BAB II KAJIAN TEORETIS A. Konsep Dasar Evaluasi Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa inggris). Kata tersebut diserap kedalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”. Evaluasi menurut Stufflebeam dan shinkfied (1985: 159) merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena . Menurut rumusan tersebut inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Komite study Nasional tentang evaluasi (national study commitee on evalution) dari UCLA Starkk dan Thomas (1994: 2) menyatakan evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program selanjutnya. Sementarai itu evaluasi menurut Widoyoko (2009: 6) merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan,
mendiskripsikan,
menginterprestasikan
dan
menyajikan
informasi tentang suatu program untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat
keputusan,
selanjutnya.
menyusun
kebijakan
maupun
menyusun
program
Evaluasi menurut Sax (1980: 18) adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan. Selain itu menurut Zainal Arifin (2009: 5-6) evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (prouk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Membahas evalusi berarti mempelajari bagaimana proses pemeberian pertimbangan mengenai kualitas sesuatu. Gambaran kualitas yang dimaksud merupakan konsekuensi logis dari proses evaluasi yang dilakukan. Proses tersebut tentu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan dalam arti terencana sesuai dengan prosedur oleh prinsip serta dilakukan secara terus menerus. Sejalan dengan pengertian tersebut Ralap Taylor (dalam Arikunto 2009: 3) mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana dalam hal apa dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Definisi evaluasi yang dituliskan dalam kamus Advanced Leaner’s Dictionary Of Current English dalam (Arikunto dan Abdul Jabar, 2004: 1) adalah to find out, decide the amount or value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Selain arti berdasarkan terjemahan, kata-kata yang terkandung di dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggung jawabkan.
Suchman dalam (Arikunto dan Abdul Jabar, 2004: 1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Worthen dan Sanders dalam (Arikunto dan Abdul Jabar, 2004: 1) menyatakan evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan
suatu program, produksi, prosedur serta alternatif strategi yang
diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Selain itu Arikunto dan Abdul Jabar (2004:1) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan utuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Sejalan dengan beberapa pendapat di atas Subiyanto (1988: 6), evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses yang ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan mana dari dua atau lebih alternatif yang paling diinginkan. Karena penentuan atau keputusan seperti itu biasanya tidak diambil secara acak maka alternatif-alternatif itu harus diberi nilai relatif. Pemberian nilai itu memberikan pertimbangan dan pertimbangan yang rasional didasarkan atas informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah cara memperoleh informasi untuk mengambil keputusan. Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui
pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong guru untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi, evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan guru untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk mengevaluasi program pembelajaran harus memiliki kesalahan sekecil mungkin. Evaluasi pada dasarnya adalah melakukan judgment terhadap hasil penilaian, maka kesalahan pada penilaian dan pengukuran harus sekecil mungkin. Stark dan Thomas (1994) menyatakan bahwa evaluasi yang hanya melihat kesesuaian antara unjuk kerja dan tujuan telah dikritik karena menyempitkan fok us dalam banyak situasi pendidikan. Hasil yang diperoleh dari suatu program pembelajaran bisa banyak dan multi dimensi. Ada yang terkait dengan tujuan ada yang tidak. Yang tidak terkait dengan tujuan bisa bersifat positif dan bisa negatif. Oleh karena itu, pendekatan goal free dalam melakukan evaluasi layak untuk digunakan. Walaupun tujuan suatu program adalah untuk meningkatkan prestasi belajar, namun bisa diperoleh hasil lain yang berupa rasa percaya diri, kreatifitas, kemandirian, dan lain-lain. Astin (1993) mengajukan tiga butir yang harus dievaluasi agar hasilnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Ketiga butir tersebut adalah masukan, lingkungan sekolah, dan keluarannya. Selama ini yang dievaluasi adalah prestasi belajar peserta didik, khususnya pada ranah kognitif saja. Ranah afektif jarang diperhatikan lembaga pendidikan, walau semua menganggap hal ini penting, tetapi sulit untuk mengukurnya. ( http://www.zainalh akim.web.id/pengertian-evaluasi-menurut-para-ahli.html).
Wirawan (2012 : 7 ) mengatakan bahwa evaluasi sebagai riset untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya diprgunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi. Devinisi lain dikemukakan oleh Evert Vendung dalam Wirawan (2012 : 7) mengatakan bahwa “careful restrospective assessment of the merit, worth, and valuae of administration, output and outcome of government intervention, which is itended to play a role in future, practical situation”. Seprti telah dijelaskan sebelumnya bahwa evaluasi merupakan salah satu jenis riset dimana evaluasi tunduk kepada kaidah-kaidah ilmu penelitian. Jean A. King dalam Wirawan (2012: 64) mendevinisikan evaluasi sebagai proses penelitian sistematik untuk menyediakn informasi yang dapat dipercaya mengenai karakteristik, aktifitas, atau keluaran (outcome) program atau kebijakan untuk tujuan penilaian. Definisi ini menyatakan pentingnya pemakaian dengan mengsignifikasi bahwa evaluasi garus dipakai untuk suatu tujuan penilaian. Evaluasi juga sering dilakukan untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan. Proses evaluasi suatu pelaksanaan kegiatan dapat menunjukkan informasi tentang sejauh mana kegiatan itu telah dilaksanakan atau hal-hal yang telah dicapai. Standar atau kriteria yang telah ditentukan sebelumnya dapat dijadikan acuan untuk melihat ketercapaian suatu program, kesesuain dengan tujuan, keefektifan, keefesienan dan hambatan yang dijumpai dalam sebuah program.
Evaluasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses ketika orang mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan mempergunakan patokanpatokan tertentu, ialah patokan-patokan yang mengandung pebgertian baik - tidak baik, memadai - tidak memadai, memenuhi syarat – tidak memenuhi syarat dan sebagainya. Masing-masing dari dua golongan itu dapat dibagi-bagi lagi sesuai dengan kebutuhan. Misalnya golongan baik dapat dibedakan atas baik sekali, baik dan cukup sedangkan tidak baik dapat dibedakan menjadi jelek dan jelek sekali. Dari beberapa pengertian evaluasi di atas dapat disimpulkan bahwa evalusi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antar standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai. B. Model Evaluasi Dalam ilmu evaluasi banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Meskipun antara yang satu dengan lainnya berbeda, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenan dengan objek-objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program.
Arikunto dan abdul Jabar (2004: 24), ada beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model evaluasi program, yaitu Stufflebeam, Mettfessel, Michael Scriven, Stake dan Glaser, yaitu: a.
Goal Oriented Evalution Model, merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkinambungan, terus menerus, mencek sejauh mana tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. Model ini dikembangkan oleh Tyler.
b.
Goal Free Evalution Model, dikembangkan oleh Michael Scriven. Dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yaitu hal yang tidak diharapkan). Alasan mengapa tujuan tidak perlu diperhatikan karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus.
c.
Formatif-Sumatif Evalution Model, dikembangkan oleh Michael Scriven. Ketika melaksanakan evaluasi, evaluasi tidak dapat melepaskan diri dari tujuan. Tujuan evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan sumatif. Dengan demikian model ini menunjukkan tentang apa, kapan dan tujuan evaluasi tersebut dilaksanakan.
d.
Countenance Evalution Model,
dikembangkan oleh Stake. Model ini
menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu: deskripsi dan pertimbangan serta membedakan adanya tiga tahap evaluasi program, yaitu: 1) anteseden, 2) transaksi, 3) keluaran. e.
CSE-UCLA Evalution Model, terdiri dari dua singkatan, yang pertama CSE, merupakan singkatan dari Center For The Study Of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University Of California In Los Angeles. Ciri dari model ini adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, omplementasi hasil dan dampak.
f.
CIPP Evalution Model. Dikembangkan oleh Stufflebeam,dkk. Model evaluasi ini merupakn model evaluasi yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. CIPP merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: 1) Context evaluation: evaluasi terhadap konteks, 2) input evaluation: evaluasi terhadap masukkan, 3) process evaluation: evaluasi terhadap proses, 4) product evaluation: evaluasi terhadap hasil. Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sistem.
g.
Discrepancy Model, dikembangkan oleh malcolm Provus. Model ini menekankan pada pandangan adanya ksenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen.
C. Tujuan Evaluasi Subiyanto (1988: 16) menyatakan bahwa tujuan diladakanya suatu evalusi adalah untuk mengetahui apakah suatu pengajaran atau program pengajaran efektif atau tidak. Dengan melaksanakn evaluasi orang dapat mengetahui apakah tujuan pengajaran (khususnya tujuan intruksional khusus) dapat tercapai atau tidak. Sejalan dengan pemikiran tersebut Arikunto dan Abdul Jabar (2004: 12), ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen. Agar dapat melaksanakan tugasnya maka seorang evaluator program dituntut untuk mampu mengenali komponenkomponen program. Selain itu tujan lain dari evaluasi adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program , karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya, Arikunto dan abdul Jabar (2008: 18) Berdasarkan bentuknya tujuan evaluasi terbagia atas dua, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan, sedangkan
evaluasi sumatif
bertujuan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi dan lanjutan. Weiss (1972: 4) menyatakan bahwa tujuan evaluasi adalah: 1) Menunjuk pada penggunaan metode penelitian, 2) Menekankan pada hasil suati program, 3) Penggunaan kriteria untuk menilai, 4) Kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan program di masa mendatang. Selain itu menurut Widoyoko (2009:
6) tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak / hasil yang dicapai, efisiensi, serta pemanfaatan hasil evalusi, yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan, selain itu juga digunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan program yang terkait dengan program. D. Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Dalam melaksanakan evaluasi harus mengacu pada prosedur yang ada. Prosedur evaluasi pembelajaran adalah tahap-tahap didalam melakukan kegiatan evaluasi pada pembelajaran. Arikunto (dalam Dimyati dan Mudjiono 2006:227231) membagi prosedur evaluasi pembelajaran menjadi lima tahapan yakni: a. Penyusunan Rancangan meliputi: 1) Menyusun latar belakang yang berisikan dasar
pemikiran
dan/atau
rasional
penyelenggaraan evaluasi, 2)
Problematika berisikan rumusan permasalahan/problematika yang akan dicari jawabannya baik secara umum maupun terinci, 3) Tujuan evaluasi merupakan rumusan yang sesuai dengan problematika evaluasi pembelajaran, yakni perumusan tujuan umum dan tujuan khusus, 4) Populasi dan sample, yakni sejumlah komponen pembelajaran yang dikenai evaluasi pembelajaran dan/atau yang dimintai informasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran, 5) Instrumen adalah semua jenis alat pengumpulan informasi yang diperlukan sesuai dengan teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam evaluasi
pembelajaran. Sumber data adalah dokumen, kegiatan, atau orang yang dapat memberikan informasi atau data yang diperlukan, 6) Teknik analisis data, yakni cara/teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang disesuaikan dengan bentuk problematika dan jenis data. b. Penyusunan Instrumen meliputi: 1) Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen
yang akan disusun, 2)
Membuat
kisi-kisi
yang
mencanangkan tentang perincian variabel dan jenis instrument yang akan digunakan untuk mengukur bagian variabel yang bersangkutan, 3) Membuat butir-butir instrument evaluasi pembelajaran yang dibuat berdasarkan kisi-kisi, 4) Menyunting instrumen evaluasi pembelajaran yang meliputi: mengurutkan butir menurut sistematika yang dikehendaki evaluator untuk mempermudah pengolahan data, menuliskan petunjuk pengisian dan indentitas serta yang lain, dan membuat pengantar pengisian instrument. c. Pengumpulan Data meliputi: 1) Kuesioner, 2) Wawancara, 3) Pengamatan, 4) Studi Kasus. d. Analisis Data dan Informasi Dalam kegiatan evaluasi pemebelajaran, analisis data yang paling banyak dilaksanakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang ditunjang oleh data-data kuantitatif hingga menghasilkan informasi yang berguna. e. Penyusunan Laporan meliputi: 1) Tujuan evaluasi, 2) Problematika, 3) Lingkup dan Metodologi evaluasi pembelajaran, 4)Pelaksanaan evaluasi pembelajaran, 5) Hasil evaluasi Pembelajaran.
E. Definisi Pengelolaan
Wardoyo mengatakan pengelolaan adalah suatu rangkain kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, pengerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya . Menurut Harsoyo pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola” mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk menggali dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya. (http://id.shvoong.com/writing-andspeaking/presenting/2108155-pengertian-pengelolaan/).
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan
adalah
suatu
rangkaian
kegiatan
yang
berintikan
perencanaan,pengorganisasian,penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan.
F. Konsep Pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama satu tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan
biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Program BOS merupakan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah sebagai bentuk kompensasi dari dikuranginya subsidi bahan bakar minyak yang dikhawatirkan dapat mengurangi daya beli masyarakat. Dikhawatirkan lebih lanjut kemampuan masyarakat dalam hal pembiayaan pendidikan pun berkurang sebagai imbas dari berkurangnya daya beli masyarakat.
Program BOS merupakan bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah pada sekolah-sekolah pada tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, bantuan tersebut di kelola oleh sekolah guna membiayai operasional sekolah agar biaya operasional tersebut tidak di bebankan pada siswa. PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan menyebutkan bahwa, pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
G.
Tujuan Bantuan Operasional Sekolah
Bantuan operasional sekolah pada dasarnya merupakan bantuan yang diberikan untuk membantu sekolah agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Sasaran program BOS yakni seluruh sekolah jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTS) baik negeri maupun swasta untuk seluruh wilayah Negara Repeblik Indonesia, kecuali program Paket A maupun Paket B dan SMP
Terbuka, oleh karena program tersebut telah dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Adapun bantuan operasional sekolah yang langsung dikelolah sekolah meliputi biaya praktek, biaya ujian dan bahan yang diperlukan. Biaya tersebut ridak termasuk biata inventaris lainnya. Depdiknas (2005:3) memandang bahwa melalui dana BOS peserta didik jenjang pendidikan dasar akan dibebaskan dari beban operasional sekolah. Lebih lanjut diuraikan Depdiknas (2006:3) bahwa program bantuan operasional sekolah (BOS) bertujuan untuk memberikan bantuan kepada sekolah dalam rangka membebaskan iuran siswa, namun sekolah yang dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat dibolehkan melakukan pungutan sejenis iuran siswa lainnya dengan ketentuan tidak lebih besar dari padaa jumlah nominal stndar dana BOS per individu siswa jenjang pendidikan dasar. Program Bantuan Operasional (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain agar mereka memperoleh pelayanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun. (Depdiknas 2006:4) mengemukakan pada prinsipnya, kebijakan BOS diarahkan untuk meningkatkan aksebilitas masyarakat, khususnya masyarakat miskin terhadap pendidikan yang bermutu. Sasaran tersebut diharapkan dapat dicapai melalui penurunan biaya operasional pendidikan sekolah dan biaya peningkatan kualitas belajar mengajar. Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun
yang bermutu. Melalui program BOS yang terkait pendidikan dasar 9 tahun, setiap pengelola program harus memperhatikan hal-hal berikut: 1) BOS harus menjadi sarana penting untuk meningkatkan akses pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu. 2) BOS harus memberi kepastian bahwa tidak ada siswa miskin yang putus sekolah karena alasan finansial seperti tidak mampu membeli baju seragam/alat tulis sekolah dan biaya lainnya. 3) BOS harus menjamin kepastian lulusan setingkat SD dapat melanjutkan ke tingkat SMP. 4) Kepala Sekolah SD/SLB menjamin semua sekolah yang akan lulus dpat melanjutka Sekolah ke SMP/SMPLB. 5) Kepala Sekolah berkewajiban mengidentifikasi anak putus sekolah di lingkungannnya untuk diajak kembali ke bangku sekolah. 6) Kepala Sekolah harus mengelola dana BOS secara transparan dan akuntabel. 7) BOS tidak menghalangi siswa, orang tua yang mampu, atau walinya memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikat Kepala Sekolah. Sumbangan suka rela dari orang tua siswa harus bersifat ikhlas, tidak terikat waktu dan tidak ditetapkan jumlahnya, serta tidak mendiskriminasikan mereka yang tidak memberikan sumbangan. Secara khusus program BOS bertujuan untuk: 1) Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri danSMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional
(RSBI)
dan
sekolah
bertaraf
internasional
(SBI).
Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih; 2) Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh
pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; 3) Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta. H. Sasaran Program dan Besar Bantuan Operasional Sekolah Sasaran
program
BOS
adalah
semua
sekolah
SD/SDLB
dan
SMP/SMPLB/SMPT, termasuk SD-SMP Satu Atap (SATAP) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKB Mandiri) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta diseluruh provinsi di Indonesia. Adapun sekolah penerima BOS diantarannya: 1) Semua sekolah SD/SDLB Negeri dan SMP/SMPLB /SMPT Negeri wajib menerima dana BOS, 2) Semua sekolah swasta yang telah memilki izin operasi dan tidak dikembangkan menjadi bertaraf internasional wajib menerima dana BOS. Sekolah sawasta yang menolak BOS harus melalui persetujuan orang tua siswa melalui komite sekolah dan tetap menjamin kelangsungan pendidikan siswa miskin di sekolah tersebut, 3) Semua sekolah SD/SDLB Negeri dan SMP/SMPLB /SMPT Negeri dilarang melakukan pungutan kepada orang tua /wali siswa, 4) Untuk SD/SDLB Swasta dan SMP/SMPLB /SMPT Swasta, yang mendapatkan bantuan pemerintah dan/atau pemerintah daerah pada tahun ajaran berjalan, dapat memungut biaya pendidikan yang digunakannya untuk mememnuhi kekurangan biaya investasi dan biaya operasi, 5) Semua sekolah yang menerima BOS harus mengikuti pedoman BOS yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, 6) Sekolah Negeri kategori RSBI dan SBI diperbolehkan memungut dana dari orang tua siswa yang mampu untuk memenuhi kekurangan biaya investasi dan biaya operasi yang diperoleh dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan persetujuan
pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan Komite Sekolah, 7) Sekolah dapat menerima sumbangan dari masyrakat dan orang tua/wali siswa yang mampu untuk memenuhi kekurangan biaya yang diperluakn oleh sekolah. sumbangan dapat berupa uang dan barang jasa yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat dan tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktu pemberiannya, 8) Pemda harus ikut mengendalikan dan mengawasi pungutan yang dilakukan oleh sekolah dan sumbangan yang diterima dari masyarakat/orang tua/wali siswa tersebut mengikuti prinsip nirlaba dan dikelola dengan prinsip transparan dan akuntabilitas, 9) Menteri dan Kepala Daerah dapat membatalkan pungutan yang dilakukan oleh sekolah apabila sekolah melanggar peraturan perundang-undangan dan dinilai meresahkan masyarakat. Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah, dihitung berdasarkan jumlahsiswa dengan ketentuan: 1. SD/SDLB : Rp 580.000,-/siswa/tahun 2. SMP/SMPLB/SMPT/SATAP : Rp 710.000,-/siswa/tahun Dana BOS diterima oleh sekolah secara utuh dan dikelola secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan dewan guru dan Komite Sekolah dengan merepkan (Manajemen Berbasis Sekolah) MBS, yaitu: 1) Sekolah mengelola dana secara profesional, transparan dan akuntabel, 2) Sekolah harus memilki Rencana Jangka Menengah yang disusun 4 tahun, 3) Sekolah harus menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) dalam bentuk Rencana Kegiatan dan Anggran Sekolah (RKAS), dimana dana BOS merupakan bagian integral dari RKAS tersebut, 4) Rencana Jangka Menengah dan RKAS harus disetujui dalam rapat dean pendidik
setelah memperhatikan pertimbangan Komite Sekolah dan disahkan oleh SKPD pendidikan kabupaten/Kota (untuk sekolah negeri) atau yayasan (untuk sekolah swasta). I.
Waktu Penyaluran Dana BOS Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode Januari-
Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember. Pada tahun anggaran 2013, dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai dengan Desember 2013, yaitu Triwulan I dan II tahun anggaran 2013 tahun ajaran 2012/2013 dan Triwulan III dan IV tahun anggaran 2013 tahun ajaran 2013/2014. Bagi wilayah yang sangat sulit secara geografis (wilayah terpencil) sehingga proses pengambilan dana BOS oleh sekolah mengalami hambatan atau memerlukan biaya pengambilan yang mahal, penyaluran dana BOS oleh sekolah dilakukan setiap semester, yaitu pada awal semester. Penentuan wilayah terpencil ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Unit wilayah terpencil adalah kecamatan, 2) Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota mengusulkan nama-nama kecamatan terpencil kepada Tim Manajemen BOS Provinsi, selanjutnya Tim Manajemen BOS Provinsi mengusulkan daftar nama tersebut ke Tim Manajemen BOS Pusat, 3) Kementerian Keuangan menetapkan daftar alokasi dana BOS wilayah terpencil berdasarkan usulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. J.
Perencanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Perencanaan bantuan operasional sekolah dilakukan dengan dua cara, yaitu
1) penyusunan anggaran keuangan sekolah yang meliputi: (1) sumber pendapatan,
(2) pengeluaran untuk kegiatan belajar mengajar, pengadaan dan pemeliharaan sarana prasarana, bahan-bahan dan alat pelajaran honorarium dan kesejahteraan. 2) pengorganisasin Bantuan Operasional Sekolah, meliputi tim manajemen pusat, provinsi dan kabupaten/ kota serta tim manajemen sekolah. K. Pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pelaksanaan Bantuan Operasonal Sekolah meliputi: 1) proses pendataan pendidikan dasar, 2) proses penetapan alokasi dana BOS, 3) persiapan penyaluran dana BOS di daerah, 4) penyaluran dana BOS, 5) pengambilan dana. Proses pendataan pendidikan dasar meliputi: 1) sekolah menggandakan (fotocopy) formulir data pokok pendidikan (BOS-01A, BOS-01B dan BOS-01C) sesuai dengan kebutuhan. Biaya fotocopy formulir dapat dibebankan dari dana bos, 2) sekolah melakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan tentang cara pengisisan formulir pendapatan, 3) sekolah membagi formulir kepada individu yang bersangkutan untuk diisi secara manual dan mengumpulkan formulir yang telah diisi, 4) sekolah memverifikasi kelengkapan dan kebenaran/kewajaran data individu peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, 5) kepala sekolah menunjuk tenaga operator pendataan dengan menerbitkan surat tugas sebagai penanggung jawab di tingkat sekolah, 6) tenaga operator sekolah memasukkan data ke dalam aplikasi pendataan yang telah disiapkan oleh kemdikbud kemudian mengirim ke server kemdikbud secara online, 7) sekolah yang telah memilki sarana yang memadai dan petugas/pegawai sekolah yang telah dibiayai pemerintah, pemasukan data harus dilakukan di sekolah sebagai bagian pekerjaan rytin dan tanpa membebankan biaya tambahan
pemasukan data dari dana BOS, 8) sekolah harus mem-backup lokal data yang telah
dientri,
9)
formulir
yang
telah
diisi
secara
manual
oleh
siswa/pendidik/tenaga kependidikan sekolah harus disimpan di sekolah masingmasing untuk keperluan monitoring dan audit, 10) melakukan update secara regular ketika ada perubahan data, minimal satu kali dalam satu semester, 11) data yang dikirim oleh sekolah akan dijadikan sebagai dasar kebijakan pemerintah / pemerintah daerah untuk berbagai jenis program, 12) sekolah dapat berkonsiltasi dengan dinas pendidikan setempat mengenai opersional penggunaan aplikasi pendataan dan memastikan data yang diinput sudah masuk kedalam server dikdas, 13) tim manajemen BOS kabupaten/ kota bertanggung jawab terhada proses pendataan bagi sekolah yang memilki keterbatasan sarana dan sumber daya manusia yang tidak memungkinkan melakukan pendataan sendiri. Penetapan alokasi dana BOS dilaksanakan sebagai berikut: 1) tim manajemen BOS kabupaten/ kota melakukan pengumpulan dan verifikasi data jumlah siswa tiap sekolah berdasarkan data individu siswa, 2) tim manajemen BOS kabpaten kota bersama-sam dengan tim manajemen BOS provinsi dan tim manajeman BOS pusat melakukan rekonnsiliasi data jumlah siswa tiap sekolah, 3) atas dasar data jumlah tiap sekolah, kementrian pendidikan dan kebudayaan menbuat alokasi dana BOS tiap kabupaten/ kota/ provinsi, untuk selanjutnya dikirim ke kementrian keunagan, 4) kemetrian keuangaan menetapkan alokasi anggaraan tiap provinsi melalui peraturan menteri keuangan setelah mentri keunagan menerima data mengenai jumlah sekolah dan jumlah siswa dari kementrian pendidikan dan kebudayaan, 5) alokasi dana BOS dalam provinsi
dalam saatu tahun anggaran ditetapkan berdasarkan data jumlah siswa tahun pelajaran yang sedang berjalan ditambah dengan proyeksi pertambahan jumlah siswa tahun pelajaran baru, 6) alokasi dana BOS tiap sekolah ditetapkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan (dalam hal ini ditetapkan oleh direktut jendral pendidikan dasar atas nama menteri pendidikan dankebudayaan), 7) alokasi dana BOS tiap sekolah untuk periode januari-juni 2013 didasarkan jumlah siswa tahun pelajara 2012-2013, sedfangkan periode juli-desember 2013 didasrkan pada data tahun pelajaraan 2013-2014. Proses penyaluran dana BOS dari tingkat pusat sampai dengan tingkat sekolah dilakukan dua tahap, yaitu Tahap 1: penyaluran dana dari Kas Umum Negara (KUN) ke Kas Umum Daerah (KUD) Provinsi. Mekanisme penyaluran dana dan pelaopran diatur dalan Peraturan Menteri Keuangaan (PMK). Tahap 2: penyaluran dana dari KUD provinsi ke rekening sekolah. Mekanisme penyaluran dana da pelaporannya akan diatur dalam peraturan Meneteri Dalam Negeri. Untuk kelancaran penyaluran dana BOS, ada beberapa tahap/ langkah persiapan yang harus dilakukan, yaitu: 1) bagi sekolah yang belum memilki rekening, misalnya sekolah baru, maka sekolah harus membuka rekening bank atas nama sekolah (bukan atas nama pribadi) dan segera mengirim ke Tim Manajemen Bos Kabupaten/ Kota, 2) Tim Manajemen Bos Kabupaten/ Kota mengkompilasi nomor rekening seluruh sekolah dan nomor rekening baru (jika ada), kemudian mengirimkannya kepada Tim Manajemen BOS Provinsi (Formulir BOS-02), 3) SKPD pendidikan provinsi dan SKPD pendidikan
Kabupaten/ Kota menandatangani naskah hiba, yang prosedurnya diatur dalam peraturan menteri dalam negeri, 4) SKPD pendidikan provinsi menyerahkan data daftar sekolah penerima dana BOS dan alokasi dananya kepada BPKD untuk keperluan pencairan dana BOS dari BUD sekolah. Penyaluran dana BOS untuk daerah tidak terpencil dan daerah terpencil sangat berbeda. Dana BOS bagi daerah tidak terpencil disalurkan dai KUN ke KUD secara triwiulan (tiga bulan), yaitu: 1) triwulan pertama (bulan januari sampai dengan bulan maret) dilakukan paling lambat empat belas hari kerja pada awal bulan Januari 2013, 2) triwulan kedua (bulan april sampai dengan bulan juni) dilakukan paling lamabt tujuh hari kerja pada awal bulan april 2013, 3) triwulan ketiga (bulan juli sampai dengan bulan september) dilakukan paling lamabat tujuh hari kerja pada awal bulan juli 2013, 4) triwulan keempt (bulan oktober sampai bulan desember) dilkukan paling lambat empat belas hari kerja pada awal bulan oktober 2013.
Sedangkan dana BOS untuk daerah terpencil disalurkan dari
KUNke KUD semesteran (6 bulanan), yaitu: 1) semester pertama (bulan januarijuni) dilakukan paling lambat empat belas hari kerja pada awal bulan januari 2013, 2) semester kedua (juli-desember) dilakukan paling lambat tujuh hari kerja pada awal bulan juli 2013. Pengambilan dana BOS dilakukan oleh bendahara sekolah atas persetujuan kepala sekolah dan dapat dilkukan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan dengan menyisakan saldo minimum sesuai peraturan yang berlaku. Dana BOS harus diterima secara utuh oleh sekolah dan tidak diperkenankan adanya pemotongan atau pemungutan biaya apapun dengan alasan apapun dan oleh pihak manapun.
Dana bos dalam suatu periode tidak harus habis dipergunakan pada periode tersebut. Besar penggunaan dana tiap bulan disesuaiakan dengan kebutuhan sekolah sebagaimana tertuang dalam rencana kegiatan daan anggran sekolah (RKAS). Penggunaan BOS di sekolah harus didasarkan paada kesepakatan dan keputusan bersama antara Tim Manajemen BOS sekolah, Dewan Guru dan Komite Sekolah. Hasil kesepakatan harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara rapat dan ditanda tangani oleh peserta rapat. Dana BOS yang diterima oleh sekolah, dapat digunakan untuk membiayai komponen-komponen kegiatan berikut: 1) pengembangan perpustakaan, 2) kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, 3) kegiatan pembelajaran dan ekstra kurikuler siswa, 4) kegiatan ulangan dan ujian, 5)pembelian bahan-bahan habis pakai, 6) langganan daaya dan jasa, 7) perawatan sekolah, 8) pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer, 9) pengembangan profesi guru, 10) membantu siswa miskin, 11) pembiayaan pengelolaan BOS, 12) pemebelian perangkat komputer, 13) biaya lainnya jika seluruh komponen 1 s/d 12 telah terpenuhi pendanaannya dari BOS. Komponen-komponen pembiayaan danas Bos dapat diraikan sebagai berikut: 1. Pengembangan perpustakaan, meliputi: a) mengganti buku teks yang rusak / menambah kekurangan untuk memenuhi rasio satu siswa satu buku, b) langganan publikasi berkala, c) akses informasi online, d) pemeliharaan buku /
koleksi perpustakaan, e) peneingkatan kompetensi tenaga kepustakawan, f) pengembangan database perpustakaan, g) pemeliharaan perabot perpustakaan. 2. Kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, meliputi: a) biaya pendaftaran, b) pengadaan formulir, c) administrasi pendaftaran, d) pendaftaran ulang, e) biaya pendataan data pokok pendidikan, f) pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan 3. Kegiatan pembelajaran dan ekstra kurikuler, meliputi: a) PAKEM (SD), pembelajaran kontekstual (SMP), c) pengembangan pendidikan karakter, d) pembelajaran remedial, e) pembelajaran pengayaan, f) pemantapan persiapan ujian, g) olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka dan palang merah ramaja, h) usaha kesehatan sekolah (UKS). 4. Kegiatan ulangan dan ujian, meliputi: a) ulangan harian, b) ulangan umum, c) ujian sekolah. 5. Pembelian bahan-bahan habis pakai, meliputi: a) buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, b) minuman dan makan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, c) pengadaan suku cadang alat kantor. 6. Langganan daya dan jasa, meliputi: a) listrik, air dan telepon, internet (fixed/mobile modem) baik dengan cara berlangganan maupun prabayar, b) pembiayaan penggunaan internet termasuk untuk pemasangan baru, c) membeli genset atau jenis lainnya yang lebih cocok di daerah tertentu misalnya panel surya, jika di sekolah tidak ada jaringan listrik.
7. Perawatan sekolah, meliputi: a) pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, b) perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah (kamar mandi dan WC), perbaikan lantai ubin/ keramik dan perawatan fasilita ssekolah lainnya. 8. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer, meliputi: a) guru honorer (hanya untuk memenuhi SPM), b) pegawai administrasi (termasuk administrasi BOS untuk SD), c) pegawai perpustakaan, d) penjaga sekolah, e) satpam, f) pegawai kebersihan. 9. Pengembangan profesi guru, meliputi: a) KKG/MGMP, b) KKSS/MKKS, c) menghadiri seminar yang terakait langsung dengan peningkatan mutu pendidik dan ditugaskan oleh sekolah. 10.
Membantu siswa miskin, meliputi: a) membeli alat transportasi sederhana
bagi siswa miskin yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyebrangan, dll.) 11.
Pembiayaan pengelolaan bos, meliputi: a) alat tulis kantor (ATK termasuk
tinta printer, CD dan flash disk), b) penggandaan surat menyurat, insentif bagi negara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di bank / PT Pos 12.
Pembelian perangkat komputer, meliputi: a) desktop/ work station, b)
printer atau printer plus scanner 13.
Biayaya lainya jika seluruh komponen 1 s/d 12 telah terpenuhi
pendanaannya dari BOS, meliputi: a) alat peraga/ mediapembelajaran, b) mesin
ketik, c) peralatan UKS, d) pembelian meja dan kursi siswa jika meja dan kursi yang sudah rusak berat. L. Pelaporan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban dalam pelaksanaan program BOS, masing-masing pengelola program di tiap tingkatan (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Sekolah) diwajibkan untuk melaporkan hasil kegiatannya kepada pihak terkait. Secara umum hal-hal yang dilaporkan oleh pelaksana program adalah yang berkaitan dengan statistik penerima bantuan, penyaluran , penyerapan, pemanafaatan dana, pertanggung jawaban keuangan serta hasil monitoring evaluasi dan pengaduan masalah. Pelaporan tingkat sekolah terdiri atas: a) rencana kegiatan dan anggaran sekolah (formulir BOS-K1 dan BOS K-2, b) pembukuan, c) realisasi penggunaan dana tiap sumber dana (Formulir BOS-K7), d) rekapitulasi realisasi penggunaan dana BOS (Formulir BOS-K7a), e) bukti pengeluaran, f) pelaporan. Pelaporan tingkat kabupaten / kota (Formulir BOS-K8): a) rekapitulasi penggunaan dana BOS yang diperoleh dari tim manajmen BOS Sekolah dengan menggunakan formulir BOS-K8, b) penggunaan pengaduan masyarakat yang antara lain berisi informasi tentang jenis kasus, skala kasus, kemajuan penanganan dan status penyelesaian. Pelaporan tingkat provinsi: a) laporan triwulanan (Formulir BOS-K9a), b) laporan akhir tahun (Formulir BOS-K10), c) hasil monitoring dan evaluasi.
Pelaporan tingkat pust meliputi: a) lapran triwulanan (Formulir BOS-K11a), lapran akhir tahun (Formulir BOS-K12).