BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Peran Guru Mengembangkan Kecerdasan Logika Matematik Anak 2.1.1 Pengertian Peran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama”. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. “peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil “(Barbara, 2008:25) Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa peran seorang guru sangat sidnifikan dalam proses belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dalam kompotensinya karena proses belajar mengajar dan hasil belajar anak sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompotensi guru. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan adalah seperangkat tingkah laku yang diharapakan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. 2.1.2 Peran Guru Menurut Djamarah (2005:31) Peran guru adalah memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid di surau/musula, di rumah dan sebagainya. Connell (dalam Miranda, 2012:3). membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan
norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. (2) model, peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. (3) pengajar dan pembimbing, Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut. (4) pelajar (learner), Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan. (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya. (6) pekerja administrasi, Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang
berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik. serta (7) kesetiaan terhadap lembaga, peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental. Menurut Hamalik (2002:48) berdasarkan studi literatur terhadap pandangan Adam & Dickey, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat 13 peranan guru di dalam kelas (dalam situasi belajar mengajar). Apa peranan menuntut berbagai kompotensi atau keterampilan mengajar. Dalam tulisan ini hanya akan menyebut salah satu keterampilan yang dipandang “inti” 1.
Guru
sebagai pengajar,
menyampaikan
ilmu pengetahuan,
perlu
memiliki
keterampilan memberikan informasi kepada kelas. 2.
Guru sebagai pemimpin kelas, perlu memiliki keterampilan cara memimpin kelompok-kelompok murid.
3.
Guru sebagai pembimbing, perlu memiliki keterampilan cara mengarahkan dan mendorong kegiatan belajar siswa.
4.
Guru sebagai pengatur lingkungan, perlu memiliki keterampilan mempersiapkan dan menyediakan alat dan bahan pelajaran.
5.
Guru sebagai partisipan, perlu memiliki keterampilan cara memberikan saran, mengarahkan pemikiran kelas, dan memberikan penjelasan.
6.
Guru sebagai expeditor, perlu memiliki keterampilan menyelidiki sumber-sumber masyarakat yang akan digunakan.
7.
Guru sebagai perencana, perlu memiliki keterampilan cara memilih, dan meramu bahan pelajaran secara profesional.
8.
Guru sebagai supervisor, perlu memiliki keterampilan mengawasi kegiatan anak dan ketertiban kelas.
9.
Guru sebagai motivator, perlu memiliki keterampilan mendorong motivasi belajar kelas
10. Guru sebagai penanya, perlu memiliki keterampilan cara bertanya yang merangsang kelas berfikir dan cara memecahkan masalah. 11. Guru sebagai penggajar, perlu memiliki keterampilan cara memberikan penghargaan terhadap anak-anak yang berprestasi. 12. Guru sebagai evaluator, perlu memiliki keterampilan cara menilai anak-anak secara objektif, kontinu, komprehensi. 13. Guru sebagai konselor, perlu memiliki keterampilan cara membantu anak-anak yang mengalami kesulitan tertentu. 2.1.3 Pengertian Kecerdasan Logika Matematik Kecerdasan logika matematik salah satu bagian dari kemampuan yang harus dikembangkan pada anak. Pengembangan kemampuan ini dilakukan agar anak menyadari bahwa kemampuan ini sangat diperlukan sebagai dasar dalam melakukan aktivitas. Terdapat beberapa pengertian kecerdasan sebagaimana dikemukakan oleh para ahli diantaranya Prayudi (2007:1) mengemukakan bahwa kecerdasan dapat dipandang sebagai kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu. Kecerdasan dapat pula dipandang sebagai kemampuan seseorang untuk menguasai kemampuan tertentu atas aneka macam keterampilan. Binet (dalam Sukardi, 2006:49) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan untuk untuk penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri.
Sementara itu, Wechsler (dalam Sukardi, 2006:49) mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk bertindak dengan mencapai suatu tujuan untuk berfikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. Sedangkan Terman (dalam Sukardi 2006:49) mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan berpikir abstrak. Berdasarkan pendapat
di atas penulis
berpandangan bahwa
kecerdasan
(kecerdasan) adalah sebagai kemampuan dasar berfikir abstrak dalam mengadakan penyesuaian diri dengan menggunakan akal budi untuk mencapai tujuan serta dalam rangka berhubungan lingkungan secara efektif. Ada banyak devinisi kecerdasan, meskipun para ahli merasa sulit mendefinisikan. Kecerdasan dapat dilihat dari berbagai pendekatan, yakni pendekatan teori belajar, pendekatan teori neurobiologis, pendekatan teori psikometri, dan pendekatan teori perkembangan. Menurut pandangan psikometris, kecerdasan dipandang sebagai sifat psikologis yang berbeda pada setiap individu. Kecerdasan dapat diperkirakan dan diklasifikasikan berdasarkan inteligensi. Tokoh pengukuran inteligensi alfred binet mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan yang terdiri dari tiga komponen, yakni : 1. Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan. 2. Kemampuan untuk mengubah arah pikiran atau tindakan, dan 3. Kemampuan untuk mengkritisi pikiran dan tindakan diri sendiri atau autocristi. Menurutnya inteligensi merupakan suatu yang fungsional sehingga tingkat perkembangan individu dapat diamati dan di nilai berdasarkan kriteria tertentu. Apakah seorang anak cukup kecerdasan atau tidak, dapat dinilai berdasarkan pengamatan terhadap cara dan kemampuan anak dalam melakukan tindakan dan kemampuan mengubah arah tindakan apabila diperlukan.
Thorndike (dalam Musfiroh 2008:14) mengklasifikasi inteligensi kedalam tiga bentuk kemampuan, yakni: 1. Kemampuan abstraksi yakni kemampuan untuk “beraktivitas” dengan menggunakan gagasan dan simbol-simbol secara efektif. 2. Kemampuan mekanik, kemamupan untuk beraktivitas dengan menggunakan alat-alat mekanis dan kemampuan untuk kegiatan yang memerlukan aktivitas indra-gerak. 3. Kemampuan sosial, yakni kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru dengan cara-cara cepat dan efektif. Menurut Thorndike (dalam Musfiroh, 2008:14) ketiga kemampuan tersebut dapat saling berkolerasi, namun mungkin pula tidak. Dengan demikian ada seseorang yang memiliki daya abstraksi bagus, tetapi lemah dalam bersosialisasi, tetapi ada pula orang yang bagus dalam melakukan abstraksi, mekanik dan sosial sekaligus. Inteligensi menurut piaget lain lagi. Pandangan ahli perkembangan ini melihat inteligensi secara kualitatif, berdasarkan aspek isi, struktur, dan fungsinya. Untuk menjelaskan ketiga aspek tersebut piaget mengaitkan inteligensi dengan periodisasi perkembangan biologis, meliputi sensorimotorik, praoperasional, konkret oprasional, dan abstrak operasional. Pembagian ini dimaksudkan juga sebagai periode perkembangan kognitif. Di dalam perkembangan tersebut terkandung konsep kecerdasan atau inteligensi anak. Pengembangan kecerdasan anak erat kaitannya dengan pengembangan kognitif anak. Pengembangan kognitif anak perlu dilakukan karena menurut Kemdiknas (2010:3) bahwa bidang pengembangan di TK mencangkup bidang pengembangan pembentukan prilaku dan bidang pengembangan pembentukan prilaku meliputi nilai-nilai agama, moral dan sosial emosional. Bidang pengembangan kemampuan dasar meliputi berbahasa, kognitif dan fisik.
Kecerdasan logika matematik didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Kemampuan ini, meliputi kemampuan menyelesaikan masalah, mengembangkan masalah, dan menciptakan sesuatu dengan angka dan penalaran Armstrong (dalam Musfiroh, 2008:33). Cerdas secara logika matematik berarti cerdas angka dan cerdas dalam hukum logika berpikir. Kecerdasan logika matematik (sebelum ditemukan kecerdasan naturalis) mencakup beberapa macam pikiran, yaitu mencangkup tiga bidang yang saling berhubungan, yakni matematik, ilmu pengetahuan (sains), dan logika Campbell (dalam Musfiroh 2008:33). Kecerdasan logika matematik adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah. Hubungan antara matematik dan logika adalah bahwa keduanya secara ketat mengikuti hukum dasar. ada konsistensi pemikiran logis. Hukum logika menjelaskan bagaimana argumentasi disusun, bukti syarat dinyatakan, serta kesimpulan dibuat. Hukum logika melahirkan pemikiran ilmiah karena hipotesis timbul de novo atau melalui pengamatan, dan diuji melaui percobaan (Lwin, et.al., 2005).
2.1.4 Indikator Kecerdasan Logika Matematik Kecerdasan logika matematik mulai muncul pada masa kanak-kanak dan meledak pada masa remaja dan awal masa dewasa. Wawasan matematik tingkat tinggi akan menurun setelah usia 40 tahun Armstrong (dalam Musfiroh, 2008:35). Kecerdasan logika matematik memiliki indikator, antara lain sebagai berikut. 1. Dapat menghitung angka di luar kepala dengan mudah dan tepat. Mereka yang mencapai perkembangan optimal mampu memecahkan soal matematik dari yang paling sederhana (mencongklak) hingga perhitungan yang rumit.
2. Menyukai bidang matematik dan ilmu pasti. Mereka menikmati kegiatan berhitung, menggunakan rumus senang mempelajarinya hingga mencapai tahap ahli. 3. Senang bermain game atau memecahkan teka-teki yang menuntut penalaran yang berfikir logis.mereka mampu memenangkan permainan catur, mengisi teka teki silang dengan cepat dan baik, dan memiliki strategi-strategi yang lebih baik untuk permainan lain. 4. Senang membuat eksperimen dari pertanyaan. Mereka menggunakan hukum logika untuk membuat hipotesis dan mengujinya dengan eksperimen. Pada dasarnya mereka selalu ingin tahu “apa yang akan terjadi jika...” Eksperimen menunjukan bahwa orang cerdas dalam logika matematik tidak menyukai perkiraan, estimasi, dan pertanyaan yang menggantung. 5. Selalu mencari pola, keteraturan, atau urutan logis dalam berbagai hal. Mereka sangat tertarik dengan pola dalam geometrik, mudah menemukan pola yang tersembunyi dari suatu peristiwa, mampu memecahkan masalah dalam kimia (pola atom), seni (pola dalam motif keramik, lukisan, seni kriya), dan tata surya (perputaran planet dalam garis orbit). 6. Tertarik pada perkembangan-perkembangan baru dibidang sains. Mereka selalu mengikuti berbagai temuan terbaru, mengikuti jurnal-jurnal terbaru dan hasil riset diberbagai belahan dunia. 7. Tertarik pada banyak hal yang melibatkan penjelasan rasional. Mereka cendrung hatihati, tidak apriori dan mendengarkan penjelasan yang masuk akal. Mereka tidak mudah percaya pada kabar yang beredar, tidak mudah mengikuti dugaan publi, tetapi justru sebaliknya mencari penjelasan logis dibalik fenomena. 8. Mampu berfikir dengan konsep yang jelas, abstrak tanpa kata dan gambar. Mereka memiliki dasar berfikir yang didasarkan pada penalaran dan bukti yang benar, disusun
secara sitematis, dan mampu menemukan hubungan antar fenomena. Mereka mapu menemukan konsep dasar permasalahan walaupun masalah tersebut tidak dimunculkan dihadapannya secara jelas dan indrawi. 9. Peka terhadap kesalahan dan penalaran dalam perkataan dan tindakan orang. Mereka tidak mudah terkecoh oleh gaya bicara atau kharisma seseorang. Orang yang berkembang sangat baik dalam logika matematik mampu menangkap celah kesalahan penalaran pada pembicara dan ketidak singkronan dalam bertindak seseorang itu. Mereka mampu menemukan keganjilan yang paling halus yang tidak dapat ditangkap orang biasa. 10. Senang apabila segala sesuatu diukur, dikatagorikan, dianalisis, atau dihitung jumlahnya dengan cara tertentu. Oleh karena senang kepastian, pemolaan kejelasan dan ketelitian orang-orang yang berkembang dalam logika matematik selalu bekerja dalam kriteria, katagori dan siste yang memiliki landasan logika matematik. Mereka menyebut jumlah secara pasti, mengnalisis dengan teliti, dan mengelompokan sesuatu secara rapi. 2.1.5 Indikator Kecerdasan Logika Matematik Anak Usia Dini Anak-anak yang mempunyai kecerdasan logika matematik cendrung berfikir secara numerik dan dalam konteks pola, sebab-akibat, dan kategorial. Pada masa kanak-kanak inilah, penjelajahan berbagai pola, kategori, hubungan sebab akibat dimulai Gardner (dalam Musfiroh 2008:37). Anak-anak yang secara aktif memanipulasi lingkungan (seperti katagori mainan), bereksperimen dengan berbagai hal menggunakan cara-cara yang terkendali (seperti mencelupkan benda pada air untuk mengetahui posisi benda pada air), dan mendekatkan benda-benda pada magnet. Anak-anak yang cerdas dalam logika matematik cenderung terus bertanya dan ingin tahu tentang sebab-sebab suatu peristiwa atau gejala di lingkungannya, seperti
mengapa ada petir, banjir, gempa bumi, dan gunung meletus. Mereka juga cendrung memilih permainan yang memerlukan pemikiran dan strategi. Pada anak-anak, kecerdasan logika matematik muncul dalam bentuk indicator berikut. 1. Anak memiliki kepakaan terhadap angka, senang melihat angka (anak usia 2-6 tahun) dan cepat menghitung benda-benda yang memiliki (usia KB dan TK) sepat menguasai symbol dan pembilang, mengidentifikasi dengan baik angka pada uang, serta mampu membilang dengan cepat (usia TK). 2. Anak tertarik dan terlibat dengan computer dan kalkulator. Anak (usia 2-3 tahun)suka bermain kalkulator, memencet-mencet dan senang melihat angka keluar. Anak usia 3-4 tahun dapat memainkan game sederhana, mengidentifikasi kesamaan angka dikeypad dengan dilayar. Anak usia 4-6 tahun dapat memanfaatkan kalkulator untuk menambah dan mengarang, tetapi masih kesulitan membaca angka dalam jumlah banyak (di atas ratusan) 3. Anak sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang sebab atau akibat suatu gejala atau fenomena, seperti “Mengapa catnya lengket?”, “Mengapa ada jentik-jentiknya?”, “Mengapa kepalanya pusing?”, anak usia 2-3 tahun sering mengajukan pertanyaan berulang, anak usia 3-4 tahun lebih banyak melakukan probing (atau pertanyaan mengajar), dan anak usia 4-5 tahun mampu bertanya dengan hipotesis yang didasarkan pada dugaan atau pengetahuan, seperti “kalau hujan, banjir ya?” 4. Anak menyukai permainan yang menggunakan logika, strategi, dan pemikiran, seperti maze, catur. Anak usia 2-3 tahun sudah menunjukan minat terhadap permainan ini tetapi belum menujukan kemampuan memainkanya. Anak usia 3-4 tahun sudah dapat bermain maze sederhana, tapi masih cepat bosan apabila maze terlalu rumit. Mereka juga pura-pura bermain catur (tahu beberapa nama bidak catur: tapi belum dapat menunjukannya dengan benar dan belum menguasai aturan permainannya). Anak 4-6
tahun sudah tertarik dengan maze tetapi belum dapat bermain catur dengan baik. Sebagian kecil anak dapat mengetahui beberapa aturan berjalan bidak catur, tetapi masih menggunakan strategi menyerang sederhana (hanya bertujuan memakan bidak sebanyak-banyaknya). 5. Anak dapat menjelaskan masalah-masalah ringan secara logis mengapa takut, mengapa perut menjadi kenyang, mengapa terjatuh, dan mengapa teman menjadi marah. Anak usia 2-4 tahun dapat menjelaskan bahwa dia jatuh terkena batu, lapar karena belum makan, haus karena belum minum susu. Anak usia 4-6 tahun dapat menjelaskan peristiwa secara lebih logis, bahwa dia terjatuh karena terantuk batu karena dia berlari terlalu kencang dan tidak melihat batu. 6. Anak dapat membuat perkiraan suatu akibat dan memikirkan eksperiment sederhana untuk membuktikan dugaan. Anak usia 2-4 tahun tahu kalau air di beri gula akan manis, air diberi garam akan asin. Anak usia 4-6 tahun tahu kalau gula teralu banyak, minuman akan sangat manis. Ketika memasukan susu bubuk setengah sendok ke 150cc air hangat, anak usia di bawah 4 tahun mengatakan bahwa susunya tidak enak, tetapi anak usia 4-6 tahun dapat menganalisis bahwa susu bubuknya kurang banyak, jadi tidak enak. 7. Anak menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan kemampuan konstruksi, seperti menyusun balok, memasangkan angka-angka, dan memasang gambar. Anak usia di bawah 3 tahun dapat memasangkan angka dengan usaha yang keras. Mereka masih sering memaksa memasukan angka 1 ke lubang angka 7, angka 2 ke 5, dan sebaliknya. Anak KB dapat memasukan angka-angka ke dalam tempatnya dengan lebih mudah. Mereka juga dapat menyusun puzzle walaupun masih terbatas pada puzzle 2-3 potong. Anak usia 4-6 tahun yang ditengarai cerdas dalam logika matematik, memasangkan puzzle dengan 5 potong.
8. Anak suka menyusun sesuatu secara serial, kategori, dan hierarkial, seperti menata balok berdasarkan urutan besar hingga kecil, mengelompokan balok berdasarkan bentuk geometrik. Anak yang ditengarai cerdas secara logika matematik menunjukan pola piker serial sejak usia 2-3 tahun. Mereka menata sepatu dengan cara tertentu, ada yang kecil kebesar, ada yang besar-kecil-besar (seperti bapak-anak-ibu). Anak usia 3-4 tahun menunjukan penataan yang lebih jelas. Balok merah dijadikan satu dengan balok merah, kuning dengan kuning, biru dengan biru. Meskipun demikian, mereka mengalami kesulitan ketika mengelompokan benda dengan berbagai kriteria. Anak usia 4-6 tahun dapat mengelempokan daun berdasarkan besar-kecil, berdasarkan bentuk daun, dan berdasarkan warna. 9. Anak mudah memahami penjelasan sebab-akibatdan mudah mencerna fenomena yang dilihat yang terkait dengan logika jika-maka dan sebab akibat. Anak yang cerdas dalam logika matematik lebih terlihat “cepat paham” terhadap penjelasn dan peristiwa yang dilihat langsung. Mereka bahkan selalu bertanya tentang musabab suatu fenomena, “kalau hujan-hujanan nanti bisa masuk angin, ya bu? Airnya masuk, ya Bu?” (Pertanyaan yang diajukan ketika pendidik melarang anak berhujan-hujanan supaya tidak masuk angin). Di TK anak yang menonjol dalam logika matematik sering memberikan pernyataan sebab-akiba, seperti “Kalau kamu tidak mau makan, nanti perutmu sakit lho! Kan kering. Lehernya dulu, terus dadanya, terus perutnya, terus semuanya. Seperti tanduranku (tanamanku) juga mati karena tidak disirami”. 10. Anak suka melihat buku yang memuat gambar-gambar pengetahuan alam, teknologi, transportasi. Anak usia 2-6 tahun senang menikmati gambar-gambar yang memuat gunung berapi, lava pijar, gambar binatang, senang menikmati gambar yang berbagai jenis mobil, pesawat terbang, helicopter. Anak TK mengelaborasi kesenanganya ini dengan menirunya menggambar.
Penjelasan tersebut menunjukan bahwa kecerdasan logika matematik telah muncul sejak anak berusia 2-3 tahun. Indicator yang muncul adalah kepekaan terhadap angka, tertarik dan terlibat dengan computer dan kalkulator, sering mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang sebab atau akibat, menyukai alat permainan maze dan catur (tetapi belum mampu bermain), dapat menjelaskan masalah-masalah ringan secara logis, membuat perkiraan suatu akibat dan memikirkan eksperiment sederhana untuk membuktikan dugaan, menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan kemampuan konstruksi, suka menyusun sesuatu secara serial, kategori, dan hierarkial, suka melihat buku yang memuat gambar-gambar pengetahuan alam, teknologi, transportasi. Hanya saja bentuk yang muncul masih sederhana dan mereka belum sepenuhnya memahami penjelasan tentang suatu sebab akibat. Anak TK menunjukan semua indicator dalam bentuk yang masih sederhana. Mereka belum mampu berfikir abstrak dan lebih banyak berada pada tataran “menyukai” dan “tertarik”. 2.1.6 Cara Mengembangkan Kecerdasan Logika matematik Pada Anak Usia Dini Masfiroh (2008:38) kecerdasan logika matematik pada anak usia dini dapat dikembangkan dengan berbagai cara, meliputi kegiatan bermain, proyek, bercerita, tekateki, brainstorming, Tanya jawab, mengamati, mencocokan, memasangkan, menyanyi dan latihan. Cara-cara tersebut adalah untuk penemuan pola, penemuan hubungan, pengertian bilangan, konstruksi, hipotesis-eksperimental, pemecahan masalah, klasifikasi dan serial. Kegiatan belajar ini. Berisi berbagai contoh kegiatan yang dapat di terapkan pada anak usia, 4-6 tahun untuk menstimulasi kecerdasan logika matematik
berdasarkan
komponen inti atau indikatornya dengan melalui permen 58 tahun 2009 lingkup perkembangan konsep bilangan dengan tingkat pencapaian usia 5-6 tahun menyebutkan lambang bilangan 1-10. Selanjutnya, anda dapat megembangkan sendiri kegiatan stimulus
kecerdasan logika matematik pada anak didik anda sehingga kecerdasan tersebut dapat berkembang secara optimal. Teori perkembangan kognitif menurut Piaget (2010:1) adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan mengiterprestasikan objek dan kejadiankejadian disekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri, orang tua dan teman. Menurut Piaget (2010:1) perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif dari lahir sampai dewasa. Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan intelektual baru dimana manusia mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks.oleh karena itu, dia mengembangkan empat tahap tingkat perkembangan kognitif yang akan terjadi selama masa kanak-kanak sampai remaja, yaitu sensori motor (0-2 tahun) dan praoperasional (2-7 tahun). Yang akan kita bicarakan untuk masa kanak-kanak adalah dua tahap ini lebih dahulu sedangkan dua tahap yang lain, yaitu operasional (7-11 tahun) dan operasional formal (11-dewasa), akan kita bicarakan pada awal puberitas dan masa remaja. Adapun pada anak TK kelompok B terdapat pada tahap praoperasional (2-7 tahun) dimana tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menujukan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran praoperasional dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini anak belajar menggunakan dan mempersentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris, anak kesulitan untuk melihat dari sudut bpandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan praoperasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai mepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Dipermulaan tahapan ini mereka cendrung egosentris yaitu mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahamiperspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif disaat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hiduppun memiliki perasaan. 2.1.7 Pengertian puzzle Menurut patmondewo (dalam Misbach 2010:1) kata puzzle berasal dari bahasa inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang. Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwab media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematik anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang keping puzzle berdasarkan pasangannya. Ada beberapa bentuk media puzzle serta manfaat dari mengurutkan puzzzle terutama pada puzzle angka dengan mengurutkannya. Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain itu anak dapat melatih kemampuan berfikir logisnya denganmenyususn angka sesuai urutannya. Selain itu, puzzle angka bermanfaat untuk melatih koordinasi mata dengan tangan, melatih motorik halaus serta menstimulus kerja otak.
Fungsi puzzle menurut Epeni (2008:1) mengemukakan bahwa pada umumnya sisi edukasi permainan puzzle ini berfungsi untuk : a. Melatih konsentrasi, keteletian dan kesabaran. b. Melatih koordinasi mata dan tangan. Anak belajar mencocokan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. c. Memperkuat daya ingat d. Mengenalkan anak pada konsep hubungan e. Dengan memilih gambar/bentuk dapat melatih anak untuk berfikir matematis (menggunakan otak kiri). 2.2 Peran Guru Mengembangkan Kecerdasan Logika Matematik Pada Anak Daya saing yang tangguh dapat terwujud jika peserta didik memiliki kreativitas kemandirian, kemampuan dasar dan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada berbagai bidang kehidupan di masyarakat. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa usia prasekolah merupakan usia yang efektif untuk mengembangkan berbagai potensi dan kecerdasan yang dimiliki anak-anak, salah satu kecerdasan yang harus dikembangkan adalah kecerdasan logika matematik anak. Pengembangan kecerdasan logika matematik di TK diharapkan tidak hanya berkaitan dengan kemampuan kognitif saja, tetapi juga kesiapan mental social dan emosional anak didik. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara menarik dan bervariasi. Menurut Campbell (2006:40) “Kecerdasan logika matematik melibatkan banyak komponen seperti: perhitungan secara sistematis, berfikir logis, pemecahan masalah, ketajaman pola – pola dan hubungan”. Optimalisasi perkembangan anak memerlukan pengkondisian yang kondusif, Peran guru perlu memfasilitasi anak agar dapat berkembang dengan baik. Matematik bisa dijadikan bagian yang integral dari semua kegiatan belajar,
anak-anak harus diberi kesempatan-kesempatan untuk menghitung, menyortir, dan menggolongkan dalam berbagai konteks. Ini akan mendukung perkembangan anak dalam berfikir matematik dan bernalar. Guru harus menguasai materi dengan baik, menguasai teknik pengajaran dan harus memahami karakter serta kemampuan anak didik. Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan, diperlukan suatu motivasi pada anak untuk lebih mengembangkan pembelajaran yang ada baik di sekolah, di rumah, maupun lingkungan sekitar. Media puzzle memberikan pengalaman yang lebih baik jika dibandingkan dengan media pembelajaran matematik lainnya. Langkah-langkah dalam mempersiapkan anak untuk mengembangkan kecerdasan logika matematik pada anak menurut Epini (2008:1). 1. Guru menyiapkan seluruh perlengkapan yang akan digunakan dan media yang disediakan oleh guru. 2. Guru menjelaskan macam-macam media terutama media puzzle angka. 3. Guru bertanya kepada anak mengenai materi yang berkaitan dengan kecerdasan logika matematik dengan benda media puzzle. 4. Guru menjelaskan cara melakukan kegiatan media puzzle dan memasangkannya. 5. Anak mulai kegiatan mengurutkan angka dengan media puzzle. Menyelesaikan puzzle angka anak belajar mengenal angka serta mengenal angka berdasarkan urutan. Permainan ini juga melatih kemampuan motorik halus. Sediakan puzzle kotak bertuliskan angka-angka. Cara permainan: minta anak menyusun puzzle angka sesuai dengan urutan angka. Pandu anak mengurutkan puzzle dengan urutan angka.