju erosi. Berikut adalah tabel nilai faktor P berbagai aktifitas konservasi tanah di Pulau Jawa (Chay Asdak, 2002: 374): Tabel 8. Nilai Faktor P Berbagai Aktifitas Konservasi Tanah di Pulau Jawa No. Teknik Konsevasi Tanah Nilai P 1. Teras bangku: a. baik 0.20 b. jelek 0.35 2. Teras bangku: jagung-ubi kayu/kedelai 0.06 3. Teras bangku: sorghum-sorghum 0.02 4. Teras Tradisional 0.40 5. Teras Gulud: padi-jagung 0.01 6. Teras gulud: ketela pohon 0.06 7. Teras gulud: jagung-kacang + mulsa sisa tanaman 0.01 8. Teras gulud: kacang kedelai 0.11 9. Tanaman dalam kontur a. Kemiringan 0-8 % 0.50 b. Kemiringan 9-20 % 0.75 c. Kemiringan > 20 % 0.90 10. Tanaman dalam jalur-jalur: jagung-kacang tanah + 0.05 mulsa 11. Mulsa limbah jerami a. 6 ton/ha/tahun 0.30 b. 3 ton/ha/tahun 0.50 c. 1 ton/ha/tahun 0.80 12. Tanaman perkebunan: a. disertai penutup tanah rapat 0.10 b. disertai penutup tanah sedang 0.50 13. Padang rumput a. baik 0.04 b. jelek 0.40 Sumber: Chay Asdak, 2010: 375 9. Prakiraan Besar Erosi Tanah yang Diperbolehkan Erosi yang masih dapat diperbolehkan adalah laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat diperbolehkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman yang memungkinkan
40
tercapainya
produktivitas
yang
tinggi
secara
lestari.
Thompson
menyarankan, penentuan besar erosi tanah yang dapat dibiarkan atau dalam hal ini disebut T bergantung pada kedalaman tanah efektif, permeabilitas lapisan bawah, tingkat pelapukan sub stratum dan berat volume tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 354). a. Kedalaman tanah efektif Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman (M. Nursa’ban, 2006: 106). Adapun kedalaman tanah efektif diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 9. Kedalaman Tanah Efektif No. Klas Intensitas Kedalaman (cm) 1. k0 Dalam >90 2. k1 Sedang 90 – 60 3. k2 Dangkal 60 – 30 4. k3 Sangat dangkal < 30 Sumber: Junun Sartohadi, dkk, 2013: 164 b. Permeabilitas tanah bawah Permeabilitas tanah adalah kecepatan tanah dalam meloloskan air yang dinyatakan dalam frekuensi dan lamanya penjenuhan air. Adapun permeabilitas tanah bawah menentukan kepekaan suatu tanah tererosi. Permeabilitas tanah ditentukan oleh struktur dan tekstur tanah. Pengelompokan permeabilitas tanah adalah sebagai berikut (Sitanala Arsyad, 2010: 369):
41
Tabel 10. Kode Permeabilitas Tanah No. Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) 1. Sangat lambat kurang dari 0,5 2. Lambat 0,5 sampai 2,0 3. Lambat sampai sedang 2,0 sampai 6,3 4. Sedang 6,3 sampai 12,7 5. Sedang sampai cepat 12,7 sampai 25,4 6. Cepat lebih dari 25,4 Sumber: Sitanala Arsyad, 2010: 369
Kode 6 5 4 3 2 1
c. Tingkat pelapukan lapisan tanah bawah Sifat lapisan bawah yang mempengaruhi erosi tanah adalah permeabilitas tanah yang berada di bagian bawah. Tanah yang lapisan bawahnya berupa tanah granuler, biasanya kurang peka terhadap erosi dibandingkan tanah yang lapisan bawahnya berpermeabilitas rendah (Hary Christady H, 2006: 399) Pada umumnya tanah terbentuk dari pelapukan batuan keras (batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf) atau dari bahanbahan lunak dan lepas seperti abu vulkan dan endapan baru. Proses pelapukan menjadikan batuan keras menjadi lunak disebut regolit. Tingkat pelapukan lapisan tanah bawah dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) tanah terletak di atas batuan kompak atau batuan induk, (2) tanah terletak di atas batuan yang telah melapuk atau bahan induk (M. Nursa’ban, 2006: 107). d. Berat volume tanah Berat volume tanah adalah petunjuk mengenai kepadatan tanah, makin padat suatu tanah dan makin tinggi berat volume tanah, berarti akan makin sulit ditembus akar tanaman dan akan sulit untuk meloloskan
42
air. Berat volume tanah digunakan sebagai pengali dalam memperkirakan besarnya erosi tanah yang masih dapat diperbolehkan (M. Nursa’ban, 2006: 108). Berikut adalah tabel pedoman penetapan nilai T untuk tanahtanah di Indonesia (Sitanala Arsyad, 2010: 356): Tabel 11. Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah-tanah di Indonesia Nilai T No. Sifat Tanah dan Substratum (mm/tahun) 1. Tanah sangat dangkal di atas batuan 0.0 2. Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk 0.4 (tidak terkonsolidasi) 3. Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk 0.8 4. Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah 1.2 melapuk 5. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap 1.4 air di atas substrata telah melapuk 6. Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya 1.6 berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk 7. Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya 2.0 berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk 8. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang 2.5 permeabel, di atas substrata telah melapuk Sumber: Sitanala Arsyad, 2010: 361 10. Arahan Konservasi Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 51). Usaha-usaha konservasi tanah disamping ditujukan untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi dan memperbaiki tanah yang telah rusak, juga ditujukan untuk menetapkan kelas kemampuan tanah dan tindakan atau perlakuan yang diperlukan
agar
tanah
tersebut
dipergunakan
seoptimal
mungkin.
43
Konservasi tanah merupakan penyesuaian penggunaan tanah sesuai dengan sifat tanah dan perlakuan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan (Ananto Kusuma Seta, 1987: 12-13). Arahan konservasi lahan merupakan penggabungan antara tingkat bahaya erosi tanah atau besar erosi tanah dengan erosi yang diperbolehkan untuk arahan pertimbangan pengelolaan lahan alternatif (CP alternatif) yang dapat diterapkan di dalam suatu wilayah. Arahan dalam penelitian ini yang dibahas adalah penggunaan dan pengelolaan lahan yang sebaiknya dilakukan, sehingga dapat menurunkan laju erosi sampai sama atau lebih kecil dari laju erosi yang diperbolehkan. Pertimbangan yang dimaksud dalam penentuan penggunaan lahan dan perlakuan konservasi lahan, arahan pemanfaatan lahan sesuai yang ditentukan berdasarkan indeks faktor pengelolaan lahan alternatif. ≤
T
RKLSCP ≤
T
A
( CP )
≤
Dimana: A
: besarnya erosi tanah dalam ton/ ha/ tahun
T
: besarnya erosi yang diperbolehkan
R
: nilai indeks erosivitas hujan
K
: erodibilitas tanah
LS : panjang dan kemiringan lereng
44
C
: faktor tanaman
P
: faktor tindakan manusia
11. Metode Konservasi Tanah Masalah konservasi adalah masalah menjaga tanah agar tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan dan jumlah aliran permukaan agar tidak terjadi pengangkutan tanah. Ada tiga cara pendekatan dalam konservasi tanah, yaitu (Sitanala Arsyad, 2010: 167): a. Menutup lahan dengan tumbuhan agar terlindung dari daya perusak (daya tumbuk butir-butir hujan yang jatuh). b. Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap daya penghancur agregat oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan. c. Mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah. Metode konservasi tanah dapat digolongkan ke dalam dua golongan utama yaitu: a. Metode Vegetatif Metode vegetatif adalah penggunaan tumbuhan dan tanaman, atau bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butiran hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. Metode vegetatif meliputi (Sitanala Arsyad, 2010: 168-179):
45
1) Penanaman dalam strip (strip cropping) adalah suatu sistem bercocok tanam menggunakan beberapa jenis tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling pada sebidang tanah pada waktu yang sama dan disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. 2) Penggunaan sisa-sisa tanaman/ tumbuhan yaitu dengan cara sisa tumbuhan yang masih segar dibenamkan ke dalam tanah secara merata maupun dalam jalur-jalur tertentu untuk meningkatkan kemampuan tanah menyerap air dan memelihara unsur hara. 3) Geotekstil adalah tekstil (barang tenun atau tenunan) permeabel yang digunakan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan tanah, fondasi bangunan, dan batuan, atau bahan yang digunakan dalam pekerjaan geoteknik sebagai bagian integral proyek buatan manusia. 4) Strip tumbuhan penyangga (riparian buffer strips) adalah beberapa jenis tumbuhan yang ditanam sepanjang tepi kiri dan kanan sungai. 5) Tanaman penutup tanah yaitu sistem penanaman berbagai tanaman secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada sebidang tanah (M. Nursa’ban, 2006: 112). 6) Agroforestry b. Metode Mekanik Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik meliputi (Sitanala Arsyad, 2010: 180-207):
46
1) Pengolahan tanah (tillage) adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. 2) Pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation) adalah pengolahan tanah dimana pembajakan lahan dilakukan menurut kontur atau memotong lereng, sehingga terbentuk jalur tumpukan tanah dan alur diantara tumpukan tanah yang terbentang menurut kontur. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif bila barisan tanaman diatur sejalan dengan garis kontur. 3) Guludan dan guludan bersalur menurut kontur Guludan adalah tumpukan tanah (tinggi tumpukan tanah 2530 cm dan lebar 30-40 cm) yang dibuat memanjang menurut garis kontur atau memotong lereng. Jarak antar guludan dipengaruhi oleh kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas hujan. Guludan bersalur dibuat memanjang menurut arah kontur atau memotong lereng. Metode ini dapat dibuat pada lereng dengan kecuraman sampai 12%. Guludan bersalur pada tanah yang permeabilitasnya tinggi dapat dibuat tepat menurut garis kontur. Tujuan metode ini adalah agar air yang tidak dapat segera masuk ke dalam tanah dapat disalurkan dengan kecepatan rendah ke luar lapangan.
47
4) Parit pengelak Parit pengelak atau saluran pengelak adalah suatu cara konservasi tanah dengan membuat semacam saluran yang memotong arah lereng atau menurut kontur sehingga kecepatan air dalam saluran tersebut tidak lebih dari 0,5m/detik. 5) Teras Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan penyerapan air oleh tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 185). Tipe teras yang digunakan untuk mengurangi erosi adalah (M. Nursa’ban, 2006: 113): a) Teras Datar Teras datar adalah teras yang dibuat pada lahan yang memiliki kemiringan kurang dari lima persen untuk membantu peresapan air ke dalam tanah. Bentuk teras datar sangat sederhana, dengan bagian utama bibir teras dan bidang pengolahan. b) Teras Kredit Teras kredit dibuat pada tanah dengan kemiringan 310% untuk membantu peresapan air ke dalam tanah. Jenis teras kredit pada umumnya diterapkan di tempat-tempat yang lahannya sulit menyerap air.
48
c) Teras Bangku Teras bangku atau teras tangga adalah jenis teras yang dibuat pada tanah dengan kemiringan 15-50%. Bentuk teras paling sempurna yang terdiri dari bibir teras, talud, bidang olahan dan saluran teras. Bidang olahan dibuat miring ke dalam dengan kemiringan sebesar 0,2% tujuannya untuk meresapkan air ke dalam tanah dan untuk mencegah erosi. d) Teras Guludan Teras guludan adalah jenis teras yang dibuat pada lahan yang kemiringannya antara 5-15%. Teras guludan memiliki bentuk sederhana terdiri atas bibir teras, saluran teras, dan bidang olahan serta dilengkapi saluran pembuangan air di sepanjang bagian atas guludan. 6) Penghambat (check dam), waduk, kolam atau balong (farm ponds), rorak, dan tanggul DAM penahan adalah bendungan kecil dan sederhana yang dibuat pada alur atau parit alam menggunakan urugan tanah diperkuat untuk mengendapkan lumpur hasil erosi dari lahan bagian atasnya (M. Nursa’ban, 2006: 114). Kolam atau balong (farm ponds) atau embung sumber air yang dapat direncanakan sesuai dengan keperluan usaha tani. Rorak adalah lubang yang digali dengan ukuran kedalaman 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang 1-5 meter. DAM penghambat (check dam), waduk, kolam atau balong (farm
49
ponds), rorak, dan tanggul berfungsi untuk mengurangi jumlah dan kecepatan air, serta memaksa air masuk ke dalam tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 192-195). 7) Perbaikan drainase Drainase adalah keadaan dan cara air lebih (excess water) keluar dari tanah. Drainase menunjukkan frekuensi dan cara tanah bebas dari air lebih dan mencerminkan kecepatan air lebih keluar dari tanah. Tujuan perbaikan drainase adalah membuang air lebih di atas permukaan tanah secepatnya dan mempercepat gerakan aliran air keluar dari pori-pori tanah ke arah bawah di dalam profil tanah sehingga air tanah turun, perbaikan peredaran udara dalam tanah, menghilangkan unsur atau senyawa racun tanaman, dan merangsang kehidupan mikroba tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 195-198). 8) Irigasi Irigasi adalah pemberian air kepada tanah untuk memenuhi kebutuhan air bagi
pertumbuhan tanaman.
Irigasi
meliputi
pengambilan air dari sumbernya, pengaliran air yang berlebih dari areal tanaman, dan penampungan. Kegunaan irigasi adalah mempermudah pengolahan tanah (Sitanala Arsyad, 2010: 207). B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan adalah penelitian-penelitian yang sudah ada sebelum penelitian dilakukan oleh peneliti, dan dijadikan pedoman atau sumber untuk melengkapi data. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
50
Tabel 12. Penelitian yang Relevan No.
Peneliti
Judul Penelitian
1.
Dadang Novanda Tingkat Erosi Zatnika (2011) Tanah di Lahan Perkebunan Campuran Kampung Pesisir Pogor dan Kampung Tugu Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung
2.
Gusik Himawati Konservasi (2013) Lahan Pertanian di Desa Sukomakmur dan Desa Sutopati Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang
Metode Pengambilan Sampel Purposive Sampling
Purposive Sampling
Hasil Penelitian
1. Erosi yang terjadi di perkebunan campuran tergolong tingkat erosi berat. 2. Jenis Konservasi Lahan Kampung Pasir dengan membuat jalur-jalur tanaman yang diolah dengan menambahkan mulsa dan tanaman yang ditanam adalah kacang jogo, sehingga konstantanya menjadi 0,00805. Jenis Konservasi Lahan Kampung Tugu dengan membangun teras gulud dengan menambahkan mulsa dan ditanami tanaman jagung, sehingga konstantanya menjadi 0,00637. 1. Laju erosi yang terjadi di Desa Sukomakmur termasuk erosi sangat berat yaitu 983,65 ton/ha/tahun. Laju erosi yang terjadi di Desa Sutopati termasuk erosi sangat berat yaitu 571,69 ton/ha/tahun. 2. Laju erosi yang diperbolehkan di Desa Sukomakmur sebesar 20,6 ton/ha/tahun. Laju erosi yang diperbolehkan di Desa Sutopati sebesar 11,2 ton/ha/tahun. 3. Arahan konservasi yang disarankan di Desa Sukomakmur dan Desa Sutopati adalah tanaman sengon disertai semak dengan pembuatan teras bangku baik karena memiliki konstanta 0,00240 sehingga tidak melebihi konstantan yang disarankan.
51
Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian Dadang Novanda
Zatnika adalah pada penelitian
Dadang Novanda
Zatnika
menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif, sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan desain penelitian deskriptif. Persamaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian Dadang Novanda Zatnika adalah pada metode pengambilan sampel yang menggunakan teknik purposive sampling dan pengumpulan data menggunakan cara observasi, dokumentasi, dan uji laboraturium. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian Gusik Himawati adalah penelitian Gusik Himawati dilakukan di Desa Sukomakmur dan Desa Sutopati Kecamatan Kajoran pada tahun 2013, sedangkan penelitian ini dilakukan di Desa Kalegen Kecamatan Bandongan pada tahun 2014. Persamaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian Gusik Himawati adalah pada desain penelitian yang menggunakan desain penelitian deskriptif, metode pengambilan sampel yang menggunakan teknik purposive sampling dan pengumpulan data menggunakan cara observasi, dokumentasi, dan uji laboraturium. C. Kerangka Berfikir Penelitian ini dilakukan pada lahan pertanian di lereng Gunung Sumbing yang berada di Desa Kalegen, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang. Besarnya erosi yang terjadi di Desa Kalegen diakibatkan oleh adanya pemanfaatan lahan pertanian yang kurang sesuai dengan kaidah konservasi yang seharusnya dilakukan. Lahan Desa Kalegen mempunyai
52
panjang dan kemiringan yang beragam. Lahan pertanian di daerah penelitian sebagian besar digunakan untuk lahan sawah dan pertanian kering yaitu untuk menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomis, tetapi hal itu justru memperbesar laju erosi di daerah penelitian. Faktor yang menyebabkan erosi adalah berbagai hal yang dapat memicu terjadinya erosi. Faktor penyebab erosi yaitu banyaknya hujan yang turun, jenis tanah, tingkat kelerengan, metode konservasi, jenis vegetasi, dan pola pertanian. Faktor pertama yang menjadi penyebab terjadinya erosi adalah banyaknya hujan yang turun di daerah penelitian. Banyaknya hujan yang turun ini dapat diketahui berdasarkan data curah hujan yang turun, intensitas hujan, dan lamanya hujan. Hujan di daerah tropis memiliki energi yang cukup besar untuk dapat mengakibatkan erosi tanah. Hujan yang deras dengan waktu yang lama akan mempercepat terjadinya erosi. Air yang jatuh ke permukaan bumi akan mengangkut tanah dari sumber jatuhnya air ke tempat di bawahnya. Curah hujan di Desa Kalegen yaitu 3028 mm/ tahun. Curah hujan ini termasuk dalam intensitas hujan yang tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya erosi. Faktor kedua yang menyebabkan terjadinya erosi adalah jenis tanah. Jenis tanah yang ada di Desa Kalegen termasuk jenis tanah latosol. Tanah latosol adalah jenis tanah yang mudah tererosi bila terkena air hujan. Tanah latosol saat terkena air hujan akan menjadi licin dan mudah tererosi. Faktor ketiga adalah tingkat kelerengan. Semakin curam suatu lereng maka erosi yang terjadi akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan, lereng
53
yang curam lebih mudah mengangkut dan memindahkan partikel tanah saat terjadi hujan atau saat adanya aliran air di permukaan tanah. Desa Kalegen yang berada di lereng Gunung Sumbing memiliki kemiringan lereng antara 2045%. Faktor keempat yang menyebabkan terjadinya erosi adalah jenis vegetasi. Vegetasi yang ada di Desa Kalegen ada beberapa jenis, namun yang paling banyak keterdapatannya adalah padi dan cabai. Jenis vegetasi tersebut kurang mampu menahan laju erosi yang terjadi. Faktor kelima adalah pola pertanian masyarakat. Pola pertanian masyarakat Desa Kalegen masih kurang sesuai dengan kondisi lahan di Desa Kalegen. Pada lereng dengan kemiringan antara 20-45%, masyarakat masih melakukan penanaman dengan pola searah kemiringan lereng, sehingga saat musim penghujan, air lebih mudah untuk mengangkut dan memindahkan tanah. Erosi lebih mudah terjadi karena tidak ada gundukan tanah yang berfungsi sebagai penahan laju air. Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat digunakan untuk mengetahui besarnya erosi yang terjadi di Desa Kalegen. Besar erosi yang terjadi pada lahan pertanian Desa Kalegen belum tentu akan sesuai dengan erosi yang diperbolehkan. Setelah diketahui besar erosi yang terjadi dan besar erosi yang diperbolehkan, kemudian ditentukan arahan konservasi lahan yang sesuai untuk Desa Kalegen. Berikut adalah bagan kerangka berfikir penelitian ini:
54
Desa Kalegen
Pemanfaatan lahan pertanian di Desa Kalegen
Faktor-faktor erosi
Banyaknya hujan hujan turun
Jenis tanah
Tingkat Kelerengan
Besar erosi yang terjadi
Jenis Vegetasi
Pola Pertanian
Besar erosi diperbolehkan
Konservasi lahan yang sesuai Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Berfikir
D. Pertanyaan Penelitian 1. Berapa besar erosi yang terjadi pada lahan pertanian di Desa Kalegen Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang? a. Berapa besar erosivitas hujan (R)? b. Berapa besar erodibilitas tanah (K)? c. Berapa panjang lereng dan kemiringan lereng (LS)? d. Apa saja tanaman yang ditanam? e. Apa saja pengelolaan lahan (konservasi) yang diterapkan? 2. Berapa besar erosi yang diperbolehkan pada lahan pertanian di Desa Kalegen Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang?
55
a. Berapa kedalaman tanah efektif? b. Bagaimana tingkat permeabilitas tanah bawah? c. Bagaimana tingkat pelapukan lapisan tanah bawah? d. Berapa berat volume tanah? 3. Bagaimana arahan konservasi lahan yang sesuai di Desa Kalegen Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang?